DIKIRA MISKIN 23"Apa? Kamu mau mengajak Ibu untuk tinggal bersama kalian di kota, percaya diri tingkat tinggi, woi!" tanya Mbak Ranti dengan nada tinggi sembari menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya. Sungguh ekspresi wajah yang sangat jelek. Mbak Wiwid pun tidak kalah jelek ekspresinya. Biasa saja kali, Mbak.Baru dengar mau mengajak Ibu saja sudah begitu ekspresinya. Bagaimana kalau mendapat kejutan yang lebih dari ini?"Jadi, kamu mengundang kami untuk membicarakan hal ini? Ya ampun aku pikir mau membicarakan soal warisan!" ucap Mbak Wiwid lantang."Benar, tuh. Padahal aku sudah menghitung berapa warisan yang akan kudapatkan nanti dan sudah ada anggarannya sendiri, mau beli ini mau beli itu. Kalau begitu gagal total rencanaku," timpal Mbak Ranti.Astaghfirullah, kedua anak perempuan kesayangan itu benar-benar keterlaluan. Orangtuanya masih segar bugar bisa-bisanya membahas warisan. Saru banget menurutku. Padahal sebenarnya mereka
DIKIRA MISKIN 24Aku dan Mas Yudi membantu Ibu mengemas pakaian yang akan dibawa. Tidak lupa hadir juga duo sosialita abal-abal. Mereka bertindak sebagai komentator tanpa ada niat sedikitpun untuk membantu kami. Mulut keduanya terus saja mengoceh tiada henti. Sampai berbusa-busa kayaknya meski aku dan Ibu diam saja. Aku memang diam, tapi jangan ditanya kesalnya seperti apa jika terus menerus mendengar ocehan mereka. Untung telinga ini sudah kebal. Anggap saja itu radio."Tik, apalagi yang perlu kita bawa selain pakaian?" tanya Ibu seraya memasukkan pakaian yang sudah dilipat."Pakaian saja, Bu. Itupun nggak usah semuanya, insyaAllah nanti aku belikan yang baru." Mas Yudi yang baru selesai mengelap mobil tiba-tiba masuk dan menjawab pertanyaan Ibu."Yang benar saja, Yud. Masak kamu mau belikan baju buat Ibu. Jangan-jangan kamu beli baju bekas yang ada di pasar loak atau kalau beli baju baru, nanti Ibu disuruh puasa tiga bulan lagi," ucap Mbak Ranti seraya berkacak pinggang."Sudah, Ti
DIKIRA MISKIN 37 Ibu memandang Mas Yudi dan aku secara bergantian dengan tatapan aneh. Apalagi saat satpam itu tersenyum dan memberi hormat dengan menunduk pada Mas Yudi dan juga aku. Kami pun hanya membalas dengan tersenyum. "Kamu kenal dengan satpam itu? Kok dia tahu nama kamu?" tanya ibu dengan tatapan menyelidik. "Iya, Bu. Nanti saja ya tanya-tanyanya. Kita masuk dulu untuk makan, sudah lapar, nih?" Mas Yudi meringis seraya mengusap perutnya. Aku menggandeng lengan ibu, kami segera masuk ke resto hasil kerja keras kami selama ini. Alhamdulillah, setelah sekian tahun kami mampu membuka cabang resto yang ketiga ini. "Ayo, Bu," ajakku karena ibu tampak masih ragu untuk masuk. "Yud, sebaiknya kita jangan makan di sini, ya. Apalagi pakaian ibu seperti ini. Apa boleh makan di tempat sebagus ini?" Ibu melihat ke bawah melihat baju kebaya yang ia padukan dengan kain jarik batik. Ya, ibu memang senang memakai pakaian khas jawa ini, lebih nyaman katanya. "Bu, yang boleh makan di si
DIKIRA MISKIN 38Air mata ibu terus bercucuran, ia masih berdiri dengan mengusap foto suaminya yang tengah tersenyum itu. "Yud, kamu tahu, kan kalau kami tidak pernah menyukai kamu bahkan tidak pernah menganggapmu ada. Kenapa masih sudi memasang foto kami? Memangnya tidak bosan melihat ini setiap hari?" tanya Ibu, kini ia duduk dan menyenderkan bahunya di kursi."Bu, walau bagaimanapun juga kalian adalah orangtuaku. Dengan memasang foto kalian aku merasa kalian selalu bersamaku dan membersamai di setiap langkahku. Setiap aku pulang ke rumah dan melihat foto ini, membuatku semangat untuk tetap bekerja hingga sukses sampai sekarang. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk membuktikan pada bapak kalau aku bisa sukses dengan usahaku sendiri." Mas Yudi juga mengusap foto bapak. Seseorang yang ia rindukan pelukannya, dan tidak akan pernah kesampaian sampai kapanpun."Sayang, Bapak tidak sempat melihat kesuksesanku ya, Bu," ucap Mas Yudi sendu."Kenapa kamu menyembunyikan kesuksesan i
