"Apa?" seru ibu mertua nampak shock seraya memegang dadanya yang mungkin terasa sesak setelah tahu kenyataan yang sebenarnya.
Mulai sekarang aku tidak peduli walau dianggap menantu durhaka, tidak punya sopan santun terhadap orang tua. Jika sudah menyangkut resto sampai kapanpun aku tidak akan tinggal diam. Orang tuaku mendirikan resto dengan susah payah lalu dengan gampangnya Selena memfitnah resto."Ai, stop," bentak Aksa. "Ibu tidak apa-apa?" tanya Mas Aksa panik."Diam kamu, Mas. Aku disini hanya membela resto tempatku bekerja. Dan, ibu tolong sampaikan ke menantu kesayangannya, jika dalam waktu 2 minggu tidak ada pengembalian uang resto, bersiap-siaplah resto akan menuntut Selena," ancamku sengit.Hilang sudah rasa hormatku terhadap ibu yang sudah melahirkan suamiku."Aksa, lihat istri kamu sudah durhaka dengan ibu. Apa kamu mau mempertahankannya," lirihnya sedih. Ibu terlihat berpura-pura lemah untuk menarik simpati putra kesayangannya.Mas Aksa meremas rambut dengan kedua tangan. Aku yakin dia bingung harus memihak ke siapa. Sungguh aku sudah muak dengan ini, jika memang jodohku dengan Mas Aksa sampai disini aku ikhlas. Untuk apa mempertahankan rumah tangga sedangkan kepala keluarganya saja tidak adil dan sudah berbagi hati dengan wanita lain."Bu, aku mohon sekali ini saja jangan ikut campur rumah tanggaku dengan Aira. Aku tidak mau bercerai karena aku mencintai Aira," ucapnya memohon.Ibu membuang wajah, kesal. Mas Aksa menggandeng tanganku masuk ke dalam kamar meninggalkan ibu yang masih menggerutu di ruang tamu."Aksa, kamu bodoh mempertahankan wanita mandul seperti dia!" teriak ibu.Rasanya hati ini begitu sakit, ibu melabeliku wanita mandul. Pernikahanku baru 1 tahun, diluar sana banyak pasangan yang menikah puluhan tahun belum di karunia malaikat kecil tapi masih bertahan saling menguatkan.Mas Aksa buru-buru menutup pintu kamar. Suara ibu masih terdengar dengan sumpah serapahnya."Ai, maafin ibu, ya. Mas mohon kamu jangan pernah minta pisah." Mas Aksa menangkupkan kedua tangan di kedua pipi dengan mimik menghiba. Kedua tangan ini terkepal, menahan sakit yang kian menyiksa.Setahun Mas Aksa mengabaikanku, aku terima, berharap dia akan berubah seperti saat awal menikah walau ibu dan juga adiknya memperlakukanku seperti seorang pembantu. Namun, ternyata pengorbananku sia-sia dia membawa madu beracun untukku. Sudah cukup penderitaan ini, aku berhak bahagia.Aku menepis tangan Mas Aksa. "Mas, aku sudah lelah," balasku dengan perasaan kesal bercampur benci."Ai, kamu jangan seperti ini. Apa karena Sean sudah mempengaruhimu lalu kamu minta pisah! Jangan-jangan kalian sudah selingkuh!" tudingnya menebak."Mas, cukup. Jangan pernah menyalahkan orang lain, coba kamu intropeksi kesalahan apa yang sudah kamu perbuat. Dan, asal kamu tahu aku tidak akan serendah itu seperti kamu menikah diam-diam dibelakangku!" ujarku dengan suara tinggi.Mas Aksa mengusap wajahnya kasar, terlihat dia sedang menahan emosi."Ai, mas tahu kesalahan hanya karena menikah lagi dengan Selena. Mas minta maaf, tapi mas mohon jangan minta pisah. Mas tidak bisa hidup tanpa kamu, Sayang. Mas sudah janji walau ada Selena kamu tetap yang pertama dihati mas," rayunya."Kamu bilang hanya, Mas. Kamu menikahi Selena diam-diam, apa itu yang namanya cinta. Aku yakin sebelum kalian menikah kalian sudah banyak berbuat dosa dibelakangku. Dan, cukup kamu membual tentang cinta karena rasa cintaku sudah