Share

Bab 6. Fitnah

Penulis: L.A. Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 14:56:49

“Lepas! Jika tidak, aku akan berteriak!” ancam Mira.

“Kamu pikir aku takut? Lagipula mereka akan lebih membelaku daripada kamu.”

Mata Mira berkaca-kaca, dirinya tak menyangka jika baru satu hari kepergian Raka tapi seorang pria malah datang dengan niat buruk padanya.

“Ayolah, ikut aku! Tenang saja, aku akan membayar semuanya. Atau kalau mau, aku bisa menjadikanmu istri kedua, semua kebutuhanmu dan anak-anak akan kutanggung.”

Mira menggeleng kepala pelan. Bulir bening itu kian bercucuran membasahi wajahnya.

“Lepaskan!” balas Mira yang sama sekali tak menghiraukan tawaran pria hidung belang itu.

Ia tak habis pikir, bisa-bisanya suami dari wanita yang begitu baik padanya ternyata memiliki sifat yang seolah berbalikan dengan istrinya.

Pria itu bernama Damar, suami dari Dian, orang yang sering sekali membantu Mira.

Ibu tiga anak itu merasa tidak tega jika sampai ia berteriak dan membuat Dian tahu kelakuan Damar. Juga satu sisi Mira tak ingin kalau dirinya sampai ternodai oleh pria yang bukan suaminya itu.

Di tengah perjuangan Mira untuk mempertahankan dirinya agar tidak ditarik ke kebun belakang rumah, di situ pula Arka datang dengan membawa sebuah ranting kecil.

“Lepaskan Ibu! Kalau tidak mau Arka pukul!” ancam bocah kecil itu sambil mengacung ranting yang jika dipukul ke tubuh Damar mungkin hanya terasa menggelitik.

“Bocah kecil, lebih baik kamu masuk ke rumah saja. Biarkan Om dan ibumu bersenang-senang!” hardik Damar sambil memelototi Arka.

Rasa takut menghinggapi Arka. Bocah kecil itu tak berani melihat tatapan Damar yang dipenuhi amarah. Namun, rasa sayangnya pada sang ibu jauh lebih besar. Meski tubuhnya kecil dan kurus setidaknya jika mengorbankan diri, mungkin bisa sedikit membantu ibu yang sedang dalam kesulitan.

Tanpa banyak berpikir lagi Arka segera menghampiri Damar. Ia memukul ranting kecil ke tubuh pria yang jelas jauh lebih besar berkali lipat dari tubuhnya.

“Dasar anak bod*h, kamu pikir sebuah ranting kecil bisa melukaiku?” Damar tertawa geli, akan tetapi tangannya masih begitu kuat mencengkram tangan Mira.

“Arka, pergi saja ke dalam. Ibu bisa menyelesaikan ini sendiri,” pinta Mira dengan air mata yang semakin deras.

Hati Mira begitu sakit. Ia terluka dan tidak rela jika Arka sampai melihat hal buruk yang tak sepantasnya dilihat anak seumurannya. Terlebih, Mira tak ingin jika Arka sampai terluka karena Damar.

“Nggak! Arka mau bantu ibu! Arka harus jaga ibu!” tegas Arka sambil berjalan menghampiri Damar lagi.

Kali ini tidak menggunakan sebuah ranting, tapi dengan tekad yang kuat Arka menggigit Damar tepat di tangan agar segera melepaskan ibunya.

“Aahh.” Damar berteriak kesakitan. “Dasar anak sialan! Berani sekali menggigitku.”

Damar yang tersulut emosi segera mendorong tubuh kecil Arka, yang mana tanpa sengaja kepala sang bocah terbentur batu hingga tak sadarkan diri.

“Arka!” teriak Mira, yang langsung mendorong tubuh Damar, membuat keduanya jatuh bersamaan.

Mira segera beranjak, menuju tubuh sang anak lalu menggendongnya.

