Aku berusaha mengingat mirip dengan siapa suara anak Pak Raja? Tiba-tiba wajah adik madu berkelebat di memori. Ya, suaranya mirip Selena.
Ya, aku ingat sekarang. Obrolan Selena dengan seseorang di telepon tadi pagi, peternakan orang tuanya kebakaran. Apa mungkin Selena anak Pak Raja, jika diruntun dengan kejadian kebakaran peternakan milik keluarga Selena sama persis dengan musibah yang dialami Pak Raja."Maaf, Mbak. Saya hanya bisa memberi tenggang waktu 2 minggu untuk pengembalian uangnya," sahutku tegas."Sombong banget, sih, baru jadi orang kaya segitu saja belagu. Resto kamu ramai, berkat ayam potong dari kami yang kualitasnya bagus," ujar wanita disebrang telepon terdengar tidak terima.Tidak salah, itu memang suara Selena. Wanita itu ternyata anak Pak Raja. Tunggu, tadi pagi Selena bilang ke Mas Aksa dan ibu kalau orang tuanya ditipu karena ada pelanggan ayam potongnya belum membayar barang yang dikirim dari Raja ayam potong. Jadi, Selena berbohong ke mereka meminta uang untuk menambah modal yang ternyata untuk mengembalikan uang resto.Ya Ampun, Selena. Ternyata kamu licik juga, ingin memeras Mas Aksa. Seandainya Mas Aksa dan ibu tahu sudah dibohongi Selena bagaimana reaksi mereka, ya."Maaf, ya, Mbak. Tanpa ayam mentah dari Raja ayam potong, restoku dari dulu sudah ramai. Kalau tidak mengingat Pak Raja orangnya baik, sudah dari dulu resto kami pindah ke supplier lain," balasku.Hening. Sesaat wanita dari sambungan terdiam. "Tunggu, aku seperti mengenal suara kamu. Jangan bilang Aira pemilik resto ayam bakar madu, Mbak Aira istri pertama Mas Aksa," tebaknya.Aku terkekeh, Selena baru menyadari pemilik resto ayam bakar madu milikku."Oh, jadi benar kamu Selena. Dunia begitu sempit, ya," jawabku tertawa sumbang."Hahaha, Mbak Aira kamu jangan mimpi mengaku resto ayam bakar madu itu milik kamu. Bangun, Mbak. Kerja sebagai karyawan rendahan saja mengaku bos. Cepat berikan telepon ini ke bos kamu, Mbak," teriak Selena.Jadi, Selena masih belum percaya kalau aku pemilik resto yang sudah bekerja sama dengan Raja ayam potong. Sungguh miris, Pak Raja yang baik, begitu kebapakkan memiliki anak seperti Selena tidak punya adab."Terserah, kamu mau percaya atau tidak. Yang pasti 2 minggu kamu harus mengembalikan uang resto," tegasku."Eh, tunggu Mbak Aira. Kalau benar resto itu milik kamu berarti aku tidak usah mengembalikan uang itu karena aku juga istri Mas Aksa. Jadi, harta yang kamu punya juga milikku," ucapnya enteng.Dasar wong edan, apa hak dia tidak mengembalikan uang resto. Usaha ini milik orang tuaku dan Mas Aksa juga tidak berhak dengan semua harta peninggalan orang tuaku."Kamu gadis bodoh, ya. Apa kamu tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Di mana-mana harta milik orang tua bukan termasuk harta bersama dengan suami karena dihasilkan sebelum menikah," tegasku."Hahaha, Mbak Aira semakin halu. Tenang saja aku juga nggak percaya, kok, resto itu milik Mbak Aira. Ya sudah, tolong sampaikan bos kamu mbak, pembayarannya nanti atau suruh potong saja dari gaji Mbak Aira."Selena mematikan sambungan telepon sepihak. Dasar kurang ajar, tangan ini rasanya sudah gatal ingin menampar mulutnya."Ai, gimana?" tanya Nadia."Seperti diawal 2 minggu kamu tagih ke Raja ayam potong, kalau mereka tidak mau membayar kita memakai jalur hukum," titahku.Nadia mengernyit