habis semenjak kamu membawa pelakor itu ke rumah ini," jawabku semakin emosi sampai ke ubun-ubun.Enak sekali dia bilang hanya dan menganggap masalah menikah lagi hal kecil.Mas Aksa membuang napas kasar. Wajahnya memerah dengan rahang mengeras."Kamu sekarang berani melawan, Ai. Jangan karena kamu sudah bekerja dan bertemu Sean lalu kamu berani melawanku!" bentaknya."Kamu kenapa membawa Sean. Apa ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan, Mas?" tanyaku sinis. Aku menatap nyalang, Mas Aksa yang salah tingkah."Kamu itu bicara apa, Ai. Sudah nanti kita bicaranya, aku capek mau tidur," sangkalnya gugup. Dia berusaha mengalihkan pembicaraan lalu masuk ke dalam kamar mandi.Aku menghela napas untuk mengurangi emosiku. Baru saja membuka sepatu hak tinggiku terdengar suara pintu digedor."Mbak Aira, keluar," teriak Ratu.Ya Tuhan, ada apa lagi. Apa tidak bisa sehari saja keluarga ini membuat hidupku tenang. Semakin aku menghiraukan Ratu gadis itu semakin beringas menggedor pintu. Dengan malas aku membuka pintu kamar, gadis berusia 20 tahun itu berdiri sambil berkacak pinggang."Mbak Aira, kamu apakan ibu? Lihat ibu menangis kesakitan dadanya, aku tidak mau tahu mbak harus bertanggung jawab. Cepat buatkan makan malam untuk kami!" perintahnya.Aku menghela napas panjang. Ibu dan anak sama-sama membuatku emosi. Apa mereka lupa Selena sudah menggantikan tugasku sebagai istri Mas Aksa. Kemana wanita itu sejak aku pulang belum melihat batang hidungnya, apa dia tidak melakukan tugasnya memasak dan membereskan rumah. Aku mengedarkan ruangan dan baru sadar rumah dalam keadaan berantakan seperti kapal pecah."Ratu, kamu itu sudah dewasa. Seharusnya kamu bisa memasak untuk makan kamu dan ibu, aku bukan babu kalian. Dan, asal kamu tahu tugasku sudah digantikan Selena," jawabku dengan tangan dilipat di dada.Wajah Ratu memerah. "Kamu jangan kurang ajar, ya, Mbak. Nanti aku adukan ke Mas Aksa biar Mbak Aira dicerai kakakku!" ancamnya.Aku terkekeh mendengar ancamannya. Memang dulu aku takut jika gadis itu mengadu ke kakaknya tapi sekarang aku tidak takut lagi, justru aku bahagia bisa lepas dari keluarga toxic seperti mereka."Silahkan kamu mengadu ke kakak kamu, Ratu. Aku tidak takut," jawabku meremehkannya.Bola mata gadis itu membeliak, dia pasti kaget karena aku sudah bisa melawannya."Oh, Mbak Aira sudah tidak takut jadi janda. Mentang-mentang sudah kerja, baru juga kerja jadi pelayan resto sudah sombong," ejeknya."Memangnya kenapa kalau aku jadi pelayan resto? Yang penting aku tidak mengambil hak orang lain contohnya uang Mas Aksa," sindirku pedas."Apa maksud Mbak Aira? Mbak menuduhku merampas hak mbak dari Mas Aksa?" tanyanya."Kamu pikir sendiri," balasku sinis."Heh, Mbak. Mas Aksa itu kakakku kewajiban dia memberi yang aku mau. Mbak itu orang lain yang baru masuk di rumah ini jadi yang lebih berhak dengam gaji Mas Aksa itu aku dan ibu," jawabnya dengan wajah geram.Yes, akhirnya dia masuk perangkapku jadi aku bisa membalikkan ucapannya."Karena aku hanya orang lain di rumah ini, jadi aku juga tidak punya hak memasak dan membereskan rumah ini apalagi harus melayani kamu dan juga ibu. Jadi, mulai sekarang kamu dan Selena yang menggantikan tugasku," jawabku santai.Ratu semakin emosi. "Mbak Aira kamu itu, ya ...." Gadis itu menghentakkan kakinya dengan kesal."Ratu, ada apa kamu marah-marah?" tanya Mas Aksa yang baru saja keluar dari kamar mandi."Mas, Mbak Aira nggak mau