Setahun yang lalu, pada pertengahan bulan musim semi, aku mengungkapkan perasaanku kepada seorang kakak kelas. Dia cantik, dengan mata hijau yang memikat, tinggi, berpostur ramping, dan proporsional. Nama gadis itu adalah Yukari Amai.
Mungkin jika kau pernah mengunjungi Distrik Shinjuku, pasti kau familiar dengan sebuah toko manis yang selalu jadi tempat wisata bagi mereka yang datang berkunjung. Toko itu bernama Amai, dan Yukari Amai adalah cucu dari pemilik toko manis terkenal itu. Adikku sering mampir ke sana setelah pulang sekolah.Saat itu, aku menyatakan perasaanku tanpa memikirkan risiko penolakan. Sebenarnya, aku sudah memikirkan berbagai situasi ketika mengucapkan kalimat sakral seperti "Aku mencintaimu, maukah menjadi pacarku?" atau "Ayo mulai hidup bersama!" dan sejenisnya.Jika kau bertanya berapa simulasi yang telah kucoba, jawabannya tak terhitung. Mengapa? Sebagai seorang otaku maniak seperti aku, perasaan menyatakan cinta tentu sangat kompleks. Apakah pernah terpikir bagaimana perasaan seorang otaku menyatakan cinta?Mungkin kau akan menganggapnya menjijikkan. Tapi ini aku, seseorang yang juga ingin dicintai, manusia biasa, tahu?Kembali ke pengakuan cintaku pada Yukari Amai. Itu terjadi di hari terakhirnya di SMA, saat aku akan memasuki tahun ketigaku di SMA Hinagiku. Sengaja memilih momen terakhir ini karena bagiku, ini adalah awal dan akhir. Awal dan akhir ketika aku menyatakan perasaanku. Jika ditolak, tidak akan kulakukan lagi. Pikiranku saat itu sembari mengirimkan pesan singkat ke nomor ponselnya.Aku mengundangnya ke bukit belakang sekolah, tempat terdapat pohon sakura tertua sebelum gedung sekolah ini dibangun. Suatu pemandangan langka di Distrik Shibuya yang dikenal sibuk.Aku menunggu di sana, melihat Yukari mendekat dengan surat di tangan. Dari jarak 5 meter, kulihat kecantikannya yang luar biasa.Deg!Ah...Jantungku berdetak kencang lagi. Biasa terjadi saat aku gugup. Aku berusaha tetap seperti biasa, tapi detak jantungku tak mau kompromi. Sial, jantungku!Akhirnya dia berada di depanku. Orang yang kucintai. Aku harus menyatakan perasaanku."Ada apa, Uehara-kun? Tidak seperti biasanya mengajakku ke tempat seperti ini?""A-nu…""Hmm?"Senyum manisnya memberiku semangat. Aku memutar pikiranku untuk menyampaikan perasaanku. Angin lembut membuat rambutnya tersibak. Jantungku berdetak keras."Se-senior Yukari. Sejak dulu, aku selalu mengagumimu. Aku tahu, kamu memandangku sebagai adik. Tapi!" Kata terakhir ditekan, merasakan getaran tubuh dan detak jantungku sendiri."Tapi, aku tak bisa menyembunyikan perasaanku lebih lama. Jadi, maukah kamu menjadi kekasihku?""Eh?"Akhirnya kukatakannya!Akhirnya kukatakannya!Sial! Tapi jantungku tak mau berhenti. Tenangkan dirimu, jantungku! Aku mohon!Yukari terlihat terkejut. Dia membalikkan badannya, memandang pohon sakura dengan wajah sedih."Maaf, saat ini, aku tak bisa memberikan jawaban. Tapi, aku akan selalu mengingat pengakuanmu, Uehara-kun…""A-aku bisa menunggu kapan Senior siap untuk memberikan jawaban nya..."Yukari tak menjawab, masih membelakangiku, seolah enggan memberikan jawaban. Tidak, dia sudah memberikan jawaban. Dia menolakku."Ah… Maaf, Senior! Aku berkata yang tidak-tidak, ahahaha!"Aku melakukannya agar