“Aku tidak mau memakai perhiasan ini!” Maureen mendorong tangan Patrick menjauh, sampai-sampai kotak perhiasan tersebut terjatuh. Dan kalung yang ada di dalam kotak itu pun terlempar. Dengan dingin Patrick memerintahkan kepada Maureen untuk mengambil kalung tersebut. Nada suaranya yang tegas dan tidak dapat dibantah membuat Maureen menurutinya. Dipungutnya kalung tersebut dari lantai, lalu diulurkanya ke tangan Patrick. Yang langsung diterima oleh suaminya itu. Ada rasa kecewa di hati Maureen, karena Patrick tidak meminta ia untuk memakainya sendiri. Dugaan Maureen keliru. begitu kalung sudah berada di tangan Patrick. Ia merasakan badannya diputar, sehingga membelakangi Patrick, kemudian kalung itu dipasangkan di lehernya oleh Patrick. Maureen merasakan hembusan angin dekat lehernya, sehingga menimbulkan desir aneh. Kemudian, dirasakannya lehernya dikecup Patick. Dan akhirnya badannya dibalik menghadap ke arahnya.
“Dasar brengsek! Kau cari saja wanitamu sendiri yang bebas dan masih sendiri” Bentak Patrick dengan mata melotot dan tangan terkepal di sisi tubuhnya. Lukas hanya mengacungkan jempol ke udara dan terus berjalan, Berbaur dengan tamu undangan lainnya. Maureen melirik Patrick dengan tatapan heran rasanya mustahil suaminya ini cemburu. Namun, melihat apa yang diperlihatkan Patrick tadi lebih menyerupai orang yang cemburu. Patrick yang merasa dipandangi langsung menoleh ke arah Maureen dan melihatnya dengan tatapan mengejek. Ia menegaskan kepada Maureen, kalau jangan merasa besar hati dan menganggap dirinya berharga bagi Patrick. Maureen dengan cepat memalingkan wajah. Ia lebih suka melihat ke arah lain dibandingkan menatap wajah sombong suaminya. Keduanya saling diam memperhatikan orang-orang selama beberapa menit. Maureenlah yang memecahkan keheningan tersebut dengan berkata, “Mengapa kau tidak bergabung dengan tamu
“Apa yang akan kau lakukan, kalau aku tidak bersedia melakukannya?” Tantang Sandra dengan dagu terangkat angkuh. Patrick menggeram marah ia memukul setir kemudi dengan keras. Ia mencaci Sandra yang sudah membuat kekacauan dan ia akan menghancurkan wanita itu, kalau sampai tidak melakukan klarifikasi atas apa yang tadi dikatakannya di dekat kolam renang. Wajah Sandra menjadi pias ia takut dengan amarah yang baru saja diperlihatkan Patrick. Tidak seharusnya memang ia memancing amarah Patrick yang hanya akan membuat pria itu semakin menjauh saja darinya. Dengan ragu-ragu tangan Sandra terulur menyentuh tangan Patrick yang terletak di atas setir. Ia meminta maaf dan sadar sudah melakukan kesalahan. Ia juga akan mengklarifikasi berita tentang kehamilannya. Tangan Sandra dihempaskan dengan kasar oleh Patrick, kemudian ia membuka pintu mobil sisi dirinya, lalu turun. Diputarinya mobil, hingga ia mencapai sisi pintu bagian Sandra.
