Bu Anis mondar-mandir di depan pintu kamar Diandra yang masih tertutup rapat. Biasanya, putri semata wayangnya itu keluar setelah salat subuh, namun sekarang, saat jarum jam sudah bertengger di angka tujuh, Diandra tidak juga menampakkan batang hidungnya.
Bu Anis khawatir. Sebagai seorang Ibu, tentulah turut merasakan pedihnya takdir yang Diandra terima."Di, kamu gak kerja, Nak?" Bu Anis memberanikan diri mengetuk pintu kamar putrinya."Diandra ...." Untuk kedua kalinya Bu Anis memanggil."Ya, Bu," jawab Diandra malas. "Aku ambil jatah libur, mau jalan-jalan sama Erika."Bu Anis yang mendengar jawaban Diandra pun hanya bisa menghela napas panjang kemudian berlalu meninggalkan depan pintu kamar Diandra. Wanita paruh baya itu tahu jika Diandra sedang tidak ingin diganggu. Bohong jika putrinya baik-baik saja saat ini. Tentulah Diandra terluka karena tunangannya bermain api dengan sepupunya sendiri bahkan sampai menghasilkan calon bayi.***"Aluna, Di? Kamu bercanda?"Erika memekik ketika Diandra bercerita jika rencana pernikahannya gagal karena Bara menghamili Aluna.Di alun-alun Kota Surabaya, dua wanita yang baru menginjak usia dua puluh empat tahun itu duduk berhadapan sambil memandang langit yang berhamburan gemerlapnya gemintang.Diandra menghela napas kasar sebelum akhirnya berkata, "Kamu pasti gak percaya kan, Rik? Sama, aku awalnya juga mengira kalau mereka lagi ngeprank." Tatapan mata Diandra berubah sendu. Hubungan yang sudah dijalin bertahun-tahun lamanya pada akhirnya harus kandas karena nafsu Bara yang tidak bisa dikendalikan. "Tapi sayangnya semua ini bukan mimpi, Erika. Aluna memang hamil anak Bara." Diandra menutup wajahnya dengan dua telapak tangan. Tangis yang sejak kemarin ia tahan agar tidak pecah, kini bulir air matanya justru menderas di depan Erika."Aku harus bagaimana, Rik? Aku ... hatiku sakit sekali. Bisa-bisanya dia ....""Ssttt, tenanglah, Di," sela Erika berbisik. Sahabat sekaligus teman kerja Diandra itu turut memasang wajah sedih. "Bara tidak pantas mendapatkan tangisan darimu. Air matamu terlalu berharga hanya untuk menangisi pecundang seperti Bara.""Aku tau," sahut Diandra lirih. "Andai aku bisa menahannya, tidak akan kubiarkan air mataku berjatuhan. Tapi, Rik ... ini sakit sekali. Mas Bara berjanji akan menikahiku setelah dia naik jabatan di kantornya, tapi apa nyatanya, Rik, dia justru bermain api dengan Aluna, bahkan ... sampai hamil. Dadaku sesak tiap kali membayangkan mereka berdua berbagi peluh di ranjang yang sama. Jijik, tapi juga perih sekali di hati." Diandra meluapkan semua emosinya di depan Erika."Oke, oke," seloroh Erika. "Menangis lah, Dian. Kamu boleh menangis yang puas malam ini tapi setelah itu berjanjilah tidak akan ada air mata untuk Bara."Diandra mengangguk kemudian menyembunyikan wajahnya di pelukan Erika. Suasana alun-alun yang ramai menyamarkan suara tangisnya malam ini."Tante, lihat Papaku, tidak?"Diandra dan Erika saling pandang. Wanita berusia dua puluh empat tahun yang baru reda tangisnya itu mengernyit tatkala melihat gadis kecil bermata bulat bertanya kepadanya. Entah kepada Erika, yang jelas matanya mengerjap menatap keduanya."Tante tau tidak dimana