Saat ini keadaan Kiki begitu bingung. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon kantor dan mengabaikan panggilan telepon dari suaminya.
“Selamat si—“
“Ke ruangan saya sekarang.”
Nit.
Kiki masih diam terbengong saat mendengar suara ketus dari Mirza. Sepertinya nasib kerja di Ansell akan berakhir hari ini.
Sebelum benar-benar bangkit dari tempat duduknya, Kiki memejamkan mata dan mengembuskan napas kasar sejenak.
“Ya Allah semoga Pak Mirza bisa mendengarkan penjelasan gue,” kata Kiki.
Jujur saja saat ini hatinya merasa begitu takut sekaligus deg-degan. Debaran jantungnya pun langsung memompa dengan cepat dengan sendirinya. Keringat dingin pun sudah mulai membanjiri keningnya yang putih bersih.
“Belum ketemu tapi sudah mau pingsan begini ya ampun,” gumamnya.
Kiki langsung bangkit dari tempat duduk sambil membuang napas panjang. Kakinya melangkah dengan pelan me
Berbeda dengan Kiki, Mirza justru tengah tersenyum tipis melihat sikap sekertarisnya itu. “Sebaiknya sekarang keluar, dan jangan lupa nanti lembur ajak temen kamu itu.”“Ba-ba-baik, Pak.”Tak ingin bertambah sakit jantung membuat Kiki segera berdiri dan pamit keluar dari ruangan Mirza. Saat sudah berada di luar ruangan, Kiki memegang dadanya dan tersenyum lebar.“Whoa gila ternyata Mirza suka gue,” gumamnya sambil tersenyum lebar.Entah kenapa saat mendengar itu hatinya merasa senang juga begitu berdebar. Kiki langsung menggelengkan kepalanya untuk menghapus pikiran jika dirinya juga jatuh cinta sama Mirza.“No.” Kiki menggelengkan kepalanya dan memastikan kalau hati dan pikirannya salah. “Pasti hanya sekadar kagum aja,” tekannya.Tak ingin terlalu larut dalam khayalan tentang Mirza, Kiki langsung buru-buru berjalan menuju ke meja kerjanya. Ekor matanya mengintip ponsel yang t
Pagi ini Kiki tak seperti biasanya. Apalagi wajah cantiknya begitu tampak murung kala sampai kantor tempat ia bekerja. Dan sejak semalam ia dengan Ryan hanya berkomunikasi sekadarnya saja. Ryan yang biasa selalu menggoda dan hobi meminta jatah pun beberapa hari ini seperti tidak membutuhkan. Bukan karena Kiki lagi pengin. Tapi, gimanapun ia kangen momen suaminya yang merengek meminta itu.“Muka kamu kenapa?”Sebuah suara membuat Kiki mendongak ketika sudah duduk di meja kerjanya. Kiki tersenyum tipis.“Gapapa, Pak.”“Bibirmu bisa bilang gapapa tapi wajahmu tidak.”Kiki langsung mengubah mimic wajahnya dibuat seceria mungkin namun tetap saja tidak berhasil dan semua itu membuat Mirza tetap berdiri di depan meja kerjanya.“Bapak nggak masuk ke ruangan?” tanya Kiki sambil melirik ke arah pintu ruangan kerja Mirza.“Kamu ngusir saya?”Kiki menggeleng cepat. “Enggak k
Hanya orang inilah yang selalu mengerti dengan hati sekaligus perasaannya. Kiki langsung bangkit dari sofa dan berlari memeluk sang papa.“Kangen,” rengeknya.“Lho anak Papa ke sini. Kok nggak bilang, hm?”“Kiki udah bilang sama Mama kok kalau mau ke sini.”“Kebiasaan Mamamu nggak sampein.”“Ya Papa tahu sendiri lha.” Kiki dan Papa Wirawan langsung terkekeh bersama jika membahas soal Mama Desi.“Mama dengar lho,” teriak Mama Desi menimpali.Kiki langsung membekap mulutnya dan Papa Wirawan yang masih memakai baju koko serta sarung pun segera mengajak putrinya berjalan ke arah sofa ruang tamu. Papa Wirawan menatap wajah putrinya yang tampak banyak masalah itu.Tak langsung bertanya justru Papa Wirawan tersenyum melihat putrinya yang kini sudah besar dan menjadi istri. Ada rasa rindu yang menyelimuti hatinya di saat malam hari ketika teringat bayang-baya