ini menjadi hari terakhirku mengakui perasaanku kepada siapapun. Yukari membalikkan badannya, menampilkan wajah cantik dan senyuman indahnya."Tidak apa-apa. Tapi serius, aku belum bisa memberikan jawaban. Ka—""Mungkin karena Senior sudah menemukan seseorang yang kamu cintai?""Eh?""Ahaha, jangan terlalu dipikirkan. Hanya karena aku terlalu terpaku pada komik romantis yang Senior sarankan!""Ah benar juga!" Kusodorkan beberapa volume komik romantis yang kupinjam darinya."Ini komik yang kubaca kemarin," ucapku sambil memberikannya."Tapi, Uehara-kun. Dengar apa yang ingin kuku—""Ah, tunggu sebentar. Ada upacara perpisahan? Cepat! Senior akan terlambat membuat pidato perpisahannya!" kataku sambil menarik tangannya yang halus."Tu-tunggu, Uehara-kun!""Ayo, ayo kita meriahkan pidatomu!"Aku bicara terlalu banyak hari ini. Aku melakukannya agar dia tak perlu menolakku langsung. Ini lebih baik, memungkinkanku melupakan masalah ini untuk beberapa tahun ke depan.Perpisahan anak tahun ketiga SMA Hinagiku berlangsung di gedung serbaguna. Di dinding berwarna biru, tergantung spanduk ucapan selamat dari junior kepada senior mereka, lengkap dengan tanda tangan.Aku duduk di depan, di kelas tahun kedua. Kulihat Yukari duduk di kursi siswa terbaik tahun ini, wajahnya sedih. Aku tak tahu mengapa dia bersedih. Seharusnya aku yang bersedih, bukan dia.Setelah kepala sekolah selesai memberikan pidato perpisahan, giliran Yukari untuk berbicara di depan siswa dan guru."Terima kasih semuanya atas kesempatan terbaik ini untuk mengucapkan perpisahan kepada kalian semua.""Seperti yang kalian lihat, kita akan meninggalkan sekolah ini segera dan menghadapi kehidupan di masyarakat. Beberapa dari kami akan bekerja, sementara yang lain akan melanjutkan pendidikan di luar kota atau negeri.""Oleh karena itu, aku, Yukari Amai, sebagai perwakilan anak tahun ketiga di SMA Hinagiku, mengucapkan terima kasih kepada seluruh guru, orang tua, dan junior yang membuat kami bangga. Sekali lagi, terima kasih semuanya."Yukari membungkuk setelah menyampaikan kata-kata terakhirnya. Seluruh gedung serbaguna bersorak memberikan tepuk tangan meriah kepadanya.Ya, sejak saat itu, aku tak pernah melihatnya lagi. Kudengar, dia pindah ke kota lain pada hari itu juga.Dan setahun berlalu sejak saat itu. Aku telah menyelesaikan pendidikan SMA dan memilih hidup sendiri di Distrik Ueno. Meski jaraknya cukup jauh dari Distrik Shibuya tempatku tinggal, aku memutuskan tetap di sana, kuliah, dan mencari pekerjaan.Setidaknya, itu yang kupikirkan. Namun, semuanya berubah ketika adikku memutuskan untuk tinggal bersamaku di apartemen ini.Aku menyewa apartemen tua dengan dinding yang retak dan lumut hijau. Meski terlihat jelek, kamarnya cukup luas dan nyaman untuk dua hingga tiga orang.Adik perempuanku, Rima Uehara, datang tiba-tiba. Aku melihatnya duduk di dekat pintu kamarku dengan pakaian terbuka pada perut dan lengannya. Celana jeans pendeknya menampilkan paha putih mulus.Benar, tindakan bodoh di musim dingin seperti ini. Dia selalu membuatku khawatir."Rima, kenapa kamu datang kemari dengan pakaian seperti itu?"Rima membalikkan wajahnya yang memerah. Dia bersin sebelum bisa mengatakan sesuatu."Uh... Boleh masuk sekarang? Aku tak bisa