"Bu, akhirnya kita berhasil membuat Mas Aksa menikahi Mbak Selena. Sebentar lagi kita bisa menyingkirkan Mbak Aira dari rumah ini."
Aku yang baru saja pulang dari pasar seketika menghentikan langkah tepat di depan kamar adik iparku. Bukan inginku menguping pembicaraan mereka, jika saja Ratu tidak menyebut namaku mungkin aku tidak akan sekepo ini. Aku akan menulikan pendengaran dan bersikap bodoh amat walau ibu mertua dan adik ipar selalu menghinaku.Bagiku, yang penting Mas Aksa mencintaiku, aku akan tetap bertahan di rumah ini walau mereka menganggapku hanya babu mereka.Aira Danendra namaku, orang tuaku sudah meninggal sejak aku berusia 17 tahun dalam sebuah kecelakaan. Sebenarnya, mereka mewarisiku sebuah rumah mewah dan usaha rumah makan yang sudah terkenal namanya.Aku dan Mas Aksa bertemu saat aku sedang melayani pembeli di rumah makan peninggalan orang tuaku. Meski mempunyai banyak karyawan aku tetap turun tangan melayani pesanan pelanggan.Mas Aksa tidak tahu kalau aku pemilik rumah makan yang biasa suamiku dan teman-temannya berkumpul, dia mengira aku hanya pelayan di sana. Awalnya, aku ingin memberitahu Mas Aksa dan keluarganya, sebenarnya aku pemilik rumah makan terkenal dengan ayam bakar madunya. Namun, aku urungkan melihat ibu mertua dan adik iparku tidak suka denganku."Kamu benar, Ratu. Ibu juga sudah muak dengan Aira, dia miskin mending juga Selena, orang tuanya kaya pemilik peternakan ayam dan juga punya usaha ayam potong." Terdengar suara ibu dan Ratu tertawa bahagia."Oia, Bu. Tadi Mas Aksa telepon, hari ini akan membawa Selena tinggal di rumah ini."Apa jadi Mas Aksa sudah menikah lagi? Aku memegang dada seakan tertusuk ribuan jarum. Sebenarnya, sudah 3 bulan Mas Aksa berubah semenjak ibu mengenalkan gadis cantik berpakaian seksi itu. Hanya saja, aku tidak menyangka Mas Aksa sudah menikahi Selena. Kupikir dia akan selalu setia denganku, nyatanya dia mengkhianati cintaku.Bodoh, aku memang bodoh. Karena cinta dan ingin memiliki keluarga utuh, aku rela menggadaikan harga diri, diinjak, dihina, bahkan dijadikan babu oleh ibu mertua dan juga iparku.Cepat kuseret kaki ini meninggalkan kamar Ratu menuju dapur. Aku mengadah kepala keatas menghalau air mata agar tidak tumpah. Aku tidak boleh menangis untuk seorang pengkhianat.Cukup sudah pengorbananku berbakti menjadi seorang istri yang baik. Aku harus menunjukkan ke mereka aku bukan Aira yang lemah. Selama menikah sengaja aku menyuruh sahabatku yang menghandle rumah makanku, hanya sesekali aku mengunjungi usaha milik orang tuaku.Sejak ibu menjodohkan Mas Aksa dengan Selena, aku sudah menyiapkan hati ini untuk tidak terluka. Namun, tetap saja rasanya begitu sakit.Dulu, sikap Mas Aksa sangat lembut walau sedikit pelit, tapi semenjak mengenal Selena sikapnya berubah dingin dan sering memarahiku tanpa sebab.Kubuka belanjaanku lalu mengambil ayam yang sudah aku beli. Hari ini, aku akan membuat masakan spesial untuk keluarga penghianat untuk terakhir kali. Sengaja aku akan memasak ayam bakar madu makanan kesukaan Mas Aksa, agar saat aku pergi dia akan selalu mengingatku dengan penyesalan."Eum ... baunya wangi sekali." Adik ipar lacknat menghampiri meja makan sambil mencoel ayam bakar madu yang sudah aku buat. Aku hanya meliriknya sekilas sambil mengulek sambal spesial yang pasti pedesnya akan membuat mereka sekarat."Nah, gitu dong, Mbak! Setiap hari kek, masak enak kaya gini. Bosen tau masaknya sayur, tempe, telor terus," lanjutnya dengan mulut penuh ayam.Aku hanya bisa mendengkus kesal, memangnya makan enak tiap hari tidak pakai uang. Kakaknya saja hanya memberiku uang tidak lebih dari 1 juta itu pun untuk kebutuhan seisi rumah. Pernah aku mengeluh meminta tambahan ke Mas Aksa, tetapi ibu selalu ikut campur dengan gaji