Malam pertunangan mantan kekasihnya, semua mata tertuju ke arah Laura. Ia terlihat begitu cantik, bahkan tatapan Rey tidak pernah lepas darinya.
'Pak Sean di mana? Apa jangan-jangan ... dia tidak akan datang?" batin Laura.
Laura tidak sanggup menahan rasa gugup yang saat ini sedang ia alami, tatapannya hanya tertunduk sejak pertama kali masuk ke dalam gedung.
Rasa gugup itu seketika berubah menjadi kesal karena tiba-tiba, mantan kekasihnya datang, menatapnya dengan senyumnya yang seolah mengejek.
"Sendiri? Di mana pria yang telah menggantikan posisiku?" tanya Rey.
"Sebentar lagi juga sampai," jawab Laura dengan cuek.
Di dalam hatinya, ia selalu berharap agar Sean datang lebih awal, karena Laura yakin Emily akan datang dan kembali merendahkannya.
Tak berapa lama, acara pertunangan Rey dan Emily dimulai, tetapi sean belum juga terlihat di depan pintu masuk.
Laura sudah merasa takut, jika sampai akhir acara Sean belum juga datang, maka Laura akan dipermalukan, dan dirinya akan membenci Sean.
Sean lah yang meyakinkan Laura untuk datang, dan sudah berjanji akan menemaninya sampai acara selesai. Apakah mungkin pria itu membual?
Laura menatap tidak suka ke arah kedua pasangan di depanya, mereka memamerkan cincin pertunangan yang terletak pada jari manis mereka.
"Sialan, di mana Pak Sean?"
Di tempat lain, Sean sedang duduk di sebuah ruangan sambil menatap layar persegi di hadapannya.
Ia menatap dingin ke arah seorang wanita yang sedang duduk sambil bermanja mesra kepada seorang pria tua.
Diandra Zivana Athala, wanita yang mengenalkan cinta kepada Sean, wanita yang menemani Sean dari nol sampai pria itu sukses.
Tetapi Diandra juga adalah wanita yang telah memberikan Sean luka terdalam yang mungkin tidak akan pernah Sean lupakan.
Tatapan Sean beralih ke arah wanita lain yang telihat begitu cantik, dengan dress merahnya yang baru saja ia belikan kemarin. Pria itu tersenyum tipis menatapnya.
"Pak Sean belum pergi?"
Sean menggelengkan kepalanya. "Aku ingin memberikan kejutan untuk mereka semua," ujarnya.
Sebenarnya Sean sudah ingin pergi sejak tadi, tetapi ia ingin melihat pertunangan adiknya melalui layar di hadapannya.
Jika Sean datang sejak awal, maka pertunangan tidak akan pernah terjadi. Karena itu, Sean memilih datang ketika acara pasang cincin telah selesai.
"Tunggulah sebentar lagi Laura, aku pasti akan datang."
**
Sementara Laura, wanita itu masih setia menunggu Sean. Ia hanya bisa terus bergumam sendirian, "Tidak apa datangnya terlambat, setidaknya kamu harus datang."
Bodohnya Laura karena ia tidak menukar nomor ponsel dengan Sean. Setidaknya, dia seharusnya tahu bagaimana ia harus menghubungi atasannya itu.
Sementara itu, acara pertunangan telah selesai. Laura ingin sekali pergi dari sana, tetapi ia tidak ingin membuat dirinya kembali dipermalukan oleh Emily.
Mungkin untuk saat ini, Laura harus menunggu sampai acara selesai dan berharap Sean akan datang untuk menjemputnya.
"Pacar bohongan kamu nggak datang ya? Kasihan ... makanya jangan suka bohong ya, Laura. Ngaku aja deh, kalau kamu itu gak bisa move on dari tunangan aku, kan?"
Ketika Emily datang dan memberikan wajah mengejek, Laura sadar, aa yang ditakutkan oleh Laura benar-benar terjadi. Kedua pasangan itu telah bersiap untuk mempermalukannya. Bahkan kedua orang tua Rey datang dan berdiri di hadapannya.
Laura menatap tajam ke arah Diandra, ibu tiri Rey dan wanita sejak awal tak pernah menyukai hubungan antara Laura dan juga Rey.
"Oh ... berani juga kamu datang ya, Laura! Masih gak bisa lepasin Rey? Sudah saya katakan, anak saya jelas-jelas tidak cocok sama kamu!" tegasnya.