Belum sempat pergi, Damar malah menarik Mira kembali. Gejolak di dada yang telah lama dipendam seolah sudah tak tertahankan lagi. Pria itu ingin segera memiliki Mira seutuhnya.

“Sudahlah, Mira. Jika kamu menerimaku, Arka akan segera kubawa ke rumah sakit.” Damar memegangi bahu Mira, menahannya agar tidak pergi.

Emosi Mira benar-benar sudah melewati batasnya. Tanpa berpikir panjang ia segera berteriak begitu kencang.

“Tolong! Ada pria m*sum! Tolong!” teriak Mira sebelum akhirnya ia dibekap.

Suara Mira yang melengking itu sempat terdengar oleh beberapa warga dan dengan cepat mereka segera menuju ke arah sumber suara.

Merasa panik, Damar pun lantas merobek pakaian bagian depannya, lalu duduk tepat di dekat Mira.

“Ada apa ini? Kami dengar ada yang minta tolong.”

Mira yang sedang menangis pun berusaha menjelaskan meski lidah terasa kelu.

“Mas Damar–”

“Mira berusaha menggodaku. Dia memintaku untuk menjadikannya istri kedua dan berusaha menjebakku agar terlihat seolah menodainya,” potong Damar dengan ekspresi yang begitu meyakinkan.

“Bohong! Aku tidak mungkin melakukan itu! Tolong biarkan aku pergi, Arka harus mendapat pertolongan,” timpal Mira, terisak.

“Jangan pergi dari sini sebelum masalah ini selesai,” ujar salah seorang warga yang dengan cepat mengambil Arka dari gendongan Mira, membawanya ke klinik desa untuk ditangani.

Beberapa warga menyusul berdatangan, mereka mulai mempertanyakan tentang apa yang terjadi sampai salah seorang wanita yang tidak terlalu menyukai Mira pun bersuara.

“Lihatlah! Pakaian Damar robek di bagian depan! Sepertinya Mira memang telah menggodanya. Apalagi kalian tahu sendiri, dia baru saja menjanda, sudah bingung harus bagaimana menghidupi ketiga anak dengan kondisi seperti itu!”

Beberapa orang mulai terpengaruh dengan ucapan wanita tadi karena terdengar cukup masuk akal. Mereka saling berbisik sambil menatap Mira, hingga Dian datang dengan wajah terkejut.

“Mas, apa yang terjadi?” Dian mendekati suaminya, matanya tak henti memandangi pakaian Damar yang robek.

“Mira.” Damar melirik Mira dengan tatapan menjijikan. “Dia ingin aku menjadikannya istri kedua.”

“Itu bohong, Mbak Dian! Saya tidak mungkin memiliki niat kotor seperti itu! Meski saya seorang janda miskin dengan tiga anak, tapi saya masih mampu untuk menghidupi mereka,” sahut Mira di tengah tangisnya.

Dian terdiam, matanya hanya terfokus pada pakaian Damar yang robek. Rasa cinta membuat wanita itu tentu akan lebih mempercayai suaminya.

“Aku nggak nyangka kalau kamu setega ini, Mira. Padahal selama ini aku selalu membantumu. Tapi ternyata ini balasan yang kuterima?” Dian meneteskan air mata, merasa sakit hati atas pengkhianatan yang Mira lakukan.

Ucapan Dian barusan semakin menyulut emosi warga. Kini tatapan sinis tertuju pada Mira yang hanya bisa menangis tertunduk.

“Cepat usir dia dari kampung ini!”

“Jangan biarkan dia menggoda para suami kita!”

Di saat bersamaan Hana dan Kiano berlari ke arah Mira, lalu memeluknya erat.

“Ibu, kenapa mereka membuat ibu menangis?” tanya Hana sambil memandangi para warga dengan tatapan ketakutan.