memasak untuk kami. Tadi dia juga sudah menghinaku," adunya. Pintar sekali gadis di depanku memutar balikkan fakta."Ratu kamu sudah dewasa untuk urusan makan kamu bisa memasak sendiri," jawab Mas Aksa.Ratu terperanjat kaget sebab kakaknya membelaku. Aku menjulurkan lidah untuk mengejeknya."Mas Aksa, kenapa berubah? Kalau Mbak Aira enak-enakkan saja di rumah ini buat apa Mas Aksa mempertahankannya. Lebih baik kakak iparku Mbak Selena saja, sudah baik, cantik, berpendidikkan dan juga kaya.""Kalau kamu mau Selena yang jadi kakak ipar kamu satu-satunya. Kenapa kamu nggak suruh dia yang memasak, membereskan rumah melayani kamu seperti nyonya di rumah ini," sahutku sarkas. Enak sekali dia mau dilayani, tetapi tidak pernah menghargaiku sebagai kakak iparnya."Mas, kamu dengar sendirikan Mbak Aira tidak menghormatiku lagi.""Ratu apa yang dikatakan Aira benar, mulai sekarang Selena yang menggantikan tugas Aira karena sekarang dia sudah bekerja. Kamu juga sudah dewasa, kamu bisa bantu Selena membersihkan rumah. Jangan hanya maunya dilayani saja," tegas Mas Aksa."Mas Aksa, jahat. Aku akan adukan ke ibu." Ratu menghentak-hentakkan kakinya lalu membanting pintu kamar dengan kencang.Aku memenggang dada karena terkejut. "Kamu liat, Ai. Aku sampai membuat Ratu marah hanya demi membela kamu."Aku mendelik tajam mendengar perkataan Mas Aksa. Apa dia bilang? Bukankah tugas suami membela istrinya saat istrinya dizolimi."Aku tidak memintamu membelaku, Mas. Itu sudah tugas suami membela istrinya saat dizolimi," tukas.Mas Aksa mendekatiku. "Ai, sudah jangan marah lagi, ya. Mas minta maaf, ya. Oh, iya, Ai. Kita sudah lama tidak melakukan itu, mas kangen, Ai. Siapa tahu kali ini kamu hamil," bisiknya merayu. Dia mengedip-ngedipkan salah satu matanya, nakal.Tubuhku seketika merinding. "Maaf, Mas. Aku sedang datang bulan," tolakku.Aku mendorong dada bidangnya agar menjauh dariku. Jujur sebenarnya ada yang berdesir di dalam dada, tidak bisa kupungkiri aku wanita normal menginginkan hal yang sama tetapi jika mengingat Mas Aksa sudah banyak berbagi peluh dengan wanita lain rasanya aku tidak rela."Ai, kamu jangan bohong." Mas Aksa menarik tanganku kasar. Wajah manisnya saat meminta jatah kini berubah kesal."Aww, sakit mas," pekikku. Karena terlalu kencang dia menyakiti kulit tanganku."Kamu kenapa menolakku, Ai. Dosa kamu menolak suami," bentaknya dengan rahang mengeras."Mas sudah aku katakan aku sedang datang bulan. Kenapa kamu tidak meminta jatah ke Selena, bukankah kalian masih masa bulan madu," balasku emosi."Tapi aku sedang bosan dengan Selena, Ai. Kamu masih istriku, aku berhak meminta jatah ke kamu," ucapnya ngotot.Apa! Dia bilang bosan. Mereka baru menikah sudah mengatakan bosan, enak sekali jadi Mas Aksa jika sedang bosen dengan salah satu istrinya dia bisa meminta dengan istri yang lain. Pria egois."Mas bilang bosen? Apa dulu juga mas bosen denganku sampai kamu menikahi Selena?" tanyaku sembari menatap tajam kearahnya."Ai, bukan itu maksudku. Aku hanya sedang tidak ingin mintah jatah ke Selena karena dia akan melayaniku jika aku memberikan dia uang yang banyak," ungkapnya dengan suara pelan.Aku terperanjat kaget. Jadi, selama ini dia menghambur-hamburkan uang hanya agar dilayani Selena. Ya Tuhan, kurangnya apa selama ini aku selalu melayaninya dengan baik, apa pun yang dia minta aku berusaha memberikan yang terbaik. Baik itu dari makanan sampai di atas ranjang. Kamu pria