"Maaf ya Bu, memang saya saja yang bodoh, karena membuang waktu yang begitu berharga hanya untuk pengkhianat seperti anak ibu."
Laura tidak akan tinggal diam. Selama ini, ia benar-benar sabar menghadapi orang tua Rey, apalagi ibu tirinya.
Sejak dulu, mereka terus berbicara kasar kepadanya. Namun, karena Laura masih tau tata krama, ia masih berusaha hormat, dan selalu mengalah.
Tetapi kali ini, ia sudah terlalu lelah. Ibu tiri Rey yang umurnya tak beda jauh dengannya itu sudah keterlaluan.
"Heh! Anak saya tuh dulu emang gak bisa pilih pasangan, makanya jadi hubungan sama kamu!" teriak Diandra dengan cukup kencang.
Laura hanya bisa tersenyum, dia bahkan sudah tak peduli jika mulai banyak mata yang memandang.
"Kalau begitu mulai sekarang jaga dong anaknya, karena perilaku pria yang suka berselingkuh nggak akan pernah hilang!" ujar Laura.
"Jaga ucapan kamu!" teriak Emily.
"Kalau anak saya sudah menemukan seorang pasangan yang cocok, dia tidak akan pernah melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya."
Laura menatap ke arah Rey. "Benarkah? Buktikan kalau perkataan Ibu Diandra ini benar!"
"Diam!" teriak Tuan Samudra. "Kamu, untuk apa kamu datang ke pertunangan anak saya?" tunjuknya ke arah Laura.
Laura mengeluarkan undangan yang diberikan oleh Sean. "Saya diundang oleh Rey dan Emily" jelasnya.
"Jika sudah diundang dengan baik, maka bersikap juga dengan baik!"
Laura benar-benar tidak mengerti dengan kepribadian dari keluarga mantannya, mereka adalah para manusia yang merasa paling tinggi sedunia.
"Saya sudah bersikap dengan baik, tetapi calon–"
"Cukup!" potong Tuan Samudra dengan cepat. "Rey dan Emily, kalian seharusnya merayakan pertunangan kalian, gak perlu meladeni wanita gak jelas macam dia!" tunjuknya ke arah Laura.
"Satu hal lagi. Acara ini khusus untuk orang-orang terhormat yang punya jabatan tinggi, bukan kalangan rendahan seperti wanita ini!" lanjutnya.
Laura membuang nafas panjang, ia harus bisa mengontrol emosinya agar tidak mengacaukan acara sebesar ini.
"Benar apa kata suami saya. Bukankah kalian sudah mengundang CEO terkaya itu, di mana orangnya?" tanya Diandra.
Seketika, Laura merasa bingung. Ia pikir, Rey lah yang memiliki perusahaan paling kaya di negara ini.
"Ngapain cari-cari saya? Saya ada di sini, kok."
Semua mata tertuju ke atas panggung, terlihat Sean yang sedang duduk sambil menatap ke arah Laura.
Wanita cantik itu tersenyum kecil, ia berpikir bahwa Sean tidak akan datang dan dirinya akan pulang dengan rasa malu yang begitu besar.
Laura ingin melihat, bagaimana jadinya jika Rey mengetahui bahwa Sean adalah pria yang ia bawa sebagai 'kekasihnya'.
"Karena di sini banyak yang belum mengenal saya, izinkan saya untuk memperkenalkan diri. Saya Sean, dan saya adalah CEO dari S Company Grup."
Begitu Sean memperkenalkan diri, Rey dan juga orang tuanya terlihat panik. Bahkan, Laura bisa melihat manik mereka yang membulat sempurna, serta keringat yang mulai muncul di dahi mereka semua.
"Tidak mungkin! Satpam, cepat usir pria ini!" teriak Tuan Samudra.
Laura menatap seluruh wajah dari keluarga Rey, mereka terlihat ketakutan terkecuali Diandra yang tersenyum.
Sementara semua orang ketakutan, Sean sendiri hanya tertawa. Tatapannya terlihat dingin, seolah sama sekali tak takut dengan keluarga Rey.
Laura berpikir apakah Sean tak mengenal keluarga Rey? Lalu, apakah dia yang dimaksud dengan CEO terkaya?
Belum terjawab semua pertanyaan Laura, Sean perlahan turun dari atas panggung, dan berjalan menghampiri Laura dan juga keluarga Rey.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih, karena sudah mengundang saya dengan sangat terhormat di acara ini," jelasnya.