kening. "Ada apa, Ai. Apa kamu kenal dengan anak Pak Raja?"Aku membuang napas berat. "Dia adik maduku, Nad," lirihku."Apa!" pekik Nadia terkejut.Memang, aku belum cerita masalah rumah tanggaku ke Nadia. Aku juga masih shock suamiku menikah lagi.Nadia menarik tanganku menuju sofa. "Kamu harus jelaskan semuanya. Ai" Wajah Nadia nampak serius."Mas Aksa, sudah menikah lagi, Nad," ungkapku sedih."Kurang ajar, berani-beraninya Aksa menyakiti kamu, Ai. Suami seperti Aksa harus dikasih pelajaran," ujar Nadia terlihat geram.Sahabatku paling anti dengan pelakor, diusianya sudah menginjak 25 tahun dia masih betah melajang. Bukan tanpa sebab dia tidak mau menikah, Nadia gadis cantik. Banyak pria yang ingin mempersuntingnya harus mundur, karena Nadia masih trauma dengan yang namanya pernikahan.Orang tua Nadia bercerai karena ayahnya selingkuh dan memilih menikah dengan selingkuhannya yang masih muda. Aku dan Nadia sama-sama kekurangan kasih sayang orang tua, kami berjanji akan selalu bersama dalam susah atau pun senang."Iya, Nad. Aku akan beri pelajaran untuk keluarga Mas Aksa, karena ibu dan Ratu yang membuat Mas Aksa menikahi Selena.""Salahkan juga Aksa, Ai. Jika memang dia pria setia, mau disuruh menikah lagi berapa kali pun pasti dia akan menolak dengan tegas. Aksa dengan keluarganya sama saja, mereka harus membayar sakit hati kamu, Ai.""Iya, Nad. Aku sudah merencakan misi balas dendam.""Bagus, Ai. Jangan jadi wanita lemah, aku akan membantu kamu memberi pelajaran pelakor itu." Nadia tersenyum licik, aku yakin Nadia punya banyak cara untuk membalas Selena. Satu banding satu, Nadia dengan Selena. Sifat keras, jago bela diri Nadia pasti bisa membuat Selena kena mental.Tak terasa sudah waktunya makan siang, resto semakin ramai. Kebiasaanku selalu ikut turun tangan melayani pelanggan. Berkali-kali aku mengucap syukur, karyawan sejak tadi hilir mudik mengantar pesanan. Sepertinya aku harus memperluas lagi ruangan resto.Beberapa menu baru menjadi favorite pelanggan. Nadia dan karyawan membuat inovasi menu baru dan langsung digandrungi anak muda. Bahan mentah tadi pagi dikirim Ajun ayam potong sudah menipis, sepertinya aku harus menambah pesanan ayam potong lagi."Laras, biar aku saja yang membawa pesanan ke nomor 12. Kamu lebih baik mencatat pesanan pembeli yang baru datang.""Terima kasih, Mbak Aira," jawab Laras sembari menyerahkan nampan berisi Ayam bakar madu beserta menu lainnya."Aku yang seharusnya berterima kasih dengan kamu dan karyawan yang lain karena sudah memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan. Oh, iya, nanti ada bonus untuk kalian," kataku.Wajah lelah Laras seketika berubah ceria. "Beneran, Mbak? Terima kasih, Mbak Aira," jawabnya antusias."Sama-sama, semangat bekerja," ucapku.Laras mengangguk mantap, senyum gadis itu tersungging. Aku menghampiri meja nomor 12."Pesanan nomor 12," kataku lalu menaruh nampan di atas meja."Aira," panggilnya. Aku yang sedang fokus menata pesanan di atas meja, seketika mendongakkan wajah menatap pria tampan disampingku."Mas Sean."Senyum manis terukir dari sudut bibirnya. "Aira, kamu kerja di sini lagi?""Iya, Mas," jawabku."Apa kamu sedang ada masalah dengan Aksa?" tanyanya.Mas Aksa dan Mas Sean mereka dulu sering makan di Resto. Mereka sahabat, satu kerjaan. Tapi, semenjak aku dan Mas Aksa menikah pria dengan