menghubungimu karena perlengkapanku tertinggal di kereta..."Aku menghela napas dan mengizinkannya masuk. Saat melihat keadaan kamar yang berantakan, dia menatapku dengan tatapan kesal."Bagaimana seorang gadis bisa tinggal di sini jika kakak membiarkan ruangan ini berantakan ?"Kuletakkan selimut tebal di dadanya. "Aku tahu. Tapi jangan khawatir. Tidak ada gadis lain yang tinggal bersamaku kecuali adikku ini."Rima tidak bisa memberikan banyak respon karena pakaian yang dia gunakan sangat tidak cocok dikenakan di musim salju. Dengan cepat, dia berlari menuju ke ruang utama, dia duduk di depan sofa dan mengulurkan tangannya ke depan menghadap perapian yang hangat. Sementara Rima menikmati kehangatan di depan perapian, aku menuju ke dapur dan menyiapkan dua cangkir cokelat panas. Setelah itu, aku duduk di sebelah Rima, menyodorkan cangkir kepadanya.Rima tersenyum, mengucapkan terima kasih, "Umm. Terima kasih kak. Maaf merepotkan."Aku hanya tertawa kecil, lalu mengacak rambut Rima sembari berkata, "Memangnya sejak kapan dirimu tidak pernah merepotkanku?"Rima menjulurkan lidahnya dengan imut, lalu dia menikmati secangkir cokelat panas dengan penuh kesenangan. Suasana hangat dari perapian, aroma cokelat yang menggoda, dan kebersamaan kami di dalam apartemen membuatku merasa nyaman.Ya, ini seperti aku sedang berada di rumah sendiri di distrik Shinjuku. Meskipun aku baru beberapa hari berada d
Beberapa hari telah berlalu sejak aku mendatangi Distrik Ueno. Aku pun sudah mengetahui beberapa spot yang tepat untuk bersantai sendirian maupun bersama keluarga. Benar! Seperti apa yang kau pikirkan. Salah satu spot yang terkenal adalah Taman Ueno. Taman Ueno memiliki keunikan sendiri, hal itu tidak terbantahkan ketika kau mengunjunginya di musim dingin seperti ini. Pohon-pohon pohon yang sudah tidak berbunga terlihat berkilauan karena salju yang menempel pada ranting-ranting pohon. Di tengah-tengah taman, sebuah kolam kecil terletak dengan airnya yang membeku membentuk lapisan tipis es. Burung-burung kecil terdengar bermain-main di atas permukaan air yang membeku, menciptakan jejak-jejak tipis di atasnya. Beberapa patung terpampang megah di sekitar kolam, memberikan nuansa sejarah yang kuat pada tempat tersebut. Aku mungkin termasuk salah satu wisatawan yang datang dari Shibuya, tapi aku menyarankanmu untuk datang di musim semi. Pohon-pohon sakura akan berbunga dengan indahnya, ti
Dalam perjalanan menuju ke apartemen, aku melihat sebuah pemandangan yang cukup langka yang terjadi di tengah musim dingin seperti ini. Aku melihat cahaya yang melintas dengan sangat cepat di langit dan arah cahaya tersebut menuju ke hutan yang berada tidak jauh dari apartemen. "Cobalah telusuri cahaya itu. Sebelum orang lain menemukannya" Aku mendengar suara seseorang wanita yang lembut dari dalam kepalaku. Suara wanita itu terdengar sangat akrab ditelingaku, seolah-olah aku sudah mengenalinya sejak lama sekali. Aku menggelengkan kepalaku, dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan perintah yang tidak aku ketahui kebenarannya. Sesampainya dirumah, aku melihat Rima sedang berdiri di depan apartemen memandang langit. Aku menghampiri Rima dan menanyakan apa yang sedang dilakukannya disana. "Rima, kamu kenapa berdiri di depan apartemen dengan pakaian tipis seperti itu?" "Ah, kak! Aku tadi mendengar suara aneh yang di dalam kepalaku!" "Suara? Apakah suara itu dari seorang wanita?" Ri