“Kau selalu saja mengungkit apa yang sudah lewat! Kau sekarang sudah menikah dan seharusnya kau menjadikan apa yang pernah Ayah lakukan, sebagai pelajaran!” Bentak Ayah Patrick emosi.Ia benci dengan Patrick yang selalu saja mengungkit kesalahan di masa lalunya. Ia baru menyadari, kalau kesalahannya sudah membuat Putranya menjadi seorang yang pendendam.Tak ingin bertengkar lebih lama lagi dengan Patrick, Ayahnya beranjak keluar dari ruang kerja tersebut. Namun, ia berhenti sebentar di depan pintu dan meminta kepada Patrick untuk menemui Maureen dan menceritakan apa yang terjadi.Patrick menatap kepergian Ayahnya dalam diam, ia sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Ayahnya.Ia tidak perlu memberikan penjelasan kepada Maureen, karena baginya pendapat Istrinya itu sama sekali tidaklah penting.Beberapa saat kemudian, pintu ruang kerja Patrick diketuk. Setelah dipersilakan masuklah sekretarisnya dengan membawakan apa yang ia minta.Patrick langsung
“Apa maksudmu berkata, seperti itu? Aku sudah mengatakan kepadamu, kalau aku tidak pernah memaksamu untuk mengakui anakku!” ucap Maureen kecewa.Patrick tidak peduli dengan kekecewaan Maureen, ia tetap bersikeras dengan apa yang dimintanya dan ia memberikan waktu kepada Maureen untuk berfikir sampai besok.Maureen keluar dari ruang kerja Patrick, ia berjalan masuk kamar tidur, kemudian langsung menuju balkon di kamar tersebut.Berdiri di pinggir pagar pembatas balkon Maureen melihat ke bawah. Di mana Ibunya berada. Sanggupkah ia meninggalkan Patrick dan membuat Ibunya kehilangan rasa nyaman, yang selama ini ia dapatkan?Ia juga tidak akan bisa mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan Patrick untuknya dan Ibunya. Maureen merasa sedih, karena tidak memiliki jawaban yang menyenangkan baginya.‘Apakah aku harus menuruti permintaan Patrick? Namun, resikonya besar untuk calon anakku,’ batin Maureen. Tangannya mengusap perutnya yang semakin besar.‘Apa yang harus Ibu lakukan padamu, Saya
“Kau tidak berhak meminta apapun juga kepadaku, Maureen! Kau banyak berhutang budi kepadaku dan keluargaku!” Bentak Patrick di ujung sambungan telepon.Sambungan telepon ditutup dengan cepat oleh Patrick. Ia sudah mengatakan apa yang diinginkannya dan Maureen harus bersedia melakukanya. Ia tidak akan menerima penolakan dari Maureen dengan alasan apapun juga.Patrick memasukkan ponselnya ke atas meja, sepertinya jalan-jalan ke kebun apel bisa mendinginkan sedikit kepalanya.Ia pun keluar dari ruang kerjanya, ketika di depan meja kerja sekretarisnya Patrick berhenti sebentar. “Aku akan keluar, kalau ada yang mencariku katakan agar menemuiku di kebun apel!”“Baik, Pak!” sahut sekretaris Patrick.Dengan santai Patrick berjalan menuruni tangga menuju lantai satu, setelahnya ia menaiki mobil yang biasa digunakannya untuk berkeliling kebun apel.Sesampainya di hamparan kebun apelnya Patrick berhenti memperhatikan para pekerja yang sedang memetik buah apel.Duduk diam dalam mobilnya, sambil m
“Kau!” Maureen menutup mulut menahan isak tangis yang hendak keluar dari mulutnya.Maureen urung menyampaikan apa yang hendak dikatakannya kepada Patrick. Ia merasa terhina dan direndahkan, karena ada beberapa pekerja perkebunan yang juga mendengarkan apa yang dikatakan Patrick.Menahan air mata yang hendak tumpah Maureen berlalu dari tempat itu. Dengan langkah kaki yang gontai dan kepala menunduk Maureen berjalan menjauh dari perkebunan apel tersebut.Tak dihiraukannya panggilan dari Lukas, yang memintanya untuk berhenti. Ia juga tidak membalikkan badan, ketika mendengar, kalau Patrick dan Lukas berkelahi.Kehamilannya yang besar membuat Maueen hanya sanggup berjalan dengan perlahan saja. Ia tidak pulang ke rumah Patrick ataupun ke gedung kantor Patrick di mana mobilnya berada.Hati Maureen hancur dan ia merasa tidak memiliki harga diri lagi di hadapan pekerja perkebunan apel tadi.‘Berapa lama lagikah aku sanggup bertahan dengan apa yang diucapkan Patrick? Tes DNA! Baiklah, setelah
