Beranda / Romansa / Dahaga Cinta / Akan menolak

Share

Akan menolak

Penulis: An Nisa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-01 12:51:13

"Hayden, apa kamu bisa mengantarkan El pulang? Ada beberapa hal yang harus aku urus malam ini."

Hayden tersenyum senang. Matanya melirik gadis cantik yang baru ia tahu namanya. Kepalanya mengangguk lembut, meskipun dalam hatinya ia bersorak gembira. "Tentu saja, Kek. Dengan senang hati aku akan mengantar cucu cantik Anda dengan selamat."

Abraham tertawa, disusul yang lain. "Kamu memang perayu seperti kakekmu," ucap Abraham. Ia sama sekali tak menghiraukan tatapan datar cucunya. Yang ia inginkan sekarang, cucunya dekat dengan dokter muda itu. 

"Kek, aku bisa pulang sendiri," bisik Elia pada kakeknya. Abraham hanya melirik saja. 

"Kamu ingin pulang sekarang, El? Baiklah, tidak masalah." Menatap Hayden, kemudian berucap, "Hayden, antarkan cucuku pulang, dan tolong jaga dia." 

Elia melebarkan matanya tak percaya. Ia sangat yakin pendengaran kakeknya masih berfungsi dengan baik. Tidak mungkin pria berusia hampir tujuh puluh tahun itu tidak mendengar bisikannya.

Hayden kembali mengangguk. "Mari, Nona, saya antarkan pulang." Hayden berpamitan pada keluarganya sendiri dan Abraham. Disusul Elia yang juga melakukan hal yang sama. Ralat dengan dorongan dari kakeknya. 

"Maaf, Paman. Aku tidak sengaja mendengar bisikan Elia pada Anda, tapi kenapa Paman mengutarakan yang sebaliknya?" tanya Jordan penasaran. Jarak mereka sangat dekat, dan ia bisa mendengar jelas apa yang Elia katakan. 

Abraham tersenyum, kemudian berkata, "aku hanya ingin mereka lebih dekat." 

"Bukankah keputusan tetap pada mereka? Kita hanya mempertemukan mereka malam ini," ucap Jordan lagi. 

"Apa kamu tidak ingin cucuku menjadi menantumu?" 

"Tentu ingin, Paman. Cucu anda adalah gadis impian setiap mertua. Tapi, sepertinya cucu anda tidak menyukai putra kami." Sejak duduk, Jordan mengamati pandangan mata Elia. Entah kenapa, ia merasakan keengganan dari gadis itu terhadap putranya. Sebagai orang biasa, Jordan tak serta merta langsung menyetujui perjodohan ini hanya karena harta. Hati seseorang tidak bisa dibeli dengan uang, dan ia akan tetap menghargai jika cucu sahabat ayahnya menolak putranya. 

"Itu tidak masalah, Jo. Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu," ujarnya sembari menghela napas. "Cucuku membutuhkan pendamping seperti putramu. Dan aku sangat yakin putramu menyukai cucuku."

***

"Hai, Nona. Kita belok kiri atau kanan?" Hayden menoleh sekejap pada gdis cantik di sampingnya, kemudian kembali fokus pada jalan. 

"Kiri," jawan Elia asal. Enggan sekali berbicara pada pria sok akrab ini. 

"Hei, apa kau tuli? Aku bilang ke kiri." Elia menatap kesal Hayden, karena pria itu berbelok ke arah kanan. 

"Kau tidak bisa menipuku, Nona El. Kakekmu sudah mengirim alamat rumahmu." Hayden tersenyum menyeringai. "Aku hanya menguji kejujuranmu," ucapnya dengan tatapan meremehkan. 

Elia memandang tak percaya pria itu. Bagaimana bisa dia ditipu dengan mudah?. Ingin rasanya Elia melompat dari dalam mobil ini. Ia sangat tidak suka berdekatan dengan pria yang ia sebut sebagai dokter aneh. 

"Oh, ya Nona El. Siapa yang kau temani di rumah sakit? Dalam beberapa hari ini aku melihatmu di sana." Hayden mencoba mencairkan suasana. Suhu dingin dari udara luar terasa lebih pekat dengan sikap Elia yang tak kunjung berbicara. 

"Bukan urusanmu!" Ketus gadis itu tanpa menatap wajah Hayden. 

"Nona, kenapa kau selalu bersikap ketus padaku? Padahal aku bertanya baik-baik." 

