Sudah 2 hari aku merasakan ketenangan, setelah kejadian itu Mas Aksa atau pun keluarganya tidak mengangguku lagi. Pengurusan duplikat buku nikah sudah selesai beruntung aku masih memiliki salinan kartu keluarga dan juga fotocopy KTP Mas Aksa sebagai syarat membuat duplikat buku nikah di dalam dompetku.Aku juga sudah membayar pengacara untuk mengurus perceraianku dengan Mas Aksa agar cepat selesai. Semoga saja Mas Aksa tidak mempersulit prosesnya. Nadia juga sudah melaporkan kasus penipuan Raja ayam potong, mungkin setelah bukti sudah kuat pihak Raja ayam potong akan dipanggil polisi.Walau sudah tidak memiliki keluarga bersyukur aku memiliki sahabat dan juga karyawan yang selalu mendukungku. Resto semakin ramai, aku dan Nadia mendesain ulang resto semenarik mungkin agar pelanggan betah berlama-lama di resto. Setiap weekend resto mendatangkan band pendatang baru. Sekalian mempromosikan lagu mereka agar cepat dikenal semua orang."Ai, setelah ini apa rencana kamu?" tanya Nadia disampin
Terdengar suara berderit, sebuah wajah menyembul dari balik pintu, dia adalah Mas Aksa. "Ai, gimana keadaan kamu?" tanyanya begitu panik. "Polisi menelpon mas, memberitahu kamu kecelakaan. Mas langsung datang kesini setelah menerima kabar dari polisi. Ai, mana yang sakit, Sayang?" cecarnya.Kupikir Mas Aksa datang sendirian karena sudah tengah malam ternyata dugaanku salah. Selena, ibu dan juga Ratu ikut serta. Bahkan ibu dan Ratu masih memakai baju tidur berbeda dengan Selena dia masih memakai pakaian lengkap seperti habis berpergian. Sepertinya dugaanku benar, pasti Selena yang pengemudi mobil berwarna hitam yang membuntutiku. Beruntung aku tidak mengalami luka yang serius hanya luka sedikit di kepala dan beberapa bagian tubuh tergores. Mobil yang baru aku beli memiliki keamanan yang bagus, sehingga meminimalisir cidera berat."Itulah, akibat istri durhaka meminta cerai dan serakah tidak mau membagi harta gono-gini. Langsung mendapatkan karmanya kontan," sindir ibu begitu pedas."
Aku membuka mata saat seorang wanita dengan jas putih masuk ke dalam ruangan."Mbak Aira, gimana kabarnya? Apa masih ada yang sakit?" tanya dokter cantik disampingku."Masih sakit sedikit, Dok," jawabku."Syukurlah, beruntung Mbak Aira tidak mengalami cidera berat hanya luka kecil. Hari ini sudah diperbolehkan pulang, setelah polisi meminta keterangan dari Mbak Aira," jelas dokter."Terima kasih, Dok.""Sama-sama, Mbak. Karena Mbak Aira sudah baik-baik saja, nanti suruh suami atau keluarga menebus obatnya, ya, Mbak.""Iya, Dok."Setelah berbincang sebentar dengan dokter mengenai peristiwa kecelakaan itu, akhirnya dokter cantik itu pergi meninggalkanku sendiri. Semenjak membuka mata aku tidak melihat Nadia. Semalam Nadia yang menemaniku. Tetapi gadis itu entah kemana dan belum juga kembali. Kemana Nadia, dia juga tidak pamit denganku.Memang sebelum tidur aku sempet melihat sahabatku sedang menelpon seseorang begitu serius, beberapa kali raut wajah Nadia tampak menahan kesal.Satu jam
