Setelah dari Ansell, Kiki kini tengah tiduran di sofa sambil memegang ponselnya. Bahkan bibirnya terus tersenyum lebar bahkan tertawa karena merasa chat dengan Mbak Sila membuat dirinya semakin tambah nggak waras.
Sila : Pokoknya besok kudu temenin berburu diskonan 12.12.
Kiki : Besok gue kerja untuk yang pertama kali.Kiki : Gue nggak mau dipecat di hari pertama kerja.Sila : Shit! Si Manda ngapa nyuruh lo cepet masuk, sih. Senin depan kek harusnya.Kiki : Protes aja sono sama tetangga lo.Sila : Dia masih muda banget lho. Usianya baru 23an.Kiki : Pantes aja mukanya terlihat unyu bahkan sangat glowing.Sila : Skincare-nya nggak pernah lepas. Kerjaan ABG kan ngoles-ngoles muka terus biar kinclong.Kiki : Apalah kita yang udah emak-emak.Sila : Apaan lo, belum juga beranak masih bisa perawatan. Nah kalau gue banyak mikirin kebutuhan.Kiki : Divisi keuangan kayak orang susah lo, Mbak.Sila : Anjir, gue kerja kan duitnya diKiki tampak berpikir yang membuat Ryan semakin penasaran dibuatnya. Jangan bilang istrinya bakalan ketularan sama Sila yang begitu rempong. Meski tak terlalu akrab atau dekat pun Ryan sudah paham karakter perempuan model Sila itu. Perempuan cerewet yang kalau ada diskonan akan heboh satu komplek.“Aku nggak jawab iya atau tidak, sih, soalnya kan besok hari pertama kerja juga jadi nggak tahu deh.”“Emang dia ngajakin kamu berburu diskon apa?”“Kebutuhan pokok gitu.”Ryan mengerutkan keningnya bingung. Lagipula selama hidup di dunia juga Ryan tak pernah mendetail apa saja yang tengah diskonan apalagi kalau ada tanggal cantik seperti 10.10, 11.11, 12.12, pokoknya yang kembar-kembar gitu deh. Dan, pantes aja kalau emaknya suka heboh sendiri jika habis belanja. Katanya murah lah, katanya beli satu gratis satu. Entahlah.“Yaudah kamu tolak aja, lagian besok hari pertama kerja juga kan?”“Tapi a
Menatap makhluk ciptaan di depannya membuat Kiki menahan napas sejenak. Apalagi laki-laki itu begitu sempurna dipenilaian matanya. Wajah tampan yang dibumbui cambang tipis yang menambah kesan maskulin dan jantan. Bola matanya yang berwarna biru terang membuat setiap tatapannya selalu membuat merasa terpakau, hidung mancung, rahang tegas, semuanya benar-benar menunjukkan pahatan Tuhan yang begitu sempurna.“Silakan keluar Manda,” katanya yang justru membuat Kiki langsung tersadar dari lamunannya.Kepala Kiki menoleh mengikuti arah gerak tubuh Manda yang membungkuk sebagai rasa hormat dan berbalik badan untuk keluar ruangan dengan jalannya yang begitu anggun.Merasa di ruangan hanya tinggal mereka berdua membuat hati Kiki tanpa sadar merasa deg-degan sendiri. Bahkan berkali-kali Kiki sudah menelan ludahnya sendiri dengan sedikit susah payah. Kakinya saat ini mendadak terasa lemas karena ditatap begitu tajam oleh bola mata berwarna biru terang itu
Kiki mendesah lega kala panggilan kepada Sila diangkat. Kiki pun langsung tengok kanan dan kiri untuk memastikan keadaan jika bossnya tidak akan keluar di waktu dekat. Kiki langsung berdeham sebelum tanya-tanya tentang si dakjal.“Mbak,” panggilnya sedikit berbisik.“Siapa nih?”“Kiki, emang nomer gue dihapus, ya?”“Eh elo, Ki, sorry tadi nggak lihat ke layar langsung geser aja gitu, ada apaan? Tumbenan telepon masih pagi begini. Ada info apa di Ansell? Ada gosip baru, ya?” tebak Sila dengan begitu antusias yang bisa Kiki tebak dari suara di telepon.“Ck! Lo mah belum apa-apa tanya gosip.” Kiki merasa kesal sendiri dengan ibu satu anak ini. Meski demikian pun ia tetap tak bisa pergi jauh dari yang namanya Sila. “Eh, Mbak, emang si dakjal ada kerjasama gitu ya sama Ansell?”“Eh serius lo?”“Eh gue tanya malahan lo yang kayak kaget gitu,&rdqu