"Sean, ternyata kamu selama ini baik-baik saja ..."
Laura mendengar ucapan lirih dari Diandra, tatapan wanita itu terlihat berubah ketika melihat Sean berdiri di dekatnya.
"Laura ... maaf, aku terlambat." ujarnya dengan suara yang begitu pelan.
Laura tersenyum begitu manis, akhirnya ia bisa membuat Rey dan Emily tutup mulut. Jika tidak, maka mereka tidak akan berhenti untuk merendahkannya.
"Aku ingin meminta maaf pada kalian karena hadir tidak sesuai dengan waktu. Selamat atas pertunangan kalian, ya." ucap Sean pada Rey dan juga Emily yang masih membeku di tempatnya.
Laura terkejut ketika Sean menggenggam erat tangannya dan membawanya ke depan, semua mata hanya tertuju kepada mereka berdua.
'Apa yang akan Sean lakukan?' batin Laura.
Tiba-tiba, Laura merasa genggaman tangan Sean di tangannya semakin kuat, hingga ia tiba-tiba bersuara di atas panggung.
"Maaf semua, aku bukan ingin merusak acara ini, tapi aku ingin mengucapkan sesuatu kepada wanita di hadapanku ini," ucap Sean.
Laura semakin bingung, terutama ketika Sean mengeluarkan sebuah cincin dari dalam jasnya dan bertekuk lutut di hadapan Laura, hal tersebut membuat wanita cantik di depannya terdiam.
"Laura, maukah kau menjadi istriku?"
Laura dibuat dilema oleh lamaran yang dilakukan Sean kepadanya, karena ia baru saja mengenal pria itu dan dengan begitu cepat Sean melamarnya.Bahkan mereka belum pacaran atau berkenalan secara resmi, Laura hanya bisa terdiam dan menatap tidak percaya ke arah pria di hadapannya.Satu hal yang berada di pikiran Laura saat ini adalah, jika dirinya menolak Sean, maka hal itu akan membuat pria itu malu di hadapan banyak orang."Pak Sean, saya ... ."Laura takut jika nanti ia sudah menerima lamaran dari Sean dan mereka menikah, Sean akan kecewa jika mengetahui bahwa Laura sudah tidak mempunyai mahkota lagi."Aku benar-benar ingin melamar kamu untuk menjadi istriku, karena jika boleh jujur aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama," ujar Sean dengan lantang.Laura menatap semua orang yang berada di hadapan mereka berdua, begitu banyak tatapan tidak suka yang diberikan kepadanya."Tidak perlu kamu pedulikan tatapan dari semua orang yang berada di sini, karena yang akan menikah itu aku dan
"Aku tidak mungkin menolak kesempatan emas kali ini, jadi aku menerima lamaran kamu."Sean menarik tubuh Laura ke dalam dekapannya. "Apakah ini bukan setingan?" bisik Laura."Ini nyata, untuk apa aku melamarmu di depan semua orang."Laur sedikit curiga dengan Sean, karena tidak mungkin pria kaya dan mapan seperti Sean mau melamarnya.Tetapi melihat raut wajah Rey dan Emily membuat Laura begitu bahagia.Laura menggandeng tangan Sean dan menariknya menuju ke arah keluarga Rey. "Kalian bisa lihat, aku sudah buktikan bahwa bisa menemukan pria yang jauh lebih baik daripada Rey!""Kamu jangan mau dibodohi, kamu belum tahu siapa dia–""Siapa saya sebenarnya?" tanya Sean. "Saya adalah Sean Edbert, saya adalah CEO muda yang memiliki banyak saham di Indonesia, ada yang kurang dari saya!""Setidaknya calon suami gue jauh lebih baik daripada dia!" tunjuknya ke arah Rey.Ting.Semua ponsel yang berada di dalam aula acara berbunyi. "Jangan lupa untuk datang ke acara pertunangan saya, itu undangan k
