Share

Hasil Sidak

Author: Lyra Vega
last update Last Updated: 2022-07-10 21:37:31

"Kalau yang ini menurut Om gimana?" Ini adalah taster kue lapis ketiga yang kubikin, menggunakan resep Ibuk.

"Sekarang lebih oke lah, hanya saja pilihan warnanya terlalu pucat." Om Bas kebagian jadi komentator.

"Ooh. Oke! Nanti Sisy perbaiki lagi."

Katanya, aku gak boleh marah kalau dikritik. Karena masukan dari banyak orang juga penting supaya kita bisa berbenah, apa aja yang kurang dari dagangan kita. Semua untuk kebaikan kita juga, biar ke depan lebih maju dan berkembang.

Sebelum ini, kalau gak kelembekan ya pasti kurang manis. Biar bukan chef, tapi lidah Om Bas lumayan bisa diandalkan atau bisa jadi patokan berhasil atau enggaknya kue bikinanku.

"Jangan hanya saya yang disuruh cobain. Kita juga butuh pendapat orang lain. Coba nanti bikin lagi terus dibagi-bagikan ke tetangga. Sebenarnya waktu paling tepat itu pas ada kegiatan lingkungan yang melibatkan seluruh warga. Nah, itu peluang bagus untuk testimoni atau promo pengenalan produk."

"Terus apa lagi?"

"Kalau pikiran sud
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ardiyansah Andi
aduk gemees nya sisy pengen deh kaya sisy .........
goodnovel comment avatar
Hasdi Nursi
ciee genitnya kambuh ni 0m basd. tv m0dga ad0nannya cepat jd Dede yg lucu n gumusin,,...
goodnovel comment avatar
Elda Basri
adonanya moga CPT reis de,,dan hasilnya kue yg bikin gemas dan lucu .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • DITOLAK OM-OM    Special Moment

    "Om apaan, sih! Lupa ini di mana?" Aku melepaskan rangkulan lelaki itu. Masa mau iya-iya di kantor? "Salah sendiri blusukan ke ruang rahasia segala, jangan salahkan saya kalau sampai lepas kendali." "Kalau ada orang masuk gimana? Nekat banget." "Gak bakalan ada yang berani masuk ganggu jam istirahat saya." Om Bas maju lagi, aku melipir nempel-nempel di dinding, jalan ke samping selangkah demi selangkah. Lelaki ini kenapa jadi agresif sekali? Apa aku dulu seperti itu, ya, waktu sering mancing-mancing Om Bas biar dia mau apa-apain aku? Hadeh, memalukan! Untung udah halal. "Ayolah!" Om Bas melihat jam tangan sekali lagi, mungkin memastikan waktu istirahat yang tersisa. "Nanti di rumah aja." "Sekarang pokoknya." "Nanti baju Om kusut, loh." "Enggak, kan gak perlu pakai baju." "Om!" Aku melotot tegas. Om Bas mengempaskan diri ke kasur sambil memegangi perutnya, menahan tawa. Sial! Jangan-jangan cuma prank. Udah deg-degan setengah mati. Kirain mau ngajakin bikin adonan dede bayi

    Last Updated : 2022-07-11
  • DITOLAK OM-OM    Saat-saat Bahagia

    "Udah taruh, kenapa dilihatin terus?" Aku geli-geli gemas dengan tingkah Om Bas. "Saya gak mimpi, kan?" Om Bas memperhatikan sekali lagi benda sebesar gagang sikat gigi anak-anak yang terbungkus plastik itu. Gak ada yang berubah, tetap menampakkan strip dua warna merah. "Kerasa, gak?" Aku mencium pipi lelaki yang tengah berbahagia itu. "Coba ulangi lagi!" "Om Bas modus." Biar gitu, aku tetap mengulanginya lagi. "Masyaa Allah, sungguh ini kado terindah dan luar biasa, Sayang. Sejak kapan kamu telat datang bulan, hem? Kenapa bisa lolos dari pantauan saya." Si calon ayah meletakkan kepala di pangkuanku dengan wajah menghadap perut. Dielusnya perut rataku lantas menghujaninya dengan kecupan lembut. Kemarin-kemarin Om Bas sibuk mengurus persiapan pembukaan outlet. Belum kerjaan menumpuk di kantornya sendiri. Sampai lupa kapan terakhir kali mencatat haid terakhirku. Atau saking sudah pasrah tiap kali aku telat mens langsung ditestpack. Namun, sejauh ini negatif terus. Sampailah pada

