Mendengarkan ajakan Bisma membuat gue gagal paham. Terlebih kita berdua baru aja kenalan beberapa menit yang lalu tapi dia udah berani ajakin nginep-nginep segala.
“Maksud lo gue nginep di apartemen sama lo gitu?”
“Bukan, entar gue nggak tidur di situ. Gue balik ke rumah.”
“Emm ... nggak enak.”
“Yaudah lo mau balik aja? Entar gue anterin.”
Gue bingung mau jawab apaan saat ini. Gue benar-benar sangat dilema banget. Mana sekarang udah pukul 12 malam juga dan gue masih berkeliaran di luar seperti ini. Biasanya kalau di rumah udah mimpiin Kevin Lutolf nih. Misalpun bergadang juga karena dapat tugas kerjaan.
“Nginep di apartemen lo deh, tapi jangan diapa-apain, ya.”
“Hahaha, enggak lha. Gila apa gimana? Entar gue ditonjok Ryan.”
“Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Ryan.”
“Hah, maksudnya? Bukannya tadi Doni bilang kalau kalian memiliki r
Duh coret deh Bisma dari daftar kriteria hidup gue. Gimanapun gue nggak mau nikah sama berondong. Pasti pola pikirnya kurang dewasa nanti. Yaelah kenapa gue mikirnya kejauhan banget, ya. Padahal kenal doang sama si Bisma tapi ngayal gue terlalu jauh.“Bisma.”“Iya.”“Umur lo berapa?”“20.”Buset! Beda lima tahun sama gue dong. Inimah cocoknya jadi adik gue kalau gitu. “Kuliah di mana?”“Bareng satu universitas sama ceweknya Doni. Cuma dia adik tingkat gue sih. Nggak kenal juga cuma gue paham dia ceweknya Doni.”“Kok lo bisa kenal sama Doni, Ryan sih. Secara lo masih 20 tahun dan mereka itu udah berumur, ya ... matanglah, ya.”“Kenal di kelab malam sama Doni. Kalau Ryan, kebetulan—bentar ada telepon.” Bisma langsung berjalan pergi sedikit menjauh dari gue.Merasa bingung harus ngapain akhirnya gue memutuskan mengambil pon
Saat ini gue lagi nunggu Chaca selesai teleponan sama Ryan. Pas mendengar Bisma udah ngobrol sama Chaca dengan cepat pula gue langsung menghubungi nomor telepon Ryan.Tut ... tut ... tut.“Iya ha—““Maksud kamu apa sih, Ryan. Kenapa semua orang di sekitarku semuanya kenal sama kamu?”“Nggak ada maksud apa-apa kok, dan aku juga nggak tahu kalau kamu kenal sama orang yang aku kenal.”“Halah bulshit! Jujur aja deh, kamu pakai dukun, ya?”“Astagfirullah, enggak Shakira.”“Terus kenapa semua orang tuh kayaknya nurut banget sama kamu sih? Enggak mama papaku, sekarang Bisma sama sepupu kamu. Apa kamu sengaja suruh Bisma buat ajak nginep di apartemen dia? Apasih mau kamu, Ryan?”“Shakira.”“Udahlah Ryan, kamu jujur aja sama aku. Kamu pengin tidur sama aku? Makanya kamu usaha deketin aku banget karena kamu tahu aku masih virgin kan?&rd
Kantor Azekiel Grup.Saat ini gue masih memikirkan ide gila yang barusan gue lontarkan ke Chaca buat Ryan sebelum temui gue. Memikirkan itu membuat kerja gue sedikit kurang konsentrasi.“Tehnya Mbak Kiki.”“Makasih Joko.”“Lagi pusing nih? Maaf ya, Mbak, gegara sebar video sekarang Mbak Kiki jadi bahan gibahan kantor deh.”“Lo tuh benar-benar ngeselin banget Joko. Untung aja masih kecil, kalau udah gede udah gue ajak gelud lo.”“Kan kemarin udah disiksa sampai ngompol.”“Itu yang nyiksa Mbak Sila, gue belum.”“Duh! Jangan dong, nggak bawa baju ganti soalnya.”“Hahaha, enggak kok. Sekesal gue sama lo tetap aja nggak tega. Udah sana kerja, jangan dekat-dekat gue entar lo ajakin gibah mulu.”“Hehehe, makasih Mbak Kiki. Ya Allah semoga Mbak Kiki bisa dapat jodoh secepatnya, amin.”Entah kenapa mende