Mendengar jawaban polos dari Ran, aku dan Rima saling memandang, menunjukkan ketidakpuasan dalam jawaban dari anak perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai Ran. Rima tersenyum lalu dia memeluk Ran dengan lembut.Ran merasa hangat dan aman dalam pelukan Rima. Ekornya bergoyang-goyang dengan riangnya, sedangkan telinga kucingnya bergerak-gerak dengan gembira. Dia menikmati sentuhan hangat dan kasih sayang dari Rima, menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh kebahagiaan.Aku menyaksikan sebuah pemandangan langka dimana seorang manusia memeluk seorang anak perempuan alien dengan leluasa. Jika aku mengesampingkan penampilan mencoloknya, Ran seperti anak perempuan berusia tujuh tahun pada umumnya.Tapi mau bagaimana pun Ran adalah keberadaan langka yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Kau rahu? Aku sering melihat acara telivisi tentang pembedahan alien di sebuah laboratarium terpencil. Bagaimana mungkin aku membiarkan mereka membedah tubuh seorang anak kecil tidak berdosa?Ri
Ran bergerak dengan anggun, memamerkan pakaian baru yang telah diciptakannya secara misterius sebelumnya. Setiap gerakan tubuhnya terasa begitu lembut dan ringan, seolah-olah dia menari di antara cahaya. Pakaian yang dia kenakan mengalir dengan indah, menonjolkan kecantikan dan keanggunan yang alami. "Bagaimana dengan pakaian Ran? Apakah Ran imut?" tanya Ran dengan penuh kepolosan, sementara dia berdiri di depan kami dengan senyum manis di wajahnya. "Ya, kamu memang cantik," jawabku, sambil tersenyum terpesona oleh kecantikan Ran. Rima juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Dia mendekati Ran dan memeluknya dengan lembut sembari memuji keberhasilan Ran. "Kamu sungguh luar biasa, Ran-chan. Kemampuanmu untuk menciptakan pakaian seperti itu sungguh mengagumkan," puji Rima, matanya bersinar penuh kekaguman. Ran tersenyum lebih lebar mendengar pujian dari kami. Dia tampak sangat bahagia karena berhasil membuat kami terkesima dengan kreasi barunya. Tapi tunggu dulu. Jika Ran bisa
Begitu paket dibuka, terungkaplah isi yang membuat Rima tersenyum cerah. Di dalamnya terdapat pakaian yang terlihat begitu imut dan lucu. Rima menggambarkan dengan wajah berseri-seri, "wah, imut sekali!!"Setelah berhasil membuat petugas itu keluar, aku segera menenangkan Ran yang masih terlihat panik. Aku menghampiri Ran, dan jongkok di hadapannya. Aku tersenyum dan mulai mengelus lembut kepala Ran untuk membuat Ran sedikit lebih tenang. "Tenang, Ran. Mereka bukan orang-orang nyata, mereka hanya gambaran yang ditayangkan lewat TV. Mereka tidak bisa keluar atau menyakiti kita," jelasku dengan lembut.Ran menatapku dengan mata penuh kebingungan, tapi setelah beberapa saat, ekspresinya mulai membaik. "Jadi, mereka hanya gambaran? Tapi kenapa mereka bisa berbicara dan bergerak?""Ya benar. TV ini adalah alat yang digunakan untuk menonton program-program yang direkam sebelumnya. Orang-orang yang kamu lihat di dalamnya sebenarnya adalah aktor dan aktris yang berperan dalam cerita tersebut.
