“Buatlah sendiri, Patrick! Aku lelah dan ingin tidur,” sahut Maureen dari dalam tenda.Mendengar sahutan dari Maureen, Patrick langsung saja naik darah. Maureen semakin sering saja menentangnya di saat ia mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka.Patrick bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju tenda. Dibukanya restleting pintu tenda, kemudian ia masuk dan dilihatnya Anna yang duduk di kursi lipat, sambil memandangi wajah putra mereka.“Kita tidur di luar, biarkan saja putra kita tidur sendiri! Sekarang keluarlah atau aku harus memaksamu,” desis Patrick dengan suara tertahan, karena tidak ingin membangunkan putranya.Dengan enggan Maureen bangkit dari duduknya, karena ia tidak ingin membuat putranya terusik dari tidur.Begitu berada di luar Maureen memukul dada Patrick dengan kesal. “Kau masih saja suka memaksakan kehendakmu! Tidakkah kau sadar, kalau aku lebih suka bersama dengan putra kita daripada denganmu!”Patrick hanya tersenyum kecil ditangkapnya kedua tangan Maureen, lalu
“Kenapa mendadak kau ingin kita melakukannya? Apakah kau sedang sekarat? Jujur aku tidak mengerti dengan perubahan mendadak dari sikapmu,” ucap Maureen.Mata Patrick menyorot tajam seakan hendak menusuk Maureen, melalui tatapannya.“Mengapa kau menatapku, seperti itu? Apakah kau marah? Bukankah, kau mengatakan mencintaiku dan ingin berubah?” Tanya Maureen, sambil mengangkat dagunya tinggi, seolah menantang Patrick.Patrick menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Ia memegang kedua pundak Maureen dengan lembut.“Aku ingin kau percaya, kalau dengan memperbarui janji pernikahan kita. Kau dan aku memulai semuanya dari awal lagi dan melupakan apa yang sebelumnya berjalan dengan salah.” Patrick meraih Maureen kepelukannya,“Apakah aku diberikan waktu untuk memikirkannya?” Tanya Maureen, sambil mengangkat wajah, agar bisa melihat tepat netra Patrick.Dengan senyum yang tersungging di sudut bibir Patrick berkata, “Tentu saja, tetapi aku juga akan terus merayumu, agar ber
“Brengsek, kau! Ternyata kau hanya pandai mempermainkan perasaan saja!” umpat Maureen emosi.Ia bangkit dari duduk, sambil menggendong putranya, lalu berjalan masuk tenda. Beberapa saat, kemudian ia keluar dari tenda dengan menyandang tas di pundaknya.Alangkah terkejutnya Maureen, ketika melihat Patrick sudah berdiri tepat di hadapannya dengan rahang ketat dan wajah, serta tatapan yang dingin.“Aku tidak suka, kau mengumpati diriku! Dan aku tidak mempermainkan perasaanmu, tetapi kamu yang membuatku menjadi ragu!” ucap Patrick.Maureen membuka mulut hendak membalas Patrick, dengan balasan yang pedas, tetapi putra yang berada di gendongannya menggeliat gelisah.Tidak ingin membuat putranya menangis, Clara menutup mulutnya kembali. Ia berjalan melewati Patrick, melalui jalanan yang sebelumnya ia lewati bersama dengan Patrick.Langkah Maureen terhenti, ketika ia merasakan tarikan di lengannya. “Kau tidak akan pergi membawa putraku, tanpa diriku!”Maureen membalikkan badan menatap Patrick
