Sebelum kembali ke Balrus, Naima dan Sultan melihat-lihat rumah terlebih dahulu. Lokasi yang dipilih oleh wanita itu tak jauh dari TK tempatnya mengajar, mana tahu suatu hari nanti ia berkeinginan untuk berjumpa dengan wajah-wajah polos anak tanpa dosa itu. Wanita berambut kemerahan tersebut akhirnya sepakat dengan suaminya, untuk memilih rumah yang tak terlalu besar tetapi masih memiliki halaman. Rumah dengan tiga kamar, Maira memikirkan nanti ia akan memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan, jika lebih masih bisa membesarkan rumah dengan kelebihan tanah yang dimiliki. “Kau ingin cepat-cepat punya anak, ya?” tanya Sultan ketika masuk kembali ke dalam mobil. Rumah itu mereka tinggalkan dan nanti akan dihuni setelah bisa pergi dari desa, entah kapan pula.“Ya, kalau bisa cepat kenapa harus lambat. Usiaku tahun depan sudah 26 pula. Banyak hal yang harus diperhitungkan. Aku menikah sangat terlambat dibandingkan perempuan lain yang ada di sini.” “Tapi aku baru 23 tahun depan.”
Reihan kini tinggal di hutan pinus tak jauh dari kediaman Naima dan Sultan. Kemampuan sebagi tentara ia manfaatkan untuk bertahan hidup di sana. Selama ada air ia masih bisa melanjutkan kehidupannya. Lelaki itu mengambil teropong yang ada di sakunya. Sebuah alat yang biasa digunakan untuk memantau musuh dari jarak jauh, bahkan orang dibalik jendela pun bisa terlihat. Matahari masih malu-malu muncul. Namun, tidak dengan Naima. Ia sibuk membersihkan rumah yang sudah bersih termasuk pula kaca yang berembun tiap sebentar. Musim salju satu bulan lagi akan berakhir, dan akan berganti menjadi musim panas. Anak-anak akan segera masuk TK dan belum juga ada kepastian kepindahan mereka berdua. Wanita berambut merah itu mulai menyerah dengan harapannya. Di mata Reihan kini terlihat Naima yang tak mengenakan jilbab sama sekali, bajunya saja yang panjang karena memang musim dingin. Mata nakal itu terus menikmati pemandangan yang bukan haknya sama sekali. Rambut kemerahan Naima disanggul dan agak
Sultan mengikuti jejak darah yang menetes di butiran salju, terus ke dalam sampai hari hampir gelap. Namun, tidak ia temukan di mana Reihan. Lelaki itu mahir bersembunyi. Sama seperti saat perang, ketika teman-temannya berjuang ia layaknya pengecut berlindung di balik pohon, tetapi jika memikirkan wanita cantik berada di barisan paling depan. Sultan membawa pluit yang bisa ia gunakan untuk memanggil Sin dan San. Ia bunyikan berkali-kali. Namun, tidak juga serigala kembar itu muncul, padahal Sultan sangat membutuhkan bantuannya. “Mungkin mereka sudah jauh ke dalam hutan,” ujarnya ketika jalan pulang. Tak baik pula meninggalkan Naima berlama-lama di dalam rumah. Rasa ingin pindah ke Syam semakin kuat dalam hati penjinak bom itu. Memang tak baik jika istrinya tak punya teman perempuan. Tidak ada yang bisa diajak bertukar pikiran ketika ia tidak ada, ditambah pula Sin dan San yang tak menjaga Naima lagi. Paman Maira masuk ke dalam rumah, pada saat itu pula telepon rumahnya berdering. Na
Bagian 130 Korban Pertama Maira menemukan rencana jahat dari Reihan. Ia berhasil mencari tahu nomor ponsel baru dan meretasnya dengan meminta tolong pada Afnan. Reihan kedapatan membeli sebuah bom dari salah satu Tentara Balrus yang sedang membutuhkan uang. Meski tak tahu di mana akan diletakkan bom tersebut. Namun, insting anak kandung Ali langsung berpikir Sultan dan Naima yang akan menjadi sasaran. Terutama pergerakan terakhir Reihan terlihat di hutan pinus tak jauh dari rumah kakak angkatnya. “Paman, aku pinjam mobil dinasnya dulu, ya. Jangan beritahu Ayah, ya. Aku pergi ke desa tempat Kak Naima sesegera mungkin.” Maira langsung mengambil kunci mobil yang tersangkut di dinding. Afnan tak bisa mencegah karena pergerakan Maira begitu gesit, tak terkejar olehnya yang berperut buncit. “Dia memanggilku Paman. Pupus sudah harapanku ingin memperistrinya. Lagi pula aku takut dengan ayahnya.” Afnan mengubur impiannya dalam-dalam melihat reaksi Maira pada dirinya. Si google berjalan itu