suamiku."Ratu, kamu sedang makan apa?" tanya ibu mertua yang baru saja keluar dari dalam kamar."Ini, Bu, Mbak Aira masak enak," sahut Ratu."Wah, sepertinya kakak ipar kamu tahu akan ada tamu istimewa hari ini," balas ibu menghampiri putrinya."Kayanya, Bu. Jadi, kita tidak usah pesen makanan di rumah makan ayam bakar madu, bisa ngirit. Apa lagi Mbak Aira dulu mantan karyawan di sana dan pasti rasa ayamnya sama enaknya, Bu.""Masa sih?" Ibu mencomot ayam bakar madu lalu memakannya dengan rakus. "Benar enak," ucap ibu sama seperti anaknya, makan sambil bicara dengan mulut penuh makanan dan cukup menjijikan.Sebenarnya, bisa saja aku memasak ayam bakar madu setiap hari, andai Mas Aksa memberikanku jatah lebih. Aku tidak mau uangku untuk kebutuhan mereka. Setahun berumah tangga hanya sakit hati yang aku rasa. Beruntung belum ada benih di rahim ini, aku tidak mau anakku nanti menderita memiliki keluarga seperti mereka.Selesai, aku menaruh sambel setan di atas meja. Kemudian meninggalkan mereka masuk ke dalam kamar. Aku akan memberikan kejutan untuk suamiku tercinta. Sudah satu jam aku menunggu pasangan penghianat di dalam kamar.Suara ibu dan Ratu terdengar di luar, pasti Mas Aksa dengan Selena sudah datang. Sebelum keluar aku mematutkan diri di cermin. Aku sengaja memakai baju bermerk yang aku punya sebelum menikah dengan Mas Aksa dan tak lupa aku memoles wajah ini dengan make up flawless. Semua kulakukan agar terlihat sempurna.Biasanya aku hanya memakai daster bila di rumah. Kali ini, aku akan membuat Mas Aksa menyesal sudah menghianatiku. Suara tawa mereka menggema di ruang tamu. Sebelum keluar kamar, kutarik napas lalu mengeluarkannya perlahan.'Ai, kamu harus tenang jangan emosi menghadapi mereka,' batinku.Ceklek!Aku membuka pintu kamar dan benar saja mata mereka terbelalak menatapku. Selena yang sedang bergelayut manja di lengan suamiku di dorong kasar Mas Aksa."Aaaw," pekik gadis bermake up tebal itu."Ai sayang, kamu cantik sekali." Mas Aksa berdiri lalu mendekatiku, tatapan matanya memancarkan kekaguman."Mas Aksa!" teriak Selena. Gadis itu menghentakkan kakinya kesal."Masa sih, Mas," balasku tersipu malu. Sengaja akan aku buat pelakor itu kepanasan karena suaminya memuji istri tuanya. Siapa suruh mau jadi istri kedua."Iya, Sayang. Sumpah kamu cantik sekali," pujinya masih terus menatap wajah ini."Aksa, kamu itu apa-apaan," bentak ibu seraya menarik lengan suamiku agar menjauh dariku."Iya, Mas Aksa itu gimana, sih. Biar pun Mbak Aira berubah cantik tetap saja dia gadis miskin tidak selevel dengan Mbak Selena," ejek Ratu.Selena tidak tinggal diam, dia menarik tangan Mas Aksa. "Mas, kamu bilang istri kamu itu jelek, dekil, bau. Lalu apa ini?" protes Selena.Mas Aksa terkesiap, mungkin dia baru sadar istri yang dia bilang dekil, jelek, bau bisa berubah cantik."Sudah, jangan bertengkar. Mas, aku sudah masak spesial untuk kamu dan Selena. Sebaiknya, kita makan dulu," tawarku.Aku meninggalkan mereka, sengaja berjalan dengan anggun menuju meja makan. Terdengar umpatan, ejekkan dari Ibu, Ratu dan juga Selena.Mas Aksa mengikutiku, dia duduk disampingku."Mas, aku masak spesial untuk kamu. Mungkin untuk terakhir kalinya," ucapku berpura-pura sedih.Wajah Mas Aska berubah kaget. "Ai, kamu jangan bicara sembarangan. Kamu tidak akan pergi dari rumah ini!" bentaknya emosi."Mas Aska, kamu itu gimana, sih? Bukannya bagus kalau Mbak Aira pergi dari rumah ini? Kamu bilang akan menceraikannya, 'kan!" seru Selena dengan wajah memerah.Aku kembali berpura-pura kaget. "Apa itu benar, Mas?" tanyaku dengan mata berkaca-kaca."Semuanya bohong, Ai. Aku masih mencintai kamu, sampai kapanpun kamu akan selalu menjadi istriku."Hueek! Rasanya ingin muntah mendengar rayuan gombal Mas Aksa. Dulu, mungkin bahagia mendengarnya