Disaat Ryan ingin menghajar kembali, Wirawan sudah sampai dan mencegahnya. Berbeda dengan Panji yang sedang memegang hidungnya yang terkena pukulan oleh Ryan.
“Sudah, kalian ini meributkan apa, sih?” Suara Wirawan begitu tegas.
“Dia yang mulai duluan, Pa. Si manusia millennium ini mau rebut Kiki dari aku,” tukas Ryan menjelaskan dengan napas yang bergemuruh.
Wirawan menoleh ke arah Panji dengan tatapan yang tak bisa terbaca. “Panji … kamu sama Kiki kan sudah selesai lama. Apalagi kalian sudah sama-sama dewasa kan? Sudah saling memiliki kehidupan masing-masing juga. Biarkan anak saya bahagia dengan tidak adanya kamu yang mengganggu.”
“Maaf, Om. Saya hanya bercanda saja barusan dengan Ryan. Tapi emang dasarnya Ryan langsung gampang terpancing saja emosinya.”
“Apa bercanda lo bilang? Lo anggap istri gue jadi bahan bercandaan?” emosi Ryan makin meledak kala mendengar pengakuan dar
Setelah selesai mengantar ke counter pengiriman, Kiki pun mengantar mamanya pulang karena jaraknya tak terlalu jauh. Tentu saja Kiki mengantar mamanya dengan sepeda motor yang memang baru dibelinya. Awalnya Ryan ingin membelikan mobil namun Kiki tolak. Dari dulu masih sendiri memang Kiki ingin mobil, tapi mengingat itu hanya sebuah keinginan bukan kebutuhan membuat Kiki membatalkan dan memilih membeli sepeda motor agar lebih praktis jika pergi kemana-mana.“Ki, jangan ngebut lho.”“Enggak lha, Ma, Kiki aja masih rada takut kalau di jalan raya. Untung saja ini jalannya nggak besar bisa melipir lewat gang.”Ya, Kiki dan Ryan mendapat tanah di kawasan Pondok Labu dekat rumah orang tua Kiki. Dan Ryan sendiri berniat akan memindah kantornya untuk dekat rumah karena di tempat lama jaraknya terlalu jauh dan memakan waktu di jalan. Ryan sudah pasang iklan jika kantornya dijual dan akan membuat baru yang lebih besar dari sebelumnya.P
Setelah membersihkan motor dan dirinya. Kini Ryan mengajak istrinya untuk pergi ke kedai bakso untuk mengambil mobil sekalian makan bakso di sana. Namun, melihat kondisi sang istri banyak yang lecet di bagian lengan dan kaki membuat Ryan mengurungkan niatnya itu.Kiki yang sedang mengobati lukanya dengan betadine langsung diambil alih oleh Ryan. Melihat banyak bekas luka seperti itu membuat Ryan langsung tak tega.“Sakit,” ringis Kiki.“Iya sayang, tahan bentar, ya.”Bahkan kaki dan lengan Kiki terdapat banyak lebam-lebam di mana-mana. Ryan memegang lembut bagian lebam pun membuat Kiki langsung meringis kesakitan.“Awww, sakit Mas.”“Maaf sayang.”Ryan langsung mengolesi bagian lebamnya dengan gel yang memang sudah sedia di kotak obat-obatan. Selesai membantu Kiki, Ryan langsung izin pamit untuk mengambil mobilnya.“Sayang, aku pergi ambil mobil dulu, ya. Kamu tinggal sendir
“Itu udah tua tapi kok belum nikah-nikah, ya.”“Iya, ngejar karir terus makanya susah jodoh tuh.”“Nggak malu apa gimana sih seusianya udah pada punya anak lho dia masih sendiri aja.”“Bahkan anaknya Jeng Rania saja dua-duanya udah laku semua.”“Nggak takut apa nanti nikah usia tiga puluh susah punya anak.”Berbagai sindiran tetangga sudah menjadi makananku sehari-hari. Bahkan mereka tak segan-segan membicarakan status lajangku di depan mata. Memangnya ada yang salah jika aku lajang? Toh aku lajang dan menikah nanti nggak akan minta biaya resepsi sama mereka, 'kan? Tapi kenapa sih mereka selalu mengurusi kehidupan orang lain seperti ini. Memangnya mereka tak memiliki kesibukan sampai-sampai hidupnya digunakan hanya mengurusi urusan orang dan dijadikan bahan gosip?Kalau tidak kuat iman mungkin rasanya akan gila menghadapi segala standart masyarakat yang memang sudah ada sejak dulu. Terlebih ucapan para tetangga sering kali membuat mama yang tadinya adem ayem menjadi ikut konfrontasi so