Kiki melangkah pelan menuju ke dalam apartemen. Ia melihat suaminya sedang tertawa begitu bahagia ketika berkumpul dengan para teman-temannya itu.“Assalamualaikum,” salam Kiki.“Iya sumpah bampernya gede banget, kalau lo bosan bisa co—“ Wawan langsung diam ketika mendapat kode kedipan mata oleh Ryan.“Hei sayang udah balik?” teriak Ryan sambil tersenyum lebar.Kiki sendiri hanya membalas dengan senyuman tipis. Ia langsung melanjutkan jalan dan melewati Ryan beserta teman-temannya itu. Kiki lebih memilih masuk kamar dan segera membersihkan tubuhnya yang terasa kotor.Saat hendak akan masuk kamar mandi, Kiki mendengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Ryan yang masih lengkap pakai baju kerja yang tadi pagi dikenakan.“Ki.”“Iya.”“Weekend jangan punya janji sama siapapun.”Baru akan menjawab, Ryan sudah melanjutkan ucapannya itu
Kiki mundur satu langkah ketika suaminya bangkit dari sofa dan tertawa begitu kencang. Matanya tampak begitu merah.“Enggak!”“Aku nggak kuat nikah sama kamu!”Ryan justru terkekeh kembali, dan semakin maju menuju ke arah Kiki. Berbeda dengan Kiki yang masih menatap takut-takut juga semakin mundur.“Kamu sebaiknya mandi, kamu lagi emosi jadi mending redain dulu, Ki.”“Aku emosi juga karena kelakuan kamu, Ryan! Kelakuan kamu!”“Ya, oke. Aku minta maaf.”“Minta maaf?” Kiki menatap tak percaya kalau Ryan akan segampang itu ngomong maaf kepadanya. “Gampang banget kamu ngomong maaf!”“Ya terus aku harus gimana? Sujud di kaki kamu?”Kiki langsung menangis kembali, air matanya luruh membanjiri pipinya yang tampak mulus bersih. Apalagi suaminya tak sadar-sadar sudah menyakiti hatinya.“Pokoknya aku mau cerai titik!&
Lagi berpikir yang bukan-bukan, muncul sosok Mirza dengan senyum lebarnya yang membuat Kiki semakin yakin jika boss dan Bella habis melakukan sesuatu.“Lo, Beng. Ngapain lo ke sini?”“Ck! Mentang-mentang jadi boss sekarang gitu.”“Bukan begitu.” Mirza berjalan mendekat ke arah pria yang bernama Bambang itu. Kiki yang tak kenal dan tak tahu menahu hanya tersenyum tipis saja sebagai formalitas.“Biasa disuruh bokap lo,” sahut Bambang.Mirza mengangguk kecil. Ia juga paham jika asisten pribadi papanya pasti akan diutus ke kantor juga untuk mengawasi dirinya. Terlebih berita kemarin langsung mencuat heboh di lingkungan keluarga besar Ansell.“Jadi beneran nih sama Bella?”“Apa sih, Beng.”“Kemarin gosip aja,” Bella menimpali.“Misal beneran juga gapapa kan? Toh kedua orang tua kalian saling kenal sekaligus berteman juga. Nggak perlu sus
