Aku meminta tolong pada dua orang lelaki itu untuk membawakan kulkasnya ke dapur saja.Selesai menaruh kulkas mereka pun berpamitan pergi, namun sebelum pergi aku memberikan uang tip untuk mereka membeli rokok."Rum, ini kulkas mahal banget lho. Dijual berapa sama temanmu?" tanya Pakde Nirwan."Dia jual ke aku cuma satu juta setengah, Pakde."Pakde Nirwan dan istrinya melongo setelah mengetahui harga jual kulkas itu."Masya Allah, temanmu pasti orang kaya, Rum. Sekalian sedekah itu dia, wong Bu Haji tempo hari beli kulkas dua pintu kaya gitu harganya sampai sepuluh juta."Sekarang giliran aku yang terpengarah mendengar jawaban Pakde."Rejekimu bagus, Rum," imbuh Bude Win."Alhamdulillah, Bude," sahutku.Selesai aku belanja dan mereka sudah melihat kulkas baruku. Bude dan Pakde pun berpamitan pergi untuk berkeliling kembali.Aku dan Ibu segera masuk ke dalam membawa barang belanjaan yang tadi kami beli.Setruman kulkas tadi sudah dicolok oleh dua lelaki yang membawa kulkas. Aku dan Ibu
Semua sudah selesai--dipersiapkan secara mendadak. Karena Refaldy pun memberitahukannya mendadak sekali.Aku kira bukan malam ini dia akan mengajakku untuk dinner. Makanya aku santai-santai saja.Ibu dan Bapak pun sudah berganti baju--siap untuk menyambut kedatangan Refaldy.Deru mesin mobil terdengar di halaman rumah. Apa mungkin Refaldy ke sini meminjam mobil bosnya lagi? Hem, bisa saja sih. Bosnya memang sangat baik, mungkin Refaldy anak buah kesayangannya. Makanya diperlakukan dengan istimewa.Tok! Tok!"Assalamualaikum."Buru-buru aku membukakannya pintu dan membalas salamnya. Ia tersenyum ketika menyambutnya. Begitu banyak buah tangan yang Refaldy bawa ke rumahku. Aku jadi tidak enak hati padanya."Ayo masuk," ajakku.Refaldy pun mengangguk lalu masuk mengekoriku dari belakang."Assalamualaikum, Pak, Bu." Refaldy mencium punggung tangan orang tuaku dengan takzim."Waalaikumsalam.""Ayo silakan duduk, Nak. Tapi maaf, ya, rumah Bapak memang seperti ini lantainya. Masih berupa pel
"Bedebah!" Mbak Ayu menantapku nyalang.Mbak Ayu tak membalas ia gegas ke kamar mengambil barang-barangnya yang tertinggal."Iya Mami, aku akan segera menyusul. Aku cuma mengambil barang-barangku yang tertinggal aja."Sepertinya Mbak Ayu sedang menerima telepon dari Ibu mertuanya. Selesai mengambil barang yang tertinggal Mbak Ayu lantas pergi meninggalkan rumah ini tanpa peduli dengan tatapan kami.Bukan mauku seperti ini, Mbak. Sungguh, ada rasa penyesalan menamparmu. Biar bagaimanapun kamu kakakku. Tapi perlakuanmu yang membuat aku reflek melayangkan tamparan.Sebelum benar-benar pergi meninggalkan halaman rumah. Mbak Ayu menurunkan kaca mobilnya dan menoleh pada kami dengan mata yang berkaca-kaca.Setelahnya ia membuang pandangan ke arah lain dan pergi.Refaldy keluar dari dalam kamar mandi seusai kepergian Mbak Ayu. Wajahnya seperti tidak nyaman dan tidak enak hati atas kejadian ini."Maafkan kegaduhan ini," lirih Ibu."Nggak papa, Bu. Oiyaa, aku tadi dapat pesan dari bos suruh je
POV Author"Makasih, Chef," ucap Ratna juga Arumi.Setelah mengisi absen pulang mereka pun keluar dan menunggu jemputan masing-masing. Ratna menunggu saudaranya datang--sementara Arumi menunggu tukang ojek langganannya untuk menjemput.Mata Arumi berbinar setiap kali melihat tote bag berisikan daging steak itu untuk dimakan bersama dengan orang tuanya.Sambil menunggu jemputan Arumi memainkan ponselnya. Iseng, Arumi beralih melihat story W******p teman-temannya.Tapi netranya salah fokus dengan story WA milik kakak iparnya itu yang bernama Delia.'Kasihan banget sih kamu, Yu, nggak diajak makan enak sama keluargamu sendiri. Miris!'Arumi mengusap pelan dadanya yang berdenyut nyeri. Kenapa iparnya itu selalu saja memancing emosinya.Kenapa juga mbaknya itu menceritakan dan mengirim foto semalam pada Delia.Arumi memilih mengabaikan cuitan status iparnya itu. Ia tak mau menghabiskan energinya untuk meladeninya."Rum, duluan ya." Ratna menepuk bahu Arumi untuk berpamitan. Karena jemputan
Setelah berhasil mentransfer uang ke dalam rekeningnya--Delia pun pergi meninggalkan Aron sendirian di taman.Sudah habis beberapa batang rokok ia hisap. Namun rasa stress yang dilandanya tak mau pergi juga."Punya masalah apapun adukan sama Allah. Allah akan beri jalan keluar dan juga solusinya. Tapi jangan cuma karena kita punya masalah aja baru bersujud dan berdoa sama Allah. Baru mengingat Allah, nggak boleh kaya gitu."Aron teringat akan pesan bapaknya itu. Ia pun beranjak dari duduknya lalu pergi ke kamar mandi dan mengambil wudu untuk salat Ashar."Astaghfirullah, ya Allah ... maafkan aku yang telah lalai ini," gumamnya.Aron sering lalai mengerjakan salat fardhu selama ia merantau. Dulu sewaktu di kampung ia begitu rajin ibadah. Salat fardhu selalu tepat waktu. Tetapi sekarang karena alasan lelah bekerja ia sering telat mengerjakan salat fardhu, bahkan sering meninggalkannya."Perbaiki salatmu, maka Allah akan perbaiki hidupmu."Kembali ia mengingat nasihat dari orang tuanya.