tidak punya hati, Mas.Awas saja, aku akan membuat kamu membayar semuanya, Mas.BersambungAku benar-benar kecewa mendengar pengakuan Mas Aksa, dia dengan mudah mengeluarkan uang banyak agar bisa dilayani Selena. Sedangkan, aku istri sahnya harus sengsara dengan uang bulanan yang kurang. Ibu mertua bahkan menganggapku menantu boros tidak bisa mengelola gaji suami.Aku tidak pernah membantah apapun yang Mas Aksa minta, dan selalu menurut. Ya Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan dengan pria tidak punya hati. Kuhentakkan tangannya dengan kasar. "Lepas!" teriakku. "Lebih baik kamu talak aku sekarang, Mas," ucapku dengan suara bergetar.Pria di depanku tersentak kaget lalu menggeleng. "Ai, sampe kapanpun mas tidak akan menceraikanmu, Titik!" tegasnya."Kamu pria egois yang pernah aku temui, Mas. Aku menyesal mencintai kamu," lirihku dengan suara tercekat.Tubuh ini terguncang menahan gelombang amarah yang sebentar lagi meledak, Mas Aksa meremas bahuku dengan sorot tajam. "Kamu kenapa tiba-tiba meminta cerai atau memang benar kamu dan Sean selingkuh!" tudingnya sarkas."Kenapa k
Selesai berkemas, aku menghubungi Nadia agar menjemputku. Aku bersyukur memiliki sahabat seperti Nadia selalu ada dalam keadaan senang atau pun susah.Malam ini aku akan pulang ke rumah orang tuaku yang setahun sudah kutinggal. Aku hanya membereskan pakaian sebelum menikah dengan Mas Aksa, hanya 5 stel baju kesayanganku salah satunya baju milik mama yang selalu aku simpan ketika rindu melanda dan beberapa barang peninggalan mama.Sebelum menutup lemari, aku memandang susunan rak yang kosong aku baru sadar tidak memiliki banyak baju. Berbeda dengan lemari pakaian Mas Aksa setiap raknya tersusun penuh baju milik suamiku. Sungguh miris, selama menikah dengan Mas Aksa aku hanya membeli baju beberapa stel selebihnya ibu hanya membelikanku daster di pasar. Bodoh, aku lebih mementingan perut mereka dari pada kebutuhanku. Mungkin ini yang menyebabkan Mas Aksa selingkuh dengan Selena karena aku tidak bisa merawat diri.Selesai, aku menyeret koper kecil lalu keluar dari kamar. Ibu dan Selena m
Aku terduduk lemas di kursi teras. Nadia mengeryit kening. "Ada apa, Ai?" tanya Nadia bingung sembari menghempaskan bobot tubuh di kursi sampingku."Nad, aku lupa membawa buku nikah," lirihku sedih.Nadia terlonjak kaget. "Coba kamu cari dulu di koper siapa tahu kamu bawa, Ai." Nadia mencoba menangkanku.Aku menggeleng lemah seraya menghela napas panjang. Baru saja terlepas dari rumah neraka, masa harus kembali ke rumah itu lagi. Nadia terlihat gusar, sesekali memijit pelipisnya. Aku yakin lupa memasukan buku nikahku ke dalam koper."Ai, lebih baik kamu istirahat. Besok kita pikirkan lagi cara mengambil buku nikah kamu agar bisa mengajukan gugatan cerai secepatnya. Aku yakin Aksa dengan ibunya yang matre itu tidak akan tinggal diam, apa lagi mereka sudah tahu kamu pemilik resto yang sebenarnya," ucap Nadia memberi saran.Benar kata Nadia, aku harus istirahat. Sungguh raga ini sangat lelah, aku kembali berdiri mengambil kunci rumah. Pintu terbuka, pemandangan pertama kulihat foto kelua