Ryan langsung membopong dan membaringkan tubuh istrinya yang pingsan. Setelah itu ia langsung mengambil minyak kayu putih untuk ia tempelkan di area hidung istrinya.Tak menunggu waktu lama mata Kiki mulai mengerjap-ngerjap dan terbuka secara perlahan. Ryan yang melihat itu langsung membantu Kiki untuk bersandar di penyangga ranjang.“Aku panggil dokter, ya.”“Nggak usah.”“Tapi tadi kamu pingsan.”“Semaput doang, tadi aku masih dengar kamu teriak.”Ryan pun akan beranjak pergi namun ditahan oleh Kiki tangannya. “Jangan pergi.”“Kenapa, hmm? Kamu nggak mau jauh-jauh dari aku, ya?”Kiki mendengkus sebal mendengar ucapan Ryan yang begitu sangat percaya diri sekali itu. Tapi bagaimanapun ia harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak berlarut-larut nantinya.“Aku pengin kita selesaikan masalah tadi.”“Masalah apa sih
Malam ini baik Kiki maupun Ryan sama-sama tidur di tempat terpisah. Lebih tepatnya pisah ranjang.Kiki yang memilih pulang ke rumah orang tuanya kini tengah melamun menatap langit-langit rumahnya setelah selesai menangis dan bercerita. Bercerita dengan papanya bukan berarti jadi anak tukang ngadu, tapi Kiki merasa bingung harus bagaimana dengan rumah tangganya. Apalagi sikap Ryan jauh berbeda dengan Papa Wirawan. Dan lebih kagetnya sikap Ryan yang dulu manis saat mengejar cintanya sekarang seakan menyepelekan keberadaan dirinya seperti ini. Apa seorang laki-laki kalau sudah mendapatkan yang diinginkan akan seperti itu terus?Ting.Ryan : Selamat tidur sayang. [Read]Kiki sengaja hanya membaca pesan Wa yang dikirimkan Ryan kepadanya. Apalagi ia dan Ryan tengah menjalani masa intropeksi diri masing-masing.Jika memang masih bisa dipertahankan pasti akan ada jalannya nanti, namun jika memang tidak berjodoh Kiki hanya berharap mudahkan langkah pe
“Jadi dia yang menuliskan artikel sampah itu?”Mendengar sebuah suara membuat sosok Adeeva langsung memutar kursinya menghadap belakang. Ada sosok pria tinggi besar sedang menatapnya dengan tatapan remeh.“Maaf siapa, ya?”Pria itu melangkah lebih masuk ke ruangan kerja Adeeva dengan gerakan tegas. Tatapan tajamnya juga terus menghunus bola mata berwarna cokelat terang itu.Merasa pertanyaannya tidak dijawab membuat Adeeva langsung berdiri dari kursinya guna mengusir pria jadi-jadian ini.“Adeeva, editor Joeyi agency,” kata pria itu sambil tersenyum remeh. Dan dari arah pintu mata Adeeva menangkap sosok Emilia sedang menautkan kedua tangan di bawah dagu sambil mulutnya mengucapkan kata permintaan maaf meski Adeeva tidak mendengarnya tetapi Adeeva paham dari pergerakan mulut Emilia.Adeeva sendiri hanya mengerutkan alisnya bingung melihat sikap Emilia yang ketakutan itu. Dan melihat Emilia yang langsung per
“Sakiiiitttt, Bun.”“Sabar sayang.”“Tapi hati Adeeva sakit banget ngelihat Kak Danis nikah.”Adeeva terus menangis dipelukan sang bunda karena melihat kakak angkatnya menikah dengan seorang perempuan yang dicintainya.Rasanya tak kuat dan tak sanggup melihat kakaknya duduk di pelaminan hingga membuat Adeeva memilih berdiam di kamar hotel ditemani sang bunda dibanding ke ballroom di mana acara resepsi diadakan.Tangis Adeeva benar-benar pecah malam ini karena cintanya kepada Danis hanya bayangan semu dan ilusi saja. Lebih parahnya cinta bertepuk sebelah tangan.Ya, Adeeva mencintai Danis layaknya seorang pria dewasa bukan sebagai kakak pada umumnya. Hal ini membuat Kiki dan Ryan terkejut di saat Adeeva mengakui perasaan yang disimpannya sejak masih kecil itu.Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan dan sakit hati berkepanjangan, Adeeva memilih mengambil tawaran magang di salah satu kantor agancy ber