Netra mereka saling bersitatap beberapa detik. Hingga akhirnya masing-masing dari mereka membuang pandangannya ke arah lain."Kenapa masih mengharapkan ku, sedangkan di luar sana begitu banyak wanita yang lebih baik dan lebih segalanya dari aku," tanya Arumi."Yang lebih darimu memang begitu banyak. Tapi, apakah hati bisa dipaksakan untuk mencintai orang lain? Nggak bisa, Rum," jawab Daffa seraya menghela napas panjang."Coba belajar untuk melepaskan, merelakan dan mengikhlaskan, Mas," sahut Arumi lagi."Nggak bisa, Rum.""Sudah malam, sebaiknya Mas Daffa pulang. Nggak enak jika dilihat dengan tetangga," imbuhnya.Daffa mengangguk--mengiyakan ucapan Arumi. Dengan berat hati ia pun gegas pergi meninggalkan halaman rumah Arumi."Kenapa harus seperti ini," desah Arumi."Siapa, Nduk?"Tiba-tiba saja Bapak sudah ada di belakang Arumi. Arumi terkejut sampai bungkus buah pemberian Daffa itu terlepas dari genggaman tangannya."Mas Daffa, Pak," sahut Arumi.Bapak menilik wajah putri bungsunya
Customer yang datang hari ini begitu sangat banyak. Hingga para waiters pun harus bekerja dengan extra cepat dalam melayani customer, begitupun dengan Arumi dan Ratna.Pak Adiwijaya memantau langsung para karyawannya dalam melayani customer. Ia sangat suka dengan cara kerja Arumi yang cekatan."Nggak salah bawa orang kamu," puji Pak Adiwijaya."Iya, Paman. Arumi memang orang yang pekerja keras," sahut Refaldy."Sepertinya kamu memang sangat menyukai gadis itu.""Bukan hanya sekedar suka. Tapi aku juga mencintainya." Refaldy memandang Arumi dari kejauhan dengan wajah semringah."Bagaimana dengan kedua orang tuamu?" tanya Pak Adiwijaya."Mereka akan menerima Arumi dengan baik, Paman."Pak Adiwijaya menghela napas panjang seraya menantap lekat netra sang ponakan tercinta."Wanita seperti Arumi memang pantas untuk di perjuangkan," imbuh sang Paman.Refaldy mengangguk dan tersenyum menantap balik pamannya. Ia juga sudah menceritakan soal Arumi pada kedua orang tuanya dan juga sudah meliha
"Meisha, wanita yang terlihat anggun serta pemalu itu nyatanya hanyalah wanita murahan. Mau-maunya bercumbu dengan lelaki yang sudah beristri!" pekik Ayu sambil mematut diri di depan cermin."Dasar pramugari murahan!"Ayu berteriak, mengacak-ngacak semua alat make up di meja riasnya. "Hei, apa yang kamu lakukan di dalam, Ayu!" teriak Ibu mertuanya mendengar kegaduhan yang dibuat oleh menantunya itu.Ayu keluar dari dalam kamarnya dengan jengkel. Memutar bola mata saat mertuanya menantap sengit."Mi, sebenarnya Mami tau 'kan kalau Mas Pandu selingkuh sama Meisha?" tanya Ayu."Maksudmu apa?" tanya mertuanya dengan memasang wajah seperti orang yang tengah kebingungan.Ayu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Lalu ia membuka galeri foto dan memperlihatkan sebuah foto Meisha dan Pandu tengah bercumbu.Namun ekspresi wajah ibu mertuanya nampak biasa saja dengan foto yang ditunjukkan oleh Ayu."Jadi benar Mami sudah tau jika Mas Pandu selingkuh dengan pramugari murahan itu?" p