Setelah seharian berkutat sama kerjaan kantor dan segala urusan lainnya. Kini gue udah sampai rumah dengan membawa martabak manis kesukaan mama papa. Bukan nyogok mereka lho, tapi biar mereka mau berdamai dengan gue.“Assalamualaikum.”Mendengar jawaban dari kedua orang tua gue langsung aja menuju ke mereka dan salaman. Gue langsung nyodorin kantong plastik berisi martabak ke arah mama.“Martabak manis kesukaan mama.”“Whoa, kamu beli di mana, Ki?”“Di depan.”Gue melihat mama sama papa yang udah merespon ucapan pun membuat gue sangat bersukur. Bisa gue lihat mama yang langsung girang banget dibawain martabak. Mama langsung membawa martabak ke arah dapur untuk ditata di atas piring.“Pa, maafin Kiki, ya,” kata gue lirih sambil bersimpuh di depan papa yang lagi fokus nonton tv. Kepalanya langsung menatap ke arah gue yang udah berusaha menjadi anak yang berbakti banget.”K
Perlahan-lahan Ryan melepaskan pagutannya, bahkan ibu jari dia kini tengah mengusap bibir gue yang terasa kebas habis dicecap sama dia lama banget. Bahkan bunyi suara klakson mobil pun Ryan abaikan bahkan bisa dikatakan kayak mendadak budeg.“Maaf,” cicitnya dengan suara yang terdengar begitu berat bahkan aroma napasnya menerpa wajah gue.“Kenapa minta maaf?”“Udah nggak tahan tadi.”“Dasar. Aku minta tanggung jawab.”“Apa? Nikah? Hayo, sekarang juga hayo kalau aku.”“Nggak jadi,” balas gue sambil mencebikkan bibir ke depan yang membuat Ryan mencubit pipi dengan gemas.“Aku seneng banget,” katanya sambil nyengir. Gue tahu sih dia lagi bahagia banget karena tadi gue mencoba menerima dia dan merespon kissing yang diberikannya. Kalau boleh berpendapat tuh, Ryan good kisser banget. Gue aja sampai terbuai sama perlakuan dia. Sial.“Udah jalan c
Ryan justru langsung berjalan ke arah pinggir dan menghindari gue. Dia bahkan masuk ke arah kamar mandi entah mau ngapain yang pasti gue nggak tahu.Tak lama Ryan keluar sambil membawa bathdrobe dan gue sadari Ryan langsung memakaikan bathdrobe itu di tubuh gue yang sudah terekspose banyak. Kalau dipikir-pikir si Ryan menang banyak hari ini bisa lihat tubuh gue yang seksi.“Kamu calon istri aku, Shakira. Aku nggak mau melakukan hal ini terlebih dulu. Aku sudah berjanji sama kedua orang tua kamu untuk menjaga, dan melindungi kamu selama di Bandung.”Tetap aja gue cuma bisa nangis mendengarkan segala ucapan Ryan itu. Bahkan gue melihat Ryan yang udah berdiri di belakang gue. Lagi-lagi Ryan melakukan hal yang bikin gue terkejut. Dia narik tubuh gue dan memeluknya erat.“Aku tahu kamu marah soal pengaman itu. Tapi memang betul yang dikatakan Chaca kalau aku tengah berusaha berubah. Aku udah nggak begituan lagi. Pengaman itu ada karena mobil
Selesai mandi dan gue udah pegang baju yang bakalan dipakai. Tapi, ada sesuatu yang aneh saat ini. Kenapa Ryan beli bajunya model begini sih. Nggak cocok banget sama kegiatan yang bakalan dilakukan.“Ryan.”“Iya.”Sebal banget kalau udah pegang ponsel pasti gue dicuekin deh. Lha, kenapa jadi posesif begini sih gue.“Kenapa kamu beli bajunya panjang-panjang begini? Kita lagi nggak mau pengajian kan? Atau kita mau kunjungi acara kasidah, ya?”“Hah? Enggak kok. Sengaja aku beli panjang biar nggak dingin. Kita lagi di Bandung cuacanya tuh dingin jadi pakai yang panjang-panjang. Baju kamu terlalu terbuka aku suka nggak kuat iman lihatnya.”Mendengarkan alasan Ryan membelikan baju model gamis membuat gue menahan kesal. Mau panjang tapikan nggak modelnya begini juga. Salah kostum kan jadinya. Ada kaus lengan panjang sama celana jeans.“Ryan.”“Iya sayang.”