Hari ini tak terasa Kiki sudah melewati hari pertama kerja dengan begitu baik. Semua file yang sudah selesai dikerjakan pun sudah ia taruh di meja kerja milik Mirza sesuai intruksinya. Kiki yang pulang kerja dijemput Ryan pun langsung meminta pulang ke apartemen meski suaminya itu meminta makan malam terlebih dulu sebelum sampai ke apartemen. Namun, tetap saja namanya perempuan akan selalu menang dengan jurus andalannya. Ngambek. Dan pada akhirnya kini Kiki sudah berada di apartemen terkhususnya di atas ranjang sambil senyam-senyum menatapi ponselnya.“Kamu senyam-senyum sama siapa, sih?” tanya Ryan. Kakinya melangkah ke arah lemari untuk mengambil kaus santai karena dirinya habis mandi. Bahkan ia mengingat jika sepanjang jalan pulang pun istrinya fokus dan sibuk sama ponsel. “Sayang,” tegurnya kala pertanyaan dirinya tak direspon.“Hmmm.”“Sibuk banget, ya?”Kiki langsung menghentikan tarian jemari di atas
Merasa pertanyaan Ryan akan menjadi boomerang nantinya, Kiki langsung melepaskan pelukan dan menuntun Ryan masuk ke ruang tv. Kiki menyuruh Ryan duduk dengan posisi rileks dan dirinya pun ikutan duduk di depan sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang milik suaminya itu.“Kamu tu—““Aku pengin mesra-mesraan sama kamu, Mas.”“Tumben.”“Emang nggak boleh?”“Ya, boleh dong. Cuma tumben aja gitu.”“Menebus kesalahanku tadi yang udah cuekin kamu.”“Oh ….”Hening.Baik Ryan maupun Kiki kini sama-sama terdiam. Keduanya sama-sama tengah berpikir untuk mencari tema obrolan selanjutnya. Namun, Ryan masih penasaran dengan pertanyaan yang diskip oleh Kiki tadi.“Tadi kerja gimana?” terpaksa Ryan menanyakan kembali karena merasa penasaran dengan kegiatan istrinya di kantor baru. Dan, Ryan merasa ada yang tidak
“Pelan-pelan, Mas,” rancau Kiki.“Tanggung sayang bentar lagi mau keluar.”“Awh … Mas, aku udah mau keluar lagi.”“Tahan, kita keluar bareng.”“Nggak bisa udah nggak tahan.”Mengetahui istrinya tak bisa menahan sedikit lagi saja membuat Ryan langsung bekerja begitu keras. Ia pun menambah tempo genjotannya itu hingga tak lama lagi mereka berdua benar-benar akan mencapai titik klimaks.Deru napas tak beraturan milik mereka berdua pun begitu menggema di ruangan yang terasa sangat begitu panas ini.“Huft!” Ryan terus membuang napasnya kala sudah berhasil mencapai titik kepuasan. Ia menatap wajah istrinya yang begitu kuyu karena banjir keringat di mana-mana. Tangannya pun langsung mengusap kening Kiki dengan lembut. “Makasih ya sayang berkat kamu aku nggak jadi solo,” katanya sambil mencium kening yang basah akibat keluar keringat barusan