“Kita semua pergi!” Tegas Patrick.Ia berdiri dari duduknya dan, melalui tatapan mata ia memberikan kode kepada pengasuh juga pengawalnya untuk mengakhiri makan malam mereka.Mereka semua keluar dari restoran dan langsung menuju parkiran. Sesampainya di depan mobil, Maureen menunggu sopir pribadi Patrick mematikan alaram mobil dan membuka pintunya.Beberapa menit kemudian, Maureen dan Patrick sudah berada dalam mobil yang akan membawa keduanya pulang ke rumah.“Aku sangat kecewa kepadamu! Kau masih saja berhubungan dengan wanita itu di belakangku!” desis Maureen dengan kemarahan yang tertahan.“Mengapa tidak boleh? Aku lebih dahulu mengenalnya daripada kamu! Memang dia pernah melakukan kesalahan, tetapi aku memberikan kesempatan kepadanya untuk berubah!” Tegas Patrick.Wajah Maureen menjadi semakin ditekuk. Patrick secara terang-terangan membela mantan kekasihnya itu dan hal itu jelas melukai perasaan Maureen.“Kau memang tidak pernah peduli dengan perasaanku! Seharusnnya aku sadar,
“Kau salah mengerti! Aku hanya tidak ingin mengusik dari tidurmu!” sahut Patrick dengan suara serak.Ia, lalu bangkit dari duduknya, sambil menutupi matanya yang terasa silau, karena lampu di ruang kerjanya dinyalakan Maureen.Maureen berdiri di dekat pintu ruang kerja Patrick, dengan tangan terlipat di depan dada. Ia melayangkan tatapan sinis ke arah suaminya.Ia meragukan apa yang dikatakan Patrick. Ia merasa, kalau suaminya itu berbohong kepadanya.“Mengapa aku merasa, kalau kau berbohong kepadaku?” Tanya Maureen.Patrick berjalan mendekati Maureen, lalu berhenti tepat di hadapannya dengan jarak yang begitu rapat.“Aku lelah, setelah kita menempuh perjalanan jauh dan aku mengaku memang pergi ke apartemen Sandra, tetapi aku tidak pergi untuk berselingkuh! Aku akan menjelaskannya kepadamu besok, sekarang aku hanya ingin tidur!” ucap Patrick.Secara tak terduga, ia mengangkat Maureen, lalu membopongnya. Ia, kemudian membaringkan Maureen di atas sofa yang tadi ditidurinya.Setelahnya,
“Kau membuat rumit hubungan kita! Seharusnya semua menjadi sederhana!” tegas Patrick lagiMaureen menatap netra Patrick ia merasa heran, karena sikap arogannya, yang menyalahkan dirinya dalam hubungan mereka.Seharusnya Patrick juga menyadari, bahwa dirinyalah penyebab hubungan mereka menjadi seperti ini.“Seandainya kau tidak memberi perhatian kepada Sandra, ia tidak mungkin masih berani menghubungimu. Akan tetapi, kau masih berhubungan, melalui telepon dan juga kalian diam-diam masih bertemu,” ucap Maureen.Patrick membelai rambut Maureen dengan rasa sayang. “Tadi malam adalah pertemuan terakhir kami. Dan Sandra mengetahui hal itu.”Maureen mencari kejujuran di netra Patrick. “Apakah aku bisa mempercayai apa yang kau katakan?”Patrick mengecup kening Maureen. “Tentu saja!”Setelahnya, Patrick kembali duduk di balik meja kerjanya. Ia mempersilakan kepada Maureen untuk melihat-lihat di hotel tersebut.Dan ketika jam makan siang nanti ia kembali ke ruangannya. Mereka akan makan siang b
“Kamu egois sekali! Hanya memikirkan dirimu sendiri saja!” tegur Maureen.Patrick tersenyum lebar, ia mengecup kening Maureen dengan rasa sayang. “Trlalu banyak marah dan cemberut hanya membuat keningmu menjadi berkerut saja! Sekarang, istirahtlah!”Maureen beranjak menjauh dari Patrick, lalu kembali ke sofa di mana tadi ia berbaring.Dibaringkannya badan di atas sofa dengan ponselnya yang ia taruh di atas meja, yang ada di dekatnya. Mata Maureen terpejam dengan mudahnya ia tertidur.Patrick mengamati Maureen, kemudian ia lanjut memeriksa pekerjaannya. Ia akan menjadikan Maureen, sebagai asistennya, biar Istrinya itu selalu berada dekat dengannya.Beberapa jam berlalu pintu ruang kerja Patrick diketuk dan begitu pintu terbuka ternyata manajer hotellah yang masuk.Manajer itu melirik Maureen sekilas ia merasa heran, karena Istri dari pemilik hotel ini justru tidur di sofa.“Maaf, Tuan! Seandainya mengetahui Istri Anda akan tidur, kami bisa menyiapkan kamar di sini,” ucap manajer terseb
