Rima tidak bisa memberikan banyak respon karena pakaian yang dia gunakan sangat tidak cocok dikenakan di musim salju. Dengan cepat, dia berlari menuju ke ruang utama, dia duduk di depan sofa dan mengulurkan tangannya ke depan menghadap perapian yang hangat. Sementara Rima menikmati kehangatan di depan perapian, aku menuju ke dapur dan menyiapkan dua cangkir cokelat panas. Setelah itu, aku duduk di sebelah Rima, menyodorkan cangkir kepadanya.
Rima tersenyum, mengucapkan terima kasih, "Umm. Terima kasih kak. Maaf merepotkan."
Aku hanya tertawa kecil, lalu mengacak rambut Rima sembari berkata, "Memangnya sejak kapan dirimu tidak pernah merepotkanku?"
Rima menjulurkan lidahnya dengan imut, lalu dia menikmati secangkir cokelat panas dengan penuh kesenangan. Suasana hangat dari perapian, aroma cokelat yang menggoda, dan kebersamaan kami di dalam apartemen membuatku merasa nyaman.
Ya, ini seperti aku sedang berada di rumah sendiri di distrik Shinjuku. Meskipun aku baru beberapa hari berada di Ueno, rasa rindu dengan rumahku disana tidak akan pernah hilang.
"Ah, kak. Apa di daftar telepon mu ada nomor telepon Stasiusn Ueno? Bisa tanyakan nasib barang-barangku untuk adikmu yang imut ini?" kata Rima sembari tersenyum. Rima memang tidak pernah melupakan kebiasaannya selalu membuatku repot dimanapun kami berada.
Dengan enggan, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan menuju ke ruang tamu dimana telepon berada. Di samping telepon, terdapat sebuah buku besar dengan halaman yang cukup telepon. Semua rumah diharuskan untuk memiliki buku yang berisi nomor-nomor penting dan darurat untuk kepentingan di masa akan datang. Aku membuka buku telepon dan mulai menyusuri daftar halaman untuk menemukan daftar telepon stasiun yang ada di distrik Ueno.
"Ah ini dia" , gumamku sembari mulai menekan nomor telepon stasiun tersebut. Tidak lama kemudian teleponku tersambung langsung ke stasiun.
"Selamat malam, Stasiun Ueno disini. Adakah yang bisa kami bantu?" sambut seorang petugas dari stasiun kereta api tersebut. Aku pun kemudian menyampaikan apa yang ingin ku tanyakan kepada petugas tersebut terkait barang-barang Rima yang tertinggal di dalam salah satu gerbong tersebut.
Setelah memberitahukan alasanku, petugas itu memohon untuk menunggu dalam beberapa menit untuk memastikan apakah memang ada barang yang tertinggal di hari ini.
Rima berjalan menghampiriku, dia terlihat cemas apakah barang-barangnya dapat dikembalikan kepadanya atau tidak. Aku tidak tahu, alasan apa Rima datang ke Uenom namun untuk saat ini. Aku harus memberikan prioritas dalam hal lain.
Tentu saja, itu adalah pakaian seorang gadis remaja seperti Rima!
Aku tidak bisa membiarkan dia mengenakan pakaianku, terlebih aku sama sekali tidak memiliki pakaian seorang perempuan di dalam apartemenku.
Tidak lama kemudian terdengar balasan dari petugas stasiun kereta api, "Ah memang benar ada barang yang tertinggal disini. Untuk memastikan kepemilikan barang, bisa sebutkan secara garis besar saja barang-barangnya?"
Rima kemudian merebut gagang telepon dariku, dia berkata "Aku pemilik barang itu. Namaku Rima Uehara. Nomor karcisku #12456, gerbong khusus wanita. Dan barang-barang ku adalah...."
Aku meninggalkan Rima sendirian berbicara dengan petugas stasiun keretea api melalui sambungan telepon karena merasa aku sudah tidak dibutuhkan lagi disana.
Dengan tenang, aku duduk di sofa dan melanjutkan menikmati cokelat panasku.
"Salah satu masalah sudah selesai... tinggal masalah tempat tidur untuk Rima" pikirku dengan bingung. Sejak awal, aku memutuskan untuk tinggal di dalam apartemen ini sendirian, tapi kedatangan tiba-tiba Rima ke rumah ini sangat mendadak sekali.