Mira tak berani berkata-kata, lidahnya terasa kelu. Ia sudah menebak akan terjadi seperti ini, bagaimanapun orang miskin sepertinya tidak mungkin mendapat kepercayaan warga.

Kala itu hanya sebuah pelukan yang bisa diberi pada dua anaknya.

“Tolong, jangan berkata yang tidak-tidak di depan anak-anak! Saya akan pergi sendiri dari sini,” teriak Mira yang sudah tak tahan lagi melihat raut ketakutan di wajah kedua anaknya.

Para warga saling berbisik, terlihat jelas ketidakpuasan tersirat dari wajah mereka. Namun, mendengar Mira akan pergi sendiri seakan membuat mereka tak bisa berkata-kata lagi.

“Mira, kuharap kamu bisa secepatnya pergi dari sini! Jangan pernah tunjukan lagi wajah menjijikan itu!” timpal Dian.

Bagai dihantam benda besar, dada Mira terasa begitu sesak. Sosok yang selama ini ia anggap sebagai kakak, ternyata begitu tega mengatakan hal seperti itu padanya.

Mira segera beranjak, perlahan ia berjalan ke arah Dian dan Damar. Para warga yang berada di dekat mereka sudah bersiap, khawatir jika ibu tiga anak itu hendak berbuat yang tidak-tidak.

Dian yang sedikit ngeri melihat Mira pun lantas berjalan mundur perlahan. Namun, saat Mira menunjukan sebuah senyum penuh luka ia pun menghentikan langkahnya.

“Terima kasih atas bantuan Mbak selama ini. Saya tidak akan melupakan itu, semoga kebaikan Mbak Dian mendapat balasan berlipat-lipat,” ungkap Mira.

Dian mengerutkan alis, sedikit bergidik melihat wajah Mira yang malah menorehkan senyum di saat seperti itu.

Bab terkait

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 7. Istana yang Paling Indah

    Mira segera menggendong Kiano, lalu menuntun Hana. Bergegas meninggalkan para warga yang tak hentinya menatap sinis.“Lihatlah, mentang-mentang cantik dia pikir bisa merebut suami orang seenaknya.”“Untung langsung ketahuan. Kalau tidak bisa kena suami kita.”“Benar, dia itu kan miskin. Hanya dengan menjadi simpanan baru bisa merasakan hidup enak.”Mira berjalan dengan langkah pelan, kakinya terasa begitu lemas. Kali ini ia menghampiri warga yang sebelumnya membawa Arka. Tampaknya hanya pria itu yang masih sedikit waras dan memiliki bekas kasih mau mengantar Arka yang terluka ke klinik terdekat.“Ke mana Anda membawa Arka?” tanya Mira, tersenyum namun tatapannya kosong.“Di klinik Medika.”“Terima kasih,” balas Mira sambil berlalu pergi.Langkah Mira diiringi tatapan sinis para warga. Kebencian itu begitu jelas terlihat. Hati yang sudah terlanjur hancur berkeping-keping itu seolah sudah tak memiliki rasa untuk sekedar marah atas ketidakadilan. Hanya air mata yang tak henti menetes yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 8. Kandang Kambing

    Kini ibu dan tiga anak itu berjalan, menuju ke gerbang desa. Tatapan para warga desa membuat Hana dan Arka terus memegang ibunya dengan erat, saking takut melihat sorot mata yang seakan menggapai mereka adalah seorang penjahat. “Bu?” Arka menarik ujung pakaian Mira. “Tidak usah dilihat! Ada ibu di sini. Lihat ibu saja.” Mira menatap anaknya sambil berusaha tersenyum meski luka menyelimuti. Arka mengangguk tanda mengerti. Ia dan adiknya terus menempel pada sang ibu demi mencari rasa aman. “Lihatlah, baru sehari menjanda sudah menggoda suami orang.” “Wajar saja, sepertinya dia sudah tidak tahan ingin merasakan hidup enak.” “Siapa yang tidak tergoda untuk mendapatkan kekayaan instan. Hanya dengan menjadi istri kedua semua akan terasa lebih mudah.” Sindiran dan umpatan tak henti mengiringi langkah Mira dan ketiga anaknya. Orang-orang itu seakan tak memikirkan perasaan dan mental tiga bocah kecil dan hanya mementingkan emosi saja. “Bu, kenapa orang-orang itu marah-marah terus? Kena

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 9. Bu, Dingin Sekali!