Elia memutar bola matanya malas. "Bukan urusanmu!"

"Apa kau tidak memiliki kosa kata lain, Nona?" 

Menatap sengit Hayden. Elia melontarkan lagi kalimat andalannya. "Bukan urusanmu!" 

Hayden meraup wajahnya frustasi. Dalam hatinya ia mengumpati gadis cantik di sampingnya ini. Tapi, rasa penasaran terhadap gadis itu jauh lebih besar dari kejengkelannya. 

Tak ingin memancing emosi Elia. Hayden memfokuskan diri pada jalan raya, mengikuti petunjuk arah dari ponselnya. 

Satu jam berlalu. Kemacetan jalan menghambat perjalanan mereka yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu tiga puluh menit. Akhir pekan, jalanan sangat padat meskipun hari sudah sangat gelap.

Mobil SUV hitam memasuki halaman rumah dengan gerbang menjulang tinggi. Pengemudi mobil tersebut menghentikan kendaraannya dengan perlahan. Cepat-cepat ia membuka pintu mobilnya sendiri. Mengitari bagian depan mobilnya hendak membuka pintu untuk seseorang yang tadi duduk di sampingnya. Namun, terlambat!. Pintu itu sudah terbuka, dan penumpangnya sudah turun bahkan berjalan meninggalkannya. 

Hayden berlari mengejar gadis itu. Dengan sangat mudah ia berjalan sejajar karena langkah lebarnya. Hayden mencekal pergelangan tagan gadis itu. Menghentikan langkah Elia. 

Menatap tak suka pada dokter muda itu. Elia menepis tangan Hayden dengan kasar. Dan matanya menatap tajam. 

Hayden mengangkat kedua tangannya. "Ok, aku tidak akan menyentuhmu," ujarnya paham. "Tapi aku ingin berbicara denganmu dulu, Nona El." 

"Apa yang ingin kau bicarakan?, aku tidak punya banyak waktu," tanya Elia ketus. 

Hayden tersenyum. "Bagaimana jika akhir pekan depan kita makan malam, atau sekedar jalan-jalan," usulnya ditanggapi kekehan oleh Elia. 

"Untuk apa?" 

"Supaya kita bisa lebih dekat." 

Elia mengerutkan keningnya. Kepalanya menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat. "Sepertinya tidak perlu, Dokter. Karena aku akan menolak perjodohan ini."

Hayden sedikit terkejut mendengarnya. Gadis ini menolak? Tapi kenapa?. 

"Kenapa kau menolaknya, Nona?. Apa aku kurang tampan untukmu?." Hayden menggeleng. Tentu tidak mungkin itu alasannya. "Katakan, Nona! Apa yang membuatmu menolakku? Maksudku, jelaskan di mana letak kekuranganku." 

"Aku tidak berminat memiliki suami cerewet sepertimu," kata Elia tegas. 

"What? Apa kau bercanda?" 

Elia memajukan tubuhnya, memiringkan kepala seraya berkata, "Apa wajahku terlihat sedang bercanda?"

Dengkusan Hayden terdengar keras. Ia berkacak pinggang. "Tapi aku tidak akan menolak perjodohan ini. Dan aku sangat yakin kakek Abraham akan berada di pihakku," ujarnya jemawa. 

Bola mata Elia memutar malas. "Jangan terlalu percaya diri, Dokter. Belum tentu kakekku menurutimu, karena aku cucunya." Tanpa pamit, Elia melangkah meninggalkan Hayden yang masih berdiri di tempatnya. 

"Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus bisa menikah denganmu, Nona Kamelia," gumam Hayden seraya melangkahkan kakinya meninggalkan pelataran rumah mewah keluarga Abraham. 

Senyum smirk-nya terbit tatkala ia mendapatkan sebuah ide. 

***

"Tuhan! Kenapa tidak Kau ambil saja nyawaku daripada harus menikah dengan pria itu." Elia membanting tubuhnya di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya. Meratapi nasib. Buruk sekali, gadis cantik sepertinya harus dijodohkan. 

Elia membuang napasnya kasar. Ia tahu, tidak akan mudah membantah kakeknya. Tapi, kali ini ia harus bisa melakukannya. Elia akan bersikeras bahkan akan bersujud pada kakeknya jika sampai perjodohan ini tetap terjadi. 