Apartemen yang ku sewa saat ini memang di rancang khusus untuk dihuni maksimal tiga orang. Didalam terdapat dua kamar dan sebuah kamar mandi yang lumayan luas. Untuk barang-barang pribadi dan perabotan tentu saja aku bawa dari rumah kami disana.
Ketika aku menanyakan perihal soal tempat tidur, dengan santai Rima menjawab "Tentu saja, kakak tidur di sofa bukan?"
Ya, itu memang jawaban yang sangat terdengar masuk akal bagiku.
Setelah memastikan barang-barang Rima bisa diambil besok pagi, Rima segera pergi menuju ke kamarku. Aku menghela napas panjang dan segera berbaring di sofa untuk malam ini saja. Karena besok, kami harus pergi membeli tempat tidur baru untuk Rima. Beruntung tabunganku masih lumayan banyak, tapi tentu saja itu tidak akan cukup sampai beberapa bulan ke depan. Aku harus mendapatkan pekerjaan sampingan sembari tetap kuliah disini.
Begitu aku memejamkan mataku, aku segera mengingat sesuatu yang sangat penting. Dengan panik, aku segera berlari menuju ke kamarku. Disana aku melihat Rima sedang duduk di atas kasurku dengan wajah memerah dia membaca sebuah majalah terlarang yang hanya kaum lelaki yang berhak membacanya.
Mata Rima terbuka lebar mengamati setiap model idol gravure yang hanya mengenakan pakaian renang yang cukup menggoda mata lelaki manapun. Aku berjalan dengan pucat pasih, merebut majalah yang dibaca oleh Rima, membereskan semua majalah gravure di atas kasurku dan berlalu pergi tanpa mengatakan apapun.
Sebelum aku menutup pintu, Rima menarik tanganku. Rima terlihat terdiam sejenak, lalu dia berkata denga mata berkaca-kaca "Kak, aku sebagai adikmu turut mendoakan supaya kakak tidak berbuat kriminal diluar sana. Temukan pacar sesegera mungkin!!!"
"Mana mungkin." jawabku dengan cepat. Setelah menyembunyikan kembali semua harta karun berhargaku di suatu sudut tersembunyi dalam apartemen ini, aku kembali tidur dengan tenang di sofaku yang hangat.
Beberapa hari telah berlalu sejak aku mendatangi Distrik Ueno. Aku pun sudah mengetahui beberapa spot yang tepat untuk bersantai sendirian maupun bersama keluarga. Benar! Seperti apa yang kau pikirkan. Salah satu spot yang terkenal adalah Taman Ueno. Taman Ueno memiliki keunikan sendiri, hal itu tidak terbantahkan ketika kau mengunjunginya di musim dingin seperti ini. Pohon-pohon pohon yang sudah tidak berbunga terlihat berkilauan karena salju yang menempel pada ranting-ranting pohon. Di tengah-tengah taman, sebuah kolam kecil terletak dengan airnya yang membeku membentuk lapisan tipis es. Burung-burung kecil terdengar bermain-main di atas permukaan air yang membeku, menciptakan jejak-jejak tipis di atasnya. Beberapa patung terpampang megah di sekitar kolam, memberikan nuansa sejarah yang kuat pada tempat tersebut. Aku mungkin termasuk salah satu wisatawan yang datang dari Shibuya, tapi aku menyarankanmu untuk datang di musim semi. Pohon-pohon sakura akan berbunga dengan indahnya, ti
Dalam perjalanan menuju ke apartemen, aku melihat sebuah pemandangan yang cukup langka yang terjadi di tengah musim dingin seperti ini. Aku melihat cahaya yang melintas dengan sangat cepat di langit dan arah cahaya tersebut menuju ke hutan yang berada tidak jauh dari apartemen. "Cobalah telusuri cahaya itu. Sebelum orang lain menemukannya" Aku mendengar suara seseorang wanita yang lembut dari dalam kepalaku. Suara wanita itu terdengar sangat akrab ditelingaku, seolah-olah aku sudah mengenalinya sejak lama sekali. Aku menggelengkan kepalaku, dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan perintah yang tidak aku ketahui kebenarannya. Sesampainya dirumah, aku melihat Rima sedang berdiri di depan apartemen memandang langit. Aku menghampiri Rima dan menanyakan apa yang sedang dilakukannya disana. "Rima, kamu kenapa berdiri di depan apartemen dengan pakaian tipis seperti itu?" "Ah, kak! Aku tadi mendengar suara aneh yang di dalam kepalaku!" "Suara? Apakah suara itu dari seorang wanita?" Ri