    Last Updated : 2022-07-11
  • DITOLAK OM-OM    Aroma Terapi

    "Ish, kan dokter udah bilang ... Om gak boleh ngintip dulu. Kalau dedek bayinya kesakitan gimana?" Bayangin doang kok jadi serem sendiri. "Gak bakalan kesakitan, Sayang." Om Bas malah ketawa gemes, andalannya pencet-pencet hidungku. Untung gak kempes dan tetep mancung. "Buktinya gak boleh, kan?" "Boleh, asal gak tiap hari. Asal tahu prosedur yang aman bagaimana. Dedek bayinya kan udah terlindungi kantong ketuban dan otot rahim yang kuat, jadi gak bakalan kesakitan." Tuh, kan! Padahal bukan Om Bas yang hamil, tapi dia lebih tahu segalanya. Kadang heran akutuh. Coba pinternya nular dikit gitu ke aku. Kalau gak bisa, seenggaknya nanti diwariskan ke bayi kami. "Pokoknya Sisy gak mau anuan dulu." "Sampai kapan?" "Tiga bulan." "Kamu becanda?" "Serius." Dulu aja aku sabar banget nungguin berbulan-bulan, ya sekarang rasain gimana gak enaknya dianggurin. Sebenarnya aku gak sekejam itu, kok. Serius, aku takut dedeknya kenapa-kenapa. "Om yang sabar, ya!" "Iya, iyaaa ..." Om Bas nga

    Last Updated : 2022-07-12
  • DITOLAK OM-OM    Cemburu

    "Pagi, Sayang!" Om Bas udah rapi pakai setelan kemeja biru dongker dan celana hitam panjang. "Pagi juga Om Sayang." Sambil menahan mual, aku tetap menyiapkan sarapan untuk lelaki pujaan hati. Kasihan nanti gak keurus kalau aku manjain rasa nano-nano di dalam perut ini. Lagipula menu sarapan Om Bas gak ribet. Untuk pagi hari menu favoritnya bukan tergolong makanan berat semacam nasi dan lauk pauk. Paling cuma sereal, sandwich atau roti-rotian. Hari ini kubikinkan pisang panggang tabur keju cokelat. "Masih mual-mual?" tanya Om Bas. "Hmmm." "Tetap paksain makan sesuatu, ya." "Iya, tadi Sisy udah minum susu, kok." "Harus konsumsi makanan lain juga, Sayang." "Iya, nanti diusahain." Sejak hamil, Om Bas lebih mirip mama-mama, cerewet banget. Bentar-bentar suruh makan melulu. Minum vitamin inilah, itulah. Kulkas udah mirip orang jualan, full sayuran, buah-buahan, juga daging-dagingan. Bukan aku yang belanja, tapi bapak rumah tangga yang lagi asyik bersantap sarapan di kursi seberang

    Last Updated : 2022-07-12
  • DITOLAK OM-OM    Cemburu part 2

    "Cepet banget move on dari aku, langsung pacaran sama Evan." Deri menghadang langkahku pas mau balik ke kelas habis dari perpustakaan. "Emangnya kenapa? Orang kita udah putus juga."Aneh, ada mantan cepet move on kok gak rela. Terus aku harus mewek guling-guling gitu, ogah! Cukup lebih dari lima tahun aku patah hati gara-gara ditolak cinta pertama. Cinta pertama yang sekarang gak tahu masih hidup apa enggak. Tiba-tiba ilang gitu aja, gak ada kabar. Mau tanya sama Om Jatmiko kok gengsi, nanti dikiranya Om Bas penting banget dalam hidupku. "Hebatnya dia apa?" Ini anak kenapa coba tanya-tanya melulu. Aneh, orang dia sendiri yang minta putus gara-gara aku gak mau dicium. "Masa gak tahu? Yang jelas dia lebih ganteng dari kamu." Aku gak bohong ini, bukannya mau banding-bandingin. Deri sendiri yang tanya apa hebatnya Evan. "Cuma menang tampang doang udah bikin kamu segitu bangga. Dia itu playboy tahu, gak?" "Enggak, kok. Orang pacarnya cuma Sisy di sekolah ini." Deri kaya gak terima da