"Kamu tidak berubah, Aksa. Selalu menjelekkanku di depan wanita yang aku suka," sahut Mas Sean tersenyum tipis. Pria itu begitu tenang menghadapi amarah Mas Aksa."Sean, sudah aku peringatkan jangan dekati Aira. Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskannya!" ujarnya dengan intonasi sedikit ditekan.Mas Sean tersenyum miring. "Kenapa kamu begitu takut, Aksa?""Diam, kamu tidak akan bisa memisahkanku dengan Aira.""Aku tidak akan memaksa Aira untuk memilihku dengan cara licik seperti yang pernah kamu lakukan, Aksa. Aku ingin Aira mencintaiku dengan tulus tidak perlu dipaksa.""Hahaha, Aira hanya mencintaiku. Sean kamu harus sadar wanita yang kamu suka lebih memilihku," ucapnya ponggah.Mas Sean melangkah mendekati Mas Aksa hingga jarak mereka hanya sejengkal. Pria itu membisikkan sesuatu ke Mas Aksa, detik berikutnya tubuh suamiku membeku dengan wajah pias."Tidak, kamu jangan mengatakan apa pun. Dasar licik! Kalau sampai itu terjadi aku akan membuat kamu menyesal, Sean," ancam Mas Aks
"Aku tidak mau, mas tidak bisa memaksaku," tolakku keras."Kalau kamu tidak mau di rumah ibu biar mas yang ikut tinggal bersama kamu, Sayang. Mas tidak mau jauh dari kamu," rayunya."Kamu memang keras kepala, aku tidak mau kembali sama kamu, Mas. Tolong jangan siksa aku seperti ini," mohonku dengan menangkupkan kedua tangan di dada. Aku sudah lelah menghadapi sikap Mas Aksa yang begitu egois."Yang keras kepala itu kamu, Ai! Aku hanya ingin mempertahankan pernikahan kita," ujarnya. Mas Aksa merangsek mendekat kearahku lalu mencekal pergelangan tangan ini. Sungguh kesabaranku sudah di ambang batas. "Lepas!" Aku berusaha menepis cekalan tangannya."Aku tidak akan melepaskan kamu sebelum kamu mengiyakan untuk pulang ke rumah ibu atau aku ikut pulang bersama kamu.""Aksa, lepaskan. Kamu tidak boleh memaksa, Aira!" Sebuah bentakkan terdengar dari depan pintu."Kamu tidak usah ikut campur ini urusan rumah tangga kami," bentak Mas Aksa."Aku bisa laporkan kamu dengan tuduhan kekerasan dalam
Setelah berbincang-bincang cukup lama dengan Mbak Dian aku pun pamit pulang. Tubuh ini masih sakit, rasanya ingin secepatnya merebahkan diri di atas kasur yang empuk.Tiba di rumah aku disambut Bik Surti, wanita paruh baya itu menangis melihatku dalam keadaan terluka walau tidak parah."Apa yang terjadi dengan Non Aira?" tanya Bik Surti dengan wajah penuh kekhawatiran."Semalam aku kecelakaan, Bik. Tapi Bik Surti tidak usah khawatir cuma luka ringan," jawabku tenang sambil cengegesan. Aku tidak mau wanita yang sudah mengurusku cemas memikirkan keadaanku."Syukurlah, bibik khawatir semalam Non Aira tidak pulang. Ya sudah, bibik bikinkan makanan kesukaan Non Aira, ya," tawarnya."Boleh, Bik. Kebetulan aku sudah lapar, kalau begitu aku ke kamar dulu mau istirahat.""Nanti kalau sudah matang masakannya, bibik panggil Non Aira.""Ok, Bik." Aku mengacungkan jempol kearah Bik Surti.Kulangkahkan kaki menuju kamar. Sejenak terdiam melihat barang-barang Nadia masih ada di dalam kamar. Aku haru
Dari kejauhan aku bisa melihat suasana semakin memanas. "Aksa, cepat kamu telepon Aira. Ini semua karena dia!" titah ibu terdengar emosi.Dari atas aku bisa melihat Mas Aksa sedang mengambil sesuatu dari dalam sakunya, pasti dia akan menelponku."Lebih baik kalian pergi dari sini, kami mau arisan," usir Mbak Dian."Eh, enak saja mengusir kami. Ini rumah Aira menantu saya, seharusnya kamu yang pergi!" bentak ibu."Ya ampun, nenek tua ngeyel banget. Sudah dibilang ini bukan rumah Mbak Aira, atau kalau kalian tidak mau pergi aku akan menyuruh Moly yang mengusir kalian," seru Mbak Dian."Siapa Moly? Kami tidak takut, ini rumah menantu saya kamu tidak berhak mengusir kami," jawab ibu masih bersikukuh dengan pendiriannya."Pergi sana pelakor," usir Ibu Indah yang sejak tadi diam menyimak berdebatan mereka."Hei, Bu. Sudah kubilang aku bukan pelakor!" balas Selena geram."Mana ada pelakor ngaku," sahut Ibu Indah mengejek.Plak!Gegas aku berdiri ingin melihat apa yang terjadi. Terdengar sua
