Apakah Bunga akan jujur kepada Cindy?
🏵️🏵️🏵️Aku ingin tertawa mendengar ucapan Cindy. Aku tidak tahu apa yang akan dia katakan jika mengetahui statusku dengan laki-laki yang dia kagumi. Seharusnya aku marah dan mengatakan kepada wanita itu agar tidak menngganggu pria yang berstatus sebagai suamiku.“Jangan coba-coba mendekati Pak Ezza. Dia idolaku.” Cindy dengan berani mengutarakan itu kepadaku.“Semua mahasiswa dan mahasiswi berhak mendekatinya karena dia dosen di kampus ini.” Aku dengan yakin mengatakan itu kepadanya.“Kamu lancang dan sok bijak.”“Tapi itu kenyataannya.”“Aku menyukai Pak Ezza. Jangan jadi penghalang di antara kami.” Rasanya sakit mendengar pengakuan itu dari wanita yang mengagumi suamiku.“Kamu nggak pantas ngomong seperti itu ke Bunga.” Reva tiba-tiba membuka suara.“Udah, Va, biarin aja.” Aku mengerlingkan mata sebagai tanda isyarat kepadanya.Aku tidak ingin jika Reva mengatakan yang sebenarnya di depan Cindy. Sekarang bukan saatnya mengungkapan kenyataan kepada wanita itu. Aku ingin menunggu wa
🏵️🏵️🏵️Siang ini, akhirnya Mas Ezza menepati janji untuk mengajakku makan siang di luar. Setelah selesai menikmati menu enak di restoran milik keluarganya, dia pun mengajakku berbelanja ke pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Dia ingin membelikan sesuatu untukku. Suami yang dulu tidak kuanggap ternyata jauh lebih romantis dari yang kupikirkan.Dia menggandeng tanganku memasuki salah satu toko perhiasan yang sejak dulu menjadi langganan keluarga Mas Ezza. Semua penjaga toko menyambut kami dengan keramahan dan senyuman. Sang pemilik yang juga sedang berada di tempat itu, langsung menghampiri kami.“Apa kabar, Pak Ezza dan Mbak Bunga?” Dia menyalamiku dan Mas Ezza secara bergantian. Tidak tahu kenapa, walaupun baru beberapa kali mengunjungi toko ini, tetapi sikap yang ditunjukkan laki-laki itu seolah-olah sangat dekat denganku. Mas Ezza memperhatikan pandangan yang ditunjukkan pria tersebut.Saat kami sedang melihat-lihat barang-barang yang masih sangat baru, dua orang wanita mema
🏵️🏵️🏵️“Mau nanya apa, Sayang?” tanya Mas Ezza sembari mengusap pipiku.“Apa dulu kamu dekat dengan Dara?” “Dari dulu, aku sering cerita ke kamu kalau aku nggak pernah dekat dengan cewek. Tapi mereka selalu berusaha dekatin aku.”“Tapi kenapa dia menghindari kamu, Mas? Sikapnya aneh, seolah-olah masih memiliki perasaan lebih padamu.”“Kamu cemburu, Sayang?” Dia kembali dengan sikap yang membuatku kesal.“Apaan, sih. Aku cuma nanya.”“Masih aja nggak mau jujur. Kenapa harus malu kalau kamu memang cemburu?” “Aku nggak cemburu.”“Yang benar?”“Malas, ah, ngomong sama kamu. Tahunya nuduh mulu.” Aku mengangkat kepala lalu mendaratkannya ke bantal, kemudian membelakangi Mas Ezza.“Ngambek, nih, ceritanya.” Dia memelukku dari belakang. Terus terang, aku menikmati dekapannya.“Lagi kesal aja.”“Tadi pagi nggak berani memandang wajah suami sendiri, sekarang malah membelakangi.”“Aku mau tidur.”“Kalau aku nggak ngizinin, gimana?”“Kenapa harus minta izin? Tinggal tidur aja.”“Tapi aku masi
🏵️🏵️🏵️“Halo.” Aku kembali mengucapkan salam, tetapi tetap tidak ada jawaban.“Telepon dari siapa, Sayang?” Mas Ezza mengagetkanku.“Nggak tahu, Mas. Nggak ada namanya, tapi aku angkat, takutnya ada yang penting. Eh, ternyata nggak ada suara.” Aku akhirnya memberikan ponsel tersebut kepada Mas Ezza.“Halo.” Sekarang Mas Ezza yang menjawab panggilan tersebut. Dia terdiam sebentar lalu kembali membuka suara dan berkata, “Dara?”Tidak tahu kenapa, aku tiba-tiba kesal setelah Mas Ezza menyebutkan nama itu. Kenapa wanita yang aku lihat di toko perhiasan itu diam, saat aku mengangkat panggilan masuk tersebut? Namun, setelah Mas Ezza yang berbicara, langsung ada respons.Apa maksud dan tujuan wanita itu sebenarnya? Kenapa saat bertemu langsung, dia justru menghindar? Namun, sekarang dirinya berani menghubungi Mas Ezza. Jika memang tujuannya hanya ingin bersilaturahim, tidak mungkin dia menggunakan cara seperti ini. Perempuan itu telah membuatku berpikiran tidak baik.🏵️🏵️🏵️Aku kesal me