    Last Updated : 2022-07-13
  • DITOLAK OM-OM    Makin Labil

    "Wajarlah, Sy, suamimu cemburu." Mbak Farah bilang wajar katanya. "Gak wajar ini, Mbak. Dulu Om Bas gak gini-gini amat." Aku beneran gak dibolehin ke outlet sementara waktu. Selama Evan masih sering main-main ke sana. "Dulu mungkin dia belum sadar kalau istrinya cantik dan sangat berharga. Apalagi sekarang sedang berbadan dua, pasti gak rela dicolek orang sedikit aja." Ah, masa iya segitu posesifnya? Beneran, sebelum ini cuek banget. Kalaupun cemburu gak bakalan sebar-bar ini. Om Bas dewasa, gak gampang terpancing emosi. Mau marah-marah juga dipikir dulu. Kenapa sekarang jadi dia yang kekanak-kanakan. "Maksudnya, Om Bas cinta banget sama aku gitu, Mbak?" "Bisa jadi." Apa iya begitu? Dulu terkesan biasa aja karena Om Bas belum cinta beneran sama aku. Tapi masa iya cinta bisa mengubah seseorang jadi super duper bucin. "Mbak Farah gak tahu, sih, waktu Om Bas sok-sokan nolak, pasif dan terkesan ogah-ogahan sama aku." Jadi ingat awal-awal kita dijodohin sampai akhirnya nikah. Cuma

    Last Updated : 2022-07-14
  • DITOLAK OM-OM    Kejutan Untuk Sisy

    "Seneng?" Om Bas mengecup keningku, sedang tangan ini menyatu memeluk pinggangnya. "Banget." Setelah lampu merah berubah jadi hijau, aku melepaskan pelukan dan membiarkan lelaki itu fokus pada jalanan di depannya. "Alhamdulillah." Gimana gak seneng, jarang-jarang Om Bas punya waktu libur lumayan panjang yakni tiga hari. Jum'at ini bertepatan dengan tanggal merah, jadi pagi-pagi sekali kita langsung cus ke Malang. Jalan-jalan ke Batu pokoknya harus terealisasi. Mau panas kek, hujan kek pokoknya harus jadi. Dalam setahun, paling cuma Lebaran aja bisa leluasa berlibur. Selain cuti bersama, bisa ditambah dengan cuti tahunan. Di luar itu jangan harap bisa santai begini. Om Bas hanya punya waktu luang hari Minggu. Kalau bangunnya jam dua belas siang, cuma bisa jalan-jalan setengah hari aja. Paling banter makan di kafe, nonton atau nge-mal di kitaran Surabaya. Itu-itu aja pokoknya. "Kenapa Mama sama Papa gak barengan di mobil kita aja?" Mertuaku juga turut serta, tetapi menaiki mobil ya

    Last Updated : 2022-07-15
  • DITOLAK OM-OM    Bulan Madu yang Tertunda

    "Lemes amat, masih capek gara-gara acara dadakan kemarin?" tanyaku, yang ditanyai melipat sajadah usai menjalankan ibadah dua rakaat. "Enggak." Singkat amat jawabannya, aku pun segera melepas mukena dan melipatnya. Lantas baring-baring lagi di kasur. "Kalau masih capek tidur aja lagi, nanti ke Batunya agak siangan aja." Bohong kalau gak capek. Habis menyetir dua jam dari Surabaya langsung lanjut ke acara dadakan reka ulang ijab kabul. Sorenya lanjut ke sesi foto pasca wedding, sampai di rumah Bapak pukul delapan malam. Itu pun gak langsung tidur, tapi dipakai buat ngobrol-ngobrol dulu. Entah merem di jam berapa, tahu-tahu adzan Subuh berkumandang. "Saya gak papa." "Bohong, ah." Aku memeluk pinggangnya yang tengah duduk di tepi kasur. "Enggak." "Om Bas gak senyum berarti ada apa-apanya." Biasanya begitu bangun tidur langsung senyum sambil kecup kening. Hari ini aku gak dapat itu. Tuh, kan! Dia mengembuskan napas, berarti gak salah tebakanku. "Yah, sedikit kecewa saja dedek b