Dengan gerakan pelan Kiki langsung menoleh ke samping dan melihat Mirza yang sedang mengeluarkan berbagai kotak makan di dalam paperbag.‘Apa dia bawa bekal dari rumah?’ batin Kiki.“Ayo sini, saya nggak akan habis makan segini banyaknya. Dari pada nanti nggak habis jadi mubazir,” ujarnya.Mendengar ucapan Mirza yang terus menerus mengajaknya makan bersama membuat Kiki langsung memegang dadanya yang terasa begitu deg-degan.“Tadi Mamaku bawain banyak makanan kalau nggak habis ngeri ngambek dianya,” ujar Mirza seolah-olah memberitahukan kepada Kiki soal makanan yang dibawanya.Berbeda dengan Kiki yang masih diam di tempat duduknya, dan kepalanya sedikit mengangguk paham apa yang dikatakan oleh Mirza.Melihat Mirza yang sudah menyiapkan semua makanan di atas meja membuat hati kecil Kiki langsung merasa tak enak. Ia pun mulai berdiri dari kursi dan berjalan pelan menuju ke arah sofa.Kiki saat ini masi
Selesai menerima telepon dari Ryan membuat Kiki mendesah lega, ia pun langsung memencet nomor telepon kantor Azekiel. Kiki menunggu panggilan dirinya diangkat sambil menatap ke arah pintu ruangan Mirza.“Selamat siang dengan Azekiel grup bisa dibantu,” kata salah satu resepsionis kantor Azekiel.“Siang, saya Shakira Intan Ayu perwakilan dari Ansell grup ingin berbicara dengan Tuan Melviano Azekiel saat ini apa bisa dihubungkan dengan beliau?”“Oh maaf Ibu, saat ini Tuan Melviano sedang tidak masuk kantor. Beliau sedang—““Sambungkan dengan sekertarisnya, ya,” potong Kiki cepat.“Baik, Bu.”Kiki pun akhirnya menunggu resepsionis Azekiel menyambungkan telepon dirinya dengan sekertaris baru. Tak membutuhkan waktu lama Kiki sudah mendengar sapaan dari seberang sana.“Selamat siang dengan Ghaitsaa Kamisila bisa dibantu?”“Halo Cilla, eh sorry Ghaitsa
Benar dugaan Adeeva jika yang datang itu grandma-nya. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi grandma-nya memakai wig berwarna pirang.“Adeeva … cucu grandma,” sapanya heboh.Adeeva sendiri hanya meringis dan melihat kelakuan sang grandma yang semakin tua semakin jadi aja.“Uwow, tampan sekali itu Adeeva. Dia pacar kamu kan?” tanya sang grandma antusias dan dijawab Adeeva dengan anggukan saja. “Oh no … ini benar-benar bibit unggul! Pokoknya segerakan menikah,” imbuh grandma benar-benar tanpa tedeng aling-aling.Dan tanpa malunya sang grandma langsung ngajak salaman kepada Leonel yang ditatap bingung. Sedangkan Adeeva hanya terkikik geli melihat Leonel digoda oleh grandma-nya.Tak lama Kiki keluar dari arah dapur sambil membawa bakwan yang baru selesai matang. Dari pada beli belum tahu enak apa enggaknya mendingan buat lagi.“Hai, your name?”Grandma yang bahasa inggrisnya campur
Jakarta, Indonesia.Setelah sepakat dan berdiskusi yang terlalu alot kemarin, akhirnya Adeeva dan Leonel tiba di tanah kelahiran Adeeva.Mereka kini sudah sampai Jakarta setelah menempuh perjalanan yang membuat keduanya lelah. Sepanjang jalan menuju rumah pun Adeeva selalu diam membisu karena mengingat seminggu yang lalu jika dirinya dan Leonel selalu terbawa suasana hingga sering melakukan kissing.Lebih sialnya lagi Adeeva tidak sanggup menolak karena pria itu benar-benar pandai mengusai dirinya hingga luluh dan takluk.Dan kali ini rasanya pengin menjerit yang keras karena merasa gagal untuk mempertahankan diri di hadapan Leonel. Sial.“Wah, sangat panas sekali di sini.”Mendengar keluhan Leonel tentang iklim Indonesia pun membuat Adeeva mendengkus sebal. Dan lebih parahnya kulit Leonel sudah mulai tampak merah-merah seperti terbakar. Padahal belum genap 24 jam hidup di Negara tercintanya tapi sudah seperti cacing kepanasan.
