Adam memakan dimsum yang tersedia di meja makan dengan lahap. Bu Ami hanya memandanginya sambil tersenyum. Tahu, kan, ada orang yang setiap kali dia makan selalu menyenangkan untuk dilihat? Seperti itulah Adam."Mama enggak ikut makan? Ini enak banget, lho," katanya."Enak, ya? Makan yang banyak, gih!""Beli di mana, Ma? Adam mau nyetok. Lumayan kalau lagi laper malem-malem.""Itu tadi dianterin sama Sofia. Katanya dia bikin sendiri. Nanti kalau kalian sudah menikah, kamu bisa makan dimsum buatan dia setiap hari," goda Bu Ami.Adam tersedak. Bu Ami buru-buru mengambilkan minum. "Kamu kenapa, Dam? Kaget karena gadis hebat kayak Sofia pinter masak?""Kapan dia ke sini?" Adam menghentikan makannya."Kamu pengin ketemu? Wah, bener juga. Kenapa Mama enggak kepikiran minta dia buat antar ke bengkel aja, ya?""Bukan gitu, Ma. Gini, Adam kurang nyaman kalau Sofia aktif melakukan pendekatan. Masakan dia enak, tapi bukankah kita udah sepakat mau berteman dulu?""Memangnya kalau berteman enggak b
"Mas Adam sama Kayla kok enggak bilang-bilang kalau lagi makan siang di sini? Aku, kan, juga mau ikut," sapa Sofia riang. Dia lantas duduk di sebelah Kayla, tepat di depan Adam."Kayaknya kalian udah lama, ya?" Sofia melihat piring bekas siomay dan nasi goreng yang sudah tandas. Gelas es teh menyisakan embun basah di bagian luar, isinya juga habis tak bersisa."Ya, lumayan. Enggak apa-apa kalau kamu mau pesan makanan, kita tungguin," jawab Kayla. Dia memanggil pramusaji untuk membersihkan meja sekaligus melayani pesanan Sofia."Mas Adam ada perlu apa, ya?" Sofia mengalihkan pandangan ke Adam yang hanya diam saja sejak kehadirannya."Saya ada keperluan pribadi dengan Kayla."Sofia manggut-manggut. "Oh, ya, udah makan dimsum buatan aku? Enak nggak, Mas?""Iya, enak. Makasih," jawab Adam tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Dia sedang berbalas chat dengan calon klien.Kayla menahan tawa karena melihat sikap Adam yang begitu dingin dan cuek."Sof, kamu ada perlu apa ke kampus? K
"Jadi, maksud Tante, Kayla itu dulu pernah hampir bertunangan dengan Mas Adam?" Nada bicara Sofia terdengar sedikit meninggi.Bu Ami baru saja menceritakan hubungan Adam dan Kayla di masa lalu tanpa ada yang ditutup-tutupi."Tenang, Sof, itu dulu. Sekarang Adam sudah move on," kata Bu Ami menenangkan Sofia. Dia cukup kaget karena reaksi gadis itu sedikit berlebihan."Tapi tadi Mas Adam ketemu sama Kayla, Tan. Kan ada bukti fotonya juga.""Tante tahu betul karakter Adam. Percaya sama Tante, mungkin Adam memang punya keperluan lain yang belum bisa dibagikan ke kamu. Dia enggak suka umbar-umbar sesuatu kepada orang yang bukan siapa-siapa baginya."Mata Sofia berkaca-kaca. "Jadi, aku ini dianggap bukan siapa-siapa?"Bu Ami mulai geregetan. Gadis itu pintar, tetapi kenapa susah sekali memahami kalimatnya."Bukan siapa-siapa BAGINYA, Sof. Perjodohan itu kan rencana Tante dan mamamu. Kalau kamu setuju, itu tentu lebih memudahkan kami. Tapi kalau Adam belum, ya kamu harus berusaha juga dong s
Menjelang Asar, sebuah mobil menepi dan berhenti tepat di depan pagar rumah Adam. Sofia turun dan membungkukkan badan begitu menyadari sang tuan rumah sedang berada di teras."Assalamu'alaikum, Tante, Mas Adam."Adam membukakan pintu gerbang untuknya lalu segera masuk rumah untuk bersiap-siap. Dia akan pergi ke masjid, salat berjamaah lanjut mengajar mengaji."Lagi santai, ya, Tan?""Iya, Sof. Mumpung saya dan Adam sama-sama di rumah. Gimana kabar mama kamu?" jawab Bu Ami setelah mempersilakan Sofia duduk di kursi yang sebelumnya ditempati Adam."Sehat, Tante. Saya ke sini enggak apa-apa, kan? Mau ikut Mas Adam ngajar ngaji."Bu Ami terharu dengan kegigihan Sofia. Kadang dia kasihan jika gadis sebaik itu harus menghadapi sikap Adam yang cuek."Saya seneng malah kalau kamu sering main ke sini pas Tante lagi di rumah. Tante jadi punya temen ngobrol. Kalau soal ngajar, coba bilang aja sama Adam."Dari dalam rumah, samar-samar Adam masih bisa mendengar ucapan Sofia. Dia hanya bisa berdoa,
