"Ada apa saya datang kesini? Bukankah tuan memanggil saya?" jawab Sarah. Ia merasa heran dengan apa yang tuturkan Al. "Benarkah? Apa ini hanya akal-akalanmu saja supaya saya mencabut kembali ucapan saya?""Itu tidak benar, Baiklah tuan, jika anda memang tidak memerlukan saya, maka saya akan kembali," ujar Sarah pun sedikit membungkuk lalu berbalik meninggalkan Al. Tapi Al mencekal pergelangan tangannya lalu menariknya ke dalam kamar."Kebetulan kamu ada di sini," ujar Al. Lalu ia mengambil segelas kopi yang masih mengepulkan asap nya, kemudian ia melemparkan nya ke lantai membuat gelas itu hancur berantakan. "Aaa... " jerit Sarah saking terkejutnya seraya menutup kedua telinga. Untungnya Sarah tidak terluka karena ia berhasil menghindar. Tapi sepertinya pria di depan sana terkena serpihan pecahan kaca. Darah segar mengalir dari kakinya. Melihat itu, Sarah sangat khawatir. Ia segera menghampiri tuannya."Ya ampun tuan, kaki anda terluka, ini harus segera di obati.. Sebentar, saya amb
"Bibi datang kemari?" tanya Nadia panik."Ayo kita samperin Nad," ajak Sarah pada Nadia."Enggak mau, kak. Pasti bibi mau paksa Nadia untuk pulang kampung," jawab Nadia menjauh dari arah Sarah."Tapi Nad, kalau kayak gini, enggak akan selesai urusan nya," tutur Sarah seraya menghampiri Nadia. Ia menepuk pelan bahu Nadia berusaha meyakinkan nya."Kita hadapi sama-sama," ucapnya lagi.Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Nadia setuju pada usulan Sarah. Setelah keduanya meminta izin pada Al yang masih menikmati sarapan nya, keduanya pun langsung berjalan menuju ke luar rumah."Assalamualaikum, Bu," ucap Sarah seraya mencium punggung tangan bibi Nadia takzim."Waalaikumsalam," jawab ibu Nadia ketus."Nadia ayo buruan bereskan semua barang-barang kamu, kita pulang sekarang!" Bibi Nadia memerintah dengan nada tinggi."Bibi meminta Nadia pulang buat nikah sama kang Adit, kan? Nadia enggak mau Bi. Kang Adit itu bukan pria baik," jawab Nadia dengan nada memelas."Enggak baik dari segi apanya
Sarah kemudian menghampiri Lyla."Cepat sembuh, sayang," tutur Sarah seraya mengusap pucuk kepala Lyla lalu menciumnya."Kakak tinggal beli sarapan dulu ya, sebentat. Soalnya tadi kakak buru-buru jadi belum sempat sarapan," ucap Sarah. Setelah itu, ia beranjak dari samping Lyla. Sarah menutup pintu dengan ruangan Lyla dengan rapat."Hahaha... akhirnya tuh cewe keluar juga. Dasar cewe sialan! Selalu membuat rencana saya gagal semua! Kamu lihat, Kali ini tidak akan ada yang bisa menggagalkan rencana saya. Karena kali ini... " gumam seorang pria seraya keluar dari persembinyiannya. Ia melangkah perlahan ke arah ruangan Lyla berada. Pria itu tampak sudah lengkap dengan pakaian khas perawat. Karena itu, tidak ada yang mencurigainya."Maaf, kamu mau kemana? Bukankah pasien yang di rawat di ruangan ini baru saja selesai pemeriksaan setengah jam yang lalu," ucap salah satu perawat yang tidak sengaja berpapasan dengan pria yang sedang menyamar."Memang benar, tapi dokter meminta saya untuk me
Sarah beralih melihat ke arah suara. "Pak Al?" lirih Sarah.**Pria misterius itu segera berlari menuju tempat parkiran. Baru setelah sampai di mobil, pria itu bernapas lega.'Drrtt' ponselnya bergetar tanda panggilan masuk. Pria itu pun segera mengangkatnya.""Hallo bu bos," ucap pria itu begitu panggilan tersambung."Bagaimana Parman? Apa rencanamu sudah berhasil?" tanya wanita di sebrang sana memaanggil pria misterius itu yang ternyata bernama Parman."Maaf bu bos, wanita yang bersama gadis itu selalu berhasil menggagalkan rencana saya," jawab Parman."Tapi bu, kalau saya melakukan rencana saya ketika wanita paruh baya yang menjaganya, kemungkinan besar saya akan berhasil," lanjut Parman lagi."Saya sengaja mengatur semua ini, karena wanita itulah yang di curigai Al. Kalau kamu berhasil mencelakai gadis cilik itu di bawah penjagaan wanita desa itu untuk yang ke sekian kalinya, pasti Al akan mengira bahwa kamu suruhannya," tutur wanita di sebrang sana panjang lebar."Pokoknya bagai