“Kenapa aku harus merasa kagum, seperti mereka, kalau aku sudah mengetahui kau sudah sedari kecil mengetahui apa yang harus dikerjakan!” ketus Maureen.Patrick tidak marah, karena ia tahu Maureen hanya berpura-pura saja untuk menutupi rasa kagumnya.Dosen yang mengajar di kampus Maureen menghampiri Maureen untuk menyapa keduanya. Ia mengucapkan terima kasih kepada Patrick yang sudah menerima dan menyambut dengan ramah kedatangan mereka.Selesai kuliah umum acara dilanjutkan dengan makan malam, yang disajikan di meja buffet secara prasmanan.“Makanlah yang banyak, diriku tidak suka dengan wanita yang menahan dirinya untuk makan, hanya karena tidak ingin merusak bentuk tubuhnya.” Bisik Patrick.Maureen menggertakkan giginya, kesal kepada Parick. Dan untuk memperlihatkannya, ia mengambil makanan dalam jumlah yang banyak, lalu membawanya ke meja yang sudah disiapkan untuk mereka dan memakannya.Patrick duduk di samping Maureen untuk menyantap hidangannya. Ia melirik sekilas porsi makanan
Sopir pribadi Patrick menatapnya dengan bingung. “Apa maksud Bos? Bagaimana dengan Bos sendiri? Di tempat ini Bos hanya seorang diri saja!” “Pergilah! Nyawa Istri dan Putraku jauh lebih berharga. Aku bisa menjaga diriku sendiri!” tegas Patrick. Sopir pribadinya pun membalikkan badan, lalu berjalan menuju mobil kembali. Dan mengingat kata-kata Patrick yang menekankan kata ‘Nyawa’ Ia menggemudi dengan kecepatan tinggi, agar sampai tepat waktu. Selama dalam perjalanan ia memikirkan apa yang membuat bosnya itu tidak percaya kepada pengawal yang bertugas di rumahnya. ‘Apakah ada yang luput dari pengamatanku selama berada di lingkungan rumah bos Patrick?’ batin sopir itu. Jalanan yang sepi membuatnya melaju tanpa ada hambatan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama ia pun sampai di depan rumah bosnya. Dimatikannya mesin mobil, lalu ia keluar dari mobil. Dengan setengah berlari ia menaiki undakan tangga menuju pintu rumah. Ia mengerutkan kening, ketika pintu dengan mudahnya ia bu
Maureen mencibirkan bibir ke arah Patrick, dengan bibir mengulas senyum tipis. “Kau terlalu percaya diri bisa saja kau salah!”Patrick mengambil gelas berisi anggur, lalu menyesapnya sampai isinya tersisa separuh.Ia melihat Maureen dengan tatapan yang begitu dalam, sehingga membuat Maureen menjadi gugup. “Aku memang percaya diri Maureen! Karena kau mencintaiku dan tidak untuk Lukas. Aku hanya akan mengatakan satu hal kepadamu, kalau sebentar lagi semua akan menjadi jelas!”Ia dapat melihat dengan jelas kesungguhan dari apa yang dikatakan oleh Patrick. Suaminya itu begitu yakin dengan apa yang dikatakannya, tentang Maureen yang mencintainya.“Kau memang benar! Aku mencintaimu dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lukas kepadaku. Aku hanya merasa takut, dengan persaingan di antara kalian berdua,” ucap Maureen.Patrick meraih jemari Maureen, lalu menautkan dengan jemarinya. “Kau percaya denganku, bukan? Kau tidak boleh keluar rumah tanpa sepengetahuan pengawal. Lukas tadi sec