tatapan tajam bak elang itu mengundurkan diri dari tempatnya bekerja lalu pindah keluar kota."Aku tidak ada masalah dengan Mas Aksa. Ya sudah, aku ke dalam dulu, ya, Mas. Mau mengantar pesanan yang lain, selamat menikmati," potongku. Aku mengambil nampan hendak meninggalkan meja nomor 12, akan tetapi baru selangkah lenganku dipegang Mas Sean."Aira, kamu tidak bisa membohongiku. Nanti pulang kerja ada yang ingin aku katakan, aku tunggu kamu," tukasnya."Maaf, Mas. Aku tidak bisa, aku tidak mau orang menganggapku wanita tidak benar karena berbicara dengan pria lain," tolakku halus.Mas Sean menghela napas panjang. "Tapi ini tentang Aksa, Ai. Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu," ucapnya terlihat memohon.Aku masih berpikir menimbang permintaan Mas Sean. Walau aku sudah dikhianati tapi aku akan terus menjaga marwahku sebagai seorang istri selama aku masih berstatus istri Mas Aksa."Please, Ai," mohonnya."Ya sudah, setelah resto tutup kita bicara," jawabku.Akhirnya, aku menyetujui permintaan Mas Sean tentu saja aku akan mengajak Nadia. Aku tidak mau hanya berduaan saja dengan pria lain."Nanti malam aku ke sini lagi, Ai," jawabnya terlihat bahagia.Kulangkahkan kaki meninggalkan meja nomor 12 menuju ruang kerjaku. Nadia terlihat sedang mencatat bahan-bahan yang sudah habis."Ai, ada apa?" tanyanya. Dia menghentikan aktifitasnya mencatat."Kamu ingat Sean, Nad?"Nadia mengangguk. "Temannya Aksa, kan. Memangnya ada apa?""Dia sedang makan di sini, terus tadi dia bilang ada yang ingin disampaikan tentang Mas Aksa. Menurut kamu aku salah nggak, sih, bicara dengan pria lain?" tanyaku meminta sarannya."Kalau penting tidak salah, Ai. Siapa tahu ada rahasia besar yang disembunyikan suami kamu, Ai.""Aku juga berpikiran seperti itu. Kalau begitu nanti kamu temani aku, ya, aku tidak mau berduaan saja dengan Mas Sean agar tidak jadi fitnah. Apa lagi aku masih bersuami.""Ok, Ai."Beberapa kali Mas Aksa mengirim pesan cinta, namun aku menghiraukan pesannya. Resto semakin sore semakin ramai, aku, Nadia dan karyawan lain sampai kuwalahan. Omset hari ini naik 3x lipat dari hari biasanya. beberapa kali aku mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga.Aku akan buktikan ke keluarga Mas Aksa, kalau aku bukan benalu mereka. Kupastikan mereka akan menyesal sudah meremehkanku.BersambungTepat pukul 7 malam menu habis hanya ada beberapa menu yang masih tersedia. Aku memilih menutup resto lebih awal melihat semua karyawan nampak kelelahan. Biasanya resto tutup jam 10 malam."Nad, kita tutup resto lebih cepat saja. Bahan mentah sebagian habis," ucapku ke Nadia."Kamu benar, Ai. Bahan-bahan nanti malam dikirim," jawab Nadia."Nggak nyangka resto makin rame, Nad. Berkat kamu yang mengelolanya," pujiku."Hari ini ramai sekali karena pemilik resto kembali lagi, Ai. Sebenarnya kedatangan kamu membawa hoki, Ai. Kayanya bakal ada yang buka cabang resto lagi, nih," sindir Nadia."Aamiin, semoga saja aku bisa membuka cabang lagi, ya, Nad."Aku, Nadia dan Karyawan lain sudah menutup resto. Karyawan telah bersiap-siap untuk pulang, sebelum mereka pergi tidak lupa aku memberikan bonus ke mereka lima lembar uang berwarna merah. Seketika wajah semua karyawan berubah sumringah."Terima kasih, Mbak Aira. Semoga saja rejeki Mbak Aira selalu lancar dan resto semakin ramai," ucap Laras."