Mobil yang di tumpangi Sarah akhirnya sampai di kediaman Al. Begitu ia melangkah memasuki rumah, mbok Fatma langsung menghampiri nya seraya memeluknya. Mbok Fatma tampak menitikkan air mata."Mbok kenapa menangis?" tanya Sarah heran. Ia menepuk pelan punggung mbok Fatma."Tuan Al telah memperlakukan non dengan tidak baik. Tuan bahkan memindahkan non ke kamar gudang dan menjadikan non pelayan seperti kami," tutur mbok Fatma mulai terisak."Terimakasih mbok, atas keprihatinan mbok terhadap Sarah. Tapi percayalah sama Sarah, Sarah baik-baik saja," tutur Sarah seraya tersenyum ke arah mbok Fatma setelah mbok Fatma melerai pelukannya. Mbok Fatma pun mengusap air matanya di bantu Sarah."Jujur saja, Sarah kaget pas tiba tiba mbok meluk Sarah sambil nangis. Sarah khawatir mbok kenapa kenapa," ucap Sarah kemudian. Mbok Fatma pun memapah Sarah menuju kamarnya.Semua menu makan malam telah tersaji di meja makan."Non Sarah, ayo makan malam dulu. Mbok baru saja habis dari kamar tuan. Sepertinya
Sarah tahu betul wanita di foto itu adalah dirinya."Kenapa kamu masih berdiri di sana? Apa saya memintamu ke sini untuk menjadi pajangan?" suara yang berasal dari pertanyaan Al mengagetkan Sarah hingga ia tergagap."Bukan tuan. Kalau begitu saya permisi," ucap Sarah. Ia pun segera pergi dari ruang kerja Al."Aku yakin sekali, itu adalah foto ku. Pria di foto itu juga, aku merasa pernah bertemu dengannya di suatu tempat. Tapi di mana? Aku yakin, foto itu adalah salah satu alasan di balik kebencian tuan Al padaku," ucap Sarah dalam hati. Ia memikirkan foto yang baru saja di lihatnya sepanjang jalan. "Sarah!" teriak Al. Pagi-pagi sekali Al sudah berteriak memanggil Sarah. Bahkan suaranya memenuhi ruang tamu. Mbok Fatma yang kebetulan sedang memotong sayuran untuk sarapan langsung menghampiri Al."Iya tuan, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya mbok Fatma ketika berada di hadapan Al."Maaf mbok, tolong panggilkan Sarah dan suruh ia untuk datang ke kamar saya," jawab Al. Setelah memberi pe
"Tuan?" Sarah memanggil tuannya ragu-ragu. "Apa lagi Sarah? Haruskah saya memanggil security untuk menyeretmu keluar dari ruangan saya?" Al sepertinya sudah kehabisan kesabaran. Sungguh Al merasakan getaran aneh itu semakin menjadi kala mendengar suara Sarah. "Pintunya tuan, terkunci," lirih Sarah. Mendengar itu, Al menyugar rambutnya kasar. Sesaat kemudian, ia mengutak-atik ponselnya dan pintupun terbuka. Sarah pun segera keluar dari ruang kerja Al. *** "Ya ampu Sarah, kenapa kamu tampak berantakan sekali nak, apa yang telah tuan lakukan padamu? Apa ada yang luka?" mbok Fatma melayangkan pertanyaan beruntun ketika Sarah akan memasuki kamarnya. Ia begitu panik ketika melihat Sarah dengan keadaan yang kacau. "Sarah baik-baik saja, mbok. Sarah hanya butuh istirahat sebentar," jawab Sarah lirih dengan wajah tampak lesu. "Baiklah nak, istirahatlah. Tapi setelah kamu sarapan," tukas mbok Fatma. Ia pun segera bergegas hendak ke dapur. Tapi Sarah mencegahnya, "Tidak mbok, nanti saja
"Kamu belum juga berganti pakaian?" tanya wanita bermasker itu seraya menatap Sarah dari atas sampai bawah. "Maaf, sepertinya saya tidak bisa mengganti pakaian saya saat ini," jawab sarah. "Karena itu saya meminta bantuan mbak ini saja untuk mengantarkannya," lanjutnya lagi. "Maaf mbak, tapi saya masih banyak pekerjaan di belakang," tutur art lalu buru-buru pergi dari hadapan Sarah. "Saya mengerti, kamu tidak bisa memakai satupun pakaian yang ada di sini, kan?" tanya wanita bermasker itu lagi. "Tunggu sebentar," tukas wanita itu. Ia kemudian mengutak-atik ponselnya, lalu memanggil seseorang di sebrang sana. Lalu sedikit menjauh dari arah Sarah berdiri. "Iya, buruan carikan pakaian terbaik yang cocok di padukan dengan hijab." Samar-samar Sarah masih mendengar wanita itu berbicara pada pria di sebrang sana. "Baju terbaik yang cocok di padukan dengan hijab? Apakah itu untukku?" ucap Sarah dalam hati. Tidak lama kemudian, wanita itu menutup telponnya lalu kembali menghampiri