Bukan Elia tak tertarik pada ketampanan dokter muda itu. Elia hanya merasa risih dengan sikapnya. Ia tak terbiasa dengan seseorang yang berisik. Elia cinta ketenangan, dan pria itu sama sekali tak bisa tenang. 

Sangat menjengkelkan!, gumam Elia. 

Gadis itu masih tak habis pikir, kenapa sang kakek mencarikannya suami. Padahal pria tua itu pasti tahu bahwa ia tak memiliki minat untuk menikah. 

Ya, mungkin terlalu aneh untuk seorang gadis sepertinya. Tak memiliki impian pernikahan. Elia, hanya Elia. 

Jika semua gadis sudah merencanakan seperti apa pernikahan mereka sejak sekolah. Menetukan kriteria pria impian mereka untuk dijadikan pendamping seumur hidup. Maka sangat berbeda dengan Elia. 

Dia bukan gadis dengan sejuta impian. Dia hanya gadis dengan segala tekanan. Kegiatannya hanya belajar, belajar, dan belajar. 

Kenangan kelam akan hal berbau pernikahan membawanya menjauh. Membuatnya benci dengan hubungan pria dan wanita. Membuatnya enggan untuk memikirkan apa itu kekasih. Dan menjadikannya gadis dingin tak tersentuh. 

Elia memejamkan matanya, mengingat semua kenangan masa kecilnya. Tak ada yang manis seperti gula. Hanya ada pahit seperti kopi. 

Bab terkait

  • Dahaga Cinta   Melupakan masa lalu

    "Bu ... Ibu di mana?" Seorang gadis kecil berlari memasuki rumahnya. Mengelilingi setiap sudut ruangan. Ia baru saja pulang dari sekolah, dan ia harus menemui ibunya untuk meminta tanda tangan.Gadis itu tak menemukan ibunya di lantai bawah. Dengan tergesa, ia naik ke lantai dua. Tanpa mengetuk pintu gadis kecil itu membuka kamar ibunya. Alangkah terkejutnya gadis itu melihat ibunya telanjang dengan pamannya.Tak bisa berkutik. Gadis kecil itu hanya menegerjapkan matanya. Ia sama sekali tak mengerti apa yang tengah dua orang itu lakukan tanpa busana."Bu," panggil bocah itu lirih.Ibunya terkesiap. Menatap putrinya berada di depan pintu membuat darahnya mendidih. Buru-buru ia mendorong seseorang yang tengah berada di atasnya. Ia mengenakan jubah mandi dengan tergesa-gesa. Kemudian menghampiri putrinya."Kemari kau." Tangannya menyeret tangan kecil pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • Dahaga Cinta   Rumah Sakit

    Seorang gadis tengah berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Lirih, terdengar umpatan keluar dari bibir gadis itu.Sudah sepuluh menit ia berjalan, namun tak menemukan letak ruangan yang ia cari. Langkah kakinya bergerak pelan saat matanya menemukan ruangan yang sedari tadi membuatnya pusing.Gadis itu mendorong pintu agar terbuka. Dan mata hazelnya menemukan seseorang tengah terbaring pada salah satu ranjang yang ada di sana. Gadis itu berdecak kesal. Kenapa harus ruangan yang berisi lebih dari tiga orang. Dan lagi, ruangan itu saat ini lumayan ramai, karena ada satu pasien yang tengah dibesuk oleh sanak saudaranya."Bagaimana bisa kau masuk ke tempat seperti ini." Gadis itu mendengus sembari menarik satu kursi dan mendudukinya."Kenapa kau kemari, El?" Bukannya menjawab, pasien itu malah melemparkan pertanyaan yang membuat gadis itu semakin kesal."Aku akan meminta

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Dokter aneh

    "Apa teman anda tidak bisa dipindahkan saja ke ruangan yang tadi?" Gadis itu mencoba untuk menegosiasi. Tapi ia harus menelan rasa kecewa saat Elia menggelengkan kepalanya."Nona, aku sadar aku sangat salah dan aku akan bertanggung jawab. Tapi jika kau menggunakan ruangan ini aku tidak bisa menjamin bisa membayarnya." Gadis itu memelas berharap hati Elia tergerak dan mau memindahkan ruangan pria itu."Begini saja ..." Elia meyilangkan kakinya. "Kau tidak perlu membayar biaya rumah sakit. Tapi, kau harus mau merawat temanku itu sampai dokter mengizinkannya pulang. Bagaimana?"Gadis itu menatap Elia dengan tatapan tak percaya. "Kau tidak bercanda, Nona?" tanyanya dengan wajah polosnya.Elia memiringkan kepalanya. "Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanyanya dengan raut muka datar seperti biasa."Tidak, tapi...""Oh atau kau memilih untuk membayar biaya rum