"Apa?" seru ibu mertua nampak shock seraya memegang dadanya yang mungkin terasa sesak setelah tahu kenyataan yang sebenarnya. Mulai sekarang aku tidak peduli walau dianggap menantu durhaka, tidak punya sopan santun terhadap orang tua. Jika sudah menyangkut resto sampai kapanpun aku tidak akan tinggal diam. Orang tuaku mendirikan resto dengan susah payah lalu dengan gampangnya Selena memfitnah resto."Ai, stop," bentak Aksa. "Ibu tidak apa-apa?" tanya Mas Aksa panik."Diam kamu, Mas. Aku disini hanya membela resto tempatku bekerja. Dan, ibu tolong sampaikan ke menantu kesayangannya, jika dalam waktu 2 minggu tidak ada pengembalian uang resto, bersiap-siaplah resto akan menuntut Selena," ancamku sengit. Hilang sudah rasa hormatku terhadap ibu yang sudah melahirkan suamiku."Aksa, lihat istri kamu sudah durhaka dengan ibu. Apa kamu mau mempertahankannya," lirihnya sedih. Ibu terlihat berpura-pura lemah untuk menarik simpati putra kesayangannya.Mas Aksa meremas rambut dengan kedua tang
Aku benar-benar kecewa mendengar pengakuan Mas Aksa, dia dengan mudah mengeluarkan uang banyak agar bisa dilayani Selena. Sedangkan, aku istri sahnya harus sengsara dengan uang bulanan yang kurang. Ibu mertua bahkan menganggapku menantu boros tidak bisa mengelola gaji suami.Aku tidak pernah membantah apapun yang Mas Aksa minta, dan selalu menurut. Ya Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan dengan pria tidak punya hati. Kuhentakkan tangannya dengan kasar. "Lepas!" teriakku. "Lebih baik kamu talak aku sekarang, Mas," ucapku dengan suara bergetar.Pria di depanku tersentak kaget lalu menggeleng. "Ai, sampe kapanpun mas tidak akan menceraikanmu, Titik!" tegasnya."Kamu pria egois yang pernah aku temui, Mas. Aku menyesal mencintai kamu," lirihku dengan suara tercekat.Tubuh ini terguncang menahan gelombang amarah yang sebentar lagi meledak, Mas Aksa meremas bahuku dengan sorot tajam. "Kamu kenapa tiba-tiba meminta cerai atau memang benar kamu dan Sean selingkuh!" tudingnya sarkas."Kenapa k
Selesai berkemas, aku menghubungi Nadia agar menjemputku. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Nadia selalu ada dalam keadaan senang atau pun susah.Malam ini aku akan pulang ke rumah orang tuaku yang setahun sudah kutinggal. Aku hanya membereskan pakaian sebelum menikah dengan Mas Aksa, hanya 5 stel baju kesayanganku salah satunya baju milik mama yang selalu aku simpan ketika rindu melanda dan beberapa barang peninggalan mama.Sebelum menutup lemari, aku memandang susunan rak yang kosong aku baru sadar tidak memiliki banyak baju. Berbeda dengan lemari pakaian Mas Aksa setiap raknya tersusun penuh baju milik suamiku. Sungguh miris, selama menikah dengan Mas Aksa aku hanya membeli baju beberapa stel selebihnya ibu hanya membelikanku daster di pasar. Bodoh, aku lebih mementingan perut mereka dari pada kebutuhanku. Mungkin ini yang menyebabkan Mas Aksa selingkuh dengan Selena karena aku tidak bisa merawat diri.Selesai, aku menyeret koper kecil lalu keluar dari kamar. Ibu dan Selena m