“Pergilah, kalau kau datang hanya untuk menghinaku saja!” ucap Maureen dengan suara yang lemah. Ia benar-benar lelah tidak hanya fisik saja, tetapi juga batinnya.Maureen menelungkupkan kepalanya di atas meja makan dan mengabaikan kehadrian Patrick. Ia tidak peduli, apakah suaminya itu pergi ataukan tetap berada di rumah ini.Patrick selama beberapa menit terdiam melihat Maureen yang mengabaikan dirinya. Tiba-tiba saja ia dilanda rasa cemas, takut Maureen sakit mengingat ia yang sedang hamil.“Apakah kau sakit? Aku akan membawamu ke rumah sakit untuk memeriksakan kehamilanmu!” ucap Patrick.Maureen mengangkat kepalanya dari atas meja lalu melihat ke arah Patrick. “Tidak perlu! Aku baik-baik saja aku hanya ingin sendirian di sini! Kalau kau keberatan Ibuku masih berada di rumahmu aku akan meminta kepada perawatnya untuk mengantarkan ke sini.”Kembali Maureen merebahkan kepalanya. Ia hanya ingin istirahat saja sebentar. Ia ingin merebahkan badannya di atas tempat tidur, tetapi ia masih
Sopir pribadi Patrick menatapnya dengan bingung. “Apa maksud Bos? Bagaimana dengan Bos sendiri? Di tempat ini Bos hanya seorang diri saja!” “Pergilah! Nyawa Istri dan Putraku jauh lebih berharga. Aku bisa menjaga diriku sendiri!” tegas Patrick. Sopir pribadinya pun membalikkan badan, lalu berjalan menuju mobil kembali. Dan mengingat kata-kata Patrick yang menekankan kata ‘Nyawa’ Ia menggemudi dengan kecepatan tinggi, agar sampai tepat waktu. Selama dalam perjalanan ia memikirkan apa yang membuat bosnya itu tidak percaya kepada pengawal yang bertugas di rumahnya. ‘Apakah ada yang luput dari pengamatanku selama berada di lingkungan rumah bos Patrick?’ batin sopir itu. Jalanan yang sepi membuatnya melaju tanpa ada hambatan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama ia pun sampai di depan rumah bosnya. Dimatikannya mesin mobil, lalu ia keluar dari mobil. Dengan setengah berlari ia menaiki undakan tangga menuju pintu rumah. Ia mengerutkan kening, ketika pintu dengan mudahnya ia bu
Maureen mencibirkan bibir ke arah Patrick, dengan bibir mengulas senyum tipis. “Kau terlalu percaya diri bisa saja kau salah!”Patrick mengambil gelas berisi anggur, lalu menyesapnya sampai isinya tersisa separuh.Ia melihat Maureen dengan tatapan yang begitu dalam, sehingga membuat Maureen menjadi gugup. “Aku memang percaya diri Maureen! Karena kau mencintaiku dan tidak untuk Lukas. Aku hanya akan mengatakan satu hal kepadamu, kalau sebentar lagi semua akan menjadi jelas!”Ia dapat melihat dengan jelas kesungguhan dari apa yang dikatakan oleh Patrick. Suaminya itu begitu yakin dengan apa yang dikatakannya, tentang Maureen yang mencintainya.“Kau memang benar! Aku mencintaimu dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Lukas kepadaku. Aku hanya merasa takut, dengan persaingan di antara kalian berdua,” ucap Maureen.Patrick meraih jemari Maureen, lalu menautkan dengan jemarinya. “Kau percaya denganku, bukan? Kau tidak boleh keluar rumah tanpa sepengetahuan pengawal. Lukas tadi sec
