DIKIRA MISKIN 28Pov Ranti"Kamu kenapa, Mas, kok sepertinya senang banget? Sampai bersiul-siul gitu?" tanyaku pada Mas Wahyu yang baru saja pulang mengajar."Besok, aku diundang teman yang sedang merayakan anniversary pernikahannya yang ke sepuluh. Dia mengundang kami untuk makan di restoran yang ada di kota, yey." Mas Wahyu bersorak kegirangan seperti anak kecil yang baru saja dibelikan es krim oleh ibunya. Melihat suamiku kegirangan, malah membuatku manyun."Kok, kamu malah cemberut gitu, hilang cantiknya, loh. Senyum dong!" Mas Wahyu memegang daguku, senyum terpaksa tercipta di bibirku sembari menatap wajah suamiku yang paling ganteng itu."Habis, kamu bahagia sendiri, tidak ngajak aku." Aku cemberut lagi, sementara tanganku bersedekap di dada."Kata siapa aku bahagia sendiri? Kita dipersilahkan untuk mengajak pasangan masing-masing. Jadi, kamu boleh ikut," kata Mas Wahyu, sontak membuat mataku berbinar."Yang benar, Mas?" tanyaku untuk meyakinkan, jantung ini serasa jumpalitan
DIKIRA MISKIN 29Pov Ranti 2Aku setuju dengan pendapat Wiwid. Yudi pasti mendapat kekayaan dengan cara yang tidak wajar. Mana ada orang yang bisa kaya mendadak, bisa punya resto dan mobil, jangan-jangan ia juga sudah punya rumah."Ayo, Wid, sekarang kamu panggil Ajun!""Ada apa kalian ribut-ribut," tanya Mas Wahyu yang sedari tadi nonton televisi."Mas, saat kamu di resto tadi melihat Yudi dan Antika tidak?" "Aku tidak lihat sama sekali karena asyik ngobrol dengan teman-teman, habis tempatnya nyaman, namun sayang belum sempat makan keburu dipanggil satpam karena kamu pingsan," ucap Mas Wahyu dengan wajah kesal."Enggak usah cemberut gitu kenapa, sih, Mas? Aku juga kecewa karena harus pingsan sehingga tidak bisa makan, jangankan makan, lihat interior restonya saja belum," ucapku dengan tangan bersedekap."Ada apa, Mbak. Memanggilku kemari?" tanya Ajun yang baru datang bersama Wiwid seraya menjatuhkan bobotnya di sofa."Kamu tahu nggak kalau si Yudi itu ternyata kaya?" tanyaku pada Aj
DIKIRA MISKIN 30Masih pov RantiKami berempat yang sudah siap minum dengan gelas masing-masing di tangan, mendadak mengurungkan niat dan meletakkan kembali gelas itu, setelah mendengar perkataan Antika.Kami saling pandang, apalagi Antika tertawa lebar dan terkesan menyeramkan. Oh My God, apakah dugaan kami benar, kalau kami semua akan menjadi tumbal kekayaannya.Benar kata pepatah bahwa air tenang itu menghanyutkan. Antika yang biasanya tenang dan pembawaannya kalem, kini menjelma menjadi monster yang menyeramkan. Saat ia tertawa taring panjangnya keluar, matanya besar serta merah dan kedua telinganya mengeluarkan asap. Jika benar kami akan menjadi tumbal, maka ini ini adalah hari terakhir kami melihat dunia yang penuh sandiwara ini."Aku tidak percaya kamu menaruh sianida dalam minuman ini!" ucap Wiwid seraya mengambil kembali gelas yang tadi, hanya dalam hitungan detik minuman berwarna hijau itu sudah berpindah ke dalam perutnya.Mas Wahyu dan Ajun mengikuti jejak Wiwid. Mereka
DIKIRA MISKIN 31Pov Ranti lanjutan"Mbak, Antika sakit," kata Yudi."Terus kenapa kalau istrimu sakit? Istri sakit kok bilang ke aku? Nggak nyambung, aku ini bukan Dokter.""Aku tahu, Mbak. Aku ke sini karena mau pinjam uang," kata Yudi dengan suara memelas.Ini yang paling tidak kusuka dari dia. Setiap kali datang pasti mau pinjam uang. Ya, meski dia adikku, tetapi aku tidak pernah menganggap dia sebagai saudara kandung. Aku sangat membenci orang susah, meskipun kami dilahirkan dari rahim yang sama."Nggak ada, Yud. Lagian istri macam Antika yang asal usulnya tidak jelas itu nggak perlu lah pakai di bawa ke Dokter segala. Bikin susah tahu, nggak?" tolakku, meski sebenarnya aku masih punya simpanan. Ranti gitu loh, masak tidak punya uang. Aku kasih tahu ya? Suamiku seorang pegawai negeri dan aku juga punya penghasilan dari hasil sawah. Sudah pasti uangku banyak, tetapi sayang kalau dipinjamkan, apalagi buat Yudi yang belum pasti kapan bisa mengembalikan."Mbak, kalau nggak mau bant