Setelah melihat apa yang telah terjadi, Laura memutuskan pergi dari sana dan berjalan tanpa arah.Sampai langkah kakinya terhenti dan melihat Sean berdiri di hadapannya. "Mau ke mana, Sayang?"Terlihat dengan jelas Diandra yang berdiri di belakang Sean, tatapannya seakan tidak suka kepadanya."Pergi! Kekasihku sedang menungguku dan aku tidak ingin dia curiga terhadapku!""Sean, kamu lebih memilih dia daripada–""Cukup!" tegasnya ke arah Diandra, ia berbalik dan menggenggam erat tangan Laura. "Ayo, kita pergi dari sini."Diandra mengepalkan kedua tangannya, ketika melihat Sean yang menggenggam tangan Laura begiti erat.Cintanya Sean yang dulu kepada Diandra begitu besar, bahkan pria itu tidak ingin membuat Diandra merasa sakit di dalam hati atau tubuhnya.Tetapi kini semua itu hilang, Sean jelas-jelas begitu peka terhadap Laura dan begitu mencintainya.***Di tempat lain Sean menyuruh Diandra untuk duduk di sebuah taman, tatapannya menatap seluruh wajah wanita di depannya."Kenapa? Kam
Hari ini adalah hari pertunangan Laura dan juga Sean, mereka akan melaksanakan acara pertunangan tersebut di sebuah gedung yang cukup besar."Semoga acara hari ini berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan seperti kemarin."Laura menatap pantulan dirinya di cermin. Kemarin ia dan Sean mendapatkan kabar, bahwa dekorasi acara mereka dihancurkan oleh seseorang.Tetapi Sean berhasil membuat dekorasi yang baru dengan harga yang fantastis, bahkan tempat yang baru juga begitu aman."Acaranya sudah di mulai, mari bersiap-siap lebih dulu."Saat keluar dari ruang ganti, Laura dapat melihat Rey bersama dengan keluarganya yang sedang duduk di kursi tamu.Kedua tatapan mereka bertemu, tetapi beberapa saat Laura mengalihkan pandangannya dan tersenyum ke arah Sean."Tenang saja, Rey tidak akan berani membuat acara ini menjadi berantakan," ujar Sean.Semua dekarasi mereka kemarin hancur karena ulah dari Rey dan Emily. Entah mereka memiliki dendam apa kepada Laura.Padahal setelah acara pertunangan me
Dalam kegelapan, terdengar suara tangisan yang berasal dari sudut ruangan.Sudah satu jam lebih suara tangisan itu berlangsung, tanpa adanya jeda.Hujan yang deras membuat luka yang berada di dalam hatinya semakin sakit dan suara tangisannya semakin besar."Aku tidak mau mempercayai siapapun lagi, aku sudah takut untuk terluka lagi!"Laura pergi meninggalkan Sean yang sedang asyik berciuman dengan Diandra di bawah derasnya hujan."Ternyata sakit ... aku pikir tak akan sesakit ini ... tetapi ini begitu sakit."Tangannya bergerak menutup wajahnya, ia sudah lelah dengan semua orang yang telah membohonginya.Di luar sana suara ketukan pintu terus berbunyi. "Laura, aku ingin menjelaskan semuanya, aku mohon buka pintunya."Tidak hentinya Sean meminta Laura untuk membukakan pintu untuknya, pria itu menangis tanpa mengeluarkan suara."Laura, tolong jangan menangis seperti itu."Di dalam ruangan Laura membaringkan tubuhnya di atas lantai yang dingin, ia memeluk tubuhnya dengan sangat erat.Air
"Duduk di sini dan makan dulu, kamu sudah melewatkan satu jam untuk minum obat.""Nggak mau! Jawab dulu untuk apa ... eh ... eh turunkan aku!" teriak Laura.Tubuhnya digandong paksa oleh Sean dan membawanya ke tempat duduk."Makan!"Tangannya bergerak mendorong semangkuk bubur di hadapannya. "Nggak mau!""Makan atau aku suap!"Karena mendengar ancaman dari kekasihnya, Laura dengan cepat memakan bubur tersebut.Selesai sarapan, ia mengambil obat yang diberikan oleh Sean dan meneguknya dengan secangkir air hangat."Aku ingin menjelaskan semuanya, kamu diam dan dengarkan apa yang akan aku katakan!"Sean paham betul bahwa Laura tidak akan mendengarkannya, tetapi ia tidak bisa untuk tidak menjelaskan semuanya.Penjelasaannya di mula saat Diandra yang menelfonnya untuk berbicara, terapi ia tidak sadar bahwa dirinya di jebak oleh Diandra dan Rey.Karena itu saat Laura sudah pergi, Sean memberikan banyak pukulan ke tubuh dan wajah adiknya itu."Sekarang aku ingin bertanya, ada hubungan apa ka