Papaku?"Diandra buru-buru mengusap bekas air matanya di pipi. "Kamu kesini sama siapa, Sayang?" tanya Diandra lembut. Menatap kedua mata gadis mungil di depannya, entah mengapa membuat hati Diandra merasa tenang. Mata yang teduh."Sama Tante Ayesha. Leetha ditinggal di sana," ucap Aleetha sambil menunjuk icon alun-alun Kota Surabaya. "Kata Tante Ayesha, Leetha harus tunggu sampai Papa dan Tante Ayesha datang.""Leetha sudah lama menunggu?" tanya Diandra lagi. Aleetha mengangguk sementara kedua matanya mulai bergetar. "Lama sekali. Dari sore sampai langit jadi gelap. Leetha takut, Tante, apa Leetha dibuang sama Tante Ayesha?"Diandra menganga kemudian menggeleng cepat, "Mana mungkin anak secantik ini dibuang. Mungkin Papa kesulitan cari Aleetha. Bagaimana kalau kita cari Papa sama-sama, mau?""Mau!" pekik Aleetha senang."Di, kamu yakin?" bisik Erika bertanya. "Sekarang jamannya penipuan, gak peduli anak-anak atau orang dewasa ...." Diandra sontak menyikut perut Erika, "Mana ada anak penipu semanis dia, Rik?""Gak ada yang gak mungkin di dunia ini, Diandra. Mending kita pulang deh, ayo!" Erika menarik lengan Diandra kuat."Rik, kasihan dia. Lihat, wajahnya kelihatan capek banget," seloroh Diandra iba."Diandra, jangan cari masalah deh," gerutu Erika gemas. "Pulang, gak?""Enggak," jawab Diandra. "Kita bantu anak kecil ini dulu, baru pulang. Oke?"Bukan Diandra namanya jika tidak keras kepala. Erika terpaksa mengalah dan mengikuti langkah kaki Diandra yang lebih dulu berjalan bersisian dengan Aleetha. Tangannya menggenggam erat jemari mungil gadis kecil yang baru ditemuinya malam ini. Entah mengapa tiba-tiba segaris senyum terbit di bibir Erika. Pemandangan di depannya sangat natural. Persis seperti ibu dan anak yang sedang menghabiskan waktu bersama di Alun-alun Kota Surabaya.Hampir satu jam Diandra menemani Leetha di dekat icon Alun-alun Kota Surabaya, persis seperti yang diperintahkan oleh perempuan yang Leetha panggil Tante Ayesha."Nama Tante siapa?" Suara Aleetha terdengar lemah. Gadis mungil itu kentara sekali sedang menahan kantuk. "Namaku Leetha, Tante. Adzkia Taleetha Albirru.""Cantik sekali nama kamu," puji Diandra. "Nama Tante Diandra. Diandra Cantika Maharani.""Nama Tante juga cantik," sahut Aleetha sebelum akhirnya gadis mungil itu menguap berkali-kali dan berakhir dengan tidur di pangkuan Diandra. Melihat wajah lelah gadis mungil di pangkuannya, Diandra tiba-tiba kembali merasa sesak. Bayangan Bara dan Aluna yang akan segera memiliki anak membuatnya ingin menangis."Di, ini sudah jam 21.00. Mending kita pulang," kata Erika tak kalah cemas."Terus Aleetha?""Ck, sudah kubilang makanya biarin aja tadi dia biar cari mangsa lain. Kamu sih ... ah!" Erika menggerutu kesal. "Terus kita harus gimana sekarang? Nungguin bapaknya nih anak datang sampai besok pagi? Ya kalau datang, kalau dia memang dibuang sama orang tuanya, gimana?""Jahat banget sih, Rik," sahut Diandra lirih."Bukan begitu, Diandra. Duh, ngomong sama generasi patah hati jadi serba salah mulu!"Diandra tak acuh dengan omelan Erika. Putri Bu Anis itu justru mengusap-usap kepala Aleetha dengan lembut."Leetha!" teriak seorang wanita. Diandra dan Erika