Ran terlihat sangat senang dengan pakaian yang dia kenakan. Aku dan Rima hanya tersenyum melihat Ran memutar tubuhnya memamerkan pakaiannya dengan sangat bersemangat. Sementara itu, di tengah musim dingin abadi, terdapat sebuah kawah yang sangat besar. Tidak jauh dari kawah tersebut, terdapat sebuah rumah modern. Di sebuah ruangan hangat, seorang wanita berambut panjang kebiruan sedang serius mengamati sebuah layar tembus pandang. Layar itu sangat mirip dengan kebanyakan film sci-fi luar negeri, dengan kontrol yang rumit dan data yang berjajar rapi di layar.Dengan lincah, wanita itu menggeserkan file demi file. Di antara jutaan file dalam database, terdapat sebuah folder dengan tulisan besar: "R.U.N Project." Wanita itu tersenyum kecil ketika dia memilih sebuah foto dan melihat seorang lelaki Jepang yang bernama Tomoya Uehara dan seorang perempuan bernama Rima Uehara, serta foto seorang perempuan aneh dengan telinga dan ekor kucing. Wanita itu meninggalkan meja kerjanya, langit-langi
Demi menghilangkan sedih Ran, aku mengajaknya ke sebuah toko kue. Berdasarkan rumor yang aku dengar dari Rima, toko kue yang bernama Bakery & Cake Maeda cukup terkenal akhir-akhir ini di Distrik Ueno. Kami berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi dengan salju tipis. Udara dingin musim dingin menyegarkan, tetapi kami tetap merasa hangat dengan jaket tebal dan syal yang kami pakai. Ran masih sedikit terisak-isak, tetapi aku mencoba memberinya sedikit keceriaan dengan membicarakan toko kue yang akan kami kunjungi. "Ran. Kita akan pergi ke Bakery & Cake Maeda, tempatnya kabarnya luar biasa! Kita bisa memilih kue-kue lezat untuk melupakan kejadian tadi. Mau kesana?" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya. Ran mengangguk kecil, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun masih terlihat sedih, dia terlihat tertarik dengan ide untuk memilih kue di toko tersebut. Tiba di depan Bakery & Cake Maeda, kami disambut oleh seorang karyawan yang ramah. Dia dengan senyum menunjukkan sebuah pa
Demi menghilangkan sedih Ran, aku mengajaknya ke sebuah toko kue. Berdasarkan rumor yang aku dengar dari Rima, toko kue yang bernama Bakery & Cake Maeda cukup terkenal akhir-akhir ini di Distrik Ueno. Kami berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi dengan salju tipis. Udara dingin musim dingin menyegarkan, tetapi kami tetap merasa hangat dengan jaket tebal dan syal yang kami pakai. Ran masih sedikit terisak-isak, tetapi aku mencoba memberinya sedikit keceriaan dengan membicarakan toko kue yang akan kami kunjungi. "Ran. Kita akan pergi ke Bakery & Cake Maeda, tempatnya kabarnya luar biasa! Kita bisa memilih kue-kue lezat untuk melupakan kejadian tadi. Mau kesana?" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya. Ran mengangguk kecil, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun masih terlihat sedih, dia terlihat tertarik dengan ide untuk memilih kue di toko tersebut. Tiba di depan Bakery & Cake Maeda, kami disambut oleh seorang karyawan yang ramah. Dia dengan senyum menunjukkan sebuah pa
Ran terlihat sangat senang dengan pakaian yang dia kenakan. Aku dan Rima hanya tersenyum melihat Ran memutar tubuhnya memamerkan pakaiannya dengan sangat bersemangat. Sementara itu, di tengah musim dingin abadi, terdapat sebuah kawah yang sangat besar. Tidak jauh dari kawah tersebut, terdapat sebuah rumah modern. Di sebuah ruangan hangat, seorang wanita berambut panjang kebiruan sedang serius mengamati sebuah layar tembus pandang. Layar itu sangat mirip dengan kebanyakan film sci-fi luar negeri, dengan kontrol yang rumit dan data yang berjajar rapi di layar.Dengan lincah, wanita itu menggeserkan file demi file. Di antara jutaan file dalam database, terdapat sebuah folder dengan tulisan besar: "R.U.N Project." Wanita itu tersenyum kecil ketika dia memilih sebuah foto dan melihat seorang lelaki Jepang yang bernama Tomoya Uehara dan seorang perempuan bernama Rima Uehara, serta foto seorang perempuan aneh dengan telinga dan ekor kucing. Wanita itu meninggalkan meja kerjanya, langit-langi
Begitu paket dibuka, terungkaplah isi yang membuat Rima tersenyum cerah. Di dalamnya terdapat pakaian yang terlihat begitu imut dan lucu. Rima menggambarkan dengan wajah berseri-seri, "wah, imut sekali!!"Setelah berhasil membuat petugas itu keluar, aku segera menenangkan Ran yang masih terlihat panik. Aku menghampiri Ran, dan jongkok di hadapannya. Aku tersenyum dan mulai mengelus lembut kepala Ran untuk membuat Ran sedikit lebih tenang. "Tenang, Ran. Mereka bukan orang-orang nyata, mereka hanya gambaran yang ditayangkan lewat TV. Mereka tidak bisa keluar atau menyakiti kita," jelasku dengan lembut.Ran menatapku dengan mata penuh kebingungan, tapi setelah beberapa saat, ekspresinya mulai membaik. "Jadi, mereka hanya gambaran? Tapi kenapa mereka bisa berbicara dan bergerak?""Ya benar. TV ini adalah alat yang digunakan untuk menonton program-program yang direkam sebelumnya. Orang-orang yang kamu lihat di dalamnya sebenarnya adalah aktor dan aktris yang berperan dalam cerita tersebut.