    “Ibu nggak sayang Hana! Padahal Hana cuma mau pilih kamar,” ungkap Hana sambil menangis diiringi dengan suara derasnya hujan.Hati Mira terasa semakin miris. Bukan ia tidak sayang pada Hana, hanya saja saat itu bukan waktu yang tepat untuk memilih kamar.“Hana, di sini dingin. Kita harus tidur bersama agar lebih hangat. Ibu nggak mau Hana sakit. Ibu sayang Hana.” Mira memeluk Hana dengan begitu erat.Hana yang semula menangis perlahan berhenti, lalu membalas pelukan ibunya dengan penuh cinta. “Maafin, Hana, Bu.” Hana berkata lirih.“Iyaa, sekarang ayo dekorasi dulu kamar kita. Hana boleh mempercantik ruangan yang paling depan itu.” Hana menunjuk ke arah salah satu bekas kandang yang berada di paling depan.“Ibu, Arka juga mau bantu!” pinta Arka setengah berteriak.Mira tersenyum sambil mengangguk, tak menyangka jika sang anak begitu antusias meski tempat itu hanyalah sebuah bekas kandang kambing.Arka dan Hana bermain penuh canda tawa. Meski hanya sekedar memasang selendang untuk men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 10. Didewasakan oleh Keadaan

    Belum sempat Mira meraih botol pupuk, di saat bersamaan Arka terbangun karena terkejut dengan pergerakan ibunya.“Ibu mau ke mana?” tanya Arka sambil menggosok mata. Kepalanya masih pusing karena baru sebentar nyenyak malah dibuat terkejut.Mira terdiam sejenak, pikirannya mendadak semakin kacau dan bingung, tak tahu harus berbuat apa.“Ibu mau membetulkan selendang yang miring biar angin tidak terlalu banyak masuk ke kamar kita ini.”Arka terdiam sejenak.“Bu, tadi Arka mimpi jadi dokter,” ucap si sulung tiba-tiba.Mira kembali ke posisi semula, mengurungkan niat untuk mengambil botol pupuk karena tidak mungkin baginya melakukan hal seperti itu di saat anaknya terjaga.“Ah, iya. Bagus sekali.” Mira tersenyum gugup.“Padahal Arka ingin jadi tentara biar bisa menjaga ibu tapi malah mimpi jadi dokter.” Arka menghela napas. “Tapi tidak apa-apa, mau jadi apa saja yang pasti Arka ingin membahagiakan ibu, Arka mau buat rumah yang besar untuk ibu,” sambungnya sambil merentangkan tangan, memp

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 11. Hari yang Cerah Setelah Badai

    Seorang lelaki tua yang diperkirakan berumur tujuh puluh tahun itu berdiri sambil terus menatap Mira dan sesekali menoleh ke arah tiga anaknya. Wajah pria itu sedikit menyeramkan, mirip seorang yang pemarah.“Maaf, saya hanya sedang mencari ikan di sini,” sahut Mira yang segera beranjak. Ia menunduk, tak berani menatap wajah lelaki tua itu.“Apa kalian tinggal di kandang kambing bekas di sebelah sana?” Lelaki tua itu menunjuk ke arah tempat Mira dan tiga anaknya bermalam.Mira menelan saliva, mendadak jantungnya berdebar tak karuan. Ia merasa cemas, khawatir jika dirinya dan anak-anak malah di usir.“Be-benar.” Mira mulai panik.“Memang siapa yang mengizinkan kalian tinggal di sana?” Lelaki tua itu bertanya dengan nada ketus.“Ma-maaf, kami tidak punya rumah. Hanya ingin menumpang sementara saja.”Pria tua itu terdiam sejenak. Namun, bukannya menjawab, ia malah berlari ke arah Kiano. Tentu saja hal tersebut membuat Mira terkejut dan buru-buru mengikuti dari belakang.“Tolong jangan sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 12. Rahasia