Aku terduduk lemas di kursi teras. Nadia mengeryit kening. "Ada apa, Ai?" tanya Nadia bingung sembari menghempaskan bobot tubuh di kursi sampingku."Nad, aku lupa membawa buku nikah," lirihku sedih.Nadia terlonjak kaget. "Coba kamu cari dulu di koper siapa tahu kamu bawa, Ai." Nadia mencoba menangkanku.Aku menggeleng lemah seraya menghela napas panjang. Baru saja terlepas dari rumah neraka, masa harus kembali ke rumah itu lagi. Nadia terlihat gusar, sesekali memijit pelipisnya. Aku yakin lupa memasukan buku nikahku ke dalam koper."Ai, lebih baik kamu istirahat. Besok kita pikirkan lagi cara mengambil buku nikah kamu agar bisa mengajukan gugatan cerai secepatnya. Aku yakin Aksa dengan ibunya yang matre itu tidak akan tinggal diam, apa lagi mereka sudah tahu kamu pemilik resto yang sebenarnya," ucap Nadia memberi saran.Benar kata Nadia, aku harus istirahat. Sungguh raga ini sangat lelah, aku kembali berdiri mengambil kunci rumah. Pintu terbuka, pemandangan pertama kulihat foto kelua
Aku mengeraskan rahang mendengar Mas Aksa menantang Mas Sean untuk memperebutkanku. Dengan kesal aku meninggalkan mereka masuk ke dalam ruangan kerjaku. Aku tidak perduli apa yang akan mereka lakukan.Memangnya aku barang seenaknya mereka perebutkan. Aku ingin segera lepas dari Mas Aksa tapi bukan berarti aku memilih Mas Sean."Ai, ada apa ribut-ribut?" tanya Nadia. Bertepatan dengan Nadia baru akan keluar dari ruangan kerjaku."Mas Aksa dan Mas Sean sepertinya akan berantem, Nad," jawabku sedikit kesal dengan kelakuan dua pria dewasa tapi seperti anak kecil.Nadia tercengang kaget. "Serius mereka mau adu jotos, Ai? Kenapa tidak sekalian di ring tinju saja biar tahu siapa yang masuk rumah sakit dan yang masuk liang lahat," ucapnya serius.Aku menyipitkan mata melihat gadis cantik didepanku. "Aku itu serius, Nad. Malah kamu bercanda," protesku dengan bibir manyun."Cie yang jadi rebutan cowok ganteng," sindir Nadia bercanda."Apaan, seh, nggak lucu. Udah, ah. Biarin saja mereka reunian
Aku bisa mengandalkan Laras, gadis itu sangat tegas apa lagi tadi aku sedikit menjelaskan seperti apa watak ibu mertua dan adik iparku itu. Laras juga gadis yatim piatu. Dulu, dia hidup di jalanan mencari uang dengan cara mengamen. Aku dan papa bertemu Laras di lampu merah, melihat gadis berusia 15 tahun itu papa begitu iba. Akhirnya, papa mengajak Laras bekerja di resto kami, yang saat itu papa baru merintisnya. Terbiasa hidup di jalanan yang keras membuat watak gadis itu juga tegas tidak takut dengan apa pun apa lagi hanya berhadapan dengan ibu dan Ratu. Berhadapan dengan preman saja Laras berani.Aku masih berdiri dibalik meja kasir, mereka tidak akan melihat keberadaanku karena meja kasir agak tinggi. Aku mempertajam indra pendengaranku. "Mbak, aku mau bungkus menu spesial di resto ini," titah Ratu angkuh.Laras tersenyum sinis. "Apa Mbak yakin mau pesen menu mahal lagi?" tanya Laras terlihat santai. "Hei, Mbak. Kamu menghina kami!" tegur ibu kesal."Maaf, ya, Bu. Ibu lihat di