Saat sudah berada di meja kerja, aku seperti biasa menjalankan rutinitas sebagai sekretaris. Menyalakan laptop, mengecek jadwal kerja bos hari ini, dan mengingatkan semua jadwal meeting agar tidak lupa. Namun, baru saja membuka dokumen buat dikerjakan, Mbak Sila datang sambil cengar-cengir seperti orang habis ditampar uang seratus juta. Benar-benar bahagia banget kalau dilihat."Ki.""Hmm."Aku mencoba tetap fokus menatap laptop meski telinga sudah dipasang buat dengarin berita terbaru dari ratu gibah kantor. Pasti ada sesuatu yang akan Mbak Sila katakan nih."Aku denger kabar burung katanya kantor kita bakalan kedatangan boss baru gitu, emang bener, Ki?""Nggak tahu deh, Mbak.""Ih, kamu gimana sih, Ki. Masa sekretaris Pak Haidar nggak tahu berita soal ini!?""Duh! Aku jarang buka grup chat, Mbak.""Ih sumpah kamu ngeselin banget, Ki! Tapi, bye the way kalau ada info apapun soal kantor ini jangan pelit lah sama kita-kita, Ki. Lagian berbagi info tuh sama aja sedekah tahu, Ki.""Iya, M
"Sudah selesai ngerumpinya?" katanya begitu menohok relung hatiku. Saat ini yang aku lakukan hanya bisa menunduk, menatap lantai yang sering disapu sama Joko. "Saya sangat tidak suka melihat karyawan bergosip di jam kerja seperti tadi. Apalagi kamu memiliki jabatan penting di kantor ini. Kalau semua karyawan seperti ini bisa-bisa kantor ini mengalami kerugian yang begitu besar. Rugi karena membayar karyawan yang malas bekerja." Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya benar-benar pedas mirip bon cabe level internasional. Nasib menjadi karyawan memang seperti ini, selalu salah di mata bos. Ada saja kesalahan yang ditemukan. Hal yang aku lakukan saat ini cuma bisa nunduk pasrah ditindas sama bos baru yang ternyata mirip iblis. "Jadwal saya hari ini apa?" Dengan gerakan perlahan, kepalaku mendongak menatap bos baru yang benar-benar mirip iblis, tapi kenapa dia di anugerahi wajah yang begitu tampan. Rasanya sangat tidak adil. "Meeting dengan Pak Edgar di kantor Sampoerna Strategic, P
Mataku terpejam mendengarkan sederet permintaan dari bos baru yang bikin pusing. Baru sehari kerja sama dia udah banyak banget tugasnya. Jemariku memijit pelipis yang terasa senut-senut. "Baik, Pak." Aku mengembuskan napas lega kala panggilan telepon dengan bos selesai. Kalau dipikir-pikir masih mending bekerja sama Pak Haidar. Setidaknya beliau masih punya hati sama bawahan. Sedangkan dia? baru sehari masuk jadi bos udah izin nggak masuk dengan alasan istrinya tengah hamil. Memang apa hubungannya kerja sama istri hamil? Sinting. Sampai di kantor, aku berjalan menuju ke arah meja kerja. Hal utama yang aku lakukan menelepon klien dari Singapore untuk membahas proyek resort di sana. Selesai menelepon klien untuk mengatur jadwal ulang, Aku mendapat telepon dari Pak Haidar, memintaku untuk mengurus konsep pesta baby shower calon cucunya. Pantes saja aku disuruh balik sendirian, ternyata istrinya lagi hamil beneran di rumah. Aku kira cuma alibi dia doang ngaku istrinya hamil. "Ki, yuk