    Beruntung lumpur hanya mengenai tubuh Mira meski wanita tua itu mengarahkannya pada Kiano.“Apa Anda tidak memiliki perasaan? Memang kenapa kalau menginjak sawah? Saya sama sekali tidak merusaknya!” teriak Mira yang mulai kesal.Orang lain boleh menyakiti dirinya, tetapi tidak dengan anaknya. Wanita tua itu jelas sekali hendak mengarahkan lumpur ke Kiano dengan tanpa perasaannya.“Hey, berisik sekali! Cepat pergi dari sawahku! Aku benci melihat perempuan muda berjalan di sekitar sawahku.”Mira sampai dibuat keheranan. Namun, ia memilih untuk mengalah karena tak tega melihat ketiga anaknya ketakutan.“Arka … Hana … ayo kita pergi dari sini,” ajak Mira seraya menuntun Hana dan membiarkan Arka berjalan di depan.Wanita itu tampak tersenyum puas melihat Mira dan ketiga anaknya pergi. Hingga mendadak pria tua yang meminta Mira mencarikan keong untuknya itu datang dengan mengendarai motor butut.“Apa kamu sudah mendapatkan apa yang aku mau?” tanya pria tua itu dengan tatapan sinis.“Belum.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 13. Takdir Tak Terduga

    “Iya, saya akan menjaga rahasia itu,” jawab Mira dengan perasaan gugup.“Bagus. Kalau begitu sekarang buatkan aku keong bumbu kuning. Jika ada yang bertanya bilang saja kalau itu makanan untukmu,” titah Agus dengan gaya angkuhnya.“I-iya, Pak.”Mira tak banyak bertanya dan hanya menebak jika mungkin rahasia yang dimaksud adalah tentang keong tersebut. ‘Apa mungkin dia malu karena identitasnya yang orang berada?’ batin Mira seraya mulai mengupas bumbu.“Bu, Hana mau bantu.”“Arka juga, Bu.”“Hana dan Arka jaga Kiano saja. Biar ibu yang masak.”“Tapi, Bu … Kiano lagi asyik sama kakek itu.” Hana menunjuk ke arah Agus yang sedang bermain dengan si bungsu.Mira terpaku, tak menyangka jika Kiano malah menjadi sedekat itu dengan Agus meski mereka baru saling kenal.Demi bisa tinggal di bekas kandang kambing itu dengan gratis, Mira pun tak mau membuang waktu dan bergegas membuat apa yang Agus inginkan dengan dibantu oleh Arka dan Hana.“Bu, Kenapa kakek itu suka keong? Bukannya orang kaya bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 14. Kambing Betina

    “Aku hanya sedang berpegangan karena baru saja tergelincir. Lihatlah! Bajuku saja sampai kotor gara-gara jatuh.” Mira menunjukan bagian belakang pakaiannya yang dipenuhi lumpur.“Bohong! Dia berniat menyakitiku!” Nunung tak ingin Mira lolos begitu saja.Beberapa orang yang hadir di sana seolah lebih mempercayai Mira melihat bukti nyata di depan mata. Sedangkan Nunung hanya berbicara tanpa dasar.“Maaf, mungkin hanya terjadi salah paham di sini. Harusnya aku meminta izin dulu baru memegang tangan Ibu.” Mira meraih tangan Nunung lalu menggenggamnya lembut.Emosi sudah menguasai Nunung, tentu saja ia kesal saat Mira menyentuh tangannya sehingga dengan penuh amarah wanita tua itu segera menarik tangannya dengan begitu kencang.“Aku tidak sudi bersentuhan denganmu!” hardik Nunung.Orang-orang yang semula hendak menolong Nunung pun seketika menjadi tak senang dengan caranya memperlakukan Mira.“Yaelah, Bu. Cuma dipegang aja sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15