Mendengar jawaban polos dari Ran, aku dan Rima saling memandang, menunjukkan ketidakpuasan dalam jawaban dari anak perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai Ran. Rima tersenyum lalu dia memeluk Ran dengan lembut.Ran merasa hangat dan aman dalam pelukan Rima. Ekornya bergoyang-goyang dengan riangnya, sedangkan telinga kucingnya bergerak-gerak dengan gembira. Dia menikmati sentuhan hangat dan kasih sayang dari Rima, menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh kebahagiaan.Aku menyaksikan sebuah pemandangan langka dimana seorang manusia memeluk seorang anak perempuan alien dengan leluasa. Jika aku mengesampingkan penampilan mencoloknya, Ran seperti anak perempuan berusia tujuh tahun pada umumnya.Tapi mau bagaimana pun Ran adalah keberadaan langka yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Kau rahu? Aku sering melihat acara telivisi tentang pembedahan alien di sebuah laboratarium terpencil. Bagaimana mungkin aku membiarkan mereka membedah tubuh seorang anak kecil tidak berdosa?Ri
Ran bergerak dengan anggun, memamerkan pakaian baru yang telah diciptakannya secara misterius sebelumnya. Setiap gerakan tubuhnya terasa begitu lembut dan ringan, seolah-olah dia menari di antara cahaya. Pakaian yang dia kenakan mengalir dengan indah, menonjolkan kecantikan dan keanggunan yang alami. "Bagaimana dengan pakaian Ran? Apakah Ran imut?" tanya Ran dengan penuh kepolosan, sementara dia berdiri di depan kami dengan senyum manis di wajahnya. "Ya, kamu memang cantik," jawabku, sambil tersenyum terpesona oleh kecantikan Ran. Rima juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Dia mendekati Ran dan memeluknya dengan lembut sembari memuji keberhasilan Ran. "Kamu sungguh luar biasa, Ran-chan. Kemampuanmu untuk menciptakan pakaian seperti itu sungguh mengagumkan," puji Rima, matanya bersinar penuh kekaguman. Ran tersenyum lebih lebar mendengar pujian dari kami. Dia tampak sangat bahagia karena berhasil membuat kami terkesima dengan kreasi barunya. Tapi tunggu dulu. Jika Ran bisa
Begitu paket dibuka, terungkaplah isi yang membuat Rima tersenyum cerah. Di dalamnya terdapat pakaian yang terlihat begitu imut dan lucu. Rima menggambarkan dengan wajah berseri-seri, "wah, imut sekali!!"Setelah berhasil membuat petugas itu keluar, aku segera menenangkan Ran yang masih terlihat panik. Aku menghampiri Ran, dan jongkok di hadapannya. Aku tersenyum dan mulai mengelus lembut kepala Ran untuk membuat Ran sedikit lebih tenang. "Tenang, Ran. Mereka bukan orang-orang nyata, mereka hanya gambaran yang ditayangkan lewat TV. Mereka tidak bisa keluar atau menyakiti kita," jelasku dengan lembut.Ran menatapku dengan mata penuh kebingungan, tapi setelah beberapa saat, ekspresinya mulai membaik. "Jadi, mereka hanya gambaran? Tapi kenapa mereka bisa berbicara dan bergerak?""Ya benar. TV ini adalah alat yang digunakan untuk menonton program-program yang direkam sebelumnya. Orang-orang yang kamu lihat di dalamnya sebenarnya adalah aktor dan aktris yang berperan dalam cerita tersebut.