Menikah itu bukan perkara siapa cepat dia dapat. Menikah itu soal ketepatan waktu. Menikah itu ibadah, jadi dia akan menghampirimu di waktu yang tepat. *** Bandara Internasional Changi, Singapura. Setelah menempuh perjalanan dari Jakarta—Singapore. Aku bersama Pak Haidar mampir di salah satu coffe shop di bandara. Pak Haidar sepertinya paham kalau aku sangat ngantuk. Bahkan bisa aku lihat di kaca kalau kantung mataku benar-benar hitam seperti panda. "Tidur jam berapa, Ki?" "Jam enam, Pak." "Serius?" "Serius, Pak." "Maaf, Ki." "Gapapa, Pak. Lagian ini tugas saya." Bisa aku lihat kalau Pak Haidar sedikit merasa tidak enak mendengar kalau aku baru tidur jam enam pagi tadi, dan hebatnya jam delapan aku harus bangun. Dua jam aku memejamkan mata di dalam pesawat. Bisa kalian bayangkan betapa terasa melayang tubuhku saat ini. Tak lama, pelayan datang membawa dua cangkir kopi pesananku dan Pak Haidar. Kali ini aku memesan kopi americano. Sesekali minum kopi pahit biar kita nggak
Pertemuan dengan Ryan kemarin benar-benar membawa efek tersendiri dalam jantungku. Pagi ini yang aku lakukan cuma memegang dada, memastikan kalau diriku nggak jantungan. "Kenapa, Ki?" "Ah, enggak, Pak." Malu. Ya, aku malu banget sumpah lagi ngelamun tapi ketahuan sama boss besar. Terlebih pipi kayaknya panas banget pula. Buat goreng telur kayaknya mateng nih. Akhirnya aku berdeham pelan sebelum memutuskan untuk mengajak Pak Haidar buat ngobrol masalah proyek semalam yang dibahas. Terlebih proyek itu tidak bisa selesai di Singapura. Alhasil aku dan Pak Haidar kembali ke Jakarta pagi ini. "Pokoknya, saya serahkan ke kamu, Ki," kata beliau saat membahas proyek Singapore ini. "Iya, Pak." "Nanti saya di Papua itu kurang lebih sebulanan, jadi nanti tolong kamu ajari anak saya masalah kantor di sini. Dia belum terlalu mengusai perusahaan," ujar beliau menceritakan anaknya yang super duper tampan. "Baik, Pak." "Tidak salah kalau HR memilih kamu sebagai sekertaris saya. Sudah cantik.
Setelah membersihkan motor dan dirinya. Kini Ryan mengajak istrinya untuk pergi ke kedai bakso untuk mengambil mobil sekalian makan bakso di sana. Namun, melihat kondisi sang istri banyak yang lecet di bagian lengan dan kaki membuat Ryan mengurungkan niatnya itu.Kiki yang sedang mengobati lukanya dengan betadine langsung diambil alih oleh Ryan. Melihat banyak bekas luka seperti itu membuat Ryan langsung tak tega.“Sakit,” ringis Kiki.“Iya sayang, tahan bentar, ya.”Bahkan kaki dan lengan Kiki terdapat banyak lebam-lebam di mana-mana. Ryan memegang lembut bagian lebam pun membuat Kiki langsung meringis kesakitan.“Awww, sakit Mas.”“Maaf sayang.”Ryan langsung mengolesi bagian lebamnya dengan gel yang memang sudah sedia di kotak obat-obatan. Selesai membantu Kiki, Ryan langsung izin pamit untuk mengambil mobilnya.“Sayang, aku pergi ambil mobil dulu, ya. Kamu tinggal sendir
Setelah selesai mengantar ke counter pengiriman, Kiki pun mengantar mamanya pulang karena jaraknya tak terlalu jauh. Tentu saja Kiki mengantar mamanya dengan sepeda motor yang memang baru dibelinya. Awalnya Ryan ingin membelikan mobil namun Kiki tolak. Dari dulu masih sendiri memang Kiki ingin mobil, tapi mengingat itu hanya sebuah keinginan bukan kebutuhan membuat Kiki membatalkan dan memilih membeli sepeda motor agar lebih praktis jika pergi kemana-mana.“Ki, jangan ngebut lho.”“Enggak lha, Ma, Kiki aja masih rada takut kalau di jalan raya. Untung saja ini jalannya nggak besar bisa melipir lewat gang.”Ya, Kiki dan Ryan mendapat tanah di kawasan Pondok Labu dekat rumah orang tua Kiki. Dan Ryan sendiri berniat akan memindah kantornya untuk dekat rumah karena di tempat lama jaraknya terlalu jauh dan memakan waktu di jalan. Ryan sudah pasang iklan jika kantornya dijual dan akan membuat baru yang lebih besar dari sebelumnya.P