mengatakan mencintaiku, tapi sekarang aku benar-benar sudah muak."Mas Aksa, jahat," teriak Selena histeris."Selena, kamu tenang dulu. Aksa hanya bercanda, mana mungkin dia mencintai gadis miskin itu," bujuk ibu seraya merengkuh bahu menantu barunya."Mas, sana kamu tenangkan Selena. Lebih baik kita makan dulu, nanti baru kita bicara lagi. Aku butuh penjelasan dari kamu," ucapku berusaha setenang mungkin.Akhirnya dengan raut terpaksa Mas Aksa membujuk Selena, aku tidak mau rencanaku gagal. Mereka harus makan sambel spesialku. Ibu dan Ratu menatapku sinis, walau begitu aku sudah tidak perduli atau takut dengan mereka. Toh, sebentar lagi aku akan angkat kaki dari rumah ini. Namun, sebelum itu aku akan buat mereka kesakitan, sama seperti rasa sakit yang aku alami."Ai, ambilkan nasinya!" Mas Aksa menyodorkan piring kosong kearahku."Mas, sini biar aku yang melayani kamu." Selena menarik lengan suamiku, kemudian mengambil piring kosong dari tangan Mas Aksa.Aku hanya mengangkat bahu tidak perduli, kuambil nasi ke dalam piringku. Begitu pun ibu dan Ratu sudah makan dengan lahap, padahal sebelum Mas Aksa dan Selena datang mereka sudah makan hanya saja sambalnya saat itu belum selesai aku buat.Sesekali Mas Aksa melirik kearahku. Aku tersenyum puas melihat Selena mengambil sambal sangat banyak. Mungkin karena dalam keadaan emosi dia tidak sadar sudah mengambil sambal hampir setengahnya."Mas, di makan dulu. Jangan liatin aku terus nanti Selena marah sama kamu!" ucapku berbisik."Iya, Ai. Mas hanya kangen sama kamu," balasnya.Wajah Selena memerah. "Aaaw, pedes sekali," pekik Selena. Gadis itu mengambil air putih lalu meneguknya sampai tandas, keringat sudah membanjiri pelipisnya."Enak banget sambalnya," sahut Ratu. Ibu dan Ratu sama-sama pecinta pedas, mereka begitu santai memakan sambal setan yang aku buat."Mbak Aira, kamu sengaja, ya, mau bikin kami masuk rumah sakit!" tuduh Selena seraya mengelap wajahnya yang sudah basah oleh keringat. Bibirnya sudah dower karena kepedesan.Kulirik Mas Aksa terlihat wajahnya seperti udang rebus. Aku yakin dia sedang menahan pedas namun gengsi mengatakan dia tidak kuat dengan rasa pedasnya."Kamu jangan asal menuduh! Kalau aku ingin membuat kalian masuk rumah sakit lihat ibu dan Ratu biasa saja makan sambal yang aku buat," elakku."Kamu itu apa-apa, Selena. Seharusnya kamu berterima kasih dengan Aira karena sudah masak untuk makan siang kita," bentak Mas Aksa.Selena memanyunkan bibirnya. "Mas Aksa sekarang sudah berubah!" Gadis itu berdiri lalu mendorong kursi dengan kasar.Ibu dan Ratu yang sejak tadi asik makan menghentikan aktifitasnya. "Selena tunggu!" panggil ibu melihat menantu kesayangannya pergi."Ini semua gara-gara Mbak Aira." Ratu juga mengikuti ibu mengejar si ulet keket."Ai, Mas minta maaf karena diam-diam sudah menikah lagi, Mas menyesal. Mas janji akan berbuat adil sama kamu dan juga Selena." Mas Aksa meraih jemari ini, lalu menciumnya dengan lembut. Entah, sudah berapa lama Mas Aksa tidak seromantis ini.Adil, apa dia pikir selama ini dia sudah adil denganku dan juga ibunya? Apalagi sekarang bertambah kehadiran Selena?"Maaf, Mas! Lebih baik aku sendiri dari pada harus berbagi suami," jawabku tegas. Aku menarik tangan ini, terlihat wajah Mas Aksa berubah sendu."Aku tidak akan menceraikan kamu, Ai. Aku janji kamu prioritasku, walau sudah ada Selena," tegasnya.Aku tersenyum kecut. Setelah aku berubah cantik, Mas Aksa baru menyadari aku adalah istrinya. Sebelumnya, mana pernah dia menganggapku istrinya hanya bulan pertama dia memperlakukanku seperti ratu, setelahnya dia berubah ketika ibunya ikut campur rumah tangga anaknya."Mas Aksa!" jerit Selena. Aku menutup telingaku mendengar suara cempreng ulet keket. Belum sehari rumah seperti layaknya di