Menggunakan pakaian yang dibelikan oleh Sean, membuat Laura terlihat cantik di pagi hari.Karena ini adalah hari pertamanya menemani sang kekasih pergi ke kantor, ia ingin terlihat berbeda dari hari yang lain.Ternyata bukan hanya Laura yang berpenampilan begitu cantik, Sean juga tidak ingin kalah dengan penampilannya."Sudah siap, ayo kita berangkat."Sean dan Laura berangkat menuju ke kantor. Karena terlalu pagi, mereka memutuskan untuk berhenti di sebuah kedai bubur untuk sarapan pagi.Selesai sarapan mereka segera melanjutkan perjalanan. "Sesampainya di kantor, apapun yang kamu dengar dari para karyawan tolong jangan dimasukkan ke hati."Saat kedua kaki Laura turun dari mobil, semua para karyawan yang sedang menunggunya menatap dirinya dengan sangat tajam.Kedua tatapan Laura menatap penuh arti ke arah kekasihnya. "Aku menyuruh mereka untuk menyambut calon istri CEO," jelas Sean.Sean menggenggam erat tangan Laura, membawa wanita cantik itu untuk masuk ke dalam kantor."Mulai seka
"Nggak bisa! Keputusan sudah di tetapkan dan aku tidak ingin kamu jauh dariku, paham!" tegas Sean.Hellan nafas panjang terdengar dari Laura. "Jika itu yang kamu mau, bolehkah aku memintamu agar memberikan jabatan kepala bendahara kembali kepadanya?" Ia mencoba untuk membujuk kekasihnya.Karena rasa bersalah pada Laura, ia merasa bahwa Clara juga pantas mendapatkan haknya kembali."Baiklah, sejujurnya aku tidak bisa menerima semua itu karena tindakan yang Clara berikan sudah dimelampaui batas. Tetapi karena aku juga tidak ingin kamu menjauh, aku mengalah."Seketika kedua pipi Laura merah seperti tomat, karena mendengar perkataan dari sang kekasih.Sean adalah pria yang peka, tetapi dia tidak romantis dalam hal menggombali seorang wanita.Tetapi untuk kali ini Laura dapat mengakui keahlian dari kekasihnya. Jantungnya berdebar kencang, ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Sean."Kenapa wajahmu merah begitu, tersipu malu?""Nggak! Ayo kembali ke kantor, banyak berkas yang harus diker
Beberapa hari setelah keluar dari kantor, Laura benar-benar menjalani hari-harinya sendiri tanpa ditemani oleh sang kekasih.Kekasihnya kemarin pergi dinas ke luar kota selama dua minggu dan hari ini Lauren memutuskan untuk pindah apartemen dan benar-benar menghilang dari kehidupan Sean.Mungkin di saat seperti ini ia harus belajar untuk melupakan kekasihnya, karena hanya dengan begitu Sean bisa menemukan wanita yang jauh lebih baik darinya."Maaf, di mana barang yang akan kami bawa?" Laura memesan tim pengangkut barang karena ia akan memindahkan semua, barangnya ke apartemen yang baru.Kemarin saat dirinya ingin menghilang dari Sean, tetapi pria tampan itu malah menemukannya dengan sangat mudah.Laura benar-benar lupa, bahwa kekasihnya itu memiliki bisnis lain selain mempunyai perusahaan yang besar."Semua ini!"Ia melangkah keluar dan akan meninggalkan apartemen yang memberikannya banyak kenangan.Laura hanya akan menitipkan kunci apartemen kepada satpam, karena ia sudah mengetahui
Semua karyawan sudah berkumpul di tempat acara, begitupun dengan Sean dan juga Laura.Malam ini adalah malam perpisahan mereka, karena itu semua harus hadir tanpa terkecuali.Seorang karyawan perempuan masuk membawakan kue yang cukup besar, bahkan tertulis dengan jelas namanya yang begitu indah."Adakah kesan dan pesan yang ingin Anda sampaikan?"Dengan senang hati Laura menuju ke depan dan mengambil mikrofon, ia menatap balik semua karyawan yang sedang melirik arahnya.Di sana Laura menyampaikan bahwa ia begitu beruntung bisa bekerja di kantor dan bertemu dengan semua karyawan.Bahkan kali ini Laura sudah menyiapkan beberapa hadiah kepada para karyawannya."Silahkan maju ke depan dan ambil hadiah kecil dariku untuk kalian."Satu persatu karyawan maju. Setelah mengambil hadiah, mereka menarik lengan Laura menuju ke depan. "Mari bersulang, malam ini kita harus party."Laura menatap minuman di tangannya, ia tidak bisa mengkonsumsi alkohol selama masa kehamilannya.Bahkan rasa mual saat