Setelah sekian lama menjomlo, akhirnya malam minggu ini gue bisa ngerasain yang namanya pacaran lagi, eh, bukan ding. Nggak tahu lah apa namanya. Karena Ryan nggak ngajakin pacaran juga tapi dia ngajakin tunangan langsung dua bulan lagi. Anggap aja ini tahap perkenalan atau pdkt.Hari ini gue mandi dua kali, yang terakhir tuh gara-gara tubuh gue ngerasa panas aja karena ulah si Ryan. Kurang ajar memang kalau diinget, tapi tetap aja gue pun menikmati barusan jadi nggak bisa salahin Ryan juga sih.“Kita mau ke mana?”“Kata Chaca ada tempat makan bagus di sini.”“Anak kuliah mah update terus yang beginian, ya. Nggak kayak aku sibuk nyari duit terus.”“Nanti kalau udah nikah nggak usah kerja, diam aja di rumah ngerawat diri.”“Nggak mau, aku udah biasa kerja, Ryan.”“Bahas ini nanti aja deh, kita nikmati momen ini dulu. Chaca sama Bisma juga udah di sana.”&ldq
Jujur saja saat ini Adeeva masih tidak menyangka jika Emilia tega melakukan ini semua kepadanya. Entah apa motifnya ia masih belum tahu.Kini Adeeva menghubungi nomor ponsel Emilia untuk memastikan semuanya. Namun, panggilannya belum juga diangkat-angkat.Disaat akan menyerah, mendadak telinga Adeeva mendengar suara gemeresak dari seberang telepon sana.“Hallo.”“Em.”“Oh, kau. Ada apa?”“Kenapa kau tega sekali melakukan ini kepadaku? Apa salahku, Em!” Suara Adeeva tampak menggebu-gebu saat ini. Ia masih kesal dan tidak menyangka jika orang yang selama ini dipercaya dan sudah dianggap saudara justru tega melakukan ini semua kepadanya.“Kau bicara apa, sih?”Adeeva langsung tertawa hambar mendengar Emilia yang masih saja pura-pura tidak mengetahui rasa kekesalannya saat ini. Apa perlu Adeeva harus meledak-ledak secara gamblang agar perempuan di seberan
Kini Adeeva dan keluarganya makan malam di salah satu restoran Korea di kawasan Jakarta Selatan. Meski habis menghadapi polemik rumah tangga yang begitu menguras energi, tapi tidak menyurutkan rasa kebahagiaan saat berkumpul bersama seperti ini bersama keluarga.Bahkan saat melihat sang ayah yang selalu menggoda bunda-nya membuat Adeeva tersenyum lebar. Melihat sang ayah yang meminta izin nikah lagi yang langsung direspon galak sang bunda membuat Adeeva menilainya sangat lucu. Meski hanya bercanda saja, tapi terkadang sang bunda tersulut rasa kesalnya.“Adeeva setuju enggak kalau punya Bunda lagi?” tanya Ryan, disela-sela makan.“Jangan mulai deh. Enggak lihat kalau sekarang Bunda lagi pegang gunting?” Justru Kiki yang menyahuti ucapan Ryan itu. lagian mentang-mentang Abangnya mau nikah lagi terus dia suka sekali menggoda meminta ikut-ikutan. Benar-benar menyebalkan.“Kalau Adeeva, sih, terserah Ayah saja. Selama membuat Ayah
Empat Bulan Kemudian.Akhirnya hasil sidang perceraian Adeeva dengan Leonel berjalan lancar hingga memakan waktu hanya empat bulan saja. Biasanya jika banyak tuntutan dan perkara akan memakan waktu enam bulan lebih.Kini Adeeva resmi menyandang status janda. Adeeva tersenyum getir, namun hatinya lega. Ia merasa tidak ada beban dalam hidupnya.Bahkan sang ayah benar-benar mensupport dan terus menemani sampai sidang selesai. Tidak seharipun Ryan melewatkan anaknya pergi ke sidang sendirian. Ryan pasti akan selalu mengutamakan anaknya terlebih dulu dibanding pekerjaan yang digelutinya.“Tidak apa-apa menjadi janda tidaklah buruk. Hanya saja terkadang pandangan orang soal status ini masih suka salah kaprah. Menganggap janda ini buruk. Padahal tidak. Ayah dan Bunda selalu dukung apapun keputusan kamu ke depannya.”Adeeva tersenyum tipis dan mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Adeeva tahu jika kedua orangtuanya pasti lebih terluka namun m