Aku mengeraskan rahang mendengar Mas Aksa menantang Mas Sean untuk memperebutkanku. Dengan kesal aku meninggalkan mereka masuk ke dalam ruangan kerjaku. Aku tidak perduli apa yang akan mereka lakukan.Memangnya aku barang seenaknya mereka perebutkan. Aku ingin segera lepas dari Mas Aksa tapi bukan berarti aku memilih Mas Sean."Ai, ada apa ribut-ribut?" tanya Nadia. Bertepatan dengan Nadia baru akan keluar dari ruangan kerjaku."Mas Aksa dan Mas Sean sepertinya akan berantem, Nad," jawabku sedikit kesal dengan kelakuan dua pria dewasa tapi seperti anak kecil.Nadia tercengang kaget. "Serius mereka mau adu jotos, Ai? Kenapa tidak sekalian di ring tinju saja biar tahu siapa yang masuk rumah sakit dan yang masuk liang lahat," ucapnya serius.Aku menyipitkan mata melihat gadis cantik didepanku. "Aku itu serius, Nad. Malah kamu bercanda," protesku dengan bibir manyun."Cie yang jadi rebutan cowok ganteng," sindir Nadia bercanda."Apaan, seh, nggak lucu. Udah, ah. Biarin saja mereka reunian
Aku bisa mengandalkan Laras, gadis itu sangat tegas apa lagi tadi aku sedikit menjelaskan seperti apa watak ibu mertua dan adik iparku itu. Laras juga gadis yatim piatu. Dulu, dia hidup di jalanan mencari uang dengan cara mengamen. Aku dan papa bertemu Laras di lampu merah, melihat gadis berusia 15 tahun itu papa begitu iba. Akhirnya, papa mengajak Laras bekerja di resto kami, yang saat itu papa baru merintisnya. Terbiasa hidup di jalanan yang keras membuat watak gadis itu juga tegas tidak takut dengan apa pun apa lagi hanya berhadapan dengan ibu dan Ratu. Berhadapan dengan preman saja Laras berani.Aku masih berdiri dibalik meja kasir, mereka tidak akan melihat keberadaanku karena meja kasir agak tinggi. Aku mempertajam indra pendengaranku. "Mbak, aku mau bungkus menu spesial di resto ini," titah Ratu angkuh.Laras tersenyum sinis. "Apa Mbak yakin mau pesen menu mahal lagi?" tanya Laras terlihat santai. "Hei, Mbak. Kamu menghina kami!" tegur ibu kesal."Maaf, ya, Bu. Ibu lihat di
Entah mengapa mendadak kepalaku pusing mungkin karena tamparan ibu yang begitu kuat dan tiba-tiba. Andai, bukan orang tua sudah sejak tadi aku balas tamparannya. Semarah apa pun, aku tidak akan membalas orang tua dengan menyakiti fisiknya. Aku berusaha berdiri tegap di depan ibu, wanita yang sudah melahirkan suamiku masih tertawa bahagia pasti sedang membayangkan akan mendapatkan harta gono-gini dari perceraianku dengan putranya."Ibu jangan bermimpi ingin mendapatkan harta gono-gini dari harta orang tuaku, memangnya putra ibu sudah memberiku apa? Ibu tidak sedang amnesia, kan. Apa ibu lupa berapa nafkah yang diberikan Mas Aksa, 1 juta itu pun untuk kebutuhan makan kalian. Sisa gaji Mas Aksa semuanya masuk ke dalam kantong ibu, jadi jangan berharap tinggi takutnya nanti jatuhnya sakit dan ibu tidak bisa bangun lagi," ucapku mengingatkannya.Seketika tawa ibu terhenti, biar saja angannya melambung tinggi membayangkan akan mendapatkan kekayaan orang tuaku. Ibu harus menerima kenyataan t
Sudah 2 hari aku merasakan ketenangan, setelah kejadian itu Mas Aksa atau pun keluarganya tidak mengangguku lagi. Pengurusan duplikat buku nikah sudah selesai beruntung aku masih memiliki salinan kartu keluarga dan juga fotocopy KTP Mas Aksa sebagai syarat membuat duplikat buku nikah di dalam dompetku.Aku juga sudah membayar pengacara untuk mengurus perceraianku dengan Mas Aksa agar cepat selesai. Semoga saja Mas Aksa tidak mempersulit prosesnya. Nadia juga sudah melaporkan kasus penipuan Raja ayam potong, mungkin setelah bukti sudah kuat pihak Raja ayam potong akan dipanggil polisi.Walau sudah tidak memiliki keluarga bersyukur aku memiliki sahabat dan juga karyawan yang selalu mendukungku. Resto semakin ramai, aku dan Nadia mendesain ulang resto semenarik mungkin agar pelanggan betah berlama-lama di resto. Setiap weekend resto mendatangkan band pendatang baru. Sekalian mempromosikan lagu mereka agar cepat dikenal semua orang."Ai, setelah ini apa rencana kamu?" tanya Nadia disampin