hutan.Aku mendorong piring masih setengah isinya, rasa lapar seketika hilang."Selena, bisa tidak, kamu tidak teriak-teriak!" bentak Mas Aksa."Aksa, kamu juga ngapain memegang tangan Aira?""Ibu, Aira juga istri Aksa. Tidak ada larangan Aksa menyentuh istri sendiri," balas Aksa emosi.Ibu membuang pandangan kearah lain mendengar bantahan putra kesayangannya. Aku cukup puas, Mas Aksa sudah sedikit melawan ibunya. Bukan, aku ingin suamiku durhaka dengan wanita yang melahirkannya. Hanya saja, aku ingin ibu tidak terlalu ikut campur dengan urusan rumah tangga anaknya."Mas, sebaiknya kita bicarakan ini dengan kepala dingin." Aku masih harus berpura-pura menjadi wanita baik untuk meraih simpati Mas Aksa.Mas Aksa menatapku, lalu dia merengkuh bahuku. "Terima kasih, Ai. Kamu benar-benar istri sholeha," bisik Mas Aksa lembut.Selena menghentakkan kakinya, dadanya membusung dengan napas memburu. Aku yakin dia sedang cemburu melihatku dengan Mas Aksa. Aku meraih lengan suamiku meninggalkan meja makan.Ibu menarik menantu kesayangannya menuju ruang tamu. Aku dan Mas Aksa duduk bersisian, jemari kami masih saling bertautan. Selena menatap kami penuh kebencian."Aksa, sekarang kamu talak Aira!" titah Ibu dengan nada tinggi dan cukup lantang.Aku hanya menunduk berpura-pura sedih. Mas Aksa meremas jemari ini, seakan memberi kekuatan untuk melawan ibunya."Benar kata, Ibu. Aku lebih memilih Mbak Selena menjadi kakak iparku," sahut Ratu."Cepat Mas talak Aira!" Pinta Selena yang semakin mendesak Mas Aksa."Cukup, aku tidak akan menceraikan Aira!" jawab Mas Aksa tegas.Aku mengangkat wajah, kutarik sudut bibir. Kuberikan senyum menyerigai kearah Selena. Gadis itu terkejut melebarkan pupil matanya. Ini baru permulaan, tunggu kejutan berikutnya.Geram. Selena tampak menahan kesal, peluh sebiji jagung telah membasahi wajahnya yang kian memucat. Bruut! Sontak, kami saling memandang satu sama lain. Selena meringis seraya meremas perut rampingnya. "Eeeum, Mbak Selena jorok banget, sih," celetuk Ratu sambil menutup hidungnya. "Maaf, aku sakit perut," ringis Selena. "Kalau sakit perut kenapa tidak ke toilet," sahut Ratu ketus. Aku, Ibu, dan juga Mas Aksa melakukan hal yang sama menutup cuping hidung bersamaan. Bau busuk menguar hampir memenuhi ruangan, rasanya ingin muntah. Selena berlari sambil memegang bagian tubuh belakangnya. "Dasar nggak punya adab, ada orang tua membuang gas berancun sembarangan," ceplos ibu sambil mengipas-ngipas dengan telapak tangan ke arah wajahnya. Aku tersenyum puas, menantu baru ibu yang dibanggakan ternyata tidak punya adab. Kulirik Mas Aksa disamping mulai gelisah, bulu-bulu tangan mulai berdiri. "Kamu kenapa, Mas?" tanyaku bingung. "Perutku sakit, Ai. Aku ke kamar dulu, ya." Mas Aksa bangk
Suara pintu dibanting terdengar dari kamar Selena, tak lama Mas Aksa keluar hanya memakai celana kolor tanpa memakai baju. "Selena," teriaknya. Aku meninggalkan dapur menghampiri Mas Aksa. "Mas, kamu itu kenapa masih pagi teriak-teriak?" tanyaku bingung. Suamiku mengusap wajahnya kasar, rahang kokohnya mengeras menandakan Mas Aksa sedang dalam keadaan benar-benar marah. "Ini sudah siang, Selena tidak membangunkanku," ujarnya. "Aksa, kamu itu kenapa teriak-teriak berisik, tau!" protes ibu berdiri diambang pintu dengan rambut acak-acakkan. "Selena tidak membangunkanku, sekarang sudah setengah 7 kalau aku telat gimana, Bu? Ibu, sih, menyuruh aku tidur dengan Selena. Kalau gajiku dipotong karena telat apa ibu mau jatah ibu dikurangi!" ungkap Mas Aksa begitu kesal. Memangnya enak beristri dua, pusing sendiri kan. Gaji Mas Aksa sebenarnya tidak terlalu besar, dia hanya karyawan biasa di sebuah perusahaan jasa. Gaya hidup ibu mertua dan adik iparku selalu mewah. Menurut cerita Mas Ak