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Hayden

    Seluruh pegawai rumah sakit menyapa seorang dokter yang baru saja berjalan melewati mereka. Beberapa dari perawat wanita langsung membuat sebuah lingkaran untuk membicarakan dokter tersebut. Pujian demi pujian keluar dari bibir mereka tanpa henti seperti biasa. Mengagumi setiap apa yang ada pada tubuh dan hati pria itu.Dokter tersebut tersenyum miring melihatnya. Dengan sengaja ia mengedipkan sebelah mata pada sekumpulan para perawat wanita tadi dan membuat mereka heboh, la tersenyum geli melihatnya."Pagi dokter," sapa salah seorang resepsionis rumah sakit."Pagi," balasnya dengan satu senyuman yang begitu memabukkan."Hayden!" Suara seorang wanita yang begitu ia kenal menyuruh dirinya untuk berhenti dan berbalik menghadap wanita itu. la tersenyum mendapati sahabat wanitanya yang sudah beberapa hari ini tak terlihat."Hai, Jen!" Mereka berpelukan. "Kau sudah pulang rupanya," ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Cinta?

    Pagi hari menyapa seorang gadis yang masih terlelap. Waktu sudah hampir beranjak siang, namun gadis itu masih enggan membuka matanya.Elia baru menyelami mimpi selama tiga jam.Semalam ia menyusun dan mengoreksi kembali skripsi yang akan ia serahkan pada dosen pembimbing nanti. Pada pukul tiga, Elia baru bisa menutup laptop beserta matanya dan beristirahat. Tapi, hal seperti itu sudah biasa baginya.Rasa malas menjalar pada setiap sendinya. Tapi, mau tak mau Elia tetap bangun dan memulai harinya. Ia beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan berdandan Elia turun untuk sarapan.Sunyi. Rumah besar yang ia huni tak menampakkan keramaian sama sekali. Jika dipagi hari beberapa orang wanita sibuk mengurus anak dan suaminya, jangan harap dapat melihat hal seperti itu di rumah Elia.Elia melihat meja makan kosong. Bukan tidak a

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • Dahaga Cinta   Dilema

    "Kau menyukainya Hayden?" Pertanyaan itu lolos seketika dari bibir Jen.Hayden berdecak. "Tentu saja, Jen. Dia gadis yang cantik. Siapa yang tidak menyukainya?" jawab Hayden jengah.Mendengar jawaban Hayden membuat Jen kecewa. Bagaimana bisa gadis yang hanya ditemui Hayden satu kali membuat sahabatnya segila itu."Ya, semoga saja gadis itu belum menikah," ucap Jen kemudian berlalu meninggalkan Hayden.Hayden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Apa ia salah ucap? Kenapa Jen jadi seperti itu?, atau dia sedang ada masalah?. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Hayden mengejar langkah kaki Jen yang sudah tak terlihat.***Sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Pengemudi itu tampak mengernyitkan kening, melihat ada mobil lain yang tak ia kenali berada di halaman rumahnya. Untuk memecahkan rasa penasaran, ia turun dari mobil dan b

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-30
  • Dahaga Cinta   Tidak tertarik

    "Tidak, Kek. Sampai kapanpun aku tidak akan setuju dengan rencana kakek!"Penolakan yang kesekian kalinya telah Hayden lontarkan pada kakeknya. Ia lantas beranjak dari duduknya, meninggalkan seluruh keluarganya yang masih setia duduk di tempat mereka. Pria itu menggerutu sembari menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi, ketika berada pada tangga ke-lima ia berbalik dan kembali untuk turun."Bagaimana kau berubah pikiran?" tanya Gustaf melihat cucunya kembali."Tidak akan pernah. Aku hanya ingin mengambil ponselku saja." Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian kembali berjalan menuju kamarnya."Bagaimana ini, Ayah? anak nakal itu tetap menolak. Apa yang harus kita katakan pada paman Abraham?" Ayah Hayden–Jordan, tampak sangat khawatir. Keluarga mereka memiliki hutang budi kepada Abraham, sahabat Gustaf. Sangat memalukan jika mereka menolak permin