Terdengar suara berderit, sebuah wajah menyembul dari balik pintu, dia adalah Mas Aksa. "Ai, gimana keadaan kamu?" tanyanya begitu panik. "Polisi menelpon mas, memberitahu kamu kecelakaan. Mas langsung datang kesini setelah menerima kabar dari polisi. Ai, mana yang sakit, Sayang?" cecarnya.Kupikir Mas Aksa datang sendirian karena sudah tengah malam ternyata dugaanku salah. Selena, ibu dan juga Ratu ikut serta. Bahkan ibu dan Ratu masih memakai baju tidur berbeda dengan Selena dia masih memakai pakaian lengkap seperti habis berpergian. Sepertinya dugaanku benar, pasti Selena yang pengemudi mobil berwarna hitam yang membuntutiku. Beruntung aku tidak mengalami luka yang serius hanya luka sedikit di kepala dan beberapa bagian tubuh tergores. Mobil yang baru aku beli memiliki keamanan yang bagus, sehingga meminimalisir cidera berat."Itulah, akibat istri durhaka meminta cerai dan serakah tidak mau membagi harta gono-gini. Langsung mendapatkan karmanya kontan," sindir ibu begitu pedas."
Aku membelalakkan mata, kaget. Cepat aku menutup wajah dengan kedua tangan, karena malu. Mata ini sudah ternoda melihat yang tidak seharusnya. Rumah kayu sedikit bergerak, jantung semakin berdetak cepat. Aku tersentak sebuah tangan memegang kedua telapak tangan ini. Seketika atmosifir berubah panas."Ai," bisik Mas Sean."Mas, aku mohon jangan," lirihku dengan suara tercekat di tenggorokan. Aku masih menutup wajah dengan kedua tangan karena takut.Kasur angin bergerak, pria itu duduk tepat disampingku. Tubuh ini seketika gemetar membeku di tempat. Helaan demi helaan terdengar, aku berusaha menetralkan degub jantung. Walau bukan pertama untukku, tapi aku tidak mau sampai terjadi karena kami belum menjadi pasangan halal."Ai, aku tidak akan melakukannya," ucapnya pelan."Kamu janji, Mas," sahutku masih menutup wajah dengan kedua tangan. Jujur aku masih belum percaya, apa lagi di tempat ini hanya ada kami berdua. Dia pria dewasa dalam situasi sedang berh*srat."Janji, maaf ya sudah memb
Di luar hujan semakin lebat, atap rumah pohon kayu banyak yang bocor di mana-mana. Untuk beristirahat saja susah karena semuanya basah. Aku dan Mas Sean duduk saling berhimpitan karena hanya tempat duduk kami yang kering.Suara binatang liar kembali terdengar, seakan hewan buas itu berada di bawah pohon ini. "Ssst, di bawah sepertinya ada serigala, Ai," bisik Mas Sean begitu pelan.Aku duduk sambil menekuk kedua lutut, menahan hawa dingin. Mas Sean disamping sudah siaga, dia mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Mas, kamu bawa ini?" tanyaku kaget melihat pria itu membawa senjata tajam."Ini hutan, Ai. Kita tidak boleh lengah, banyak binatang buas, atau pemburu yang ingin mencelakai kita," sahutnya.Dalam situasi seperti ini Mas Sean bisa diandalkan. Semoga saja, dia bisa melindungiku. Dia berdiri tepat di depan pintu, dibawah semakin banyak langkah kaki binatang berkaki empat."Mas, aku takut," lirihku pelan. Mas Sean hanya melirikku sekilas lalu fokus kembali menatap pintu r