Aku berusaha mengingat mirip dengan siapa suara anak Pak Raja? Tiba-tiba wajah adik madu berkelebat di memori. Ya, suaranya mirip Selena.Ya, aku ingat sekarang. Obrolan Selena dengan seseorang di telepon tadi pagi, peternakan orang tuanya kebakaran. Apa mungkin Selena anak Pak Raja, jika diruntun dengan kejadian kebakaran peternakan milik keluarga Selena sama persis dengan musibah yang dialami Pak Raja."Maaf, Mbak. Saya hanya bisa memberi tenggang waktu 2 minggu untuk pengembalian uangnya," sahutku tegas."Sombong banget, sih, baru jadi orang kaya segitu saja belagu. Resto kamu ramai, berkat ayam potong dari kami yang kualitasnya bagus," ujar wanita disebrang telepon terdengar tidak terima.Tidak salah, itu memang suara Selena. Wanita itu ternyata anak Pak Raja. Tunggu, tadi pagi Selena bilang ke Mas Aksa dan ibu kalau orang tuanya ditipu karena ada pelanggan ayam potongnya belum membayar barang yang dikirim dari Raja ayam potong. Jadi, Selena berbohong ke mereka meminta uang untuk
Tepat pukul 7 malam menu habis hanya ada beberapa menu yang masih tersedia. Aku memilih menutup resto lebih awal melihat semua karyawan nampak kelelahan. Biasanya resto tutup jam 10 malam."Nad, kita tutup resto lebih cepat saja. Bahan mentah sebagian habis," ucapku ke Nadia."Kamu benar, Ai. Bahan-bahan nanti malam dikirim," jawab Nadia."Nggak nyangka resto makin rame, Nad. Berkat kamu yang mengelolanya," pujiku."Hari ini ramai sekali karena pemilik resto kembali lagi, Ai. Sebenarnya kedatangan kamu membawa hoki, Ai. Kayanya bakal ada yang buka cabang resto lagi, nih," sindir Nadia."Aamiin, semoga saja aku bisa membuka cabang lagi, ya, Nad."Aku, Nadia dan Karyawan lain sudah menutup resto. Karyawan telah bersiap-siap untuk pulang, sebelum mereka pergi tidak lupa aku memberikan bonus ke mereka lima lembar uang berwarna merah. Seketika wajah semua karyawan berubah sumringah."Terima kasih, Mbak Aira. Semoga saja rejeki Mbak Aira selalu lancar dan resto semakin ramai," ucap Laras."
"Apa?" seru ibu mertua nampak shock seraya memegang dadanya yang mungkin terasa sesak setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Mulai sekarang aku tidak peduli walau dianggap menantu durhaka, tidak punya sopan santun terhadap orang tua. Jika sudah menyangkut resto sampai kapanpun aku tidak akan tinggal diam. Orang tuaku mendirikan resto dengan susah payah lalu dengan gampangnya Selena memfitnah resto."Ai, stop," bentak Aksa. "Ibu tidak apa-apa?" tanya Mas Aksa panik."Diam kamu, Mas. Aku disini hanya membela resto tempatku bekerja. Dan, ibu tolong sampaikan ke menantu kesayangannya, jika dalam waktu 2 minggu tidak ada pengembalian uang resto, bersiap-siaplah resto akan menuntut Selena," ancamku sengit. Hilang sudah rasa hormatku terhadap ibu yang sudah melahirkan suamiku."Aksa, lihat istri kamu sudah durhaka dengan ibu. Apa kamu mau mempertahankannya," lirihnya sedih. Ibu terlihat berpura-pura lemah untuk menarik simpati putra kesayangannya.Mas Aksa meremas rambut dengan kedua tang
Aku benar-benar kecewa mendengar pengakuan Mas Aksa, dia dengan mudah mengeluarkan uang banyak agar bisa dilayani Selena. Sedangkan, aku istri sahnya harus sengsara dengan uang bulanan yang kurang. Ibu mertua bahkan menganggapku menantu boros tidak bisa mengelola gaji suami.Aku tidak pernah membantah apapun yang Mas Aksa minta, dan selalu menurut. Ya Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan dengan pria tidak punya hati. Kuhentakkan tangannya dengan kasar. "Lepas!" teriakku. "Lebih baik kamu talak aku sekarang, Mas," ucapku dengan suara bergetar.Pria di depanku tersentak kaget lalu menggeleng. "Ai, sampe kapanpun mas tidak akan menceraikanmu, Titik!" tegasnya."Kamu pria egois yang pernah aku temui, Mas. Aku menyesal mencintai kamu," lirihku dengan suara tercekat.Tubuh ini terguncang menahan gelombang amarah yang sebentar lagi meledak, Mas Aksa meremas bahuku dengan sorot tajam. "Kamu kenapa tiba-tiba meminta cerai atau memang benar kamu dan Sean selingkuh!" tudingnya sarkas."Kenapa k