Ran terlihat sangat senang dengan pakaian yang dia kenakan. Aku dan Rima hanya tersenyum melihat Ran memutar tubuhnya memamerkan pakaiannya dengan sangat bersemangat. Sementara itu, di tengah musim dingin abadi, terdapat sebuah kawah yang sangat besar. Tidak jauh dari kawah tersebut, terdapat sebuah rumah modern. Di sebuah ruangan hangat, seorang wanita berambut panjang kebiruan sedang serius mengamati sebuah layar tembus pandang. Layar itu sangat mirip dengan kebanyakan film sci-fi luar negeri, dengan kontrol yang rumit dan data yang berjajar rapi di layar.Dengan lincah, wanita itu menggeserkan file demi file. Di antara jutaan file dalam database, terdapat sebuah folder dengan tulisan besar: "R.U.N Project." Wanita itu tersenyum kecil ketika dia memilih sebuah foto dan melihat seorang lelaki Jepang yang bernama Tomoya Uehara dan seorang perempuan bernama Rima Uehara, serta foto seorang perempuan aneh dengan telinga dan ekor kucing. Wanita itu meninggalkan meja kerjanya, langit-langi
Demi menghilangkan sedih Ran, aku mengajaknya ke sebuah toko kue. Berdasarkan rumor yang aku dengar dari Rima, toko kue yang bernama Bakery & Cake Maeda cukup terkenal akhir-akhir ini di Distrik Ueno. Kami berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi dengan salju tipis. Udara dingin musim dingin menyegarkan, tetapi kami tetap merasa hangat dengan jaket tebal dan syal yang kami pakai. Ran masih sedikit terisak-isak, tetapi aku mencoba memberinya sedikit keceriaan dengan membicarakan toko kue yang akan kami kunjungi. "Ran. Kita akan pergi ke Bakery & Cake Maeda, tempatnya kabarnya luar biasa! Kita bisa memilih kue-kue lezat untuk melupakan kejadian tadi. Mau kesana?" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya. Ran mengangguk kecil, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun masih terlihat sedih, dia terlihat tertarik dengan ide untuk memilih kue di toko tersebut. Tiba di depan Bakery & Cake Maeda, kami disambut oleh seorang karyawan yang ramah. Dia dengan senyum menunjukkan sebuah pa
Setahun yang lalu, pada pertengahan bulan musim semi, aku mengungkapkan perasaanku kepada seorang kakak kelas. Dia cantik, dengan mata hijau yang memikat, tinggi, berpostur ramping, dan proporsional. Nama gadis itu adalah Yukari Amai. Mungkin jika kau pernah mengunjungi Distrik Shinjuku, pasti kau familiar dengan sebuah toko manis yang selalu jadi tempat wisata bagi mereka yang datang berkunjung. Toko itu bernama Amai, dan Yukari Amai adalah cucu dari pemilik toko manis terkenal itu. Adikku sering mampir ke sana setelah pulang sekolah. Saat itu, aku menyatakan perasaanku tanpa memikirkan risiko penolakan. Sebenarnya, aku sudah memikirkan berbagai situasi ketika mengucapkan kalimat sakral seperti "Aku mencintaimu, maukah menjadi pacarku?" atau "Ayo mulai hidup bersama!" dan sejenisnya. Jika kau bertanya berapa simulasi yang telah kucoba, jawabannya tak terhitung. Mengapa? Sebagai seorang otaku maniak seperti aku, perasaan menyatakan cinta tentu sangat kompleks. Apakah pernah terpiki
Demi menghilangkan sedih Ran, aku mengajaknya ke sebuah toko kue. Berdasarkan rumor yang aku dengar dari Rima, toko kue yang bernama Bakery & Cake Maeda cukup terkenal akhir-akhir ini di Distrik Ueno. Kami berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi dengan salju tipis. Udara dingin musim dingin menyegarkan, tetapi kami tetap merasa hangat dengan jaket tebal dan syal yang kami pakai. Ran masih sedikit terisak-isak, tetapi aku mencoba memberinya sedikit keceriaan dengan membicarakan toko kue yang akan kami kunjungi. "Ran. Kita akan pergi ke Bakery & Cake Maeda, tempatnya kabarnya luar biasa! Kita bisa memilih kue-kue lezat untuk melupakan kejadian tadi. Mau kesana?" kataku mencoba mengalihkan perhatiannya. Ran mengangguk kecil, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Meskipun masih terlihat sedih, dia terlihat tertarik dengan ide untuk memilih kue di toko tersebut. Tiba di depan Bakery & Cake Maeda, kami disambut oleh seorang karyawan yang ramah. Dia dengan senyum menunjukkan sebuah pa