DIKIRA MISKIN 27Mbak Ranti masih saja mengoceh tiada henti. Sepertinya ia memang cocok menjadi seorang stand up comedy, bagaimana tidak? Bisa makan di sini karena dapat gratisan saja sombongnya selangit. Namun, tidak membuat orang tertawa yang mendengarnya, malah membuat orang gedeg tiada tara. Benar-benar ingin kusumpal dengan sambal level tertinggi yang ada di resto ini agar ia bisa diam.Kurapikan kembali bajuku dan berjalan menuju ke tempat Mas Yudi dan Mbak Ranti yang sedang adu mulut."Mas," ucapku setelah sampai di dekat mereka."Antika? Kamu di sini juga?" tanya Mbak Ranti seraya membekap mulutnya dengan kedua tangan. Biasa saja kali, Mbak."Iya, Mbak," jawabku."Stop! Aku tidak akan bertanya ngapain kamu di sini karena aku sudah tahu jawabannya. Kamu bekerja? Jangan jawab dulu, biar aku tebak. Kamu pasti kerja menjadi tukang sapu atau tukang cuci piring, ya?" Mulut Mbak Ranti terus saja mencerocos disertai tawa lebar."Bagus lah kalau begitu. Itu artinya kamu seorang istri p
DIKIRA MISKIN 28Pov Ranti"Kamu kenapa, Mas, kok sepertinya senang banget? Sampai bersiul-siul gitu?" tanyaku pada Mas Wahyu yang baru saja pulang mengajar."Besok, aku diundang teman yang sedang merayakan anniversary pernikahannya yang ke sepuluh. Dia mengundang kami untuk makan di restoran yang ada di kota, yey." Mas Wahyu bersorak kegirangan seperti anak kecil yang baru saja dibelikan es krim oleh ibunya. Melihat suamiku kegirangan, malah membuatku manyun."Kok, kamu malah cemberut gitu, hilang cantiknya, loh. Senyum dong!" Mas Wahyu memegang daguku, senyum terpaksa tercipta di bibirku sembari menatap wajah suamiku yang paling ganteng itu."Habis, kamu bahagia sendiri, tidak ngajak aku." Aku cemberut lagi, sementara tanganku bersedekap di dada."Kata siapa aku bahagia sendiri? Kita dipersilahkan untuk mengajak pasangan masing-masing. Jadi, kamu boleh ikut," kata Mas Wahyu, sontak membuat mataku berbinar."Yang benar, Mas?" tanyaku untuk meyakinkan, jantung ini serasa jumpalitan
DIKIRA MISKIN 29Pov Ranti 2Aku setuju dengan pendapat Wiwid. Yudi pasti mendapat kekayaan dengan cara yang tidak wajar. Mana ada orang yang bisa kaya mendadak, bisa punya resto dan mobil, jangan-jangan ia juga sudah punya rumah."Ayo, Wid, sekarang kamu panggil Ajun!""Ada apa kalian ribut-ribut," tanya Mas Wahyu yang sedari tadi nonton televisi."Mas, saat kamu di resto tadi melihat Yudi dan Antika tidak?" "Aku tidak lihat sama sekali karena asyik ngobrol dengan teman-teman, habis tempatnya nyaman, namun sayang belum sempat makan keburu dipanggil satpam karena kamu pingsan," ucap Mas Wahyu dengan wajah kesal."Enggak usah cemberut gitu kenapa, sih, Mas? Aku juga kecewa karena harus pingsan sehingga tidak bisa makan, jangankan makan, lihat interior restonya saja belum," ucapku dengan tangan bersedekap."Ada apa, Mbak. Memanggilku kemari?" tanya Ajun yang baru datang bersama Wiwid seraya menjatuhkan bobotnya di sofa."Kamu tahu nggak kalau si Yudi itu ternyata kaya?" tanyaku pada Aj