Selesai berkemas, aku menghubungi Nadia agar menjemputku. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Nadia selalu ada dalam keadaan senang atau pun susah.Malam ini aku akan pulang ke rumah orang tuaku yang setahun sudah kutinggal. Aku hanya membereskan pakaian sebelum menikah dengan Mas Aksa, hanya 5 stel baju kesayanganku salah satunya baju milik mama yang selalu aku simpan ketika rindu melanda dan beberapa barang peninggalan mama.Sebelum menutup lemari, aku memandang susunan rak yang kosong aku baru sadar tidak memiliki banyak baju. Berbeda dengan lemari pakaian Mas Aksa setiap raknya tersusun penuh baju milik suamiku. Sungguh miris, selama menikah dengan Mas Aksa aku hanya membeli baju beberapa stel selebihnya ibu hanya membelikanku daster di pasar. Bodoh, aku lebih mementingan perut mereka dari pada kebutuhanku. Mungkin ini yang menyebabkan Mas Aksa selingkuh dengan Selena karena aku tidak bisa merawat diri.Selesai, aku menyeret koper kecil lalu keluar dari kamar. Ibu dan Selena m
Aku terduduk lemas di kursi teras. Nadia mengeryit kening. "Ada apa, Ai?" tanya Nadia bingung sembari menghempaskan bobot tubuh di kursi sampingku."Nad, aku lupa membawa buku nikah," lirihku sedih.Nadia terlonjak kaget. "Coba kamu cari dulu di koper siapa tahu kamu bawa, Ai." Nadia mencoba menangkanku.Aku menggeleng lemah seraya menghela napas panjang. Baru saja terlepas dari rumah neraka, masa harus kembali ke rumah itu lagi. Nadia terlihat gusar, sesekali memijit pelipisnya. Aku yakin lupa memasukan buku nikahku ke dalam koper."Ai, lebih baik kamu istirahat. Besok kita pikirkan lagi cara mengambil buku nikah kamu agar bisa mengajukan gugatan cerai secepatnya. Aku yakin Aksa dengan ibunya yang matre itu tidak akan tinggal diam, apa lagi mereka sudah tahu kamu pemilik resto yang sebenarnya," ucap Nadia memberi saran.Benar kata Nadia, aku harus istirahat. Sungguh raga ini sangat lelah, aku kembali berdiri mengambil kunci rumah. Pintu terbuka, pemandangan pertama kulihat foto kelua
Aku membelalakkan mata, kaget. Cepat aku menutup wajah dengan kedua tangan, karena malu. Mata ini sudah ternoda melihat yang tidak seharusnya. Rumah kayu sedikit bergerak, jantung semakin berdetak cepat. Aku tersentak sebuah tangan memegang kedua telapak tangan ini. Seketika atmosifir berubah panas."Ai," bisik Mas Sean."Mas, aku mohon jangan," lirihku dengan suara tercekat di tenggorokan. Aku masih menutup wajah dengan kedua tangan karena takut.Kasur angin bergerak, pria itu duduk tepat disampingku. Tubuh ini seketika gemetar membeku di tempat. Helaan demi helaan terdengar, aku berusaha menetralkan degub jantung. Walau bukan pertama untukku, tapi aku tidak mau sampai terjadi karena kami belum menjadi pasangan halal."Ai, aku tidak akan melakukannya," ucapnya pelan."Kamu janji, Mas," sahutku masih menutup wajah dengan kedua tangan. Jujur aku masih belum percaya, apa lagi di tempat ini hanya ada kami berdua. Dia pria dewasa dalam situasi sedang berh*srat."Janji, maaf ya sudah memb