Keheningan beberapa saat menyelimuti kami. Helaan napasnya mengenai ceruk leher ini. Sesaat aku menikmati pelukkan hangat yang dihasilkan dari atmosfir tubuh kami.Mas Sean mengurai pelukkannya, dia membingkai wajah ini. Jarak kami begitu dekat. "Ai, aku janji tidak akan menyakiti kamu," ucapnya seraya membelai rambut hitam panjangku.Aku seperti terhipnotis, menatap iris hitam dengan bulu mata tebalnya. Suara adzan subuh berkumandang menyadarkanku dari wajah tampannya. Jika ada suara adzan berarti ada surau di dekat sini dan pasti ada rumah warga. Kupikir hanya villa ini saja yang di kelilingi hutan pinus."Mas, sudah waktunya sholat subuh." Aku berusaha melepaskan tangannya di pinggang rampingku demi menghindari dari hal yang tidak seharusnya. Kami sama-sama sudah dewasa, suasana seperti ini bisa saja terjadi sesuatu tidak diinginkan. "Sebentar, Ai." Aku kembali dibuat kaget ketika dia mendekatkan wajahnya.Cup!Sebuah kecupan mendarat di pipi, kulebarkan kedua bola mata menatapny
"Ai, kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Sean yang sudah selesai berbicara dengan Ardi. Aku terduduk lemas di lantai karena seluruh persendianku seketika lemas. Resto yang susah payah orang tuaku bangun terbakar.Mas Sean berusaha mengangkat tubuhku lalu mendudukkanku di atas ranjang. "Mas, resto gimana?" tanyaku setelah keadaanku sudah sedikit tenang. Aku terlalu shock mendengar berita itu."Kamu tenang saja, Ai. Kebakarannya hanya melahap bagunan resto bagian samping saja. Hanya sedikit yang perlu diperbaiki, beruntung saat itu ada Ardi yang belum pulang dari toko Koh Acong melihat ada pria sedang menyiram bensin lalu membakar resto. Jadi, kebakarannya tidak sempat meluas kemana-mana. Ardi meminta tolong warga yang lewat untuk membantunya memadamkan resto sebelum menjalar masuk ke dalam," terang Mas Sean.Samping kiri dan kanan resto masih kebun kosong milik warga, sedangkan depan resto beberapa deretan toko salah satunya toko elektronik milik Koh Acong yang telah berdiri lebih dulu dari
Mas Aksa benar-benar keterlaluan, dia ingin mengajak perang. Aku yakin Zoya yang membantu Mas Aksa menyewa pengacara untuk membatalkan gugatan ceraiku. "Lalu, apa yang harus aku lakukan, Mas?" tanyaku."Kamu harus berikan bukti baru, Ai. Agar Aksa kalah," sahut Mas Sean."Selama 3 bulan Mas Aksa tidak memberiku nafkah, Mas. Dia terlalu sibuk dengan Selena. Apa itu bisa menjadi bukti?" "Itu bisa menjadi bukti, untuk kamu menggugat balik Aksa, Ai. Kalau sudah tiga bulan tidak memberi nafkah, sama saja Aksa sudah menalak kamu secara agama, Ai. Dan, kamu bisa menuntut Aksa dengan pasal menelantarkan istri.""Mas Aksa juga pernah menalakku, Mas. Apa secara agama sah, waktu itu kami bertengkar hebat karena Mas Aksa selalu pulang malam. Saat itu aku protes, tapi dia bilang kalau aku melarangnya, kamu aku talak. Apakah itu jatuh talak?" tanyaku."Itu sudah jatuh talak, Ai. Jika Aksa mengucapkannya dalam keadaan sadar, Ai. Kamu kenapa tidak pernah cerita sama aku, Ai?""Dia sadar, Mas. Ada i
"Daging barbequenya enak sekali, baru kali ini aku makan daging seempuk dan semanis ini," celetuk Susi."Ini daging wagyu, Sus. Mas Sean membeli daging ini dengan kualitas nomor 1 dan kamu harus tahu harga daging wagyu sekilo saja ada yang mencapai harga satu sepeda motor," jelas Roni."Apa? Jadi, daging wagyu ini mahal. Pantas saja rasanya berbeda dengan daging sate sapi yang sering aku beli," balas Susi."Kamu norak banget, Sus. Masa daging wagyu disamain sama daging sapi yang dibeli pinggir jalan," timpal Iqbal."Enak saja kamu bilang norak, gini-gini aku sering makan daging sapi sama kambing," ketus Susi diiringi gelak tawa karyawan lain.Mas Sean ikut tertawa mendengar obrolan karyawanku. "Mbak, Mas Sean ganteng, ya," bisik Laras yang kebetulan duduk disampingku. Sedangkan Mas Sean duduk berhadapan denganku hanya terhalang meja."Biasa saja, tuh," sahutku."Serius, biasa saja. Kalau Mas Sean diambil si Zoya itu, apa mbak rela," goda Laras."Udah, ah, jangan sebut-sebut wanita it