Saat ini Adeeva dan Leonel sudah berada di kediaman Marinka. Dan tentu saja kedatangan Adeeva disambut hangat oleh Marinka.Bahkan ada sebersit rasa kasihan saat melihat Marinka begitu baik kepada Adeeva. Namun ini merupakan jalan yang terbaik untuk membahagiakan mommy-nya.“Dear, aku merindukanmu.”“Aku juga Mom.”“Aku tidak berbicara denganmu. Aku berbicara dengan Adeevaku.”Glek.Leonel hanya menelan ludahnya saja saat mommy-nya lebih sayang dengan Adeeva. Bahkan kini mommy-nya sudah memeluk Adeeva penuh kasih sayang. Sedangkan dirinya diabaikan begitu saja. Sialan! Sebetulnya anak mommy itu siapa sih? Adeeva atau dirinya?“Mom, kau tidak merindukan putramu yang tampan ini?”“Tidak.”Adeeva langsung terkekeh begitu puas mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Marinka hingga wajah Leonel langsung berubah begitu pias.Bahkan Adeeva melihat jika Leonel la
Telinga Adeeva terasa berisik-berisik mendengar sesuatu tapi apa. Bahkan matanya saat ini untuk terbuka saja sangat berat sekali.Sebisa mungkin Adeeva melawan alam bawah sadarnya agar bisa membuka matanya dan dengan gerakan perlahan Adeeva mulai membuka mata.Mata Adeeva menangkap banyak sosok orang mondar mandir namun pandangannya masih terasa remang-remang. Memang manusia mana yang berani masuk ke apartemennya sekarang?Disaat sudah terbuka dengan sempurna, Adeeva terkejut dengan sosok Leonel yang tengah tersenyum menatapnya sambil bertolak pinggang menatapnya. Bahkan tubuhnya kini menjulang begitu tinggi di mata Adeeva.“Kau.”“Sudah puas tidurnya?”Merasa belum sadar seratus persen membuat Adeeva langsung mulai duduk dan merasakan ada selimut di atas tubuhnya. Pasalnya tadi pagi ia langsung pergi keluar kamar karena emosi dengan sikap Leonel yang mengusai kamarnya.“Kau masih di sini.”&
Hari ini rasanya nano-nano bagi Adeeva. Dikantor dibuat kesal sekaligus kebawa suasana sama sikap Leonel. Dan sekarang ia lagi bersama Danis untuk makan malam bersama.Gimana mau nolak coba? Orang kalau udah suka sama cinta itu langsung mendadak jadi bego. Padahal udah tahu bakalan sakit hati tapi tetap aja mau dijalani begini. Harusnya menghindar Adeeva! Bodoh kamu.Selain merutuki diri sendiri kini Adeeva juga tersenyum senang karena menikmati makan bersama Danis. Sikap manis Danis yang selalu mengusap bibirnya jika berantakan saat makan pun membuat Adeeva semakin meleleh. Baper parah.“Makasih, Kak.”“Sama-sama. Meski udah gede tapi kamu kalau makan masih tetap kayak waktu kecil. Berantakan. Belepotan.”Adeeva hanya meringis saja mendengar ucapan Danis. Bahkan Adeeva bingung mau ngomong apa. Karena menatap Danis mengubah otak cerdasnya menjadi bego begini.“Besok Kakak pulang.”“Hah, kok ce
“Kau sekarang di mana?”“Di kedai bersama Emilia.”“Sebaiknya cepat kembali ke kantor.”“Oh no, ini jam istirahatku Josh.”“Atasan kita marah besar soalnya.”“Siapa memangnya?”“Tuan Rudolpho.”“Oh no, katakan dengan dia ini jam istirahat hingga tak bisa diganggu.”“Cepat kembali Adeeva! Atau kau akan aku pecat!”Adeeva mendengar ancaman yang dilontarkan Josh langsung berdecak kesal. Kenapa orang yang berkuasa suka sekali mengancam kaum bawah sepertinya sih.“Ya, aku segera ke sana. Dan aku sangat membencimu Josh!” teriak Adeeva kemudian mematikan sambungan telepon dengan kesal.Deru napas Adeeva terdengar jelas di telinga Emilia hingga membuat perempuan itu langsung bertanya apa yang terjadi.“Ada apa?”“Josh memintaku kembali ke kantor.”&ldqu