Di luar hujan semakin lebat, atap rumah pohon kayu banyak yang bocor di mana-mana. Untuk beristirahat saja susah karena semuanya basah. Aku dan Mas Sean duduk saling berhimpitan karena hanya tempat duduk kami yang kering.Suara binatang liar kembali terdengar, seakan hewan buas itu berada di bawah pohon ini. "Ssst, di bawah sepertinya ada serigala, Ai," bisik Mas Sean begitu pelan.Aku duduk sambil menekuk kedua lutut, menahan hawa dingin. Mas Sean disamping sudah siaga, dia mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Mas, kamu bawa ini?" tanyaku kaget melihat pria itu membawa senjata tajam."Ini hutan, Ai. Kita tidak boleh lengah, banyak binatang buas, atau pemburu yang ingin mencelakai kita," sahutnya.Dalam situasi seperti ini Mas Sean bisa diandalkan. Semoga saja, dia bisa melindungiku. Dia berdiri tepat di depan pintu, dibawah semakin banyak langkah kaki binatang berkaki empat."Mas, aku takut," lirihku pelan. Mas Sean hanya melirikku sekilas lalu fokus kembali menatap pintu r
Keheningan beberapa saat menyelimuti kami. Helaan napasnya mengenai ceruk leher ini. Sesaat aku menikmati pelukkan hangat yang dihasilkan dari atmosfir tubuh kami.Mas Sean mengurai pelukkannya, dia membingkai wajah ini. Jarak kami begitu dekat. "Ai, aku janji tidak akan menyakiti kamu," ucapnya seraya membelai rambut hitam panjangku.Aku seperti terhipnotis, menatap iris hitam dengan bulu mata tebalnya. Suara adzan subuh berkumandang menyadarkanku dari wajah tampannya. Jika ada suara adzan berarti ada surau di dekat sini dan pasti ada rumah warga. Kupikir hanya villa ini saja yang di kelilingi hutan pinus."Mas, sudah waktunya sholat subuh." Aku berusaha melepaskan tangannya di pinggang rampingku demi menghindari dari hal yang tidak seharusnya. Kami sama-sama sudah dewasa, suasana seperti ini bisa saja terjadi sesuatu tidak diinginkan. "Sebentar, Ai." Aku kembali dibuat kaget ketika dia mendekatkan wajahnya.Cup!Sebuah kecupan mendarat di pipi, kulebarkan kedua bola mata menatapny
"Ai, kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Sean yang sudah selesai berbicara dengan Ardi. Aku terduduk lemas di lantai karena seluruh persendianku seketika lemas. Resto yang susah payah orang tuaku bangun terbakar.Mas Sean berusaha mengangkat tubuhku lalu mendudukkanku di atas ranjang. "Mas, resto gimana?" tanyaku setelah keadaanku sudah sedikit tenang. Aku terlalu shock mendengar berita itu."Kamu tenang saja, Ai. Kebakarannya hanya melahap bagunan resto bagian samping saja. Hanya sedikit yang perlu diperbaiki, beruntung saat itu ada Ardi yang belum pulang dari toko Koh Acong melihat ada pria sedang menyiram bensin lalu membakar resto. Jadi, kebakarannya tidak sempat meluas kemana-mana. Ardi meminta tolong warga yang lewat untuk membantunya memadamkan resto sebelum menjalar masuk ke dalam," terang Mas Sean.Samping kiri dan kanan resto masih kebun kosong milik warga, sedangkan depan resto beberapa deretan toko salah satunya toko elektronik milik Koh Acong yang telah berdiri lebih dulu dari
Mas Aksa benar-benar keterlaluan, dia ingin mengajak perang. Aku yakin Zoya yang membantu Mas Aksa menyewa pengacara untuk membatalkan gugatan ceraiku. "Lalu, apa yang harus aku lakukan, Mas?" tanyaku."Kamu harus berikan bukti baru, Ai. Agar Aksa kalah," sahut Mas Sean."Selama 3 bulan Mas Aksa tidak memberiku nafkah, Mas. Dia terlalu sibuk dengan Selena. Apa itu bisa menjadi bukti?" "Itu bisa menjadi bukti, untuk kamu menggugat balik Aksa, Ai. Kalau sudah tiga bulan tidak memberi nafkah, sama saja Aksa sudah menalak kamu secara agama, Ai. Dan, kamu bisa menuntut Aksa dengan pasal menelantarkan istri.""Mas Aksa juga pernah menalakku, Mas. Apa secara agama sah, waktu itu kami bertengkar hebat karena Mas Aksa selalu pulang malam. Saat itu aku protes, tapi dia bilang kalau aku melarangnya, kamu aku talak. Apakah itu jatuh talak?" tanyaku."Itu sudah jatuh talak, Ai. Jika Aksa mengucapkannya dalam keadaan sadar, Ai. Kamu kenapa tidak pernah cerita sama aku, Ai?""Dia sadar, Mas. Ada i