Setelah sadar dari pingsan, Adeeva langsung memilih duduk bersandar di penyangga ranjang. Menatap kedua orangtuanya secara bergantian. Bahkan menatap ke arah sang grandma yang memang berada di dekat Kiki.Adeeva tersenyum senang, karena masih bisa merasakan kasih dan cinta dari keluarganya. Adeeva langsung menggenggam telapak tangan Kiki erat. Menatapnya sendu.“Bun, maafkan segala kesalahan Adeeva yang tidak pernah menurut selama ini. Maaf belum bisa menjadi anak yang baik untuk Bunda. Belum bisa menyenangkan hati Bunda, juga Ayah serta Grandma. Maaf beribu-ribu maaf jika Adeeva masih suka membantah ucapan Bunda. Maaf sudah sering buat nangis atas kelakuan Adeeva yang bandel. Maaf Bun ….”Adeeva langsung memeluk dan mencium pipi sang bunda. Adeeva menangis karena teringat suka membantah ucapan bundanya.Lain hal dengan Kiki yang membalas erat pelukan sang anak. Mengusap dan menepuk-nepuk pelan punggung sang anak. Matanya pun ikut
Setelah sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan, kini Adeeva memilih untuk kembali ke Indonesia sesuai perintah Kiki. Adeeva sudah memberikan kabar jika hari ini ia akan kembali ke Indonesia. Mungkin rasa-rasanya ia sudah tidak akan merantau lagi. Adeeva akan memilih stay di Jakarta bersama keluarga kecilnya. Adeeva akan menghabiskan sisa usia bersama Ayah, Bunda, juga Grandma.“Adeeva,” panggil Ryan.“Ayah.”Ryan pun langsung berjalan cepat untuk menyambut kedatangan putrinya. Ryan segera memeluk putrinya erat. Mencium pipinya dan segera mengusap buliran air mata yang mulai menetes di pipi mulus milik Adeeva.“Jangan sedih, Ayah akan selalu ada untukmu, Nak.”Adeeva masih tidak menyangka jika pernikahannya akan berakhir seperti ini. Padahal dulu juga pas awal nikah memang niat bercerai. Namun, seiring berjalannya waktu perasaan mulai timbul dan keduanya benar-benar sepakat melupakan perjanjian itu. Tapi, te
Hari ini Adeeva mendapat kabar jika Leonel tinggal di sebuah apartemen milik Darrel. Ternyata kehidupan Leonel selama seminggu ini ditanggung oleh Darrel. Dengan cepat pula Alex langsung menjemput Adeeva dan segera menuju ke kawasan El Born.Alex bilang jika Darrel memiliki apartemen di kawasan yang sangat sepi. Katanya dia lebih suka ketenangan dibanding hirup pikuk keramaian kota.Bahkan kawasan ini dihiasi jalan-jalan sempit hingga tampak sangat misterius. Tak pelak juga tempat ini banyak terdapat kafe kecil di sekitarnya untuk menikmati berbagai jenis minuman juga hidangan catalan.Mereka berdua pun memillih memarkirkan mobil di bahu jalan depan gedung apartemen. Alex dan Adeeva langsung berjalan menuju ke unit Darrel.Alex yang sudah pernah ke sini dan mengetahui password sahabatnya langsung memencetkan sederet password hingga suara ‘klik’ terdengar di telinganya juga Adeeva.“Alex … apa tidak apa-apa kita masuk?