Patrick mengetatkan rahang, kedua tangannya terkepal di samping badan. Ia berjalan mendekati Lukas, lalu memegang dagu pria itu. “Apakah kau mengancamku, Lukas?”Lukas tersenyum dengan bibir mencemooh ke arah Patrick, sambil mengangkat kedua tangannya. “Mana berani aku mengancammu, Kak! Kau pasti becanda, kalau membayangkan diriku sampai berani melakukannya.”Patrick melepaskan cekauannya di dagu Lukas. Ia berjalan menjauh dari adik tirinya itu. Ia berdiri menatap lurus ke depan menunggu pintu lift terbuka.Ketika pada akhirnya pintu lift terbuka, Patrick membiarkan Lukas yang duluan keluar dari dalam lift tersebut. Barulah dirinya yang menyusul.Begitu sudah berada di luar Patrick sudah di tunggu oleh sopir pribadinya, yang langsung membukakan pintu mobil, begitu melihat Patrick keluar dari pintu perusahaan.“Kita ke perkebunan, Pak!” Perintah Patrick kepada sopirnya, begitu dirinya sudah duduk di dalam mobil.“Baik, Bos!” sahut sopir Patrick.Mobil pun meluncur menuju perkebunan den
Tubuh Maureen menjadi kaku, tanpa menoleh pun ia tahu siapa yang berdiri di belakang punggungnya. Rasa takut menghinggapi hati Anna terlebih lagi dirinya pada saat ini sedang bersama dengan putranya. “Lukas, kau mengejutkanku!”Suara kekehan yang terdengar menyeramkan di telinga Maureen keluar dari bibir Lukas. Pria itu terdengar berjalan ke sampingnya, kemudian duduk di ayunan di samping Maureen.Ia memandangi wajah putra Maureen, yang terlihat sedang dalam keadaan tidur dengan damai dalam gendongan Maureen.“Putramu begitu tampan. Apakah ia baik-baik saja? Maksudku, apakah ia akan panjang umur,” tanya Lukas dengan nada suara dan tatapan yang membuat Maureen bergidik takut.‘Ya, Tuhan! Di mana pengawal yang diperintahkan untuk menjaga kami? Aku harus tetap tenang dan Lukas tidak boleh melihat, kalau ia sudah berhasil membuatku merasa takut,’ batin Maureen.“Terima kasih, atas doanya Lukas! Putraku akan baik-baik saja dan ia akan berumur panjang, sampai aku dan Patrick menjadi kakek d
Patrick berhenti berjalan ia membalikkan badan melihat ke arah Maureen. Dengan tatapan yang tajam dan senyum sinis di sudut bibirnya. “Kau bisa menggunakan hatimu!”Setelah mengatakan hal itu Patrick terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak takut Maureen akan pergi darinya membawa serta putra mereka, karena wanita itu terlalu mencintainya untuk tetap bertahan bersama dengannya.Sesampainya di kamar Patrick berjalan menuju kamar mandi, lalu menyalakan air pancuran. Dibiarkannya air dengan suhu hangat membasahi seluruh badannya.Selesai mandi Patrick berjalan menuju wastafel untuk melihat pantulan wajahnya. Patrick teringat dengan kejadian ketika di dekat kelab malam. Bagaimana, seseorang yang ia duga merupakan orang suruhan Lukas.Berlari ke arahnya, dengan sesuatu yang berkilau ditimpa cahaya hendak menikamkan pisau tersebut kearahnya. Namun, ia dengan sigap berhasil mencegahnya, sehingga orang itu hanya berhasil melukainya sedikit.‘Sebentar lagi hari kehancuran Lukas
Maureen menjadi takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Patrick. Walaupun ia marah kepada suaminya itu, tetap saja ia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk dengan suaminya. Dicarinya nomor kontak sopir pribadi mereka.Setelah ketemu ditekannya tombol hijau untuk melakukan panggilan. ‘Halo! Anda ada di mana sekarang ini?’ Tanya Maureen dengan tidak sabaran.‘Halo, Nyonya Maureen! Saya berada di kamar saya sedang istirahat,’ sahut sopirnya dengan suara yang terdengar masih mengantuk.‘Apakah kamu tahu di mana suami saya berada? Ia tadi menghubungi saya, tetapi sebelum sempat mengatakan di mana dirinya berada. Ia terdengar mengaduh dan setelah itu ponselnya tidak aktif lagi.’ Terang Maureen panjang lebar.‘Saya tadi mengantarkan tuan ke kelab malam!’ sahut sopir pribadinya.Maureen meminta alamat kelab malam tersebut. Ia akan ke sana untuk menjemput Patrick sendiri.Permintaan Maureen langsung saja ditolak oleh sopir itu. Ia mengatakan, kalau dirinya yang akan mengantarkan Maureen ke sana