menoleh bersamaan dan ...."Kamu apakan calon anakku, hah? Kamu mau menculiknya, iya?!"Aleetha yang sedang tertidur di pangkuan Diandra seketika terbangun. Gadis kecil nan cantik itu terlihat berbinar ketika mendapati sosok pria yang tak asing baginya."Papa!" teriak Aleetha senang."Sha, tenanglah," ucap pria berusia matang yang sedang menggendong Aleetha dan mendekap putrinya erat-erat."Bagaimana aku bisa tenang, Mas?! Aku kehilangan Aleetha dan ternyata dia sengaja meninabobokan anak kita setelah itu ... setelah itu dia pasti mau menculik Aleetha dan minta tebusan. Cara kerja orang miskin selalu seperti itu ...."Plak!!!Diandra melayangkan tamparan pada wanita berbaju terbuka yang ada di depannya dengan tanpa ragu."Beraninya kamu ...." Diandra mencekal pergelangan tangan lawannya dengan sigap."Harusnya aku yang bicara seperti itu," desis Diandra menahan geram.Kedua mata Ayesha mendelik. Napasnya ngos-ngosan merasakan cekalan tangan Diandra yang semakin erat di pergelangan tangannya."Lepaskan aku, Brengsek! Ngaku saja, kamu penculik kan ....""Sha, hentikan!" tegur Papa Aleetha. "Jangan bikin malu!""Mas, anak kita mau diculik, tapi kamu minta aku diam, mana bisa ....""Tante Ayesha bilang dia mau jemput Papa, makanya Leetha diminta tunggu disini, Pa. Tapi Leetha takut, untung aja ketemu Tante Diandra, Leetha jadi punya teman. Apa benar yang dibilang temannya Tante Diandra tadi kalau Leetha dibuang, Pa? Papa buang Leetha disini?"Pria yang dipanggil Papa oleh Aleetha itu melotot menatap Ayesha ....Bersambung***Erika menatap takut-takut pada pria berwajah tegas yang sedang menggendong Aleetha. "Anu ... maaf sekali, tadi saya cuma asal ngomong. Lagian anak sekecil Aleetha dibiarkan sendirian di alun-alun yang ramai kan bahaya, jadi ... ya, saya kira dia sengaja dibuang. Duh, maaf ya, Pak, mulut saya memang sedikit kurang bisa dikondisikan. Maaf ya." Erika menyenggol lengan Diandra berharap sahabatnya itu turut membela. "Beneran Papa mau buang Aleetha?" tanya Aleetha polos. "Tante Ayesha gak mau punya anak kayak Aleetha ya, Pa? Kalau gitu, Papa jangan menikah sama Tante Ayesha, menikah saja sama Tante Diandra. Tante Diandra mau kan jadi Mama Aleetha?" Aleetha menatap Diandra dengan kedua matanya yang bulat. Diandra kikuk mendapat pertanyaan yang keluar dari bibir gadis mungil nan lugu di depannya."Benar kamu tinggalkan Aleetha di sini sendirian, Sha?" tanya Papa Leetha mengacuhkan pertanyaan putrinya pada Diandra."M-- Mas, mana mungkin ....""Aleetha belum pernah berbohong, Sha," sela
***"Jangan ikut campur urusan kami, minggir!" Bara yang hendak menarik lengan Diandra sontak didorong kasar oleh pria berwajah tegas di depannya. "Dia calon istriku, lepaskan tanganmu ...."Plak!!!Diandra tiba-tiba berbalik dan menampar pipi Bara tanpa ragu. "Aku tidak akan pernah lupa betapa sakitnya tamparanmu sore ini, Mas," ucap Diandra parau. "Setelah merobek hatiku dengan perselingkuhan hingga berujung kehamilan, sekarang kamu menamparku hanya karena aku bilang sudah punya penggantimu, kamu marah, hah?" Diandra berbicara sambil berteriak mengeluarkan semua sesak yang ada di dalam dadanya. "Kau pikir seberapa dalam aku menyimpan