Patrick mengetatkan rahang, kedua tangannya terkepal di samping badan. Ia berjalan mendekati Lukas, lalu memegang dagu pria itu. “Apakah kau mengancamku, Lukas?”Lukas tersenyum dengan bibir mencemooh ke arah Patrick, sambil mengangkat kedua tangannya. “Mana berani aku mengancammu, Kak! Kau pasti becanda, kalau membayangkan diriku sampai berani melakukannya.”Patrick melepaskan cekauannya di dagu Lukas. Ia berjalan menjauh dari adik tirinya itu. Ia berdiri menatap lurus ke depan menunggu pintu lift terbuka.Ketika pada akhirnya pintu lift terbuka, Patrick membiarkan Lukas yang duluan keluar dari dalam lift tersebut. Barulah dirinya yang menyusul.Begitu sudah berada di luar Patrick sudah di tunggu oleh sopir pribadinya, yang langsung membukakan pintu mobil, begitu melihat Patrick keluar dari pintu perusahaan.“Kita ke perkebunan, Pak!” Perintah Patrick kepada sopirnya, begitu dirinya sudah duduk di dalam mobil.“Baik, Bos!” sahut sopir Patrick.Mobil pun meluncur menuju perkebunan den
Tubuh Maureen menjadi kaku, tanpa menoleh pun ia tahu siapa yang berdiri di belakang punggungnya. Rasa takut menghinggapi hati Anna terlebih lagi dirinya pada saat ini sedang bersama dengan putranya. “Lukas, kau mengejutkanku!”Suara kekehan yang terdengar menyeramkan di telinga Maureen keluar dari bibir Lukas. Pria itu terdengar berjalan ke sampingnya, kemudian duduk di ayunan di samping Maureen.Ia memandangi wajah putra Maureen, yang terlihat sedang dalam keadaan tidur dengan damai dalam gendongan Maureen.“Putramu begitu tampan. Apakah ia baik-baik saja? Maksudku, apakah ia akan panjang umur,” tanya Lukas dengan nada suara dan tatapan yang membuat Maureen bergidik takut.‘Ya, Tuhan! Di mana pengawal yang diperintahkan untuk menjaga kami? Aku harus tetap tenang dan Lukas tidak boleh melihat, kalau ia sudah berhasil membuatku merasa takut,’ batin Maureen.“Terima kasih, atas doanya Lukas! Putraku akan baik-baik saja dan ia akan berumur panjang, sampai aku dan Patrick menjadi kakek d
Patrick berhenti berjalan ia membalikkan badan melihat ke arah Maureen. Dengan tatapan yang tajam dan senyum sinis di sudut bibirnya. “Kau bisa menggunakan hatimu!”Setelah mengatakan hal itu Patrick terus berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Ia tidak takut Maureen akan pergi darinya membawa serta putra mereka, karena wanita itu terlalu mencintainya untuk tetap bertahan bersama dengannya.Sesampainya di kamar Patrick berjalan menuju kamar mandi, lalu menyalakan air pancuran. Dibiarkannya air dengan suhu hangat membasahi seluruh badannya.Selesai mandi Patrick berjalan menuju wastafel untuk melihat pantulan wajahnya. Patrick teringat dengan kejadian ketika di dekat kelab malam. Bagaimana, seseorang yang ia duga merupakan orang suruhan Lukas.Berlari ke arahnya, dengan sesuatu yang berkilau ditimpa cahaya hendak menikamkan pisau tersebut kearahnya. Namun, ia dengan sigap berhasil mencegahnya, sehingga orang itu hanya berhasil melukainya sedikit.‘Sebentar lagi hari kehancuran Lukas
Maureen menjadi takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Patrick. Walaupun ia marah kepada suaminya itu, tetap saja ia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk dengan suaminya. Dicarinya nomor kontak sopir pribadi mereka.Setelah ketemu ditekannya tombol hijau untuk melakukan panggilan. ‘Halo! Anda ada di mana sekarang ini?’ Tanya Maureen dengan tidak sabaran.‘Halo, Nyonya Maureen! Saya berada di kamar saya sedang istirahat,’ sahut sopirnya dengan suara yang terdengar masih mengantuk.‘Apakah kamu tahu di mana suami saya berada? Ia tadi menghubungi saya, tetapi sebelum sempat mengatakan di mana dirinya berada. Ia terdengar mengaduh dan setelah itu ponselnya tidak aktif lagi.’ Terang Maureen panjang lebar.‘Saya tadi mengantarkan tuan ke kelab malam!’ sahut sopir pribadinya.Maureen meminta alamat kelab malam tersebut. Ia akan ke sana untuk menjemput Patrick sendiri.Permintaan Maureen langsung saja ditolak oleh sopir itu. Ia mengatakan, kalau dirinya yang akan mengantarkan Maureen ke sana