DIKIRA MISKIN 30Masih pov RantiKami berempat yang sudah siap minum dengan gelas masing-masing di tangan, mendadak mengurungkan niat dan meletakkan kembali gelas itu, setelah mendengar perkataan Antika.Kami saling pandang, apalagi Antika tertawa lebar dan terkesan menyeramkan. Oh My God, apakah dugaan kami benar, kalau kami semua akan menjadi tumbal kekayaannya.Benar kata pepatah bahwa air tenang itu menghanyutkan. Antika yang biasanya tenang dan pembawaannya kalem, kini menjelma menjadi monster yang menyeramkan. Saat ia tertawa taring panjangnya keluar, matanya besar serta merah dan kedua telinganya mengeluarkan asap. Jika benar kami akan menjadi tumbal, maka ini ini adalah hari terakhir kami melihat dunia yang penuh sandiwara ini."Aku tidak percaya kamu menaruh sianida dalam minuman ini!" ucap Wiwid seraya mengambil kembali gelas yang tadi, hanya dalam hitungan detik minuman berwarna hijau itu sudah berpindah ke dalam perutnya.Mas Wahyu dan Ajun mengikuti jejak Wiwid. Mereka
DIKIRA MISKIN 87Kami hanya terdiam mendengar permintaan sang keponakan yang sudah beranjak remaja itu. Rifki masih saja menggoyangkan lengan Mas Yudi dan berharap agar ia mau menuruti permintaannya mengizinkan papanya ikut tinggal dengan kami.Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan yang cukup keras dari arah belakang. Kami menoleh serempak."Hebat, kamu, Mas?" kata Elvira dengan masih bertepuk tangan dan berjalan mengitari Mas Ajun."Pak Atmaja?" Mas Ajun pucat pasi saat melihat kedatangan mantan istri dan mertuanya serta Mas Fikar."Pintar sekali kamu mengarang cerita dan memutar balikkan fakta. Kamu layak untuk menjadi aktor yang pandai berakting dan bersandiwara di depan kamera, ck ck ck," ucap Elvira tersenyum sinis."Ada apa ini? Kenapa kalian datang ke sini beramai-ramai?" tanya Mbak Ranti."Kami mendengar kabar kalau Wiwid meninggal. Ya, meski aku benci dengannya, tapi bagaimanapun juga ia adalah calon dari bagian keluarga kami. Saat Mas Fikar menikah dengan Mbak Ranti, otoma
DIKIRA MISKIN 86Aku terpaku di samping jenazah Mbak Wiwid. Lidahku terasa kelu, tidak mampu berkata lagi.Masih teringat dengan jelas saat Mbak Wiwid bilang kalau saat kami datang menjenguknya, ia sudah tidak bernyawa. Sekarang ucapannya itu menjadi nyata. Apakah ini yang disebut dengan ucapan adalah do'a?Semoga Mbak Wiwid sudah bertaubat saat meninggal. Meski banyak harapan yang belum terwujud.Aku ngeri saat melihat wajah Mbak Wiwid yang sudah pucat karena memang nyawa sudah lepas dari raganya. Itu artinya darahnya sudah berhenti mengalir, jantung sudah tidak berdetak dan organ tubuh sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya."Wiwid. Kenapa kamu pergi secepat ini? Mbak sayang kamu, Wid," seru Mbak Ranti sambil memeluk Mbak Ranti yang matanya sudah tertutup rapat."Sabar, Mbak. Ikhlaskan kepergian Mbak Wiwid." Aku mengusap pundak Mbak Ranti dengan lembut.Kami kembali terdiam, larut dakam pikiran masing-masing. Bagaimana dengan ibu? Ibu pasti shock jika mengetahui kenyataan ini, p