Selama perjalanan menuju puncak, aku memilih menutup mata agar perasaan gelisah hilang. "Ai, bangun sudah sampai," bisik Mas Sean. Aku membuka mata sambil menguceknya, ternyata selama perjalanan aku tidur nyenyak."Sudah sampai, Mas," gumamku seraya meregangkan otot pinggang yang terasa kaku."Mbak tidur nyenyak sekali, kami tidak tega bangunin, Mbak Aira," sela Laras yang sudah bersiap turun dari dalam mobil sedangkan aku sudah tidak melihat Bik Surti.Aku menatap ke depan, ternyata benar sudah sampai. Di depanku sebuah Villa mewah dengan dua lantai berdiri kokoh, aku mengedarkan pandangan kesamping melihat pemandangan luar semua hutan pinus. Bis rombongan karyawanku juga sudah sampai."Mbak, aku masuk ke dalam dulu, ya," ucap Laras. "Iya, Ras," jawabku.Mas Sean masih duduk dibalik kemudi, dia masih setia menungguku mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur."Mas, ini villa kamu?" tanyaku sedikit tidak percaya. "Iya, bidadari surgaku. Villa ini sengaja aku beli, untuk kita nant
Aku menahan amarah melihat video yang aku tonton di ponsel Laras. Hawa panas sudah naik ke atas ubun-ubun. Kurang ajar! Zoya membuat video klarifikasi bersama Mas Aksa dan juga Ratu, ternyata mereka benar-benar bersekongkol untuk menghancurkan hidupku."Ada apa, Ai?" tanya Mas Sean mungkin melihat perubahan ekspresi wajahku."Kamu lihat sendiri, Mas." Aku menyerahkan ponsel Laras ke tangan Mas Sean.Aku tidak habis fikir, Mas Aksa melakukan hal serendah itu. Dia playing victim seolah aku istri durhaka. Di video itu Mas Aksa menjelaskan, dia terpaksa menikah lagi karena ibunya ingin menimang cucu dikarenakan ibu sedang sakit keras takut tidak ada umur. Mas Aksa juga mengatakan dia sudah adil denganku dan juga Selena, walau dia memiliki istri lagi namaku tetap nomor satu di hatinya.Mas Aksa juga mengatakan aku ingin berpisah dengannya karena dia sudah jatuh miskin, lalu aku berselingkuh dengan pria kaya. Apa lagi Ratu juga ikut menjatuhkanku dengan mengatakan aku tidak mau mengurus Mas
"Mas Sean, kamu di sini?" tanyaku kaget. Jujur aku terkejut pria itu sudah disamping tengah tersenyum penuh arti kearahku."Mas Sean, keren. Aku sudah lihat video itu, beruntung Mbak Aira dicintai Mas Sean," puji Mbak Dian. Aku melirik tidak suka kearah Mas Sean karena aku yakin pria itu sedang kegeeran."Terima kasih pujiannya, Mbak Dian. Aku hanya ingin memperjuangkan cintaku," sahut Mas Sean seraya menyugar rambutnya."Mas Sean, warga kompleks perumahan ini akan selalu mendukung kalian.""Wah, terima kasih dukungan kalian. Aku janji tidak akan mengecewakan kalian dengan membahagiakan Aira," balas Mas Sean mantap.Aku menepuk keningku pelan mendengar obrolan mereka, Mas Sean seperti sedang berorasi mencalonkan diri sebagai ketua RT saja yang mencari simpati masa untuk mendukungnya."Mas, kamu mengikutiku?" tanyaku menatapnya penuh selidik."Semalam aku tidur di rumah Kak Indri, Ai," sahutnya santai. Suasana taman semakin ramai, ibu-ibu kompleks yang kebetulan melewati kami menyapa