Kapan Bunga mengakui perasaannya terhadap Ezza?
🏵️🏵️🏵️"Hampir aja tadi Cindy mengetahui hubungan kita, Mas." Aku memulai obrolan saat kami duduk santai di ruang TV malam ini."Bagus malah. Rasanya tadi aku mau bilang supaya dia nggak larang-larang aku senyum sama istriku." Mas Ezza mencubit pipiku."Jangan, dong, Mas. Aku belum siap," pintaku kepadanya."Iya, iya ... aku ngerti. Aku bercanda, kok.""Terima kasih, Mas.""Gitu aja langsung manyun, deh. Tapi aku tetap suka.""Hm," gumamku. "Oh, ya. Aku boleh rebahan di sini, Mas?" tanyaku sambil menunjuk ke pahanya."Nggak perlu minta izin, Dek. Aku suamimu.""Terima kasih, Mas." Aku pun melakukannya."Terima kasih karena kamu udah mulai membuka diri untukku. Aku sangat bahagia." Dia membelai rambutku."Aku akan tetap berusaha, Mas. Tunggu aku." Aku mencoba meyakinkan dirinya."Aku akan selalu sabar menunggu, Dek." Dia memainkan mata kanannya. Aku merasa tersanjung melihat tingkahnya.Dia mengusap-usap pipiku dengan lembut lalu membelai rambutku dengan sentuhan halus. Aku sangat ba
🏵️🏵️🏵️Seminggu telah berlalu, saat ini aku dan Mas Ezza sedang berada di kamar dan berbaring di tempat tidur yang sama. Aku merasa canggung karena jarak di antara kami sangat dekat. Malam ini tidak seperti biasanya karena dulu saat belum mengetahui perasaannya, aku meminta tidur terpisah. Selama dua tahun lebih, kami harus menjalani rutinitas itu.Walaupun sudah seminggu yang lalu, kata cinta itu keluar dari mulut Mas Ezza, tetapi tidak tahu kenapa aku belum siap tidur seranjang dengannya. Namun, malam ini perasaan bersalah menyelimuti hati dan pikiranku. Aku merasa sangat keterlaluan terhadap dirinya.Aku sedih kalau mengingat semuanya, sungguh teganya diriku melarang suami sendiri tidur bersamaku. Rasa ego yang kumiliki jauh lebih besar daripada naluri saat itu. Pantaskah aku disebut sebagai istri? Tanpa kuminta, bening kristal keluar dari pelupuk mataku."Maafin aku, Mas." Aku meminta maaf karena menyesali perbuatanku."Kenapa harus minta maaf, Dek?" Dia masih tetap dengan sikap
🏵️🏵️🏵️Pagi ini, aku akan bertemu lagi dengan Mas Ezza di kelas. Hatiku makin berbunga-bunga membayangkan dia mengajar di kelas. Aku makin bersemangat mengingat pandangannya. Senyumannya membuat diriku lupa kalau ternyata dia dosen saat berada di kampus."Selamat pagi semuanya." Mas Ezza memasuki kelas.Mas Ezza langsung melirik ke arahku sambil melemparkan senyuman. Tatapannya memancarkan keceriaan, seperti laki-laki yang sedang kasmaran dan dipenuhi cinta. Pipiku terasa memanas menyadari sikap yang dia tunjukkan. Aku akhirnya tersadar, ternyata dia sangat ganteng."Hari ini materi kita tentang neraca. Neraca disebut juga laporan posisi keuangan yang merupakan sumber informasi utama tentang posisi keuangan perusahaan karena neraca merangkum elemen-elemen yang berhubungan langsung dengan pengukuran posisi keuangan, yaitu aktiva, kewajiban, dan ekuitas.Secara umum, neraca berguna untuk menilai risiko-risiko terkait perusahaan serta prospek arus kas masa depan yang akan dihasilkan pe
🏵️🏵️🏵️Aku masih memikirkan bagaimana cara mengutarakan rasa cinta yang sudah tumbuh saat ini kepada Mas Ezza. Kenapa aku baru menyadari perasaan cinta sekarang terhadapnya? Seandainya ungkapan tersebut bersamaan dengan pengakuannya kala itu, pasti akan lebih berkesan dan romantis.Akan tetapi, ketika Mas Ezza jujur mengutarakan perasaan yang dia miliki, aku justru marah dan meninggalkannya. Kadang cinta itu rumit dan sulit dimengerti. Kenapa aku tidak menolak saat dia mencium bibirku? Jika memang tidak memiliki rasa lebih untuknya, aku tidak mungkin menikmatinya.Aku benar-benar belum memiliki keberanian untuk mengatakan apa yang kurasakan sekarang. Mas Ezza tipe laki-laki yang selalu berusaha membuat istrinya kesal, tetapi indah. Aku tidak dapat membayangkan kalau dia akan tertawa mendengar ungkapan perasaanku kepadanya.“Kamu kenapa, Dek? Kok, diam aja?” Lamunanku seketika buyar setelah mendengar pertanyaan Mas Ezza.Saat ini, kami berada di ruang TV setelah menyelesaikan salat I
🏵️🏵️🏵️“Aku mencintaimu.” Aku mengulanginya agar dia mengetahui perasaanku yang sebenarnya.“Sekali lagi, aku mau dengar.” Dia selalu saja berusaha menggodaku.“Aku mencintaimu, aku mencintaimu. Puas kamu, Mas?” Dia tersenyum kepadaku.“Aku sangat bahagia karena wanita yang telah lama aku cintai, akhirnya membalas perasaanku setelah dua tahun lamanya,” ucap Mas Ezza lalu memelukku.Dia melepaskan pelukan, jemarinya mulai mengusap pipiku lalu mendaratkan ciuman di bibir, aku terbuai dan menikmatinya. Tangannya turun dari pipi lalu ke bawah, tetapi aku tetap terdiam dan pasrah dengan apa yang dia lakukan.Kami hanyut dalam buaian asmara yang telah lama terpendam. Aku dan dia bersama-sama meraih puncak kenikmatan cinta yang sangat menggebu. Angan pun melambung jauh karena kami akhirnya merasakan surganya dunia. Titik merah yang masih segar sangat terlihat jelas menghiasi ranjang tempat kami memadu kasih.Aku bahagia dan bangga karena telah berhasil menjadi seorang istri yang seutuhnya.