Satu minggu sudah Adeeva melalui hari-harinya begitu berat. Bukan hanya dirinya saja, namun Marinka merasakan hal yang sama.Leonel bahkan tidak masuk kantor sudah semingguan ini. Parahnya, semua kunci mobil, ATM, beserta semua fasilitas lainnya dikirim ke mansion Marinka.Perempuan paruh baya itu merasa sedih dengan sikap Leonel yang sangat gegabah ini. Adeeva pun terus menguatkan Marinka. Entah dengan apa pria itu hidup saat ini jika semua fasilitas dikembalikan kepada Marinka.“Mom, dia pasti nanti kembali. Kau tenang saja, ya.”Marinka mengangguk dan kembali menguatkan Adeeva untuk tetap tabah dalam menghadapi ujian ini. Adeeva pun mendadak dapat telepon dari Indonesia—Bunda Kiki menelepon tiada henti yang membuat Adeeva mengerut bingung.Merasa penasaran membuat Adeeva mengangkat telepon itu dan menyapa bundanya dengan suara yang dibuat seceria mungkin agar tidak ketahuan.“Halo, Bunda,” sapanya dengan nada
Rasa-rasanya saat ini Leonel masih belum bisa menerima kenyataan yang sesungguhnya jika ia bukanlah anak dari Marinka. Apalagi sikap Marinka sangat lembut dan benar-benar menunjukkan kasih sayangnya dengan tulus.Seusai mendengarkan kejujuran Marinka, Leonel langsung pamit pergi meninggalkan mansion. Bahkan saat berpapasan dengan Adeeva pun ia rasanya sangat malu menatap perempuan itu. Bahkan Leonel tidak berani menyapa atau mengajaknya bicara. Leonel terlalu malu. Sifat gengsi yang dimilikki masih menguasai otaknya hingga membuat Leonel tidak melakukan itu semua.Kini tujuannya pergi ke apartemen. Leonel berpikir jika ia sudah tidak pantas lagi menikmati kemewahan yang diberikan oleh Marinka. Leonel terlalu malu kepada perempuan itu. Leonel kesal karena diapit oleh dua perempuan sebaik Marinka juga Adeeva. Rasa-rasanya ia tidak pantas berada di dekat mereka berdua. Kedua perempuan itu hanya pantas berada dilingkungan orang-orang baik saja. Sedangnya dirinya? Hanya ora
Mendengar kenyataan pahit membuat Leonel merasa terpukul luar biasa. Apalagi ia tak pernah menduga jika selama ini Marinka bukanlah orangtua kandungnya. Sialnya, pria yang sangat Leonel benci justru mengalirkan darah brengseknya sangat deras kepadanya. Leonel hancur, kecewa, juga merasa patah mengetahui ini semua.Bahkan untuk pulang saat ini pun membuat Leonel merasa malu sendiri. Terlebih ia sudah sangat kejam memperlakukan Adeeva beberapa hari silam.“Bodoh! Kau benar-benar bodoh Leonel!” makinya merutuk.Tak lama sosok Elizabeth pun datang dengan cengiran khasnya. Perempuan itu langsung duduk di sampingnya dan mencium pipi seperti biasa.“Kenapa kau sangat kacau sekali habis berhadapan dengan wanita antah berantah itu? Apa kau kalah darinya?” cecar Elizabeth ingin tahu hasil perseteruan Leonel dengan Adeeva itu.Tak memedulikan pertanyaan Elizabeth membuat Leonel segera bergegas pergi untuk menanyakan kebenaran kepada Ma