“Adeevaaaaaaaaaa!”“Kak Danis.”Danis langsung membuka matanya dengan napas yang memburu. Kepalanya menoleh dan melihat Adeeva sedang tiduran sambil menonton drakor kesukaannya. Dimanapun pasti selalu menonton drakor.“Shit!” umpat Danis.Ternyata adegan Adeeva dan dirinya tadi hanya mimpi? Sialan banget kan? Mata Danis langsung menelusuri tubuh Adeeva yang tertutup kaus oblong dan celana jeans robek-robek bagian lututnya.Entah kenapa Danis bisa bermimpi seperti itu. Padahal sikap Adeeva juga biasa-biasa aja selama ini. Dan sialannya mimpi sampai berlibur ke Yunani segala. Sial.“Kak Danis kenapa?” tanya Adeeva kembali.“Gapapa.”“Mimpi buruk, ya? Kok manggil namaku?” Adeeva menebak sekaligus mendesak.“Enggak kok, tadi mimpi kita ikutan berlibur Ayah sama Bunda,” kilah Danis berbohong meski ada kejujuran di sana.“Oh &helli
Kiki di rumah tengah merasa ketar ketir sendirian. Pasalnya hari ini Adeeva sedang melakukan ujian nasional tingkat smp.Bukan tidak percaya tentang kepintaran otak anaknya. Tapi nilai Adeeva di rapor ada semuanya itu mepet kkm. Dan semua itu membuat Kiki resah.Hari ini bahkan Kiki tak nafsu makan karena merasa semua makanan terasa sangat hambar. Sedangkan Desi yang memang sedang berkunjung ke rumahnya justru sedang santai sambil menonton acara talk show yang bintang tamunya para artis milenial.“Duduk lah, Ki, mondar mandir macam setrikaan aja.”“Kiki nggak tenang, Ma. Ngeri Adeeva nggak bisa kerjain soal UN.”“Percaya aja sama cucu grandma kalau dia pasti bisa mengerjakan itu semua.”“Duh … Mama nggak ngerti kalau Adeeva itu susah banget untuk belajar. Kiki aja sampai nyerah ngomongin dia. Mama sama Ryan itu sama aja suruh tenang, santai. Mana bisa aku begitu, Ma.”“Duh kamu ini benar-benar deh apa-apa selalu dibuat pusing. Jalani
Waktu terus berjalan hingga seorang Adeeva mulai merasakan kenyamanan dengan sosok Danis di dekatnya.Apalagi mereka tumbuh bersama hingga remaja seperti ini. Adeeva yang kesusahan belajar selalu dibimbing oleh Danis dengan sabar.“Kamu perhatiin ini dong. Jangan main hape terus.”Adeeva mendengkus kesal mendengar Danis sedang berkhotbah. Mirip banget sama Bunda sukanya ngomel apapun yang dilakukannya.“Yaudah Kak Danis kerjain aja deh. Aku lagi balas WA pacarku.”“Masih SMP lho, fokus belajar dulu.”Adeeva yang memang sedang tiduran di sofa langsung bangkit dan duduk menatap Danis sebal. “Justru masih SMP kita harus gunain waktu sebaik mungkin buat pacaran.”“Teori dari mana?”“Adeeva Putri Anggara.”Danis hanya mengembuskan napas lelah mengajari sang adik. Tak lama datang Kiki membawa kudapan untuk Adeeva dan Danis.Mata Kiki menatap tajam sang anak yang justru sedang cekikikan sambil menatap ponselnya.