Ran terlihat sangat senang dengan pakaian yang dia kenakan. Aku dan Rima hanya tersenyum melihat Ran memutar tubuhnya memamerkan pakaiannya dengan sangat bersemangat. Sementara itu, di tengah musim dingin abadi, terdapat sebuah kawah yang sangat besar. Tidak jauh dari kawah tersebut, terdapat sebuah rumah modern. Di sebuah ruangan hangat, seorang wanita berambut panjang kebiruan sedang serius mengamati sebuah layar tembus pandang. Layar itu sangat mirip dengan kebanyakan film sci-fi luar negeri, dengan kontrol yang rumit dan data yang berjajar rapi di layar.Dengan lincah, wanita itu menggeserkan file demi file. Di antara jutaan file dalam database, terdapat sebuah folder dengan tulisan besar: "R.U.N Project." Wanita itu tersenyum kecil ketika dia memilih sebuah foto dan melihat seorang lelaki Jepang yang bernama Tomoya Uehara dan seorang perempuan bernama Rima Uehara, serta foto seorang perempuan aneh dengan telinga dan ekor kucing. Wanita itu meninggalkan meja kerjanya, langit-langi
Begitu paket dibuka, terungkaplah isi yang membuat Rima tersenyum cerah. Di dalamnya terdapat pakaian yang terlihat begitu imut dan lucu. Rima menggambarkan dengan wajah berseri-seri, "wah, imut sekali!!"Setelah berhasil membuat petugas itu keluar, aku segera menenangkan Ran yang masih terlihat panik. Aku menghampiri Ran, dan jongkok di hadapannya. Aku tersenyum dan mulai mengelus lembut kepala Ran untuk membuat Ran sedikit lebih tenang. "Tenang, Ran. Mereka bukan orang-orang nyata, mereka hanya gambaran yang ditayangkan lewat TV. Mereka tidak bisa keluar atau menyakiti kita," jelasku dengan lembut.Ran menatapku dengan mata penuh kebingungan, tapi setelah beberapa saat, ekspresinya mulai membaik. "Jadi, mereka hanya gambaran? Tapi kenapa mereka bisa berbicara dan bergerak?""Ya benar. TV ini adalah alat yang digunakan untuk menonton program-program yang direkam sebelumnya. Orang-orang yang kamu lihat di dalamnya sebenarnya adalah aktor dan aktris yang berperan dalam cerita tersebut.
Ran bergerak dengan anggun, memamerkan pakaian baru yang telah diciptakannya secara misterius sebelumnya. Setiap gerakan tubuhnya terasa begitu lembut dan ringan, seolah-olah dia menari di antara cahaya. Pakaian yang dia kenakan mengalir dengan indah, menonjolkan kecantikan dan keanggunan yang alami. "Bagaimana dengan pakaian Ran? Apakah Ran imut?" tanya Ran dengan penuh kepolosan, sementara dia berdiri di depan kami dengan senyum manis di wajahnya. "Ya, kamu memang cantik," jawabku, sambil tersenyum terpesona oleh kecantikan Ran. Rima juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. Dia mendekati Ran dan memeluknya dengan lembut sembari memuji keberhasilan Ran. "Kamu sungguh luar biasa, Ran-chan. Kemampuanmu untuk menciptakan pakaian seperti itu sungguh mengagumkan," puji Rima, matanya bersinar penuh kekaguman. Ran tersenyum lebih lebar mendengar pujian dari kami. Dia tampak sangat bahagia karena berhasil membuat kami terkesima dengan kreasi barunya. Tapi tunggu dulu. Jika Ran bisa
Mendengar jawaban polos dari Ran, aku dan Rima saling memandang, menunjukkan ketidakpuasan dalam jawaban dari anak perempuan yang menyebutkan dirinya sebagai Ran. Rima tersenyum lalu dia memeluk Ran dengan lembut.Ran merasa hangat dan aman dalam pelukan Rima. Ekornya bergoyang-goyang dengan riangnya, sedangkan telinga kucingnya bergerak-gerak dengan gembira. Dia menikmati sentuhan hangat dan kasih sayang dari Rima, menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh kebahagiaan.Aku menyaksikan sebuah pemandangan langka dimana seorang manusia memeluk seorang anak perempuan alien dengan leluasa. Jika aku mengesampingkan penampilan mencoloknya, Ran seperti anak perempuan berusia tujuh tahun pada umumnya.Tapi mau bagaimana pun Ran adalah keberadaan langka yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Kau rahu? Aku sering melihat acara telivisi tentang pembedahan alien di sebuah laboratarium terpencil. Bagaimana mungkin aku membiarkan mereka membedah tubuh seorang anak kecil tidak berdosa?Ri