🏵️🏵️🏵️Seminggu pun berlalu, Dara hampir tiap hari menghubungi Mas Ezza. Namun, Mas Ezza telah berjanji untuk tidak menerima panggilan dari perempuan tersebut. Hubunganku dan Mas Ezza kembali membaik karena dia selalu meyakinkan besarnya cinta yang dia miliki untukku seorang.Akan tetapi, masih ada masalah yang belum kunjung selesai hingga saat ini. Dika tetap tidak terima kalau aku istri Mas Ezza. Dia bahkan berkata akan selalu mencintaiku karena ternyata dia sudah lama memendam rasa untukku. Dia menceritakan sebuah kenyataan yang membingungkan.“Aku tidak peduli meski kamu sudah menikah dengan siapa pun itu. Kamu pikir aku baru mengenalmu? Kamu salah, Bunga.” Aku tidak mengerti apa maksud ucapan Dika.“Maksud kamu apa?”“Aku kenal kamu saat kita masih SMP.” Aku tidak percaya dengan apa yang Dia katakan.“Itu nggak mungkin karena sebelumnya aku tidak pernah melihatmu.”“Mungkin kamu lupa dengan kejadian yang sudah lama berlalu. Aku pernah menolongmu, Bunga. Sejak saat itu, aku sela
🏵️🏵️🏵️Setelah makan malam, aku dan Mas Ezza bersantai di ruang TV untuk menyaksikan acara kesukaan kami. Tiba-tiba terdengar suara getaran dari ponselku menandakan adanya pesan masuk. Aku segera meraih benda tersebut dari meja lalu membuka layar.Aku sangat terkejut melihat nama pengirim pesan, siapa lagi kalau bukan Dika. Saat awal berkenalan dengannya, dia meminta nomor ponselku. Sebagai seorang teman, aku bersedia memberikannya. Sebelumnya, dia jarang menghubungiku karena mengaku lebih puas bertatap muka.[Kamu udah ingat aku?] Isi pesan dari Dika.Aku bingung dengan pertanyaannya. Apa maksud Dika sebenarnya? Kenapa tadi saat di kampus, dia mengatakan sudah lama mengenalku? Dia juga mengaku pernah menolongku. Seandainya aku tahu siapa nama laki-laki yang telah memberikan pertolongan kala itu, mungkin sekarang hati ini lebih tenang.[Maksud kamu apa?] Aku membalas pesannya. Sementara Mas Ezza melirik ke arahku.[Kamu lupa dengan laki-laki yang telah melepaskanmu dari perbuatan be
🏵️🏵️🏵️“Doakan secepatnya, Mah, Pah.” Mas Ezza memberikan jawaban atas pertanyaan mamanya.“Dua hari yang lalu Papa mimpi gendong anak kecil. Dia tampan dan mirip kamu, Za. Papa merasa kalau itu nyata, tapi setelah terbangun ternyata hanya mimpi.” Aku benar-benar terharu mendengar cerita papa mertua.“Minta doanya, ya, Pah … semoga mimpi itu jadi kenyataan.” Aku berusaha meyakinkan papa Mas Ezza.“Iya, Nak. Papa selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua.”“Papa tenang aja, Ezza dan Bunga juga lagi berusaha, kok.” Ucapan Mas Ezza membuat pipiku terasa panas. Aku malu.“Papa percaya sama kamu, Za. Kamu pasti hebat seperti Papa.” Aku tidak mengerti apa arti hebat dari ucapan papa mertua. Beliau dan Mas Ezza pun tertawa, sedangkan aku dan mama mertua terdiam sambil berpandangan.“Oh, yah … kami ke kamar dulu, ya. Bunga belum pernah masuk kamar Ezza semenjak berstatus jadi istri. Dulu dia nggak mau diajak masuk, tapi sekarang harus mau.” Mas Ezza kembali membuat pipi ini kian mem
🏵️🏵️🏵️Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah tiga bulan lamanya, Dara tidak memghubungi Mas Ezza karena nomor kontaknya telah diblokir. Aku kembali merasakan cinta yang makin bersemi untuk Mas Ezza. Dia juga tetap bersikap seperti sediakala, menunjukkan rasa peduli dan cinta yang begitu besar terhadapku.Satu masalah selesai, tetapi masih ada yang membuatku bingung. Dika makin berani menunjukkan apa yang dia rasakan kepadaku. Dia tidak peduli dengan statusku yang jelas-jelas sudah dia ketahui. Dirinya bahkan selalu mengungkit tentang pertolongan yang pernah dia lakukan di masa lalu.Aku tidak tahu pasti apakah Dika adalah sosok yang dulu memberikan bantuan bahkan menyelamatkan diriku dari kehancuran itu. Dia seolah-olah ingin memberikan teka-teki dan tidak ingin menjelaskan secara terbuka. Hari ini, Dika kembali membuatku kesal. Dia menghentikan langkahku saat ingin memasuki toilet. Alasanku ke ruangan tersebut bukan karena ingin membuang air, tetapi karena rasa mual yang tiba-ti