DIKIRA MISKIN 32Back to pov Antika"Syarat apa? Aku akan melakukan apapun yang kamu mau, asalkan jangan menagih utangku," ucap Mbak Ranti."Aku pijitin ya, Yud, kamu pasti capek sekali setelah bekerja seharian," ucap Mbak Wiwid seraya mengangkat kaki Mas Yudi ke dalam pangkuannya dan dengan senang hati ia mulai memijit kakinya.Mbak Ranti juga tidak mau ketinggalan, kalau Mbak Wiwid memijiit kaki, Mbak Ranti memijit punggungnya.Aku geli melihat Mas Yudi yang mendadak jadi rebutan Mbak Ranti dan Mbak Wiwid untuk memijitnya. Duh, duh, duh, sampai segitunya mereka ingin diakui saudara oleh orang yang selama ini mereka hinakan."Aku membantu menyapu saja, ya?" Mas Wahyu mengambil sapu yang terletak di pojokan dan mulai menggerakkn sapunya ke lantai yang sebenarmya sudah bersih."Aku yang akan mengelap perabotan." Mas Ajun mulai membersihkan meja dengan kemoceng di tangannya."Sekarang kamu sudah tidak akan menagih kami lagi, kan? Kami sudah membersihkan semua ruangan yang ada di sini,"
DIKIRA MISKIN 45"Apa? Kamu mau melibatkan mereka di resto kita? Apa ibu nggak salah dengar?" Ibu kaget dengan perkataan Mas Yudi. Ternyata pikiranku dengan ibu sama. Apa tujuan Mas Yudi meminta mereka bekerja di resto?"Iya, Mas. Pikir-pikir dulu keputusanmu itu. Jangan sampai malah jadi boomerang dan merugikan kita nantinya," ucapku seraya mendekati Mas Yudi."Hei, Antika, kamu pikir kami ini siapa? Sehingga bisa merugikan kalian?" tanya Mbak Ranti dengan mata melebar."Nggak usah ke ge-er an, siapa yang mau kerja di resto kalian? Aku juga tidak mau, kok," kata Mbak Wiwid dengan tangan bersedekap."Aku juga keberatan kalau harus bekerja yang bukan di bidangnya," sahut Mbak Ranti."Apalagi tanpa gaji, digaji lima juta perbulan saja aku tidak mau. Lebih baik duduk santuy di rumah ongkang-ongkang kaki dari pada harus bekerja," sahut Mbak Wiwid. Ya, aku tahu dia memang orangnya malas, tetapi ingin hidup berkecukupan."Kalau tidak mau juga aku tidak akan memaksa. Aku hanya memberi solusi
DIKIRA MISKIN 46"Jadi, maksud kamu, kakakmu yang paling cantik dan istri pegawai negeri ini harus menjadi petugas kebersihan?" Mbak Ranti berkata sambil memutar tubuh dan mengibaskan rambut panjangnya ala-ala iklan shampo."Aku hanya memberikan pekerjaan sesuai kemampuan, Mbak," jawab Mas Yudi."Kamu meremehkan aku? Gini-gini aku ini dulu pernah menjadi cheer leader waktu zaman SMA dan menjadi juara lari maraton tingkat kecamatan!" Mbak Ranti menunjuk dirinya dengan jumawa."Terus apa hubungannya dengan pekerjaan yang sekarang? Mau bagaimanapun juga Mbak hanya punya ijazah SMA, jadi pekerjaan yang cocok ya, memang itu," jawab Mas Yudi."Kamu bisa ngasih aku pekerjaan sebagai pengawas," kata Mbak Ranti dengan tangan bersedekap."Pengawas? Mbak pikir ini ujian apa, pakai pengawas segala?" "Yang butuh pengawas itu bukan hanya ujian saja. Resto seperti milik kamu itu juga butuh seorang pengawas handal seperti Mbak ini. Tugasnya tentu saja mengawasi para karyawan agar mereka bekerja giat
DIKIRA MISKIN 35"Apa? Apa yang terjadi dengan cucuku?" timpal Ibu tidak kalah kaget mendengar kabar yang mengejutkan ini."Jelas sudah ini salah Mbak Ranti yang telah meninggalkan balita hanya kepada Nina. Kalau hanya ditinggal sebentar, misal nitip saat mandi sih tidak masalah, tetapi kalau seharian kaya gini tentu saja ia tidak akan sanggup, ia kan masih kecil?" kata Mas Yudi."Justru aku itu capek mengurus si Fia seharian, makanya aku ke sini agar aku bisa bebas dari mengurusnya yang selalu bikin puyeng." kata Mbak Ranti."Kodrat seorang ibu memang seperti itu, capek tidak capek harus tetap dijalani," kata Ibu."Aku hanya ingin istirahat sejenak. Kalian pikir momong anak itu tidak capek apa? Apalagi si Fia itu usilnya nggak ketulungan dan susah dibilangin. Ini juga salah kamu, Yud?" Mbak Ranti menunjuk muka Mas Yudi."Loh kok aku?" "Ya iya lah, coba kalau kamu tadi setuju aku menjadi manager tentu akan langsung pulang ke rumah kemudian mengajak Fia kemari dan sudah pasti Fia ti