Patrick menatap lekat netra orang kepercayaannya itu mencari tahu, apakah ia berbohong. “Tunjukkan kepadaku semua bukti yang kau miliki!”Pria itu merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan diletakkannya di atas meja. “Sebaiknya Anda membukanya ketika berada di rumah saja!”Patrick mendongak dari bungkusan yang ada di atas dan sekarang sudah berada di tangannya. Ditimbang-timbangnya bungkusan tersebut.Ia tidak menuruti apa yang dikatakan oleh pria itu. Dibukanya sedikit bungkusan tersebut, sehingga terdapat celah di mana dirinya bisa melihat sedikit. Setelahnya, Patrick memasukkan bungkusan tersebut ke balik jas yang dipakainya.Seorang pelayan dengan buku catatan kecil berada di tangannya. Datang menghampiri meja mereka. Keduanya pun langsung memesan makanan, begitu selesai mencatat pesanan pelayan itu berlalu pergi dari meja mereka.“Kau tetap awasi Lukas dan katakan kepadaku, apa saja yang dilakukannya. Juga siapa yang ditemuinya,” tegas Patrick.Satu jam kemudian,
Maureen menatap Lukas dengan rasa takut, karena melihat ekspresi wajahnya yang tidak biasa. Seolah hal jahat yang selama ini disembunyikan oleh Lukas darinya terlihat juga. “Apa itu?” Tanya Maureen, dengan suara bergetar.“Bukalah, biar kau bisa mengetahuinya sendiri, tanpa harus aku yang menceritakannya kepadamu!” ucap Lukas.Maureen memandangi amplop yang berada di tangannya dengan rasa penasaran dan juga curiga, karena nada memaksa yang digunakan oleh Lukas.Maureen mengangkat wajah dari amplop yang ada di tangannya untuk melihat wajah Lukas dengan seksama. “Terima kasih, kau sudah mau repot-repot mengantarkan amplop ini kepadaku. Aku akan membacanya, ketika berada di rumah.”Lukas mengangkaat pundaknya, dengan santai ia mengatakan, kalau tidak masalah kapan Maureen akan membaca isi dari amplop tersebut.Dirinya juga menolak secara halus ajakan dari Maureen, agar singgah ke rumahnya. Dengan alasan, kalau ia tidak ingin bertengkar dengan Patrick, yang tidak suka melihat dirinya.Mau
Lukas memutar-mutar minuman beralkohol yang ada di tangannya. Ia menatap cairan berwarna keemasan tersebut. ‘Sial! Maureen masih hidup. Semua usahaku untuk mendekatinya, agar berpisah dengan Patrick gagal.”Ditenggaknya cairan berwarna keemasan tersebut dalam satu tenggakan besar, sampai tandas. Setelahnya, ia menjentikkan jari kepada bartender yang bertugas, untuk mengisi kembali gelasnya.Lukas memikirkan cara untuk melenyapkan Maureen dan putranya, agar Patrick tidak mendapatkan warisan dari Ayah mereka.‘Aku harus menggunakan rencana terakhir, untuk membuat Patrick kehilangan harta warisannya. Aku harus menemukan surat perjanjian yang dibuat Ayah kami dan Patrick, sehingga Maureen sakit hati dan kabur’ batin Lukas.Senyum menakutkan terbit di bibir Lukas. Ia baru teringat, kalau mantan pengacara Patrick, yang juga sahabatnya sekarang ini sudah bukan pengacara lagi. Hubungan mereka sudah putus. Dan tentu saja, sebagai mantan pengacara ia mempunyai salinannya.Sekarang, tinggal baga