Bab terbaru

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 3

    Mira berusaha mempertahankan diri karena saat itu Syafa sedang berada dalam gendongan.“Ah, apa yang kamu lakukan?” teriak Mira sambil berusaha berbalik demi bisa menghindar.Namun saat berbalik betapa terkejutnya Mira mengetahui jika orang di belakangnya adalah Dian. Mira membelalak, matanya berkaca-kaca iya berdiri mematung saking terkejutnya.“Mbak Dian?” ucap Mira, lirih.Kala itu penampilan Dian sangatlah kacau. Pakaiannya compang-camping rambutnya kusut tidak terawat bahkan nyaris gimbal wajahnya pun sedikit kotor beruntung Mira masih bisa mengenali.Dian terlihat seperti orang tidak waras bahkan beberapa kali dia berusaha untuk menyakiti Mira sambil tertawa cekikikan.“Mira, awas!” Raka muncul secara tiba-tiba berusaha melindungi Mira yang kala itu sedang saling berhadapan dengan Dian.Dian mendadak terdiam setelah melihat kedatangan Raka. Entah apa yang ada dipikirannya. Hanya saja, ia yang semula cekikikan mendadak menangis cukup kencang.Beberapa warga yang melihat tingkah D

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 2

    Agus secara tiba-tiba memberikan sebuah gunting dengan hiasan pita kepada Mira. Tentu saja hal tersebut membuat Mira dan Raka kebingungan.“Pak, apa maksudnya ini?” bisik Mira yang kala itu tampak kebingungan.“Ini milik kalian. Hadiah dariku atas kelahiran Syafa, juga ucapan selamat atas usaha kalian yang semakin sukses,” jelas Agus dengan santainya.“Tapi ini terlalu berlebihan, Pak.” Raka turut menjawab.“Hey, yang namanya hadiah ya suka-suka yang ngasih!” tegas Agus sambil menatap tajam, “apa jangan-jangan kalian nggak mau menerima hadiah dariku?”Raka terkejut mendengar ucapan Agus, tentu saja bukan itu yang dia maksud.“Bukan, Pak! Tapi ini–”“Semuanya, saya disini hanya mendampingi Mira dan Raka untuk melancarkan bisnis wisata ini. Mereka hanya punya uang, tapi tidak tahu alur untuk pengelolaan bisnis wisata,” jelas Agus dengan menggunakan pengeras suara.Bukan hanya para warga yang terus menghujat, Mira dan Raka saja sampai dibuat tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Agus.“

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Ekstra Part 1

    Pagi itu, ketika Mira tengah memberi ASI anaknya yang baru lahir, mendadak suara bell rumah mengejutkannya.“Siapa yang datang pagi-pagi begini?” gumam Mira sambil perlahan berusaha bergeser agar anaknya tidak terbangun.Setelah berhasil lepas dari pelukan sang anak, Mira buru-buru keluar kamar, lalu membukakan pintu.“Surprise,” ucap Agus yang kala itu tengah bersama Raka dan ketiga anak mereka.Mira mengerutkan kening, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.“Surprise?” Mira mengerutkan kening sambil tersenyum bingung.Agus melirik Raka, meminta pria itu untuk menjelaskan semuanya pada Mira.“Ceritanya panjang, cuma Pak Agus minta kita buat kembali ke kampung, ada yang harus kita liat,” jelas Raka.“Memangnya apa?” Mira masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Raka maksud.“Mas juga kurang tau–”“Sudahlah! Jangan banyak tanya! Kalian pergi hari ini juga, biar bisnis kalian asistenku yang urus.”Mira dan Raka saling pandang sambil berbicara dengan nada cukup tinggi, saking