Bagian 131 Sidang Ini season ketiga, tetapi masih ada kisah Naima dan Sultan yang belum selesai di season kedua, diselesaikan setahap demi setahap. Benar saja tebakan Maira, ibunya ceramah dari tadi tidak habis-habis sampai kupingnya panas. Sudah hampir 30 menit, sampai panas bokong gadis itu. Ingin rasanya Maira bangkit dari kursi dan masuk ke kamar. Namun, Ali yang duduk di sebelah ibunya memberi isyarat agar putrinya duduk tenang dan dengarkan saja. “Kau mau jadi apa. Perempuan bawa pistol, naik mobil kebut-kebutan, lewat hutan yang terbakar. Bahkan kau membunuh orang—” “Yang dibunuh, kan, orang jahat. Kalau aku tidak menembaknya, dia akan membunuh Paman.” Tak tahan Maira untuk memotong perkataan ibunya. “Menjawab kau lagi. Coba kalau ada apa-apa denganmu, siapa yang akan kerepotan?” Mata wanita yang berwarna biru itu nyaris keluar dari tempatnya. Memang anak gadis pertamanya sudah terlihat keras kepala sejak tahu membedakan mana yang baik mana yang buruk. “Jadi aku hanya di
Bagian 132 Merasa Bersalah “Apa Maira serius tak ingin menjadi dokter?” Gu berbicara empat mata pada suaminya. Sembari ia meletakkan Zahra yang sudah tertidur pulas. “Iya. Dia sudah mulai latihan di lantai atas,” jawab Ali sambil melepaskan jaketnya. Ia baru saja tiba dari Syam. Lelah? Tentu saja, tetapi demi putri kesayangannya apa yang tidak bisa ia lakukan?“Dulu Naima tak mau jadi dokter. Sekarang Maira pun sama. Lalu siapa yang akan meneruskan cita-citaku? Maira itu pula denganmu rasanya … kalau boleh cemburu, sudah lama aku lakukan.” “Tahan diri. Dia putri kita, walaupun hadirnya dengan cara tak termaafkan. Sebab aku menyayanginya daripada yang lain, karena aku tak bisa memberikan semua untuknya. Sedangkan putriku yang lain, bisa. Cukup adil, bukan?” Ali menenangkan Gu yang mulai tersulut emosi. “Adil menurutmu, iya.” Wanita itu mengembuskan napas panjang. “Masih ada dua putri kita yang lain, si kembar dan Zahra ini, yang laki-laki pun kalau mau jadi dokter tak masalah. An
Bagian 133 Nasab atau Ikatan? Gu dan Ali memutuskan pindah kembali ke rumah mereka di Syam. Bukan tanpa sebab, kebakaran hutan semakin meluas dan bukan tidak mungkin juga akan merambah ke camp konsentrasi. Dampak dari musim panas yang luar biasa. Namun, walau demikian peperangan juga belum berakhir. Beberapa kali gencatan senjata dan beberapa kali perjanjian damai dicabut. Sampai Barlus takluk sepenuhnya dan tak menjadi benalu dalam kehidupan kaum muslimin. Mungkin saja negara kecil tempat Gu dan Sultan berasal bisa kembali kepada pemiliknya. Mungkin, tak ada yang mustahil jika Allah sudah berkehendak. Pindahnya kedua orang tua angkat Naima membuat gadis itu bisa bertemu Zahra lagi. Walau sudah diizinkan untuk mengajar di TK, tetap saja kecanduannya untuk mengurus anak tidak bisa dielakkan. Gu pernah bertanya apakah keduanya mempunyai kesepakatan untuk menunda anak, dan Naima berkata tidak. Sebab bagi wanita berambut kemerahan itu salah satu tujuan dari ia menikah ya untuk punya an
Bagian 134Kecurigaan Maira keluar dari kamar mandi. Ia mengeringkan rambutnya yang kini dipotong pendek hanya sampai sebahu saja. Katanya supaya lebih mudah beraktifitas. Hari ini pendidikannya telah selesai, dan siang nanti adalah upacara kelulusannya. Dari 200 polisi laki-laki yang mendaftar, 10 di antaranya mundur karena alasan yang tidak disebutkan. Dari 20 polisi wanita yang ada semuanya lulus. Kemampuan yang tidak terlalu berbeda jauh, hanya beban kerja saja yang akan berbeda diberikan nanti. Baik Maira atau 19 polisi wanita lainnya nanti diperbolehkan mengambil keputusan masing-masing selama menyangkut keselamatan kaum muslimin. Yang tidak diperbolehkan sebagai wanita hanya menjadi khalifah saja atau pemimpin yang paling utama. Selain daripada itu boleh asal bisa mengabaikan perasaan dan mengikuti syariat. Maira menjadi sorotan di antara 19 polisi wanita lainnya. Bukan karena dia anak seorang kapten, yang lebih tinggi pangkatnya dari Ali juga banyak. Melainkan karena dahulu