Entah mengapa mendadak kepalaku pusing mungkin karena tamparan ibu yang begitu kuat dan tiba-tiba. Andai, bukan orang tua sudah sejak tadi aku balas tamparannya. Semarah apa pun, aku tidak akan membalas orang tua dengan menyakiti fisiknya. Aku berusaha berdiri tegap di depan ibu, wanita yang sudah melahirkan suamiku masih tertawa bahagia pasti sedang membayangkan akan mendapatkan harta gono-gini dari perceraianku dengan putranya."Ibu jangan bermimpi ingin mendapatkan harta gono-gini dari harta orang tuaku, memangnya putra ibu sudah memberiku apa? Ibu tidak sedang amnesia, kan. Apa ibu lupa berapa nafkah yang diberikan Mas Aksa, 1 juta itu pun untuk kebutuhan makan kalian. Sisa gaji Mas Aksa semuanya masuk ke dalam kantong ibu, jadi jangan berharap tinggi takutnya nanti jatuhnya sakit dan ibu tidak bisa bangun lagi," ucapku mengingatkannya.Seketika tawa ibu terhenti, biar saja angannya melambung tinggi membayangkan akan mendapatkan kekayaan orang tuaku. Ibu harus menerima kenyataan t
Aku membelalakkan mata, kaget. Cepat aku menutup wajah dengan kedua tangan, karena malu. Mata ini sudah ternoda melihat yang tidak seharusnya. Rumah kayu sedikit bergerak, jantung semakin berdetak cepat. Aku tersentak sebuah tangan memegang kedua telapak tangan ini. Seketika atmosifir berubah panas."Ai," bisik Mas Sean."Mas, aku mohon jangan," lirihku dengan suara tercekat di tenggorokan. Aku masih menutup wajah dengan kedua tangan karena takut.Kasur angin bergerak, pria itu duduk tepat disampingku. Tubuh ini seketika gemetar membeku di tempat. Helaan demi helaan terdengar, aku berusaha menetralkan degub jantung. Walau bukan pertama untukku, tapi aku tidak mau sampai terjadi karena kami belum menjadi pasangan halal."Ai, aku tidak akan melakukannya," ucapnya pelan."Kamu janji, Mas," sahutku masih menutup wajah dengan kedua tangan. Jujur aku masih belum percaya, apa lagi di tempat ini hanya ada kami berdua. Dia pria dewasa dalam situasi sedang berh*srat."Janji, maaf ya sudah memb
Di luar hujan semakin lebat, atap rumah pohon kayu banyak yang bocor di mana-mana. Untuk beristirahat saja susah karena semuanya basah. Aku dan Mas Sean duduk saling berhimpitan karena hanya tempat duduk kami yang kering.Suara binatang liar kembali terdengar, seakan hewan buas itu berada di bawah pohon ini. "Ssst, di bawah sepertinya ada serigala, Ai," bisik Mas Sean begitu pelan.Aku duduk sambil menekuk kedua lutut, menahan hawa dingin. Mas Sean disamping sudah siaga, dia mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Mas, kamu bawa ini?" tanyaku kaget melihat pria itu membawa senjata tajam."Ini hutan, Ai. Kita tidak boleh lengah, banyak binatang buas, atau pemburu yang ingin mencelakai kita," sahutnya.Dalam situasi seperti ini Mas Sean bisa diandalkan. Semoga saja, dia bisa melindungiku. Dia berdiri tepat di depan pintu, dibawah semakin banyak langkah kaki binatang berkaki empat."Mas, aku takut," lirihku pelan. Mas Sean hanya melirikku sekilas lalu fokus kembali menatap pintu r
Keheningan beberapa saat menyelimuti kami. Helaan napasnya mengenai ceruk leher ini. Sesaat aku menikmati pelukkan hangat yang dihasilkan dari atmosfir tubuh kami.Mas Sean mengurai pelukkannya, dia membingkai wajah ini. Jarak kami begitu dekat. "Ai, aku janji tidak akan menyakiti kamu," ucapnya seraya membelai rambut hitam panjangku.Aku seperti terhipnotis, menatap iris hitam dengan bulu mata tebalnya. Suara adzan subuh berkumandang menyadarkanku dari wajah tampannya. Jika ada suara adzan berarti ada surau di dekat sini dan pasti ada rumah warga. Kupikir hanya villa ini saja yang di kelilingi hutan pinus."Mas, sudah waktunya sholat subuh." Aku berusaha melepaskan tangannya di pinggang rampingku demi menghindari dari hal yang tidak seharusnya. Kami sama-sama sudah dewasa, suasana seperti ini bisa saja terjadi sesuatu tidak diinginkan. "Sebentar, Ai." Aku kembali dibuat kaget ketika dia mendekatkan wajahnya.Cup!Sebuah kecupan mendarat di pipi, kulebarkan kedua bola mata menatapny