Ran bergerak dengan anggun, memamerkan pakaian baru yang telah diciptakannya secara misterius sebelumnya. Setiap gerakan tubuhnya terasa begitu lembut dan ringan, seolah-olah dia menari di antara cahaya. Pakaian yang dia kenakan mengalir dengan indah, menonjolkan kecantikan dan keanggunan yang alami. "Bagaimana dengan pakaian Ran? Apakah Ran imut?" tanya Ran dengan penuh kepolosan, sementara dia berdiri di depan kami dengan senyum manis di wajahnya. "Ya, kamu memang cantik," jawabku, sambil tersenyum terpesona oleh kecantikan Ran. Rima juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Dia mendekati Ran dan memeluknya dengan lembut sembari memuji keberhasilan Ran. "Kamu sungguh luar biasa, Ran-chan. Kemampuanmu untuk menciptakan pakaian seperti itu sungguh mengagumkan," puji Rima, matanya bersinar penuh kekaguman. Ran tersenyum lebih lebar mendengar pujian dari kami. Dia tampak sangat bahagia karena berhasil membuat kami terkesima dengan kreasi barunya. Tapi tunggu dulu. Jika Ran bisa
Mendengar jawaban polos dari Ran, aku dan Rima saling memandang, menunjukkan ketidakpuasan dalam jawaban dari anak perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai Ran. Rima tersenyum lalu dia memeluk Ran dengan lembut.Ran merasa hangat dan aman dalam pelukan Rima. Ekornya bergoyang-goyang dengan riangnya, sedangkan telinga kucingnya bergerak-gerak dengan gembira. Dia menikmati sentuhan hangat dan kasih sayang dari Rima, menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh kebahagiaan.Aku menyaksikan sebuah pemandangan langka dimana seorang manusia memeluk seorang anak perempuan alien dengan leluasa. Jika aku mengesampingkan penampilan mencoloknya, Ran seperti anak perempuan berusia tujuh tahun pada umumnya.Tapi mau bagaimana pun Ran adalah keberadaan langka yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Kau rahu? Aku sering melihat acara telivisi tentang pembedahan alien di sebuah laboratarium terpencil. Bagaimana mungkin aku membiarkan mereka membedah tubuh seorang anak kecil tidak berdosa?Ri
Dalam perjalanan menuju ke apartemen, aku melihat sebuah pemandangan yang cukup langka yang terjadi di tengah musim dingin seperti ini. Aku melihat cahaya yang melintas dengan sangat cepat di langit dan arah cahaya tersebut menuju ke hutan yang berada tidak jauh dari apartemen. "Cobalah telusuri cahaya itu. Sebelum orang lain menemukannya" Aku mendengar suara seseorang wanita yang lembut dari dalam kepalaku. Suara wanita itu terdengar sangat akrab ditelingaku, seolah-olah aku sudah mengenalinya sejak lama sekali. Aku menggelengkan kepalaku, dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan perintah yang tidak aku ketahui kebenarannya. Sesampainya dirumah, aku melihat Rima sedang berdiri di depan apartemen memandang langit. Aku menghampiri Rima dan menanyakan apa yang sedang dilakukannya disana. "Rima, kamu kenapa berdiri di depan apartemen dengan pakaian tipis seperti itu?" "Ah, kak! Aku tadi mendengar suara aneh yang di dalam kepalaku!" "Suara? Apakah suara itu dari seorang wanita?" Ri