    Last Updated : 2022-07-16

Latest chapter

  • DITOLAK OM-OM    Bab 62

    "Mama sama Papa pulang, ya! Kalau Evan macem-macem bilang sama Mama." Ibu mertua memelukku penuh sayang. "Iya, Ma." "Jaga istrimu baik-baik! Sekarang kamu sudah jadi suami, tanggung jawabmu makin besar, jangan petakilan dan main-main gak jelas lagi." Tetap Evan yang diwanti-wanti, dikasih wejangan dengan nada penuh ancaman baik dari sang Mama maupun Papa. "Siap, Komandan!" Masih saja cengengesan di saat yang lain tenggelam dalam haru. "Pak, Bu, kami pamit pulang. Jangan segan-segan menegur anak kami jika dia salah langkah dan arah. Bimbing dia supaya bisa menjadi suami dan calon ayah yang baik." Kedua mertuaku menyalami sang besan. "Insya Allah, Pak, Bu. Terima kasih telah menyempatkan diri mampir ke sini," ucap Papa mewakili keluargaku. "Cici, kamu gak tinggal di Surabaya aja?" Gadis yang sekarang resmi jadi adik ipar masih menggelendot manja di lenganku, lebih manja ke aku daripada kakak kandungnya sendiri. Kami hanya beberapa kali bertemu sebelum acara pernikahan. Namun, akt

  • DITOLAK OM-OM    Bab 61

    Pagiku kini berbeda, biasanya akan terbangun dengan bunyi alarm, atau memang otakku telah tersetting sedemikian rupa oleh kebiasaan sehingga tanpa adanya alarm pun aku pasti terbangun di jam yang sama. Gak peduli tidur larut atau enggak, tetap gak ada pengaruhnya. Aku gak langsung berolahraga atau gegas mandi, tapi hari ini aku seperti mendapatkan dispensasi atas apa yang terjadi semalam. Masih ingin bermalas-malasan dengannya, memanfaatkan cuti yang gak seberapa lama dengan bercengkerama. Evan masih terpejam, mendengkur halus dengan napas teratur. Tanganku terulur menjangkau wajah tampan itu kemudian mengusapnya perlahan. Semalam pasti melelahkan untuk kami, terutama untuknya. Gejolak muda telah terlampiaskan dengan begitu indah bermandikan peluh. Kelopak mata yang tersentuh oleh tanganku mengerjap. Lengkungan di kedua sudut bibirnya begitu hangat hingga merasuk ke dada ini. "Dicium juga boleh," ujar lelaki yang telah memiliki jiwa dan ragaku seutuhnya. Aku tersadar jika jemarik

  • DITOLAK OM-OM    Bab 60

    "Gimana? Sudah sesuai dengan ekspektasi kamu?" Evan menemaniku melihat-lihat interior ruko hasil rancangannya setelah diisi lengkap dengan furniture. Proses finishing mundur satu bulan dari target karena beberapa kendala. Di lantai dua, aku memindai tiap sudut ruangan yang sebagian kecil adalah request-ku sendiri termasuk pemilihan cat dan wallpaper dinding kamar. "Oke, aku suka, kok." Puas menjelajah tiap sudut lantai dua, lanjut ke lantai tiga yang sengaja dikhususkan untuk bersantai. Ada kolam renang kecil, tempat gym dan juga taman minimalis yang difungsikan sebagai area hijau roof top. "This is you're dream, right?" Lelaki berstatus calon suami itu merentangkan tangan seperti mempersembahkan sebuah pertunjukan. "Hmmm." Aku menepi ke tembok pembatas setinggi dada orang dewasa, berdiri menghadap langit barat Surabaya. Sekarang benar-benar terwujud bersamaan dengan view keemasan kala senja. Juga dengan dia--pria tampan yang nantinya akan jadi sandaran kepalaku ketika sama-sa