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-27

Bab terbaru

  • Dahaga Cinta   Melupakan masa lalu

    "Bu ... Ibu di mana?" Seorang gadis kecil berlari memasuki rumahnya. Mengelilingi setiap sudut ruangan. Ia baru saja pulang dari sekolah, dan ia harus menemui ibunya untuk meminta tanda tangan.Gadis itu tak menemukan ibunya di lantai bawah. Dengan tergesa, ia naik ke lantai dua. Tanpa mengetuk pintu gadis kecil itu membuka kamar ibunya. Alangkah terkejutnya gadis itu melihat ibunya telanjang dengan pamannya.Tak bisa berkutik. Gadis kecil itu hanya menegerjapkan matanya. Ia sama sekali tak mengerti apa yang tengah dua orang itu lakukan tanpa busana."Bu," panggil bocah itu lirih.Ibunya terkesiap. Menatap putrinya berada di depan pintu membuat darahnya mendidih. Buru-buru ia mendorong seseorang yang tengah berada di atasnya. Ia mengenakan jubah mandi dengan tergesa-gesa. Kemudian menghampiri putrinya."Kemari kau." Tangannya menyeret tangan kecil pu

  • Dahaga Cinta   Akan menolak

    "Hayden, apa kamu bisa mengantarkan El pulang? Ada beberapa hal yang harus aku urus malam ini."Hayden tersenyum senang. Matanya melirik gadis cantik yang baru ia tahu namanya. Kepalanya mengangguk lembut, meskipun dalam hatinya ia bersorak gembira. "Tentu saja, Kek. Dengan senang hati aku akan mengantar cucu cantik Anda dengan selamat."Abraham tertawa, disusul yang lain. "Kamu memang perayu seperti kakekmu," ucap Abraham. Ia sama sekali tak menghiraukan tatapan datar cucunya. Yang ia inginkan sekarang, cucunya dekat dengan dokter muda itu."Kek, aku bisa pulang sendiri," bisik Elia pada kakeknya. Abraham hanya melirik saja."Kamu ingin pulang sekarang, El? Baiklah, tidak masalah." Menatap Hayden, kemudian berucap, "Hayden, antarkan cucuku pulang, dan tolong jaga dia."Elia melebarkan matanya tak percaya. Ia sangat yakin pendengaran kakeknya masih berfungsi den

  • Dahaga Cinta   Tidak tertarik

    "Tidak, Kek. Sampai kapanpun aku tidak akan setuju dengan rencana kakek!"Penolakan yang kesekian kalinya telah Hayden lontarkan pada kakeknya. Ia lantas beranjak dari duduknya, meninggalkan seluruh keluarganya yang masih setia duduk di tempat mereka. Pria itu menggerutu sembari menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi, ketika berada pada tangga ke-lima ia berbalik dan kembali untuk turun."Bagaimana kau berubah pikiran?" tanya Gustaf melihat cucunya kembali."Tidak akan pernah. Aku hanya ingin mengambil ponselku saja." Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian kembali berjalan menuju kamarnya."Bagaimana ini, Ayah? anak nakal itu tetap menolak. Apa yang harus kita katakan pada paman Abraham?" Ayah Hayden–Jordan, tampak sangat khawatir. Keluarga mereka memiliki hutang budi kepada Abraham, sahabat Gustaf. Sangat memalukan jika mereka menolak permin

  • Dahaga Cinta   Dilema

    "Kau menyukainya Hayden?" Pertanyaan itu lolos seketika dari bibir Jen.Hayden berdecak. "Tentu saja, Jen. Dia gadis yang cantik. Siapa yang tidak menyukainya?" jawab Hayden jengah.Mendengar jawaban Hayden membuat Jen kecewa. Bagaimana bisa gadis yang hanya ditemui Hayden satu kali membuat sahabatnya segila itu."Ya, semoga saja gadis itu belum menikah," ucap Jen kemudian berlalu meninggalkan Hayden.Hayden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Apa ia salah ucap? Kenapa Jen jadi seperti itu?, atau dia sedang ada masalah?. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Hayden mengejar langkah kaki Jen yang sudah tak terlihat.***Sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Pengemudi itu tampak mengernyitkan kening, melihat ada mobil lain yang tak ia kenali berada di halaman rumahnya. Untuk memecahkan rasa penasaran, ia turun dari mobil dan b

  • Dahaga Cinta   Cinta?