Aku pun memutuskan memakai pengacara keluarga Ibu Indri, pengacara yang aku sewa rekomendasi Nadia belum juga ada kabar kejelasannya. Aku juga sudah memberikan berkas dan bukti perselingkuhan Mas Aksa. Semoga proses perceraian bisa cepat selesai.Mas Aksa tidak akan dapat harta gono-gini karena semua harta yang aku punya milik orang tuaku tidak termasuk ke dalam pembagian harta gono-gini. Sebenarnya bisa saja aku menuntut hak, sebab selama ini suamiku tidak memberikan nafkah layak selama kami menikah.Bersyukur aku belum memiliki anak dari Mas Aksa. Mungkin ini juga teguran untuk Mas Aksa karena telah menelantarkan anak dari wanita di masa lalunya. Sudah seminggu aku hidup tenang, aku juga sudah bilang ke Security perumahan agar melarang Mas Aksa dan keluarganya masuk ke dalam kompleks perumahan. Menurut Laras, Mas Aksa beberapa kali ke resto mencariku. Ibu Indri juga mengatakan suamiku sudah tidak lagi bekerja karena sudah di pecat. Aku yakin Mas Aksa dan keluarganya tidak akan dia
Aku membelalakkan mata, kaget. Cepat aku menutup wajah dengan kedua tangan, karena malu. Mata ini sudah ternoda melihat yang tidak seharusnya. Rumah kayu sedikit bergerak, jantung semakin berdetak cepat. Aku tersentak sebuah tangan memegang kedua telapak tangan ini. Seketika atmosifir berubah panas."Ai," bisik Mas Sean."Mas, aku mohon jangan," lirihku dengan suara tercekat di tenggorokan. Aku masih menutup wajah dengan kedua tangan karena takut.Kasur angin bergerak, pria itu duduk tepat disampingku. Tubuh ini seketika gemetar membeku di tempat. Helaan demi helaan terdengar, aku berusaha menetralkan degub jantung. Walau bukan pertama untukku, tapi aku tidak mau sampai terjadi karena kami belum menjadi pasangan halal."Ai, aku tidak akan melakukannya," ucapnya pelan."Kamu janji, Mas," sahutku masih menutup wajah dengan kedua tangan. Jujur aku masih belum percaya, apa lagi di tempat ini hanya ada kami berdua. Dia pria dewasa dalam situasi sedang berh*srat."Janji, maaf ya sudah memb
Di luar hujan semakin lebat, atap rumah pohon kayu banyak yang bocor di mana-mana. Untuk beristirahat saja susah karena semuanya basah. Aku dan Mas Sean duduk saling berhimpitan karena hanya tempat duduk kami yang kering.Suara binatang liar kembali terdengar, seakan hewan buas itu berada di bawah pohon ini. "Ssst, di bawah sepertinya ada serigala, Ai," bisik Mas Sean begitu pelan.Aku duduk sambil menekuk kedua lutut, menahan hawa dingin. Mas Sean disamping sudah siaga, dia mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. "Mas, kamu bawa ini?" tanyaku kaget melihat pria itu membawa senjata tajam."Ini hutan, Ai. Kita tidak boleh lengah, banyak binatang buas, atau pemburu yang ingin mencelakai kita," sahutnya.Dalam situasi seperti ini Mas Sean bisa diandalkan. Semoga saja, dia bisa melindungiku. Dia berdiri tepat di depan pintu, dibawah semakin banyak langkah kaki binatang berkaki empat."Mas, aku takut," lirihku pelan. Mas Sean hanya melirikku sekilas lalu fokus kembali menatap pintu r