Patrick menatap lekat netra orang kepercayaannya itu mencari tahu, apakah ia berbohong. “Tunjukkan kepadaku semua bukti yang kau miliki!”Pria itu merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan diletakkannya di atas meja. “Sebaiknya Anda membukanya ketika berada di rumah saja!”Patrick mendongak dari bungkusan yang ada di atas dan sekarang sudah berada di tangannya. Ditimbang-timbangnya bungkusan tersebut.Ia tidak menuruti apa yang dikatakan oleh pria itu. Dibukanya sedikit bungkusan tersebut, sehingga terdapat celah di mana dirinya bisa melihat sedikit. Setelahnya, Patrick memasukkan bungkusan tersebut ke balik jas yang dipakainya.Seorang pelayan dengan buku catatan kecil berada di tangannya. Datang menghampiri meja mereka. Keduanya pun langsung memesan makanan, begitu selesai mencatat pesanan pelayan itu berlalu pergi dari meja mereka.“Kau tetap awasi Lukas dan katakan kepadaku, apa saja yang dilakukannya. Juga siapa yang ditemuinya,” tegas Patrick.Satu jam kemudian,
Maureen menatap Lukas dengan rasa takut, karena melihat ekspresi wajahnya yang tidak biasa. Seolah hal jahat yang selama ini disembunyikan oleh Lukas darinya terlihat juga. “Apa itu?” Tanya Maureen, dengan suara bergetar.“Bukalah, biar kau bisa mengetahuinya sendiri, tanpa harus aku yang menceritakannya kepadamu!” ucap Lukas.Maureen memandangi amplop yang berada di tangannya dengan rasa penasaran dan juga curiga, karena nada memaksa yang digunakan oleh Lukas.Maureen mengangkat wajah dari amplop yang ada di tangannya untuk melihat wajah Lukas dengan seksama. “Terima kasih, kau sudah mau repot-repot mengantarkan amplop ini kepadaku. Aku akan membacanya, ketika berada di rumah.”Lukas mengangkaat pundaknya, dengan santai ia mengatakan, kalau tidak masalah kapan Maureen akan membaca isi dari amplop tersebut.Dirinya juga menolak secara halus ajakan dari Maureen, agar singgah ke rumahnya. Dengan alasan, kalau ia tidak ingin bertengkar dengan Patrick, yang tidak suka melihat dirinya.Mau
Lukas memutar-mutar minuman beralkohol yang ada di tangannya. Ia menatap cairan berwarna keemasan tersebut. ‘Sial! Maureen masih hidup. Semua usahaku untuk mendekatinya, agar berpisah dengan Patrick gagal.”Ditenggaknya cairan berwarna keemasan tersebut dalam satu tenggakan besar, sampai tandas. Setelahnya, ia menjentikkan jari kepada bartender yang bertugas, untuk mengisi kembali gelasnya.Lukas memikirkan cara untuk melenyapkan Maureen dan putranya, agar Patrick tidak mendapatkan warisan dari Ayah mereka.‘Aku harus menggunakan rencana terakhir, untuk membuat Patrick kehilangan harta warisannya. Aku harus menemukan surat perjanjian yang dibuat Ayah kami dan Patrick, sehingga Maureen sakit hati dan kabur’ batin Lukas.Senyum menakutkan terbit di bibir Lukas. Ia baru teringat, kalau mantan pengacara Patrick, yang juga sahabatnya sekarang ini sudah bukan pengacara lagi. Hubungan mereka sudah putus. Dan tentu saja, sebagai mantan pengacara ia mempunyai salinannya.Sekarang, tinggal baga