Keputusan yang berat diambil oleh Laura, kini ia sudah memutuskan untuk berhenti bekerja."Sayang, jelaskan kepadaku tentang semua ini."Tatapannya menatap ke arah semua barang di dalam kardus. "Ini sudah keputusanku, tolong hargai keputusanku," pinta Laura.Langkah kecilnya melangkah keluar dari dalam ruangan sekretaris, ia harus pergi dari kantor agar sang kekasih dapat mencari sekretaris baru.Saat keluar dari lift, ekspresi murungnya berubah menjadi terkejut, ketika melihat semua karyawan berdiri di depan lift."Bu Laura. Kami semua di sini tahu, bahwa kami telah melakukan kesalahan, tetapi kami mohon untuk tidak pergi dari sini. Karena beradaptasi dengan orang baru, bukanlah hal yang mudah."Kedua matanya terpejam, ia tidak boleh merasa ibah dengan ekspresi sedih yang ditunjukkan oleh para karyawan."Aku ingin bertemi kasih sebelumnya. Tetapi aku juga ingin minta maaf, karena keputusanku sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi!" tegasnya.Satu persatu karyawan melangkah ma
Berhasil dibujuk untuk pulang, saat ini pasangan kekasih itu sedang berada di apartemen milik Laura."Sayang, aku tunggu di bawah."Setelah kepergian Sean, dengan cepat ia mencari sesuatu yang mampu menyembunyikan kehamilannya.Mereka akan pergi ke dokter, Laura takut jika kehamilannya diketahui oleh Sean.Korset yang sudah lama ia beli tetapi tidak digunakannya, kini benda itu mampu menutupi perutnya yang hemailannya."Maafkan aku."Sejujurnya ia tidak ingin melakukan hal kejam seperti ini, tetapi untuk saat ini Laura tidak bisa menerima anak yang berada di dalam kandungannya.Matanya membulat sempurna ketika melihat Sean berada di depan kamar. "Ada apa? Wajahmu pucat."Satu langkah mundur ke belakang ketika wajahnya disentuh oleh sang kekasih, hal itu membuat Sean terdiam cukup lama."Sean, bisakah kita tidak perlu ke rumah sakit? Aku baik-baik saja.""Kamu yakin? Atau begini saja, aku panggil dokter ke sini."Laura berpikir mungkin hal itu akan jauh lebih baik, daripada harus ke ru
Tatapan teduh dan wajah suram terlihat jelas pada wajah wanita cantik yang duduk sambil menatap ke arah jalan.Berkali kali ia menundukkan kepalanya, ketika melihat sepasang kekasih yang melewatinya.Melihat kemesraan mereka berdua, membuat Laura teringat jelas dengan Sean dan semua kenangan mereka."Aku tak mampu memaksa untuk bersama, aku tidak ingin membuatmu hancur."Tangannya bergerak mengelus perutnya yang belum terisi apapun sejak tadi malam.Bahkan pagi tadi ia harus tidur di taman, menahan dinginnya malam yang begitu menusuk."Apakah aku mampu menahan semua ini? Aku tidak ingin hal ini terjadi kepadaku!"Hidupnya sekarang begitu hancur, tidak mempunyai apapun dan bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.Langkah kecilnya menjauh dari taman dan berhenti di depan restauran, ia sedikit tersenyum ketika melihat ada lowongan pekerjaan."Permisi, apakah di sini sedang membutuhkan karyawan?"Sedikit rasa takut melihat ekspresi dari wanita di hadapannya. "Lu hamil?"Dengan pelan ia men