Beberapa Tahun Kemudian.“Iya, Bu, baik. Terima kasih.”Kiki menutup sambungan telepon dari sekolah Adeeva. Ya, dia mendapat panggilan dari sekolahan karena Adeeva sudah bolos sekolah selama seminggu.Mata Kiki terpejam karena merasa diuji kesabarannya mendidik Adeeva yang menguras emosi ini. Bahkan dari rumah Adeeva selalu berangkah sekolah dan kenapa tidak sampai.Rasanya kepala Kiki ingin pecah sekali saat ini. Setiap sebulan sekali pasti selalu mendapat telepon dari sekolah mengenai tingkah anaknya ini.Kiki tak ingin gila sendiri kemudian menghubungi Ryan untuk memberikan kabar kelakuan putri kesayangannya itu.“Halo, Mas.”“Bentar sayang aku lagi sibuk.”“Ini penting.”Kiki mendengar suara Ryan yang pamit pergi ke belakang itu. Kiki menunggu suaminya berbicara terlebih dulu. Kepala Kiki saat ini sudah mengepul dan berasap.“Iya ada apa sayang.”“Anak kamu tuh bolos udah seminggu. Tadi aku dapat telepo
Hari ini Adeeva berangkat sekolah seperti biasanya. Akan diantar sang Ayah, dan dijemput oleh Kiki dengan taksi online.Namun hari ini grandma-nya sudah meminta izin untuk menjemput sang cucu agar bisa bermain di rumahnya.Tentu saja Desi saat ini sedang bermain dengan sang cucu. Hidupnya merasa bahagia semenjak ada sang cucu karena buat pelipur laranya dikala sepi seperti ini.“Grandma tadi Tio nakal dong sama Deepa.”“Terus?’“Deepa injek kakinya aja dong, eh dia nangis dong.”“Wah cucu Grandma pinter. Nah gitu Adeeva kalau ada yang nakal hajar aja langsung nggak usah takut. Jangan lemah pokoknya. Kalau ada yang macam-macam Adeeva kudu bisa jaga diri, ya.”“Oke Grandma. Tapi Bunaa suka marah-marah.”“Nggak usah dengarin Bunda. Biasalah Bundamu kurang gahul. Nggak kayak Grandma.”Adeeva terkikik geli mendengar ucapan sang nenek. Tak lama Desi mengam
Lima tahun kemudian.“Bunaaaaa!”“Iya Adeeva, ada apa sayang?”“Kakak nakal, masa Deepa mau pinjam mobilan nggak boleh dong,” adu anak perempuan berusia enam tahun ini.Kiki yang mendengar hanya mengusap kepala anaknya saja, dan tak lama datang seorang Danis membawa mobil-mobilannya.“Bukan gitu Tante Bunda, Danis melarang Adeeva biar dia main barbie saja.”Kiki langsung mengangguk paham. Apalagi anak perempuannya ini bisa tergolong nakal karena sering berantem di sekolah TK-nya. Lain hal dengan Danis yang dianugerahi otak yang cerdas hingga sudah duduk dibangku sekolah dasar. Bahkan Danis sempat lompat kelas saking cerdasnya.“Adeeva harus nurut dong sama Kakak.”Merasa tidak dibela oleh bundanya membuat Adeeva mencari pembelaan lain. Yaitu Ayahnya yang selalu membela apapun yang dilakukannya.Buru-buru Adeeva langsung berlari ke dalam rumah sambil berteriak me
Enam Bulan Kemudian.Tepat hari ini Adeeva merayakan ulang tahun yang pertama. Ryan dan Kiki merayakan secara besar-besaran sekaligus mengenalkan kepada kerabat jika dirinya sudah memiliki putri yang sangat cantik seperti Adeeva.Sengaja saat Kiki hamil dan Adeeva masih berusia di bawah setahun tak banyak kasih tahu kerabat. Bukan gimana-gimana, Ryan ingin menjaga Kiki dan Adeeva dari pertanyaan-pertanyaan orang yang membuat mood istrinya down.Apalagi setelah melahirkan emosi Kiki langsung naik turun tidak jelas. Ryan benar-benar ingin semuanya siap.“Selamat ulang tahun Adeeva,” kata sang nenek.“Makasih Nenek.” Kiki menjawab ucapan dari Nina yang memberikan kado untuk cucunya itu. Kado yang sangat terbungkus rapat dan besar.“Halo Adeeva cucu grandma. Selamat ulang tahun cucuku,” ujar Desi yang langsung cipika cipiki kepada Adeeva dengan gemas. “Pokoknya Adeeva akan jadi wanita super nanti,&