  • DITOLAK OM-OM    Bab 59

    "Sudah, Mbak. Aku gak mau denger lagi pertanyaan yang selalu kamu ulang-ulang. Kamu yakin, gak? Kamu benar-benar yakin? Aku bosen, sumpah. Ini terakhir kalinya aku menjawab kalau aku sangat-sangat yakin ingin menikahimu ... segera. Paham!" Aku gak bisa lari ketika Evan mengunciku dengan tatapan tegasnya. Celah mana yang ingin kamu jadikan alasan, Erin? Kurang keras kah usahanya mencairkan bekunya rasamu? Bukti apa lagi yang kamu inginkan agar dia bisa leluasa memasuki singgasana hatimu kemudian mengizinkannya menetap di sana? "Kenapa harus segera, Van? Kaya married by accident aja." "Akan terjadi accident beneran kalau kamu sengaja mengulur-ulur waktu." Evan mencondongkan wajah, aku mundur hingga punggungku terdesak ke pintu mobil. Teringat ciuman spontan waktu di Malang, refleks kudorong dadanya hingga kepala pemuda itu terantuk jendela kaca samping pengemudi. Aku puas dia meringis dan mengelus-elus belakang kepala. "Masih berani ngancam?" "Ngeri kamu, Mbak. Mau dikasih enak ma

  • DITOLAK OM-OM    Bab 58

    "Mbak suka yang mana?" tanya Evan. Ada puluhan model cincin tunangan yang berjajar di kaca etalase toko perhiasan bernama Sofia's Jewelry. Bocah gemblung itu memang anti basa-basi. Jika memiliki keinginan tertentu pokoknya harus terlaksana segera. "Bahkan kamu belum bilang apa-apa sama Papa, Van. Apa ini gak lucu?" Gak tahu apa yang ada di kepala bocah ini. Bagiku semuanya serba instan, pertemuan kami, ketertarikan Evan, caranya mendekatiku hingga luluh. Lalu sekarang tahu-tahu sudah mengajak berburu cincin tunangan. "Aku yakin papamu pasti setuju, Mbak. Nanti begitu sampai Surabaya, aku pasti langsung ngobrolin ini sama keluarga besar Mbak." "Van--""Udah, jangan kebanyakan mikir. Buruan pilih yang mana." "Terserah kamu aja, Van." Ada model emas polosan, berhias permata, batu safir dan masih banyak model lainnya. "Enggak bisa, pokoknya harus pilih sendiri and follow your heart. Aku gak suka kata 'terserah'. Takut ngedumel di belakang." "Serius, Van. Pilih aja sesuai feeling d

  • DITOLAK OM-OM    Bab 57

    "Coba ulangi, Mbak!" Evan memiringkan kepala, sengaja mendekatkan telinganya ke bibirku. Ngelunjak memang. "Iya, Van, iya. Puas?" Gak peduli Cici akan terbangun atau enggak. Aku berteriak dan mungkin gendang telinga Evan pecah kali ini. Dia menggosok-gosok daun telinganya dan ngedumel gak jelas. Rasakan! Siapa suruh iseng. Namun itu gak berlangsung lama, aku menyaksikan sebuah selebrasi menggelikan setelahnya. Laki-laki yang baru saja kuterima cintanya melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. Berkali-kali mengucap yes-yes. "Tapi aku belum puas kalau belum sah, Mbak," ucapnya, di sela mengatur napas yang ngos-ngosan sehabis jejingkrakan. "Tapi awas ya, kalau sampai kamu sebarluaskan berita ini. Termasuk ke Vanya. Dan jangan sekali-kali posting status apapun di sosmed tentang ini." "Kenapa?" "Kamu udah tahu jawabannya." Pancaran tegas dan kadang meneduhkan itu sedikit meredup. Kedua tangannya mencengkeram besi pembatas balkon. Bukannya aku gak mau mengakuinya, tapi aku takut j