DIKIRA MISKIN 85"Bagaimana, Yud? Apakah kamu berhasil menemui Ajun dan mengancamnya?" tanya Mbak Ranti. Mas Yudi baru saja pulang dari menjalankan misi yang diminta wanita yang akan segera menikah itu."Tidak," jawab Mas Yudi. Tanganya meraih gelas di hadapannya dan segera meminum habis minuman yang tersaji di meja."Maksudmu tidak, apa?" tanya Mbak Ranti dengan dahi mengernyit."Aku tidak berhasil menemui Ajun karena ternyata dia sudah pisah dengan Elvira," kata Mas Yudi."Apa?" "Tadi aku ke rumah Elvira. Awalnya dia marah-marah padaku, dia bilang aku tidak becus menjaga kakak sehingga Mbak Wiwid berbuat nekat. Pusing aku, Mbak Wiwid yang berbuat, aku harus ikut menanggung akibat." Mas Yudi mengusap pelipisnya. Aku segera duduk di sampingnya dan memberikan sentuhan hangat."Terus Ajun sekarang tinggal di mana?" tanya Mbak Ranti. "Mana aku tahu, Mbak. Intinya Mbak tidak perlu khawatir, jika menikah dengan Fikar, Ajun tidak akan ada di sana. Keluarganya tidak akan tahu kalau Mbak Ra
DIKIRA MISKIN 84"Pokoknya aku tidak mau punya kakak ipar dari keluarga Atmaja." Mbak Wiwid masih saja cemberut, sementara Mbak Ranti sudah pergi membawa rasa jengkel."Aku sudah merestui hubungan mereka. Orangtuanya juga sudah datang melamar dan kita tinggal menentukan tanggal untuk melangsungkan acara pernikahan," ucap Ibu."Aku akan menggagalkan pernikahan mereka. Bagaimanapun caranya." Tangan kurus Mbak Wiwid mengepal."Bagaimana caranya, Mbak, kan ada di sini? Sakit lagi," tanya Mas Yudi."Aku akan mati dan arwahku akan gentayangan, kemudian mengganggu Mbak Ranti dan Mas Fikar sehingga mereka tidak akan bisa hidup tenang dan pernikahan pun gagal. Aku yang sudah berada di alam lain akan tertawa saat melihat Mbak Ranti menangis karena gagal nikah dengan lelaki kaya." Mbak Wiwid tersenyum puas. Ia pasti sedang membayangkan kalau menjadi arwah penasaran itu menyenangkan. "Suatu pemikiran yang konyol. Memangnya ada arwah penasaran? Mbak Wiwid ini korban film horror kayaknya. Tidak ad
DIKIRA MISKIN 83Kami saling berpandangan saat Mbak Ranti bilang nama calon suaminya sama dengan yang dibilang Mbak Wiwid. Apa mungkin hanya namanya saja yang sama? Atau memang yang mereka maksud itu orang yang sama? Kenapa bisa kebetulan banget begitu?"Kamu kenal dengan lelaki yang bernama Zulfikar Atmaja?" Bukan hanya aku yang penasaran, Mas Yudi juga."Kalau Zulfikar Atmaja, aku kenal, tapi entah dia yang kumaksud atau orang lain. Mungkin hanya namanya yang sama, kan?" Mbak Wiwid tersenyum."Ya, mungkin hanya namanya yang kebetulan sama. Dia seorang manager di sebuah perusahaan bonafit. Dia sering datang ke resto-ku," jelas Mas Yudi. Pernyataannya menjawab rasa penasaranku."Oh." Mbak Siwid hanya ber 'oh' ria dan tidak bertanya lagi."Kamu yakin tidak mau kusewakan pengacara agar masa tahanan kamu bisa berkurang, Mbak?" tanya Mas Yudi mengalihkan pembicaraan."Iya, aku mau di sini sampai masa tahananku habis sambil memperbaiki diri. Lagi pula aku juga tidak mau utangku semakin me
DIKIRA MISKIN 82Rifki histeris melihat kondisi mamanya, pun dengan kami. Apalagi Ibu, ia bahkan sampai gemetar melihat anak yang selama ini ia manja dan ia rindukan sedang mengalami masa kritis.Ibu terus melantunkan istigfar. Tangannya mengusap lengan Mbak Wiwid."Ya Allah, sembuhkanlah anakku, berilah ia kesempatan untuk memperbaiki diri. Kami sudah memaafkan kesalahannya," ucap Ibu tulus.Mata Mbak Wiwid yang awalnya melotot dan seperti menahan sakit, tiba-tiba terpejam dan tubuhnya mendadak lemas setelah beberapa saat sebelumnya terlihat kaku."Kenapa dengan anak saya, Dok? Dia akan baik-baik saja, kan?" Ibu panik."Tenang, Bu. Pasien hanya pingsan," jawab Dokter Rudy."Dokter tidak bohong, kan? Anak saya tidak mati, kan?" tanya Ibu lagi seraya memeluk Mbak Wiwid yang mata kini sudah terpejam. Aku melihat ada seukir senyum di bibirnya.Mbak Wiwid masih hidup, terlihat dengan jelas dadanya masih naik turun. Saat tanganku mendekat di lubang hidung, masih ada embusan napas di sana.