🏵️🏵️🏵️Setelah mata kuliah jam pertama selesai, seperti biasanya, aku dan Reva duduk di bangku depan kelas. Dia dari tadi memandangiku sambil mengembangkan senyum. Terus terang, sikap yang dia tunjukkan tidak seperti biasanya. Tatapannya tidak dapat kuartikan sama sekali.“Ada apa, Va, dari tadi mandangin aku mulu? Aneh banget, loh.” Aku akhirnya melontarkan pertanyaan kepadanya.“Muka kamu hari ini ceria banget.” Aku terkejut mendengar jawaban Reva.“Maksudnya, hari sebelumnya wajahku nggak ceria?”“Maksudnya bukan seperti itu, tapi ini kelihatan berseri-seri.” Apa maksud Reva sebenarnya?“Ada-ada aja, deh. Menurutku sama aja dengan hari-hari biasa.”“Yang lihat, mah, aku. Jadi, pasti tahu.”Apa mungkin wajahku hari ini terlihat berseri-seri karena merasa bangga menjadi istri seutuhnya? Apakah kejadian tadi malam telah membuatku lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya? Membayangkannya saja, aku sangat malu.“Tuh, kan, senyum-senyum sendiri. Benar, nih, dugaan aku … kamu beda ha
🏵️🏵️🏵️Aku ingin tertawa mendengar ucapan Cindy. Aku tidak tahu apa yang akan dia katakan jika mengetahui statusku dengan laki-laki yang dia kagumi. Seharusnya aku marah dan mengatakan kepada wanita itu agar tidak menngganggu pria yang berstatus sebagai suamiku.“Jangan coba-coba mendekati Pak Ezza. Dia idolaku.” Cindy dengan berani mengutarakan itu kepadaku.“Semua mahasiswa dan mahasiswi berhak mendekatinya karena dia dosen di kampus ini.” Aku dengan yakin mengatakan itu kepadanya.“Kamu lancang dan sok bijak.”“Tapi itu kenyataannya.”“Aku menyukai Pak Ezza. Jangan jadi penghalang di antara kami.” Rasanya sakit mendengar pengakuan itu dari wanita yang mengagumi suamiku.“Kamu nggak pantas ngomong seperti itu ke Bunga.” Reva tiba-tiba membuka suara.“Udah, Va, biarin aja.” Aku mengerlingkan mata sebagai tanda isyarat kepadanya.Aku tidak ingin jika Reva mengatakan yang sebenarnya di depan Cindy. Sekarang bukan saatnya mengungkapan kenyataan kepada wanita itu. Aku ingin menunggu wa
🏵️🏵️🏵️Siang ini, akhirnya Mas Ezza menepati janji untuk mengajakku makan siang di luar. Setelah selesai menikmati menu enak di restoran milik keluarganya, dia pun mengajakku berbelanja ke pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Dia ingin membelikan sesuatu untukku. Suami yang dulu tidak kuanggap ternyata jauh lebih romantis dari yang kupikirkan.Dia menggandeng tanganku memasuki salah satu toko perhiasan yang sejak dulu menjadi langganan keluarga Mas Ezza. Semua penjaga toko menyambut kami dengan keramahan dan senyuman. Sang pemilik yang juga sedang berada di tempat itu, langsung menghampiri kami.“Apa kabar, Pak Ezza dan Mbak Bunga?” Dia menyalamiku dan Mas Ezza secara bergantian. Tidak tahu kenapa, walaupun baru beberapa kali mengunjungi toko ini, tetapi sikap yang ditunjukkan laki-laki itu seolah-olah sangat dekat denganku. Mas Ezza memperhatikan pandangan yang ditunjukkan pria tersebut.Saat kami sedang melihat-lihat barang-barang yang masih sangat baru, dua orang wanita mema