Ekspresi yang awalnya bahagia, tersenyum senang melihat test peck dihadapannya, tiba-tiba berubah dalam waktu sekejap.Terlihat jelas garis dua pada test peck yang ia gunakan, membuat tubuh Laura melemas dan terjatuh di kamar mandi.Hancur, kecewa dan sedih hal itu yang ia rasakan, tak pernah terbayangkan semua ini akan terjadi kepadanya."Aku harus ke rumah sakit, tempat di mana aku di operasi!"Laura berdiri menguatkan dirinya, melangkahkan kakinya keluar dari apartemen.Sudah cukup lama Laura tidak mengemudi mobil, tetapi dengan pelan ia menjalankan mobil ke rumah sakit.Sepanjang perjalanan, Laura hanya ditemani dengan air mata yang tak hentinya menangis."Sean, aku merasa bersalah jika harus menyembunyikan semua ini disaat kamu begitu tulus mencintaiku!" Cinta yang Sean tunjukkan bukan hal yang serius, tak hentinya Laura mengucapkan permintaan maaf.Saat tiba di rumah sakit, Laura masuk ke dalam rumah sakit dan bertemu dengan dokter utama."Nona Laura, ada apa malam-malam datang
Menjelang hari pernikahannya, Laura sering merasa aneh dengan keadaan tubuhnya. "Apakah aku sakit?"Kaki jenjangnya turun dari kasur, tatapannya menatap hujan lebat yang turun sejak sore.Karena merasa tubuhnya sudah jauh lebih baik, ia beranjak dari kasur dan menuju ke dapur.Saat membuka kulkas ia tidak menemukan apapun, yang ada di pandangannya hanyalah cake.Tatapannya beralih ke arah ponsel yang berdering, tertulis nama Sean di sana. "Halo."["Mau makan apa, aku belikan atau mau makan di luar?"Hembusan nafas terdengar jelas."Apa saja, terserah!"Panggilan ditutup secara sepihak, moodnya tiba-tiba berubah menjadi buruk.Ia terkejut ketika tangannya terkena tetesan air. "Aku menangis? Sebenarnya ada apa denganku!"Tiba-tiba ketukan pintu membuatnya sedikit terkejut, dengan rasa kesal ia pergi dan melihat siapa yang datang.Saat pintu dibuka, Sean tersenyum dan menunjukkan makanan untuknya."Aku nggak mau makan!""Sayang, kamu kenapa?"Dengan kasar ia menghempaskan tangan sang kek
80% persiapan untuk acara pernikahan mereka sudah siap, tersisa hanyalah gaun dan juga undangan pernikahan.Calon pasutri itu sedang menuju ke tempat desainer pakaian mereka. Selama perjalanan, wajah keduanya dihiasi dengan senyuman.Saat mobil berhenti di persimpangan lampu merah, Laura merasa begitu gelisah dan merasa tubuhnya tidak enak badan."Ada apa, Sayang?"Kedua matanya tertutup, ketika merasakan sentuhan tangan sang kekasih ke wajahnya. "I'am fine, aku hanya butuh istirahat saja," jawabnya dengan pelan.Mobil kembali dijalankan dengan pelan menuju ke tempat tujuan. Saat tiba, Laura segera keluar dan menghirup udara segar.Ia merasakan sesak. "Kita ke rumah sakit, sepertinya kamu tidak baik-baik saja."Laura melepaskan tangan kekasihnya dengan pelan. "Aku baik-baik saja, ayo kita masuk."Matanya berbinar ketika melihat gaun yang diimpikannya sudah siap untuk digunakan. "Nona Laura, gaunnya bisa dicoba sekarang."Dengan senang hati ia mencoba gaun pernikahannya. Tidak ada satu
Mulutnya tidak mampu terbuka untuk mengucapkan sepatah katapun, ia hanya bisa menangis menatap pria di hadapannya yang berlumuran darah."Kamu menembak ayahmu sendiri!"Tatapan yang dingin menatap tajam ke arah sang ayah. "Kenapa? Anda bisa membunuh ibu saya jauh lebih kejam daripada ini, kenapa saya tidak bisa!"Tangan kanannya bergerak mengangkat senjata, mengarahkannya ke arah sang ayah."Ja ... ngan." Suaranya terbata-bata.Laura mencoba menahan sang kekasih, agar tidak melewati batas. "Aku ... baik-baik saja." Rasa tubuhnya begitu sakit ketika ia berusaha untuk bangkit."Ambulans!" teriak Sean.Kerah baju Sean ditahan dengan kuat. "Aku mohon ... maafkan ayah kamu."Kedua tangannya terlepas. Karena ambulans tidak bisa masuk melalui gang sempit, Sean memutuskan untuk membawa Laura menuju ke mobil.Saat keluar dan meninggalkan ayahnya sendiri di dalam, Sean berpesan kepada para petugas rumah sakit agar membawa sang ayah secepatnya untuk menemui dokter.'Aku bukan memaafkannya, tetap