namamu dalam hati? Kau pikir aku tidak bisa mencari pria yang jauh lebih baik, begitu?""Mas Bara, dengarkan aku baik-baik!" Setelah menghela napas panjang, Diandra kembali berbicara, "Bagiku kamu adalah pria paling menjijikkan! Aku sangat beruntung kita berdua gagal menikah. Jika tidak, oh ... aku tidak bisa membayangkan betapa sakitnya berbagi suami
***"Masuk kuburan aja dianjurkan baca salam, masa masuk rumah orang main nyelonong aja," sindir Diandra. "Lagian kenapa kalau tamuku ini lelaki yang bawa anak? Kamu kalau gak tau apa-apa jangan asal nuduh, Lun. Jangan suka menebar fitnah," ucap Diandra lirih namun penuh penekanan."Halah, ngaku aja, Di," sahut Aluna. "Dia suami orang kan?"Aku mengangguk, "Bisa iya, bisa juga tidak," jawab Diandra asal. "Lalu kenapa?"Aluna bergidik kemudian menyahut, "Hih, tuh kan ... kamu emang perempuan gak bener. Bibit pelakor tuh udah mulai muncul di diri kamu, Diandra." Aluna menggandeng lengan Bibi Melani dan berkata lagi, "Gagal menikah sama Mas Bara bukannya jadi makin baik, ini malah bawa pulang laki orang."Aluna menatap takut-takut ke arah Birru, sementara pria yang sedang diperhatikan oleh Ibu dan anak itu justru terlihat begitu tenang, bahkan sesekali dia meneguk minuman yang ada di hadapan. "Kenapa sih, Di, ada apa?" Bu Anis datang bersama Aleetha. "Loh, Lun ... ngapain?"Aluna menceb
***"Kamu gak perlu bertindak sejauh ini, Di ...."Diandra pura-pura terkejut melihat kedatangan Bara. "Kamu boleh patah hati karena aku, tapi masuk dalam kehidupan rumah tangga wanita lain, kukira itu bukan kamu Diandra."Bara menatap Diandra sendu, berharap wanita yang gagal menjadi istrinya itu tersentuh dengan rasa iba yang dia tunjukkan malam ini. "Kamu memang mengenalku dengan baik," sahut Diandra mencoba tenang, meskipun hatinya saat ini bagai debur ombak yang siap menerjang karang. "Mana mungkin aku tega menghancurkan hidup wanita lain, Mas. Aku bukan Aluna ...."Aluna meradang. Wanita hamil di depan pintu rumah Diandra itu menatap calon suaminya dengan emosi yang siap meledak."Dia duda," seloroh Aluna sembari berjalan mendekati Bara. "Menikahi duda itu aib, Di, kamu mau semua orang membicarakan pernikahanmu yang memalukan ini nantinya?"Diandra terkekeh sumbang. Telapak tangannya terasa gatal ingin menampar pipi Aluna sekeras-kerasnya. Sepupunya itu selalu saja berbicara ta
***Plak ...!!!Aluna berdiri di depan Bara dengan napas memburu. Tangannya terasa kebas, namun tamparan yang baru saja ia layangkan di pipi Bara tidak sedikitpun bisa mengurangi rasa perih di hatinya. "Aku hamil," aku Aluna parau. "Aku hamil anakmu, Mas!" Aluna mendorong bahu Bara kasar. Berharap pria yang minggu depan resmi menjadi suaminya itu tersadar jika ada benihnya di rahim Aluna. "Aku mengandung anakmu, itu artinya kamu harus menikahiku! Kenapa di otakmu hanya ada Diandra, Diandra dan Diandra, hah?! Tatap aku, Mas Bara! Aku Aluna, calon istrimu dan calon ibu dari anak-anakmu!" teriak Aluna menggebu-gebu. Diandra menghela napas lemah. Perseteruan antara Bara dan Aluna tidak serta merta membuat hatinya berbunga-bunga. Wanita muda yang berdiri di samping Bu Anis itu justru merasa jengah dengan keributan yang