Sabrina meletakkan barang-barang belanjaannya di kursi ruang tamu lalu duduk dengan napas ngos-ngosan. Keringat membasahi dahi dan membuat badannya terasa gerah. Memangku tiga kantong belanja sambil berdesak-desakan di dalam angkot jelas bukan perkara mudah. Penumpang lain sampai memelototinya karena dianggap makan tempat.Sejak motornya dikembalikan ke mantan ibu mertua, Sabrina terpaksa menggunakan angkutan umum untuk bepergian. Sebenarnya dia sudah memesan jasa ojek online, tetapi para driver selalu membatalkan setelah tiba di lokasi karena barang bawaannya terlalu banyak. Dia sempat disarankan untuk memesan mobil, tetapi merasa sayang karena ongkosnya lumayan mahal."Mama capek, ya? Sini aku pijitin," kata Alifa. Dia mendekat lalu memijit pundak sang mama dengan tangan mungilnya. Meski tenaganya tidak seberapa, perlakuan manis Alifa itu membuat capek Sabrina otomatis hilang."Belanja apa saja, Sab?" Bu Retno ikut duduk di ruang tamu sambil menyalakan televisi."Alat bahan jahit sa
Keluarga Pak Muklis ada di Singapura selama dua minggu. Sabrina memakai kesempatan itu dengan sebaik-baiknya untuk mengumpulkan uang. Sebulan lagi sudah masuk tahun ajaran baru. Selain butuh uang untuk membayar cicilan kepada Bu Ami, Sabrina juga perlu menabung untuk membayar SPP Alifa.Sabrina mengelola warung dan membuka PO jilbab anak. Modelnya tidak lain adalah Alifa. Dia membuat tiga desain lalu mengedit fotonya dengan pilihan warna jilbab yang bisa dia buat. Sabrina memasarkannya melalui story WhatApp dan Facebook.Sehari dua hari, tidak ada yang memesan jilbabnya. Paling hanya ada satu dua tetangga yang menjahitkan pakaian robek atau menambal bolongan. Namun, Sabrina tak patah arang. Di waktu-waktu senggang, dia menonton tutorial merajut di Youtube.Merintis usaha itu relatif mudah. Yang sulit adalah tetap konsisten meski belum ada yang memesan jualannya. Sabrina tak menampik jika semangatnya juga sempat turun. Jangankan memesan, yang sekadar tanya-tanya pun tidak ada.Kesabara
Orderan jilbab dari Annisa langsung dikebut Sabrina setiap kali ada waktu luang. Hanya dalam waktu tiga hari, sepertiga dari jumlah pesanan sudah jadi. Sabrina menjual dengan harga Rp 25.000 per potongnya. Dikali total pesanan 60 pcs, Sabrina bisa mengantongi omzet 1,5 juta rupiah. Lumayan, untung bersihnya hampir 40%. Setidaknya, cicilan untuk Bu Ami bulan ini sudah aman.Saat sedang asyik mengerjakan model jilbab kedua, mesin jahit Sabrina tiba-tiba mogok. Roda pemutar sampingnya tersendat sehingga pekerjaannya terhenti."Pak, minta tolong benerin mesin jahit, dong," pinta Sabrina ke Pak Jaya yang sedang mencangkul di halaman belakang.Dia berencana membuat kolam untuk budidaya lele. Melihat Sabrina bekerja keras banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga, Pak Jaya malu jika hanya duduk berpangku tangan.Pak Jaya meletakkan cangkul kemudian menyeka keringat sebelum mendatangi Sabrina."Mesinnya kenapa?" tanyanya."Enggak tahu, mogok. Coba Bapak cek."Mereka berjalan beriringa
Sabrina merapikan dagangan dan membersihkan sampah sebelum menutup warung. Remang-remang lampu warga membuat lingkungan tersebut tidak terlalu gelap. Dia sengaja berjualan sampai malam karena banyak anak yang jajan sepulang mengaji, ba'da Isya. Ada juga satu dua tetangga yang ingin membeli kebutuhan rumah tangga karena mendadak habis. Bisa dibilang, warung Sabrina selalu ramai dan cukup membantu perekonomian keluarga.Sebelum mengunci pintu, Sabrina mengintip keadaan sekitar melalui jendela. Hatinya was-was, khawatir lelaki mencurigakan yang sejak kemarin berkeliaran di sekitar sana masih mengintai. Pasalnya, mereka masih lewat menjelang Maghrib tadi.Bagaimana jika mereka membobol rumah ketika para penghuni sedang lelap tertidur?Bagaimana jika mereka memang berniat jahat dan melancarkan aksinya malam itu?Siapa yang akan melindungi Sabrina sekeluarga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan?Sabrina beristighfar, mencoba menyingkirkan berbagai skenario buruk yang berkeliaran di ke