Beberapa hari telah berlalu sejak aku mendatangi Distrik Ueno. Aku pun sudah mengetahui beberapa spot yang tepat untuk bersantai sendirian maupun bersama keluarga. Benar! Seperti apa yang kau pikirkan. Salah satu spot yang terkenal adalah Taman Ueno. Taman Ueno memiliki keunikan sendiri, hal itu tidak terbantahkan ketika kau mengunjunginya di musim dingin seperti ini. Pohon-pohon pohon yang sudah tidak berbunga terlihat berkilauan karena salju yang menempel pada ranting-ranting pohon. Di tengah-tengah taman, sebuah kolam kecil terletak dengan airnya yang membeku membentuk lapisan tipis es. Burung-burung kecil terdengar bermain-main di atas permukaan air yang membeku, menciptakan jejak-jejak tipis di atasnya. Beberapa patung terpampang megah di sekitar kolam, memberikan nuansa sejarah yang kuat pada tempat tersebut. Aku mungkin termasuk salah satu wisatawan yang datang dari Shibuya, tapi aku menyarankanmu untuk datang di musim semi. Pohon-pohon sakura akan berbunga dengan indahnya, ti
Rima tidak bisa memberikan banyak respon karena pakaian yang dia gunakan sangat tidak cocok dikenakan di musim salju. Dengan cepat, dia berlari menuju ke ruang utama, dia duduk di depan sofa dan mengulurkan tangannya ke depan menghadap perapian yang hangat. Sementara Rima menikmati kehangatan di depan perapian, aku menuju ke dapur dan menyiapkan dua cangkir cokelat panas. Setelah itu, aku duduk di sebelah Rima, menyodorkan cangkir kepadanya.Rima tersenyum, mengucapkan terima kasih, "Umm. Terima kasih kak. Maaf merepotkan."Aku hanya tertawa kecil, lalu mengacak rambut Rima sembari berkata, "Memangnya sejak kapan dirimu tidak pernah merepotkanku?"Rima menjulurkan lidahnya dengan imut, lalu dia menikmati secangkir cokelat panas dengan penuh kesenangan. Suasana hangat dari perapian, aroma cokelat yang menggoda, dan kebersamaan kami di dalam apartemen membuatku merasa nyaman.Ya, ini seperti aku sedang berada di rumah sendiri di distrik Shinjuku. Meskipun aku baru beberapa hari berada d
Setahun yang lalu, pada pertengahan bulan musim semi, aku mengungkapkan perasaanku kepada seorang kakak kelas. Dia cantik, dengan mata hijau yang memikat, tinggi, berpostur ramping, dan proporsional. Nama gadis itu adalah Yukari Amai. Mungkin jika kau pernah mengunjungi Distrik Shinjuku, pasti kau familiar dengan sebuah toko manis yang selalu jadi tempat wisata bagi mereka yang datang berkunjung. Toko itu bernama Amai, dan Yukari Amai adalah cucu dari pemilik toko manis terkenal itu. Adikku sering mampir ke sana setelah pulang sekolah. Saat itu, aku menyatakan perasaanku tanpa memikirkan risiko penolakan. Sebenarnya, aku sudah memikirkan berbagai situasi ketika mengucapkan kalimat sakral seperti "Aku mencintaimu, maukah menjadi pacarku?" atau "Ayo mulai hidup bersama!" dan sejenisnya. Jika kau bertanya berapa simulasi yang telah kucoba, jawabannya tak terhitung. Mengapa? Sebagai seorang otaku maniak seperti aku, perasaan menyatakan cinta tentu sangat kompleks. Apakah pernah terpiki