"Ai, kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Sean yang sudah selesai berbicara dengan Ardi. Aku terduduk lemas di lantai karena seluruh persendianku seketika lemas. Resto yang susah payah orang tuaku bangun terbakar.Mas Sean berusaha mengangkat tubuhku lalu mendudukkanku di atas ranjang. "Mas, resto gimana?" tanyaku setelah keadaanku sudah sedikit tenang. Aku terlalu shock mendengar berita itu."Kamu tenang saja, Ai. Kebakarannya hanya melahap bagunan resto bagian samping saja. Hanya sedikit yang perlu diperbaiki, beruntung saat itu ada Ardi yang belum pulang dari toko Koh Acong melihat ada pria sedang menyiram bensin lalu membakar resto. Jadi, kebakarannya tidak sempat meluas kemana-mana. Ardi meminta tolong warga yang lewat untuk membantunya memadamkan resto sebelum menjalar masuk ke dalam," terang Mas Sean.Samping kiri dan kanan resto masih kebun kosong milik warga, sedangkan depan resto beberapa deretan toko salah satunya toko elektronik milik Koh Acong yang telah berdiri lebih dulu dari
Mas Aksa benar-benar keterlaluan, dia ingin mengajak perang. Aku yakin Zoya yang membantu Mas Aksa menyewa pengacara untuk membatalkan gugatan ceraiku. "Lalu, apa yang harus aku lakukan, Mas?" tanyaku."Kamu harus berikan bukti baru, Ai. Agar Aksa kalah," sahut Mas Sean."Selama 3 bulan Mas Aksa tidak memberiku nafkah, Mas. Dia terlalu sibuk dengan Selena. Apa itu bisa menjadi bukti?" "Itu bisa menjadi bukti, untuk kamu menggugat balik Aksa, Ai. Kalau sudah tiga bulan tidak memberi nafkah, sama saja Aksa sudah menalak kamu secara agama, Ai. Dan, kamu bisa menuntut Aksa dengan pasal menelantarkan istri.""Mas Aksa juga pernah menalakku, Mas. Apa secara agama sah, waktu itu kami bertengkar hebat karena Mas Aksa selalu pulang malam. Saat itu aku protes, tapi dia bilang kalau aku melarangnya, kamu aku talak. Apakah itu jatuh talak?" tanyaku."Itu sudah jatuh talak, Ai. Jika Aksa mengucapkannya dalam keadaan sadar, Ai. Kamu kenapa tidak pernah cerita sama aku, Ai?""Dia sadar, Mas. Ada i
"Daging barbequenya enak sekali, baru kali ini aku makan daging seempuk dan semanis ini," celetuk Susi."Ini daging wagyu, Sus. Mas Sean membeli daging ini dengan kualitas nomor 1 dan kamu harus tahu harga daging wagyu sekilo saja ada yang mencapai harga satu sepeda motor," jelas Roni."Apa? Jadi, daging wagyu ini mahal. Pantas saja rasanya berbeda dengan daging sate sapi yang sering aku beli," balas Susi."Kamu norak banget, Sus. Masa daging wagyu disamain sama daging sapi yang dibeli pinggir jalan," timpal Iqbal."Enak saja kamu bilang norak, gini-gini aku sering makan daging sapi sama kambing," ketus Susi diiringi gelak tawa karyawan lain.Mas Sean ikut tertawa mendengar obrolan karyawanku. "Mbak, Mas Sean ganteng, ya," bisik Laras yang kebetulan duduk disampingku. Sedangkan Mas Sean duduk berhadapan denganku hanya terhalang meja."Biasa saja, tuh," sahutku."Serius, biasa saja. Kalau Mas Sean diambil si Zoya itu, apa mbak rela," goda Laras."Udah, ah, jangan sebut-sebut wanita it
