Hanun menikmati aktivitas kesehariannya sekarang. Setelah menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah dan menyiapkan makanan untuk makan malam, Hanun pergi ke rumah makan. Hanya menyiapkan saja, sajian makan malam akan dimasaknya sore hari setelah menjemput Almira sepulangnya dari rumah makan milik Widya.
Memeriksa pemasukan hari sebelumnya, melakukan pembayaran untuk berbagai kebutuhan rumah makan dari beberapa pemasok yang sudah menjadi langganan tetap serta memastikan tidak ada masalah yang berkaitan dengan operasional di kedua rumah makan tersebut. Untuk hal yang terakhir, Hanun berkoordinasi dengan Pak Arman dan Wahyu.Hanun tanpa diminta sering mengusulkan beberapa strategi penjualan kepada Widya untuk meningkatkan omset mereka. Ternyata, beberapa usulan yang diutarakan Hanun sukses untuk meningkatkan laba rumah makan Widya. Tak ayal, bonus bulanan selalu dapat diperoleh para pegawai kedua rumah makan itu.Menjelang jam pulang sekolah Almira, Hanu“Tanpa bekerja pun, saya yakin suami Bu Hanun mampu memenuhi semua kebutuhan Ibu. Bapak seorang manajer kan?” tanya Pak Arman seraya tersenyum“Alhamdulillah, Pak. Hanya saja saya yang jenuh terus di rumah sendirian," balas Hanun sembari terkekeh“Belum ada niat tambah lagi buat adeknya Almira, Bu? Nanti jaraknya kejauhan lho!”“InsyaaAllah nanti mau, Pak. Sekarang ini hitung-hitung bantu Widya juga. Kasihan anaknya Yasmin dibawa bolak-balik terus. Nanti kalau Yasmin sudah besar mungkin saya kembali full jadi ibu rumah tangga lagi. Yah, hitung-hitung sekarang masa penyegaran saja Pak.” Lagi-lagi Hanun harus melepaskan senyum lebar palsunya. Mencoba menepis luka yang masih terasa perihnya.“Alhamdulillah selama dipegang Bu Hanun, omset kita meningkat. Ide Ibu untuk mengadakan promo di saat-saat tertentu benar-benar menjadikan suatu pancingan buat para tamu kita. Saya senang, terutama dengan bonus yang kita dapatkan hehehe ….”
“Mas Yusuf? Tadi aku hampir tidak mengenali Mas. Agak berubah sekarang auranya,” ujar Hanun sembari tertawa.“Duduk dulu, Nun! Makan siang bareng yuk! Oh ya, kenalkan ini istriku, Sekar. Aku menikah dua tahun yang lalu. Dan ini anak kami, Dirga,” balas laki-laki yang merupakan mantan suami Rindu itu dengan wajah yang bahagia. Jelas sekali kebahagiaan itu terpancar dari wajah lelaki yang pernah menjadi suami Rindu itu.Sebenarnya Hanun tak mau berlama-lama di sini. Pekerjaan di rumah makan berikutnya sudah menunggu agar dapat tepat waktu pulangnya nanti. Namun, ada sesuatu yang menggelitik hatinya melihat kehadiran Yusuf, mantan suami Rindu ini. Apalagi dengan keberadaan Dirga, bocah yang diakui Yusuf sebagai anaknya itu. Apakah ini bukti pengkhianatan lelaki ini dulunya?Menikah baru dua tahun yang lalu? Padahal pernikahan mereka berakhir lima tahun yang lalu karena Yusuf yang tak dapat menerima kenyataan jika Rindu mandul. Tak akan mampu memberikannya ke
Yusuf kembali memejamkan matanya. Menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. “Maaf, harus mengetahui semuanya sekarang, Nun. Mas dan Rindu sama-sama mandul. Maka sebenarnya tak ada alasan bagiku untuk memilih wanita lain hanya dengan dalih untuk mendapatkan keturunan. Bagaimana bisa Mas melakukannya saat Mas sendiri tak akan pernah dapat memiliki keturunan dengan wanita manapun?”Kata-kata yang diucapkan Yusuf benar-benar bagai bom waktu yang siap meledak beberapa saat lagi. Sungguh, Hanun tak pernah menyangka kenyataan yang terjadi dalam mahligai rumah tangga mereka sebenarnya. Lantas mengapa Yusuf dikabarkan memilih wanita lain sebagai selingkuhannya dan meninggalkan Rindu saat itu? Hanun yang menemani Rindu saat persidangan di pengadilan agama saat itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana pengakuan itu terjadi. Menangkap lantunan kata dengan indera pendengarannya sendiri. Yusuf dengan terus terang mengakui ketidaksetia