Disaat Ryan ingin menghajar kembali, Wirawan sudah sampai dan mencegahnya. Berbeda dengan Panji yang sedang memegang hidungnya yang terkena pukulan oleh Ryan.“Sudah, kalian ini meributkan apa, sih?” Suara Wirawan begitu tegas.“Dia yang mulai duluan, Pa. Si manusia millennium ini mau rebut Kiki dari aku,” tukas Ryan menjelaskan dengan napas yang bergemuruh.Wirawan menoleh ke arah Panji dengan tatapan yang tak bisa terbaca. “Panji … kamu sama Kiki kan sudah selesai lama. Apalagi kalian sudah sama-sama dewasa kan? Sudah saling memiliki kehidupan masing-masing juga. Biarkan anak saya bahagia dengan tidak adanya kamu yang mengganggu.”“Maaf, Om. Saya hanya bercanda saja barusan dengan Ryan. Tapi emang dasarnya Ryan langsung gampang terpancing saja emosinya.”“Apa bercanda lo bilang? Lo anggap istri gue jadi bahan bercandaan?” emosi Ryan makin meledak kala mendengar pengakuan dar
14 hari kemudian.Hari ini tepat di mana Kiki terakhir bekerja di Ansell. Dan besok pun hari pernikahan kakak iparnya yang diadakan begitu sederhana saja. Ijab dan walimah urusy.Kiki pun berpamitan dan meminta maaf kepada seluruh staf Ansell saat ini sebelum berkemas barang-barangnya. Tak lupa juga ia berpamitan dengan Mirza yang tampak keberatan melepaskan Kiki.“Boleh peluk Bapak nggak?” Kiki meminta izin kepada Mirza sebelum melangkahkan kakinya ke luar kantor Ansell. Mirza pun merespon dengan mengangguk pelan.Kiki langsung berjalan maju dan memeluk Mirza. “Maaf, ya, Pak. Semoga Ansell ke depannya semakin baik dan lebih baik serta paling baik dari perusahaan lain.”“Thank you, Ki.”Kiki melepaskan pelukannya. Tanpa disadari Kiki menitikan air matanya di depan Mirza. Meski tak selama bekerja di Azekiel, tapi sikap Mirza lebih hangat dibanding Melviano. Mungkin karena Melviano sudah beristri jadi sangat
Pagi ini seperti rencana-nya semalam. Kiki memberikan surat pengunduran dirinya kepada Manda selaku bagian HRD.Awalnya Manda yang tak tahu hanya mengerutkan kedua alisnya saja dan setelah membuka dan membaca ternyata surat pengunduran diri Kiki sebagai sekertaris. Perasaan Manda pasti syok. Tapi mengingat rekor sekertaris yang bekerja sebelumnya juga tidak ada yang bertahan lama. Kiki merupakan paling lama karena bisa bertahan kurang lebih lima bulanan. Manda menatap wajah Kiki menelisik. Ia mencari alasan yang sejujurnya kepada perempuan itu."Kenapa resign mendadak gini?""Saya nggak mendadak, kan saya kasih tahu sekarang dan resign-nya 14 hari lagi genapin akhir bulan.""Iya, tapi kenapa? Padahal anak-anak sini sudah salut lho sama kamu yang bisa bertahan lumayan lama.""Gapapa, hanya saja saya capek, Bu.""Kerja kan capek Shakira. Apa si boss sudah mulai suka memarahi kamu?"Kiki menggeleng. "Bukan masalah sikap Pak Mirza,