Danis langsung tersenyum dan mengacungkan tanda jempol ke arah Adeeva sebagai penilaian teh buatan adiknya ini rasanya enak.Melihat itu membuat Adeeva langsung merasa senang bukan kepayang. Padahal hanya dipuji teh-nya enak saja, bagaimana jika dicintai balik coba? Pasti Adeeva akan menjadi manusia paling bahagia sedunia kayaknya.Setelah menghabiskan satu cangkir teh, Danis langsung pamit pergi yang membuat Adeeva merasa tampak kecewa juga sedih.“Jaga diri baik-baik.” Danis selalu berpesan itu untuk Adeeva karena bagaimanapun Adeeva hanya gadis kecil yang mencoba menjadi dewasa. “Bye.”Adeeva hanya menatap diam kepergian Danis dari apartemennya. Entah dia harus melakukan hal ini atau tidak yang pasti Adeeva tidak ingin membuang kesempatan ini.“Kak Danis,” panggil Adeeva yang langsung berlari dan memeluk Danis erat. Lain hal dengan Danis yang terkejut dengan sikap Adeeva. Melihat adiknya semakin mempererat pel
Satu minggu kemudian.Sudah hampir satu minggu ini Adeeva dan Leonel tidak pernah bertemu satu sama lain. Bukan karena mereka bertengkar atau habis baku hantam. Tapi keduanya sama-sama sibuk bekerja, dan Leonel juga habis dari Moskow. Dia mendatangi Darrel Blaxton yang memang sudah pindah warga Negara di sana bukan lagi di Los Angeles.Dan hari ini Leonel pulang dari Moskow. Hal utama yang ingin dilakukannya pas sampai bandara itu mengunjungi Adeeva.Entah kenapa sikap galak dan barbarnya membuat kangen. Ada rasa sepi yang hinggap di dadanya selama di Moskow.Biasanya Leonel akan memilih pulang ke apartemennya namun khusus malam ini dia langsung pergi ke apartemen Adeeva. Apalagi pertemuan terakhir mereka saat makan bersama di restoran cepat saji itu. Niat ingin menginap waktu itupun Leonel batalkan karena ada telepon mendadak yang membuat esoknya terbang ke Moskow.Selama perjalanan menuju ke apartemen pun Leonel tak henti-hentinya tersenyum memba
Dengan sedikit ragu Adeeva menggeser tombol hijau ke samping. Adeeva menempelkan ponselnya di telinga dengan gerakan pelan dan sengaja menunggu seseorang yang di sana menyapa terlebih dulu.“Adeeva.”Suara lembut itu. Adeeva kenal dengan suara ini, dan entah kenapa hati Adeeva mendadak sakit saat mendengar suara yang selalu menjadi kekagumannya selama ini.“Kak Da-danis?” cicit Adeeva pelan. Suaranya mendadak tercekat dan tenggorokannya terasa sangat kering. Hatinya terasa pilu juga teriris mengetahui fakta jika Danis sudah menikah.“Ya, kamu apa kabar?”“Ba-ba-baik, Kak. Kakak sendiri?”“Alhamdulillah baik.”“Sukur kalau begitu.”Hening.Kini terjadi keheningan antara Danis juga Adeeva, hanya ada suara embusan napas kedunya. Bahkan Adeeva terus memegangi dadanya yang entah mendadak berdetak lebih kencang namun terasa sakit seperti ada yang tersayat