Dalam perjalanan menuju ke apartemen, aku melihat sebuah pemandangan yang cukup langka yang terjadi di tengah musim dingin seperti ini. Aku melihat cahaya yang melintas dengan sangat cepat di langit dan arah cahaya tersebut menuju ke hutan yang berada tidak jauh dari apartemen. "Cobalah telusuri cahaya itu. Sebelum orang lain menemukannya" Aku mendengar suara seseorang wanita yang lembut dari dalam kepalaku. Suara wanita itu terdengar sangat akrab ditelingaku, seolah-olah aku sudah mengenalinya sejak lama sekali. Aku menggelengkan kepalaku, dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan perintah yang tidak aku ketahui kebenarannya. Sesampainya dirumah, aku melihat Rima sedang berdiri di depan apartemen memandang langit. Aku menghampiri Rima dan menanyakan apa yang sedang dilakukannya disana. "Rima, kamu kenapa berdiri di depan apartemen dengan pakaian tipis seperti itu?" "Ah, kak! Aku tadi mendengar suara aneh yang di dalam kepalaku!" "Suara? Apakah suara itu dari seorang wanita?" Ri
Beberapa hari telah berlalu sejak aku mendatangi Distrik Ueno. Aku pun sudah mengetahui beberapa spot yang tepat untuk bersantai sendirian maupun bersama keluarga. Benar! Seperti apa yang kau pikirkan. Salah satu spot yang terkenal adalah Taman Ueno. Taman Ueno memiliki keunikan sendiri, hal itu tidak terbantahkan ketika kau mengunjunginya di musim dingin seperti ini. Pohon-pohon pohon yang sudah tidak berbunga terlihat berkilauan karena salju yang menempel pada ranting-ranting pohon. Di tengah-tengah taman, sebuah kolam kecil terletak dengan airnya yang membeku membentuk lapisan tipis es. Burung-burung kecil terdengar bermain-main di atas permukaan air yang membeku, menciptakan jejak-jejak tipis di atasnya. Beberapa patung terpampang megah di sekitar kolam, memberikan nuansa sejarah yang kuat pada tempat tersebut. Aku mungkin termasuk salah satu wisatawan yang datang dari Shibuya, tapi aku menyarankanmu untuk datang di musim semi. Pohon-pohon sakura akan berbunga dengan indahnya, ti
Rima tidak bisa memberikan banyak respon karena pakaian yang dia gunakan sangat tidak cocok dikenakan di musim salju. Dengan cepat, dia berlari menuju ke ruang utama, dia duduk di depan sofa dan mengulurkan tangannya ke depan menghadap perapian yang hangat. Sementara Rima menikmati kehangatan di depan perapian, aku menuju ke dapur dan menyiapkan dua cangkir cokelat panas. Setelah itu, aku duduk di sebelah Rima, menyodorkan cangkir kepadanya.Rima tersenyum, mengucapkan terima kasih, "Umm. Terima kasih kak. Maaf merepotkan."Aku hanya tertawa kecil, lalu mengacak rambut Rima sembari berkata, "Memangnya sejak kapan dirimu tidak pernah merepotkanku?"Rima menjulurkan lidahnya dengan imut, lalu dia menikmati secangkir cokelat panas dengan penuh kesenangan. Suasana hangat dari perapian, aroma cokelat yang menggoda, dan kebersamaan kami di dalam apartemen membuatku merasa nyaman.Ya, ini seperti aku sedang berada di rumah sendiri di distrik Shinjuku. Meskipun aku baru beberapa hari berada d
Setahun yang lalu, pada pertengahan bulan musim semi, aku mengungkapkan perasaanku kepada seorang kakak kelas. Dia cantik, dengan mata hijau yang memikat, tinggi, berpostur ramping, dan proporsional. Nama gadis itu adalah Yukari Amai. Mungkin jika kau pernah mengunjungi Distrik Shinjuku, pasti kau familiar dengan sebuah toko manis yang selalu jadi tempat wisata bagi mereka yang datang berkunjung. Toko itu bernama Amai, dan Yukari Amai adalah cucu dari pemilik toko manis terkenal itu. Adikku sering mampir ke sana setelah pulang sekolah. Saat itu, aku menyatakan perasaanku tanpa memikirkan risiko penolakan. Sebenarnya, aku sudah memikirkan berbagai situasi ketika mengucapkan kalimat sakral seperti "Aku mencintaimu, maukah menjadi pacarku?" atau "Ayo mulai hidup bersama!" dan sejenisnya. Jika kau bertanya berapa simulasi yang telah kucoba, jawabannya tak terhitung. Mengapa? Sebagai seorang otaku maniak seperti aku, perasaan menyatakan cinta tentu sangat kompleks. Apakah pernah terpiki