DIKIRA MISKIN 81"Ada apa, Yud?" Ibu meletakkan sendok dan menatap Mas Yudi dengan nada khawatir."Enggak tahu, Bu. Kita hanya diminta untuk datang menjenguk Mbak Wiwid," jawab Mas Yudi."Ya Allah, apa yang terjadi dengan anakku itu?" "Maafkan aku, Bu. Seharusnya sudah sejak tadi kalian menjenguk Wiwid, tapi gara-gara acara ini, jadi tertiuda hingga harus di telepon lagi," ucap Mbak Ranti seraya menggigit bibir bawah."Ini bukan salah kamu, Nak. Berdo'a saja agar Wiwid tidak apa-apa." Ibu berusaha tersenyum meski aku yakin hatinya perih membayangkan hal buruk yang terjadi dengan anaknya yang ada di dalam penjara. Ya, semarah-marahnya seorang Ibu, ia tidak mungkin menginginkan hal buruk menimpa anaknya."Ibu sudah memaafkan Mbak Wiwid, kan? Ikhlaskan dia Bu, agar Allah mengampuni dosanya," ucapku seraya mengusap pundak Ibu."Innalillah, memangnya Wiwid is dead," ucap Mbak Ranti dengan nada tinggi, matanya melotot kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangan."Siapa yang bilang?" tany
DIKIRA MISKIN 80Aku dan Mbak Ranti yang baru saja selesai memasak untuk persiapan nanti malam terkejut dengan kedatangan Mas Yudi dan teriakan ibu."Kita harus menjenguk Wiwid. Pantas saja beberapa hari ini perasaanku tidak enak. Tidur juga sering mimpi buruk. Apa ini ada hubungannya dengannya yang sakit parah itu?" kata ibu.Aku dan Mbak Ranti saling berpandangan. Kulihat aneka makanan yang sudah siap untuk acara istimewa nanti. Jika ibu dan Mas Yudi menjenguk Mbak Wiwid, bagaimana dengan acara ini?"Bu," ucap Mbak Ranti seraya mengusap tangan ibu."Kamu tidak usah khawatir, Ran. Ibu akan menjenguk Wiwid, tetapi tidak sekarang karena ini hari istimewa yang kamu tunggu dan tidak mungkin dibatalkan," ucap ibu tersenyum."Kalau Ibu mau jenguk Wiwid, aku juga tidak akan protes kok, Bu. Aku tahu, dari dulu Wiwid memang selalu yang diutamakan karena ia adalah anak emasnya Ibu dan Bapak," ucap Mbak Ranti menunduk.Ya, meski aku tidak bersama mereka dari kecil, tetapi aku tahu, Mbak Wiwid s
DIKIRA MISKIN 79Ibu berjalan keluar ruangan dan Wiwid berusaha mengejarnya, tetapi seorang petugas menahannya. Ibu sudah tidak menggubris Wiwid lagi. Mungkin ibu sudah terlanjur kecewa."Ibu, maafkan aku!" Mbak Wiwid meronta dalam cekalan tangan seorang petugas, tetapi ibu sudah tidak peduli lagi. Ibu malah semakin mempercepat langkahnya. Ia memilih masuk mobil dan menguncinya rapat-rapat.Aku dan Rifki menyusul ibu ke dalam mobil. Sementara Mas Yudi membuat laporan mengenai Mas Wahyu yang telah menganiaya Rifki. Semoga prosesnya cepat sehingga ia segera mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya."Tik," ucap ibu seraya memelukku erat, air matanya terus bercucuran. Bahunya terguncang."Alhamdulilah, laporan kita sudah dalam proses. Polisi akan segera mencari keberadaan Mas Wahyu. Setelah ini ia tidak akan hidup tenang lagi. Ke manapun ia pergi , polisi pasti akan menemukannya. Meski masuk ke lubang semut sekalipun," kata Mas Yudi."Ya, orang jahat memang harus mendapat bal