Setelah kemarin sabtu minggu pergi berlibur ke puncak, kini Kiki dan Ryan kembali ke aktifitasnya seperti kemarin.Mengingat belum mendapat rumah kontrakan membuat Kiki dan Ryan masih menginap di rumah Mama Nina, namun sebelum menginap sudah ada ancaman oleh Mama Desi jika anaknya masih dijelek-jelekkan, Desi berjanji akan pisahkan Ryan dari Kiki. Dan menjambak Nina sampai botak.Tentu saja melihat sikap barbar Desi yang tak diragukan lagi membuat Nina takut sendiri. Lagipula kemarin mereka juga sudah berdamai dengan jalan-jalan dobel date bersama ditambah Surya sebagai nyamuk.“Mau makan apa hari ini? Biar nanti pas belanja Mama jadi nggak bingung.”Kiki terkejut melihat sikap mertuanya yang berubah itu. Bagus sih kembali ke awal lagi. Karena emang sebetulnya Mama Nina itu baik, cuma pedes saja kalau ngomong.“Enggak usah biar nanti Kiki makan di luar saja.”“Nggak usah, makan di rumah saja. Duitnya ditabung.&r
Minggu pagi semua para mama masih pada tidur karena semalam habis bergadang. Berbeda dengan Ryan dan Kiki yang sudah keluar villa untuk menikmati pemandangan perkebunan teh dan menikmati udara sejuk yang jarang sekali mereka nikmati.Mereka berdua terus menyusuri setiap jalanan yang masih berupa tanah itu dengan tangan yang terus tetap saling menggandeng. Apalagi Kiki sendiri sudah berulang kali ingin terjatuh karena jalanan yang kurang halus ini.“Hati-hati sayang,” ujar Ryan saat tangan dirinya ketarik oleh Kiki yang ingin terjatuh.“Nggak lihat ada batu.”Mereka pun berpapasan dengan banyak pasangan muda mudi yang sedang menikmati pemandangan pagi ini. Kiki yang melihat langsung merasa ingat dulu saat masih berpacaran dengan Panji.“Kamu kenapa senyam-senyum sendiri?”“Gapapa kok.”“Pengin kayak gitu?”“Enggak lha malu. Masa digendong gitu buat foto doang.”“Gapapa, emangnya kalau foto digendong begitu cuma buat yang
Malam ini, keluarga besar Kiki dan Ryan memutuskan untuk membuat acara bakar-bakaran jagung di teras samping. Kiki dan Ryan hanya duduk sambil berpelukan dengan posisi Kiki yang duduk di depan Ryan.Mereka berdua hanya tersenyum dan sesekali curi-curi kecupan kala kedua orang tua mereka sedang berdebat di depan pembakaran jagung bakar.Mama Desi yang sikapnya barbar bertemu dengan Mama Nina yang sikapnya lembut sekaligus tak suka kotor itu."Ya ampuuuun Jeng, itu jagungnya jangan taro disitu. Nanti kotor piye?""Halah, kotor dikit saja ribet. Nanti juga pas dibakar nggak keliatan yang kotor kok.""Aku nggak mau makan yang itu. Mau buka sendiri jagungnya.""Terserah Jeng Nina sajalah."Di saat mama-mama sedang sibuk membuka jagung dan membakar, lain hal dengan papa-papa yang sibuk menikmati hasilnya sambil terus main catur."Ini Papa malahan main catur melulu. Bantuin Mama dong," tegur Desi kesal."Tanggung, M
Suara langkah kaki pun menggema begitu cepat karena Ryan, Nina, Desi, saat ini mereka seakan lomba lari dengan Ryan yang memimpin kedudukan.Ryan yang khawatir mendengar jeritan suara sang istri langsung membuka kamar dengan begitu kasar karena pikirannya sudah melalang buana kemana-mana, dan ia baru ingat jika di lantai atas ada Abangnya. Bukan tidak percaya dengan perubahan sikap Abangnya, tapi mengingat kejadian itu membuat pikiran negatifnya muncul.Suara deru napas Ryan sangat terdengar begitu jelas, dan matanya menatap Kiki yang tampak ketakutan di depan kamar mandi. Bahkan tubuh istrinya tengah menggigil ketakutan.Ryan pun melangkah dan memegang pipi istrinya lembut. “Ada yang jahatin kamu, hmm? Siapa?”Telunjuk Kiki mengarahkan ke pintu toilet. Dan kembali memejamkan mata sambil tubuhnya bergindik ngeri.Ryan yang penasaran pun membuka pintu kamar mandi itu pelan-pelan, tak lupa juga telapak tangannya sudah mengepal begitu kuat