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 113. Akhir Bahagia (Tamat)

    “Kita langsung ke dokter saja, ya! Mungkin ini efek kamu terlalu stres mikirin masalah tadi,” ungkap Raka seraya merangkul sang istri. Mira dengan tubuh lemas dan perut yang mualnya tak tertahankan lebih memilih duduk terlebih dahulu untuk meredakan rasa yang membuatnya tak nyaman tersebut. Anak-anak yang mengerti jika sang ibu sedang tak enak badan itu seketika meniru ayah mereka memijat-mijat pelan di bagian lengan dan kaki. “Mas, kalau udah enakan saja ya pergi ke kliniknya, perutku lagi nggak nyaman banget.” “Kalau begitu biar Mas panggilkan dokter ke rumah saja.” Raka segera menelpon dokter kenalannya. ART di rumah pun tak kalah perhatian. Ia langsung membawakan teh manis hangat ketika tahu Mira sedang tidak enak badan. “Bu, sebelumnya saya minta maaf kalau agak kurang sopan. Kalau boleh tahu kapan ibu terakhir haid?” tanya asisten rumah tangga tersebut. Mira mengerutkan alis dan sontak terkejut seketika. “I-itu, apa mungkin?” Mira tersenyum canggung. Raka yang sedang men

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 112. Manusia Nggak Tahu Diri

    Raka yang sedang berada tak jauh dari tempat Mira menerima panggilan telepon sontak terkejut saat mendengar sang istri setengah berteriak.“Ada apa? Kenapa sampai terkejut begitu?” Raka memegangi bahu Mira.“Ini Mas.” Mira menunjukan sebuah pesan pada Raka.Raka segera meraih ponsel Mira dan membaca isi pesan di dalamnya. Ia mengerutkan alis dan terdiam untuk beberapa saat.Kala itu Mira tampak sedang menahan air mata, tak menyangka dengan apa yang dibacanya.“Setelah sekian lama mencampakanmu sekarang mereka malah berusaha mempermalukanmu begini?” Raka tanpa sengaja meremas ponsel Mira saking merasa kesal.“Kupikir mereka sudah nggak menganggapku ada. Tapi ternyata di saat aku sudah sukses, malah mengatakan pada semua orang kalau aku menelantarkan mereka.”“Om dan bibimu sudah sangat keterlaluan. Biar aku bantu luruskan saja semuanya. Biar keluargamu itu pada tau.”“Percuma, mereka nggak bakalan mau dengar. Kalau begitu, Mas antar aku ke rumah sakit saja. Biar sekalian ketemu keluarg

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 111. Misi Selesai

    Kala itu warung Iyun barang dagangannya tak terlihat sepadat dulu. Hanya beberapa barang saja yang dipajang, itu pun tampak sudah berdebu seperti tak tersentuh.Beruntung cabut-cabutan yang Arka inginkan masih ada dan bahkan masih begitu banyak.“Bu, Arka mau semua boleh?” tanya Arka seraya menunjuk yang ia inginkan.Mendengar suara Arka, Iyun yang semula sedang terkantuk menunggui warung sampai dibuat terkejut.“Mi-mira?” gumam Iyun dengan mata membelalak, “mau ngapain kamu ke sini?” tanyanya seraya menatap sinis.Iyun sama sekali tak tahu jika Mira yang kini sudah di hadapannya berbeda dengan yang dulu.“Maaf, saya ke sini karena ada yang mau dibeli.”Iyun perlahan menatap pakaian Mira dan anak-anak yang kini terlihat bagus. Ia pun lebih memilih diam dan membiarkan Mira belanja di tempatnya.“Ibu Arka mau kue juga.”“Ambil saja.”Anak-anak tampaknya sengaja mengambil apa yang dulu tak bisa me