"Daging barbequenya enak sekali, baru kali ini aku makan daging seempuk dan semanis ini," celetuk Susi."Ini daging wagyu, Sus. Mas Sean membeli daging ini dengan kualitas nomor 1 dan kamu harus tahu harga daging wagyu sekilo saja ada yang mencapai harga satu sepeda motor," jelas Roni."Apa? Jadi, daging wagyu ini mahal. Pantas saja rasanya berbeda dengan daging sate sapi yang sering aku beli," balas Susi."Kamu norak banget, Sus. Masa daging wagyu disamain sama daging sapi yang dibeli pinggir jalan," timpal Iqbal."Enak saja kamu bilang norak, gini-gini aku sering makan daging sapi sama kambing," ketus Susi diiringi gelak tawa karyawan lain.Mas Sean ikut tertawa mendengar obrolan karyawanku. "Mbak, Mas Sean ganteng, ya," bisik Laras yang kebetulan duduk disampingku. Sedangkan Mas Sean duduk berhadapan denganku hanya terhalang meja."Biasa saja, tuh," sahutku."Serius, biasa saja. Kalau Mas Sean diambil si Zoya itu, apa mbak rela," goda Laras."Udah, ah, jangan sebut-sebut wanita it
Selama perjalanan menuju puncak, aku memilih menutup mata agar perasaan gelisah hilang. "Ai, bangun sudah sampai," bisik Mas Sean. Aku membuka mata sambil menguceknya, ternyata selama perjalanan aku tidur nyenyak."Sudah sampai, Mas," gumamku seraya meregangkan otot pinggang yang terasa kaku."Mbak tidur nyenyak sekali, kami tidak tega bangunin, Mbak Aira," sela Laras yang sudah bersiap turun dari dalam mobil sedangkan aku sudah tidak melihat Bik Surti.Aku menatap ke depan, ternyata benar sudah sampai. Di depanku sebuah Villa mewah dengan dua lantai berdiri kokoh, aku mengedarkan pandangan kesamping melihat pemandangan luar semua hutan pinus. Bis rombongan karyawanku juga sudah sampai."Mbak, aku masuk ke dalam dulu, ya," ucap Laras. "Iya, Ras," jawabku.Mas Sean masih duduk dibalik kemudi, dia masih setia menungguku mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur."Mas, ini villa kamu?" tanyaku sedikit tidak percaya. "Iya, bidadari surgaku. Villa ini sengaja aku beli, untuk kita nant
Aku menahan amarah melihat video yang aku tonton di ponsel Laras. Hawa panas sudah naik ke atas ubun-ubun. Kurang ajar! Zoya membuat video klarifikasi bersama Mas Aksa dan juga Ratu, ternyata mereka benar-benar bersekongkol untuk menghancurkan hidupku."Ada apa, Ai?" tanya Mas Sean mungkin melihat perubahan ekspresi wajahku."Kamu lihat sendiri, Mas." Aku menyerahkan ponsel Laras ke tangan Mas Sean.Aku tidak habis fikir, Mas Aksa melakukan hal serendah itu. Dia playing victim seolah aku istri durhaka. Di video itu Mas Aksa menjelaskan, dia terpaksa menikah lagi karena ibunya ingin menimang cucu dikarenakan ibu sedang sakit keras takut tidak ada umur. Mas Aksa juga mengatakan dia sudah adil denganku dan juga Selena, walau dia memiliki istri lagi namaku tetap nomor satu di hatinya.Mas Aksa juga mengatakan aku ingin berpisah dengannya karena dia sudah jatuh miskin, lalu aku berselingkuh dengan pria kaya. Apa lagi Ratu juga ikut menjatuhkanku dengan mengatakan aku tidak mau mengurus Mas
"Mas Sean, kamu di sini?" tanyaku kaget. Jujur aku terkejut pria itu sudah disamping tengah tersenyum penuh arti kearahku."Mas Sean, keren. Aku sudah lihat video itu, beruntung Mbak Aira dicintai Mas Sean," puji Mbak Dian. Aku melirik tidak suka kearah Mas Sean karena aku yakin pria itu sedang kegeeran."Terima kasih pujiannya, Mbak Dian. Aku hanya ingin memperjuangkan cintaku," sahut Mas Sean seraya menyugar rambutnya."Mas Sean, warga kompleks perumahan ini akan selalu mendukung kalian.""Wah, terima kasih dukungan kalian. Aku janji tidak akan mengecewakan kalian dengan membahagiakan Aira," balas Mas Sean mantap.Aku menepuk keningku pelan mendengar obrolan mereka, Mas Sean seperti sedang berorasi mencalonkan diri sebagai ketua RT saja yang mencari simpati masa untuk mendukungnya."Mas, kamu mengikutiku?" tanyaku menatapnya penuh selidik."Semalam aku tidur di rumah Kak Indri, Ai," sahutnya santai. Suasana taman semakin ramai, ibu-ibu kompleks yang kebetulan melewati kami menyapa