Keheningan beberapa saat menyelimuti kami. Helaan napasnya mengenai ceruk leher ini. Sesaat aku menikmati pelukkan hangat yang dihasilkan dari atmosfir tubuh kami.Mas Sean mengurai pelukkannya, dia membingkai wajah ini. Jarak kami begitu dekat. "Ai, aku janji tidak akan menyakiti kamu," ucapnya seraya membelai rambut hitam panjangku.Aku seperti terhipnotis, menatap iris hitam dengan bulu mata tebalnya. Suara adzan subuh berkumandang menyadarkanku dari wajah tampannya. Jika ada suara adzan berarti ada surau di dekat sini dan pasti ada rumah warga. Kupikir hanya villa ini saja yang di kelilingi hutan pinus."Mas, sudah waktunya sholat subuh." Aku berusaha melepaskan tangannya di pinggang rampingku demi menghindari dari hal yang tidak seharusnya. Kami sama-sama sudah dewasa, suasana seperti ini bisa saja terjadi sesuatu tidak diinginkan. "Sebentar, Ai." Aku kembali dibuat kaget ketika dia mendekatkan wajahnya.Cup!Sebuah kecupan mendarat di pipi, kulebarkan kedua bola mata menatapny
"Ai, kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Sean yang sudah selesai berbicara dengan Ardi. Aku terduduk lemas di lantai karena seluruh persendianku seketika lemas. Resto yang susah payah orang tuaku bangun terbakar.Mas Sean berusaha mengangkat tubuhku lalu mendudukkanku di atas ranjang. "Mas, resto gimana?" tanyaku setelah keadaanku sudah sedikit tenang. Aku terlalu shock mendengar berita itu."Kamu tenang saja, Ai. Kebakarannya hanya melahap bagunan resto bagian samping saja. Hanya sedikit yang perlu diperbaiki, beruntung saat itu ada Ardi yang belum pulang dari toko Koh Acong melihat ada pria sedang menyiram bensin lalu membakar resto. Jadi, kebakarannya tidak sempat meluas kemana-mana. Ardi meminta tolong warga yang lewat untuk membantunya memadamkan resto sebelum menjalar masuk ke dalam," terang Mas Sean.Samping kiri dan kanan resto masih kebun kosong milik warga, sedangkan depan resto beberapa deretan toko salah satunya toko elektronik milik Koh Acong yang telah berdiri lebih dulu dari
Mas Aksa benar-benar keterlaluan, dia ingin mengajak perang. Aku yakin Zoya yang membantu Mas Aksa menyewa pengacara untuk membatalkan gugatan ceraiku. "Lalu, apa yang harus aku lakukan, Mas?" tanyaku."Kamu harus berikan bukti baru, Ai. Agar Aksa kalah," sahut Mas Sean."Selama 3 bulan Mas Aksa tidak memberiku nafkah, Mas. Dia terlalu sibuk dengan Selena. Apa itu bisa menjadi bukti?" "Itu bisa menjadi bukti, untuk kamu menggugat balik Aksa, Ai. Kalau sudah tiga bulan tidak memberi nafkah, sama saja Aksa sudah menalak kamu secara agama, Ai. Dan, kamu bisa menuntut Aksa dengan pasal menelantarkan istri.""Mas Aksa juga pernah menalakku, Mas. Apa secara agama sah, waktu itu kami bertengkar hebat karena Mas Aksa selalu pulang malam. Saat itu aku protes, tapi dia bilang kalau aku melarangnya, kamu aku talak. Apakah itu jatuh talak?" tanyaku."Itu sudah jatuh talak, Ai. Jika Aksa mengucapkannya dalam keadaan sadar, Ai. Kamu kenapa tidak pernah cerita sama aku, Ai?""Dia sadar, Mas. Ada i
"Daging barbequenya enak sekali, baru kali ini aku makan daging seempuk dan semanis ini," celetuk Susi."Ini daging wagyu, Sus. Mas Sean membeli daging ini dengan kualitas nomor 1 dan kamu harus tahu harga daging wagyu sekilo saja ada yang mencapai harga satu sepeda motor," jelas Roni."Apa? Jadi, daging wagyu ini mahal. Pantas saja rasanya berbeda dengan daging sate sapi yang sering aku beli," balas Susi."Kamu norak banget, Sus. Masa daging wagyu disamain sama daging sapi yang dibeli pinggir jalan," timpal Iqbal."Enak saja kamu bilang norak, gini-gini aku sering makan daging sapi sama kambing," ketus Susi diiringi gelak tawa karyawan lain.Mas Sean ikut tertawa mendengar obrolan karyawanku. "Mbak, Mas Sean ganteng, ya," bisik Laras yang kebetulan duduk disampingku. Sedangkan Mas Sean duduk berhadapan denganku hanya terhalang meja."Biasa saja, tuh," sahutku."Serius, biasa saja. Kalau Mas Sean diambil si Zoya itu, apa mbak rela," goda Laras."Udah, ah, jangan sebut-sebut wanita it