    Pagi hari menyapa seorang gadis yang masih terlelap. Waktu sudah hampir beranjak siang, namun gadis itu masih enggan membuka matanya.Elia baru menyelami mimpi selama tiga jam.Semalam ia menyusun dan mengoreksi kembali skripsi yang akan ia serahkan pada dosen pembimbing nanti. Pada pukul tiga, Elia baru bisa menutup laptop beserta matanya dan beristirahat. Tapi, hal seperti itu sudah biasa baginya.Rasa malas menjalar pada setiap sendinya. Tapi, mau tak mau Elia tetap bangun dan memulai harinya. Ia beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan berdandan Elia turun untuk sarapan.Sunyi. Rumah besar yang ia huni tak menampakkan keramaian sama sekali. Jika dipagi hari beberapa orang wanita sibuk mengurus anak dan suaminya, jangan harap dapat melihat hal seperti itu di rumah Elia.Elia melihat meja makan kosong. Bukan tidak a

  • Dahaga Cinta   Hayden

    Seluruh pegawai rumah sakit menyapa seorang dokter yang baru saja berjalan melewati mereka. Beberapa dari perawat wanita langsung membuat sebuah lingkaran untuk membicarakan dokter tersebut. Pujian demi pujian keluar dari bibir mereka tanpa henti seperti biasa. Mengagumi setiap apa yang ada pada tubuh dan hati pria itu.Dokter tersebut tersenyum miring melihatnya. Dengan sengaja ia mengedipkan sebelah mata pada sekumpulan para perawat wanita tadi dan membuat mereka heboh, la tersenyum geli melihatnya."Pagi dokter," sapa salah seorang resepsionis rumah sakit."Pagi," balasnya dengan satu senyuman yang begitu memabukkan."Hayden!" Suara seorang wanita yang begitu ia kenal menyuruh dirinya untuk berhenti dan berbalik menghadap wanita itu. la tersenyum mendapati sahabat wanitanya yang sudah beberapa hari ini tak terlihat."Hai, Jen!" Mereka berpelukan. "Kau sudah pulang rupanya," ka

  • Dahaga Cinta   Dokter aneh

    "Apa teman anda tidak bisa dipindahkan saja ke ruangan yang tadi?" Gadis itu mencoba untuk menegosiasi. Tapi ia harus menelan rasa kecewa saat Elia menggelengkan kepalanya."Nona, aku sadar aku sangat salah dan aku akan bertanggung jawab. Tapi jika kau menggunakan ruangan ini aku tidak bisa menjamin bisa membayarnya." Gadis itu memelas berharap hati Elia tergerak dan mau memindahkan ruangan pria itu."Begini saja ..." Elia meyilangkan kakinya. "Kau tidak perlu membayar biaya rumah sakit. Tapi, kau harus mau merawat temanku itu sampai dokter mengizinkannya pulang. Bagaimana?"Gadis itu menatap Elia dengan tatapan tak percaya. "Kau tidak bercanda, Nona?" tanyanya dengan wajah polosnya.Elia memiringkan kepalanya. "Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanyanya dengan raut muka datar seperti biasa."Tidak, tapi...""Oh atau kau memilih untuk membayar biaya rum

  • Dahaga Cinta   Rumah Sakit

    Seorang gadis tengah berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Lirih, terdengar umpatan keluar dari bibir gadis itu.Sudah sepuluh menit ia berjalan, namun tak menemukan letak ruangan yang ia cari. Langkah kakinya bergerak pelan saat matanya menemukan ruangan yang sedari tadi membuatnya pusing.Gadis itu mendorong pintu agar terbuka. Dan mata hazelnya menemukan seseorang tengah terbaring pada salah satu ranjang yang ada di sana. Gadis itu berdecak kesal. Kenapa harus ruangan yang berisi lebih dari tiga orang. Dan lagi, ruangan itu saat ini lumayan ramai, karena ada satu pasien yang tengah dibesuk oleh sanak saudaranya."Bagaimana bisa kau masuk ke tempat seperti ini." Gadis itu mendengus sembari menarik satu kursi dan mendudukinya."Kenapa kau kemari, El?" Bukannya menjawab, pasien itu malah melemparkan pertanyaan yang membuat gadis itu semakin kesal."Aku akan meminta

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status