  • DITOLAK OM-OM    Bab 56

    "Santai aja, Mbak. Gak usah tegang." Evan menutup pintu mobilnya, lalu menarik tanganku ke sebuah bangunan modern klasik berlantai dua. "Kamu yang santai, Van. Aku enggak bakalan ilang." Kulepas genggamannya yang hangat, seketika detak jantungku kembali normal. Dia gak tahu irama menyebalkan itu cukup mengganggu. "Evan!" seru seseorang, setelah daun pintu ditarik ke dalam. Wanita berambut keriting sebahu memeluk erat pemuda itu. Erat sekali seperti seakan semua rindu tumpah di sana. Seolah dia pernah bepergian ke suatu tempat, lalu kembali setelah bertahun-tahun. "Kangen banget ya, Ma?" Evan lebih erat membalas. "Iyalah. Biasanya seminggu sekali pulang, ini enggak. Mentang-mentang sudah nemu--" "Oh, ya, Ma. Kenalin, ini wanita cantik yang pernah Evan ceritain ke Mama." Pelukan terurai dan dengan lancangnya tangan Evan merangkul leherku. Cerita apa saja dia ke ibunya? "Oh, jadi kamu yang namanya Erin? Cantik sekali. Real pict seperti di foto-foto yang sering dikirim Evan." "I

  • DITOLAK OM-OM    Bab 55

    "Semudah itu papa kasih izin Evan?" Terpaksa aku prepare juga pagi ini. Aku kalah telak dengan pendukung cowok cute itu. Papa, Mama dan Vanya bersekongkol meluluhkanku dengan sejuta cara. "Dia meminta izin dan bicara baik-baik sama papa. Papa cuma bisa kasih semangat, sekalian ingin melihat bagaimana cara dia berjuang mendapatkan cinta Erin yang kerasa kepala. Berani juga anak itu." Lelaki itu duduk di tepi ranjang, menungguku bersiap-siap karena sebentar lagi Evan menjemput. "Sekarang papa pasrah, ya?" Aku tertawa kecil menggodanya, mengingat pria-pria rekomendasi papa yang pernah kutolak sebelum ini. Dari kesemua lelaki tersebut, aku tahu papa sudah menyelidiki dulu latar belakang masing-masing. Gak mungkin asal walaupun bisa dikatakan aku begitu terlambat menemukan pasangan. "Bukan pasrah, tapi ingin mengikuti apa yang terbaik menurut kamu karena yang akan menjalani adalah kamu. Soal Evan ... menurut papa, dia memiliki daya tarik kuat. Bisa kamu lihat dari niat baiknya, keber

  • DITOLAK OM-OM    Bab 54

    Aku tertawa, tepatnya menertawakan diri sendiri. Menyedihkan, bukan! Bahkan sekarang aku sedang dihibur oleh lelaki muda dengan gombalannya. Gombalan yang sering kulihat di acara komedi talk show atau cuplikan video singkat di sosmed. Evan berhasil, melebur sakitku, kecewaku juga sedihku dengan caranya meski di balik semua itu batinku meronta-ronta. "Ada yang lucu, Mbak?" Pertanyaan yang membuatku menghentikan tawa ini. Bukankah dia pencipta mood booster itu? Lawakan khas anak muda ketika iseng merayu wanita-wanita di sekitarnya. Kenapa dia malah datar saja? "Maaf, Van. Aku terbawa suasana dan gak bisa nahan tawa." "Jadi, Mbak pikir aku sedang becanda?" "Loh, terus?" Apa ini sebuah kode tertentu, kode lelaki terhadap perempuan yang memiliki kepekaan tinggi. Masa depan Mbak sudah ada di sini katanya. Apa itu artinya dia sudah berani melangkah lebih jauh? "Mungkin terlalu cepat dan begitu konyol di mata Mbak. Tapi jujur, apa yang sedang kurasakan ini gak salah. Serius!" Pramusaj

DMCA.com Protection Status