Selama perjalanan menuju puncak, aku memilih menutup mata agar perasaan gelisah hilang. "Ai, bangun sudah sampai," bisik Mas Sean. Aku membuka mata sambil menguceknya, ternyata selama perjalanan aku tidur nyenyak."Sudah sampai, Mas," gumamku seraya meregangkan otot pinggang yang terasa kaku."Mbak tidur nyenyak sekali, kami tidak tega bangunin, Mbak Aira," sela Laras yang sudah bersiap turun dari dalam mobil sedangkan aku sudah tidak melihat Bik Surti.Aku menatap ke depan, ternyata benar sudah sampai. Di depanku sebuah Villa mewah dengan dua lantai berdiri kokoh, aku mengedarkan pandangan kesamping melihat pemandangan luar semua hutan pinus. Bis rombongan karyawanku juga sudah sampai."Mbak, aku masuk ke dalam dulu, ya," ucap Laras. "Iya, Ras," jawabku.Mas Sean masih duduk dibalik kemudi, dia masih setia menungguku mengumpulkan nyawa karena baru bangun tidur."Mas, ini villa kamu?" tanyaku sedikit tidak percaya. "Iya, bidadari surgaku. Villa ini sengaja aku beli, untuk kita nant
Aku menahan amarah melihat video yang aku tonton di ponsel Laras. Hawa panas sudah naik ke atas ubun-ubun. Kurang ajar! Zoya membuat video klarifikasi bersama Mas Aksa dan juga Ratu, ternyata mereka benar-benar bersekongkol untuk menghancurkan hidupku."Ada apa, Ai?" tanya Mas Sean mungkin melihat perubahan ekspresi wajahku."Kamu lihat sendiri, Mas." Aku menyerahkan ponsel Laras ke tangan Mas Sean.Aku tidak habis fikir, Mas Aksa melakukan hal serendah itu. Dia playing victim seolah aku istri durhaka. Di video itu Mas Aksa menjelaskan, dia terpaksa menikah lagi karena ibunya ingin menimang cucu dikarenakan ibu sedang sakit keras takut tidak ada umur. Mas Aksa juga mengatakan dia sudah adil denganku dan juga Selena, walau dia memiliki istri lagi namaku tetap nomor satu di hatinya.Mas Aksa juga mengatakan aku ingin berpisah dengannya karena dia sudah jatuh miskin, lalu aku berselingkuh dengan pria kaya. Apa lagi Ratu juga ikut menjatuhkanku dengan mengatakan aku tidak mau mengurus Mas
"Mas Sean, kamu di sini?" tanyaku kaget. Jujur aku terkejut pria itu sudah disamping tengah tersenyum penuh arti kearahku."Mas Sean, keren. Aku sudah lihat video itu, beruntung Mbak Aira dicintai Mas Sean," puji Mbak Dian. Aku melirik tidak suka kearah Mas Sean karena aku yakin pria itu sedang kegeeran."Terima kasih pujiannya, Mbak Dian. Aku hanya ingin memperjuangkan cintaku," sahut Mas Sean seraya menyugar rambutnya."Mas Sean, warga kompleks perumahan ini akan selalu mendukung kalian.""Wah, terima kasih dukungan kalian. Aku janji tidak akan mengecewakan kalian dengan membahagiakan Aira," balas Mas Sean mantap.Aku menepuk keningku pelan mendengar obrolan mereka, Mas Sean seperti sedang berorasi mencalonkan diri sebagai ketua RT saja yang mencari simpati masa untuk mendukungnya."Mas, kamu mengikutiku?" tanyaku menatapnya penuh selidik."Semalam aku tidur di rumah Kak Indri, Ai," sahutnya santai. Suasana taman semakin ramai, ibu-ibu kompleks yang kebetulan melewati kami menyapa