“Tak ada yang harus Mas pertimbangkan lagi saat itu. Kamu tahu Nun, kedua orang tua Mas telah meninggal saat itu. Memenuhi permintaan Rindu. Itu upaya yang dapat Mas lakukan terakhir kalinya agar dia dapat bahagia. Barangkali orang yang mengetahui masalah ini akan berpikir jika Mas tak lebih seorang pecundang. Suami yang gagal mempertahankan rumah tangganya karena menginginkan kebahagiaan untuk istrinya.”Hanun meraih botol minuman yang berada di dalam tasnya. Ternyata, butuh banyak energi untuk mampu mendengarkan semua luka yang dibuka Yusuf pada akhirnya. Jujur, Hanun tak menyangka akan melewati hari seperti ini. Semuanya begitu mengejutkan, dalam mimpi pun Hanun tak pernah mengalaminya.“Maaf, jika aku telah berburuk sangka kepada Mas selama ini. Aku telah mengganggap Mas sebagai laki-laki paling picik saat itu. Meninggalkan seorang istri yang tak berdaya karena tak mampu memberikan keturunan untuk suaminya. Dan wanita itu adalah sahabatku kala itu," tut
Lafaz syukur terucap dari bibir Hanun saat mobilnya memasuki area parkir rumah makan di Jalan Melati itu. Butuh perjuangan yang tak mudah saat harus fokus menyetir dengan pikiran yang mengembara kemana-mana. Menghela napas panjang dan mencoba mengembuskannya perlahan. Ada lara yang menyelinap dalam ruang hati Hanun saat kembali mengingat berbagai kenyataan yang akhirnya keluar dari bibir Yusuf tadi. Mengapa Hanun baru mengetahuinya sekarang? Mengapa Rindu yang pernah dianggapnya sebagai sahabat menutupi hal-hal sepenting itu dari dirinya?Beragam pertanyaan berputar-putar di kepala Hanun. Ada banyak tanya yang membuat seketika di benaknya setelah mendengar semua fakta yang diungkapkan Yusuf tadi. Siapakah lelaki itu? Siapakah sosok yang dicintai Rindu dalam diamnya selama ini?Hanun kembali menghela napasnya. Mengulanginya beberapa kali sampai wanita itu merasa sedikit nyaman dengan himpitan sesak yang tadinya cukup menyiksa. Hanun mencob
Hanun menutup salatnya siang itu dengan zikir, menyampaikan asanya pada Sang Khalik. Berharap diberikan kekuatan untuk menghadapi apa pun dalam rumah tangganya nanti. Tak ada kekuatan yang dimilikinya selain berserah diri kepada Sang Pemilik Jiwa. Walau jika harus jujur, pertemuan dengan Yusuf dan istrinya tadi cukup membuat hatinya porak-poranda. Ada sisi hatinya yang ingin berteriak. Mengapa ada rahasia besar yang harus ditutupi Rindu dari dirinya? Bertahun-tahun Hanun menerima kebohongan Rindu. Pikiran Hanun mengembara di atas hamparan sajadah yang menjadi saksi bisu pengungkapan lukanya. Benarkah hanya ini rahasia yang disimpan Rindu untuknya? Atau masih banyak rahasia lain yang belum terungkap? Kepala Hanun terasa nyeri saat memikirkan kemungkinan jika jangan-jangan Zaidan, suaminya mengetahui semua hal yang ditutupi Rindu dari dirinya. Hanun merasa menjadi manusia yang paling bodoh jika memang hal itu benar-benar terjadi.Perlahan Hanun menyeka
Dering gawai yang berada di genggaman tangan kanan Hanun menyadarkan kembali dunianya. Nama Widya tertera di layar pipih itu. Sepertinya Widya merasa heran saat tak ada respon yang diberikan Hanun pertanyaan yang diajukannya. Hanun tak mampu untuk merangkai kata setelah pengkhianatan itu terpampang jelas di depan matanya. Tak hanya satu, dua pengkhianat sekaligus berhasil membuat pertahanan diri Hanun runtuh seketika.Mengembuskan napas panjang, Hanun menyentuh logo telepon berwarna hijau pada layar pipihnya itu. Widya, hanya wanita ini yang satu-satunya akan menjadi tempatnya untuk berbagi cerita.“Assalamu’alaikum, Wid,” ucap Hanun mendekatkan benda berlayar pipih itu ke dekat telinganya. Matanya jelas mengembun, tapi Hanun akan berusaha kuat menghadapi kenyataan yang ada. Sekali lagi, hanya demi puterinya.“Wa’alaikum salam. Nun, kamu dimana? Kamu baik-baik saja? Maaf aku harus membuatmu terluka dengan foto itu.” Terdenga
Menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, Hanun benar-benar tak dapat menahan pilunya lagi. Dirinya harus menangis. Hanun butuh melepaskan segala perihnya saat ini. Tangisan akan menjadi bukti jika kekuatannya menahan luka benar-benar teruji saat ini. Teryata Zaidan benar-benar mengkhianatinya. Ternyata wanita itu hanyalah pagar makan tanaman dalam kehidupannya mEntah berapa lama sudah hubungan mereka terjalin. Entah sejauh mana hubungan itu mereka lakukan. Hanun bahkan tak mampu membayangkannya.Tiba-tiba Hanun merasa dirinya menjadi makhluk yang sangat bodoh. Hanun baru menyadari jika pernah mencurahkan segala resahnya pada manusia yang salah. Manusia yang berlagak seakan tak tahu apa-apa di depannya. Manusia yang dengan polosnya memberi berbagai nasihat untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Padahal, belati tajam sedang dihujamkan wanita itu diam-diam kepadanya.Hanun selama ini merasa jika rumah tangganya baik-baik saja. Hanun selalu