terjadi di rumahnya malam ini. Sejenak Diandra melirik ke arah Aleetha yang ternyata sedang menatapnya sendu. Mata bulat dengan bulu mata lentik itu terlihat berkaca-kaca
***"Tapi Papa punya ...."Birru memotong ucapan Aleetha. "Saya akan datang lagi hari minggu, Bu. Sampaikan salam saya pada Bapak, maaf karena kedatangan saya malam ini malah bikin Diandra menangis." Birru menatap wajah Bu Anis sebelum akhirnya memindai wajah Diandra cukup lama. "Maafkan saya dan Aleetha," imbuh Birru lirih."Ini bukan salah kamu, Nak," sahut Bu Anis. "Diandra sudah berusaha keras bangkit setelah gagal menikah, tapi ... ya, memang ada saja orang-orang yang bebal dan masih berusaha mengusik kehidupan Diandra. Ini bukan salah Nak Birru dan Aleetha," ujar Bu Anis panjang lebar. "Tentang lamaran kamu, Insya Allah nanti Ibu sampaikan ke Bapak.""Terima kasih, Bu."Birru menggandeng tangan Aleetha dan membawa gadis bermata bulat itu mendekati Diandra. "Salim sama Tante Diandra, Tha," pinta Birru lembut. Aleetha patuh, gadis cantik berkulit putih itu mencium punggung tangan Diandra sambil berkata, "Tante, jangan menangis." Diandra menekuk lutut dan mensejajarkan tubuhnya deng
***"Mama gak setuju, Birru!"Salma Diana Ranajaya, para pekerja di rumahnya memanggil dengan sebutan Nyonya, wanita paruh baya yang pandai memadu padankan pakaian itu terlihat gusar dengan penuturan Birru tentang lamarannya pada seorang gadis. Bu Salma menganggapnya gadis, karena Birru yang mengatakan bahwa usia Diandra masih dua puluh empat tahun, dan bagi Bu Salma itu usia yang terlalu muda untuk bisa merawat anak seusia Aleetha. "Menikah lagi itu artinya kamu harus siap mengesampingkan perasaanmu, Birru. Mau tidak mau, setuju atau tidak, kamu memang sedang mencari Ibu sambung untuk Aleetha, bukan hanya seorang istri," tutur Bu Salma. "Ayesha bagi Mama sudah cocok menjadi istri dan ibu untuk Aleetha, kenapa tiba-tiba bilang mau melamar gadis dua puluh tahunan?" Kening Bu Salma mengkerut, kepalanya menggeleng lemah sembari menatap Birru yang sedang duduk di depannya."Kamu dan Ayesha sudah setahun ini menjalin hubungan, dan Mama kira itu sudah cukup membuktikan kalau kamu memang be
***"Aku bukan menangisi acara lamaran Aluna dan Mas Bara, Bu," aku Diandra dengan sisa tangisnya. "Ucapan Mbak Hani ... astaghfirullah ...." Diandra menghela napas berat, tetangga depan rumahnya itu memang terkenal bermulut pedas, padahal putrinya sedang menanggung aib, tapi ternyata itu tidak lantas menyurutkan niat Mbak Hani untuk menyakiti hati Diandra. "Tenanglah ...." Bu Anis mengurut punggung Diandra dengan telapak tangan. "Tenanglah, Nduk."Diandra mengusap sisa air mata di pipi. Dadanya berangsur longgar, tangisnya mereda, namun luka akibat perkataan pedas Mbak Hani masih membekas di hati. Di depan pintu yang tertutup, Diandra duduk sambil memeluk lutut. "Aku tidak mencintai Papanya Aleetha, Bu." Ucapan Diandra tidak membuat Bu Anis terkejut. "Sejujurnya ini terasa aneh, aku dan beliau baru bertemu dua kali, tapi tadi malam tiba-tiba pria itu melamarku di depan Ibu. Kurasa ... dia hanya sedang mencari pengasuh untuk Aleetha. Ya, meskipun dengan menikahiku, aku tetap pada po