Selama perjalanan menuju puncak, aku memilih menutup mata agar perasaan gelisah hilang. "Ai, bangun sudah sampai," bisik Mas Sean. Aku membuka mata sambil menguceknya, ternyata selama perjalanan aku tidur nyenyak."Sudah sampai, Mas," gumamku seraya meregangkan otot pinggang yang terasa kaku."Mbak tidur nyenyak sekali, kami tidak tega bangunin, Mbak Aira," sela Laras yang sudah bersiap turun dari dalam mobil sedangkan aku sudah tidak melihat Bik Surti.Aku menatap ke depan, ternyata benar sudah sampai. Di depanku sebuah Villa mewah dengan dua lantai berdiri kokoh, aku mengedarkan pandangan kesamping melihat pemandangan luar semua hutan pinus. Bis rombongan karyawanku juga sudah sampai."Mbak, aku masuk ke dalam dulu, ya," ucap Laras. "Iya, Ras," jawabku.Mas Sean masih duduk dibalik kemudi, dia masih setia menungguku mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur."Mas, ini villa kamu?" tanyaku sedikit tidak percaya. "Iya, bidadari surgaku. Villa ini sengaja aku beli, untuk kita nant
Aku menahan amarah melihat video yang aku tonton di ponsel Laras. Hawa panas sudah naik ke atas ubun-ubun. Kurang ajar! Zoya membuat video klarifikasi bersama Mas Aksa dan juga Ratu, ternyata mereka benar-benar bersekongkol untuk menghancurkan hidupku."Ada apa, Ai?" tanya Mas Sean mungkin melihat perubahan ekspresi wajahku."Kamu lihat sendiri, Mas." Aku menyerahkan ponsel Laras ke tangan Mas Sean.Aku tidak habis fikir, Mas Aksa melakukan hal serendah itu. Dia playing victim seolah aku istri durhaka. Di video itu Mas Aksa menjelaskan, dia terpaksa menikah lagi karena ibunya ingin menimang cucu dikarenakan ibu sedang sakit keras takut tidak ada umur. Mas Aksa juga mengatakan dia sudah adil denganku dan juga Selena, walau dia memiliki istri lagi namaku tetap nomor satu di hatinya.Mas Aksa juga mengatakan aku ingin berpisah dengannya karena dia sudah jatuh miskin, lalu aku berselingkuh dengan pria kaya. Apa lagi Ratu juga ikut menjatuhkanku dengan mengatakan aku tidak mau mengurus Mas
"Mas Sean, kamu di sini?" tanyaku kaget. Jujur aku terkejut pria itu sudah disamping tengah tersenyum penuh arti kearahku."Mas Sean, keren. Aku sudah lihat video itu, beruntung Mbak Aira dicintai Mas Sean," puji Mbak Dian. Aku melirik tidak suka kearah Mas Sean karena aku yakin pria itu sedang kegeeran."Terima kasih pujiannya, Mbak Dian. Aku hanya ingin memperjuangkan cintaku," sahut Mas Sean seraya menyugar rambutnya."Mas Sean, warga kompleks perumahan ini akan selalu mendukung kalian.""Wah, terima kasih dukungan kalian. Aku janji tidak akan mengecewakan kalian dengan membahagiakan Aira," balas Mas Sean mantap.Aku menepuk keningku pelan mendengar obrolan mereka, Mas Sean seperti sedang berorasi mencalonkan diri sebagai ketua RT saja yang mencari simpati masa untuk mendukungnya."Mas, kamu mengikutiku?" tanyaku menatapnya penuh selidik."Semalam aku tidur di rumah Kak Indri, Ai," sahutnya santai. Suasana taman semakin ramai, ibu-ibu kompleks yang kebetulan melewati kami menyapa