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 110. Penyesalan Para Warga Desa

    “Bukannya itu Mira? Apa aku nggak salah liat? Dia naik mobil mahal dan mewah begitu.”“Iya, anak-anaknya juga pake baju bagus. Mereka benar-benar jauh berbeda.”“Apa mungkin mereka pesugihan? Masa iya bisa kayak secepat itu?”“Loh, kamu nggak tahu? Mira itu kan sempat viral di media sosial.”Para warga desa yang menyaksikan kedatang Mira dan Raka tak hentinya berbisik. Mereka antara bingung, terkejut, juga tak menyangka dengan apa yang mereka lihat.Hanya saja, Mira kali ini berusaha untuk tak ambil pusing tentang ucapan para warga desa dan memilih fokus pada orang yang dituju saja.Kala itu di rumah Roni tampak istrinya yang sedang hamil besar terkejut melihat kedatang Mira dan Raka.“Mas Roninya ada, Mbak?” tanya Mira seraya tersenyum.Istri Roni pun heran karena ternyata Mira datang-datang malah mencari suaminya.“Maaf Mbak Mira, apa suami pernah pinjam uang? Atau melakukan kesalahan?” tanya wanita itu dengan wajah kebingungan.Mira tersenyum melihat tingkah istri Roni. Ia tahu bet

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 109. Sebuah Balasan

    Semua mata tertuju pada Raka dan Mira, sepasang suami istri yang begitu serasi, membuat mereka yang melihat menjadi kagum dan terpana.“Wah, sepertinya laki-laki itu memang suaminya. Mereka cocok sekali.”“Benar, tatapan keduanya saja keliatan saling mencintai.”“Yah, beberti Nunung saja yang iri dia nggak bisa dapetin laki-laki seganteng suami si Mbak itu.”Orang-orang yang menyaksikan sontak tertawa. Mereka menertawakan Nunung karena telah gegabah menuduh yang tidak-tidak.Merasa malu, Nunung pun segera pergi sambil menggerutu, sedangkan orang-orang yang berkerumun bergegas membubarkan diri.Mira dan Raka saling pandang, sejak tadi mereka terus menahan tawa.“Mas datang di saat yang tepat,” ungkap Mira.“Sebenarnya Mas sudah perhatikan dari tadi. Cuma nunggu waktu yang pas yang paling greget saja.” Raka terkekeh.Mira mencubit lengan sang suami, “jadi, apa seru melihatku dipermalukan?” “Enggak begitu sayang.” Raka terlihat panik.Mira malah tersenyum melihat tingkah sang suami.Di

  • Daging Keong Untuk Tiga Anakku   Bab 108. Mira Pulang Kampung

    Hari itu setelah Mira menitipkan toko pada Nia dan Susi, ia pun segera bersiap mengemas barang-barang yang akan dibawanya.Kenangan pahit itu terus terngiang, dada Mira seringkali terasa sesak ketika teringat tentang dirinya dan anak-anak yang diusir dari desa dengan tidak terhormat.“Kenapa melamun terus? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Raka seraya menggenggam tangan Mira.Mira menatap Raka lekat, rasanya ia ingin mencurahkan apa yang mengganjal di dalam hati. Namun, mendadak ia khawatir dengan respon sang suami nantinya.“Ada sesuatu yang terus mengganggu pikiranku,” ungkap Mira yang sedang berusaha terlihat tenang.“Apa? Katakan saja,” pinta Raka sambil mengusap lembut kepala Mira.Mira menghela napas panjang, lalu berucap, “Mas janji nggak bakalan marah kalau ceritain?”“Ya, Mas janji.” Raka terlihat semakin penasaran, tatapannya terlihat semakin tajam, bahkan tarikan napasnya terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.Mira lagi-lagi menghela napas panjang, matanya tak b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status