Davka dengan pakaian pengantinnya menatap kosong halaman rumah Lidya dari balkon kamar gadis itu, yang mulai penuh sesak dengan para sanak saudara baik dari pihaknya maupun dari pihak wanita tersebut. Keluarga Lidya termasuk keluarga sederhana mereka tinggal di daerah Bekasi. Acara pernikahan akhirnya bisa di undur atas rayuannya kepada sang ayah. Selain ia berusaha mencari Almira yang jua tidak ketemu. Gadis itu seperti tertelan bumi, menghilang begitu saja. Davka juga sedang menyusun rencana bersama dengan para saudaranya yang lain. Tidak ada seorang pun yang bisa berlaku curang kepadanya begitu juga wanita licik seperti Lidya.
Davka menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah sang bunda menghampirinya, sekilas tatapan Davka menyapu kamar itu sebetulnya bagus sekali hiasan pengantin untuk kamar tersebut. Namun untuk Davka semuanya sia-sia karena sang mempelai wanita bukanlah wanita pujaannya. Kembali pandangan mata Davka mengarah ke halaman yang berada dibawah sana.
Atifa mendekati putra semata wayangnya itu, kedua tangannya terulur dan mencengkeram kedua lengan atas anaknya dan dahinya menyandar di punggung gagah Davka. Tubuhnya bergetar, isak tangis tak lagi bisa ia tahan meratapi nasib anaknya juga menyalahkan dirinya sendiri tidak berhasil menjaga anaknya semata wayang ini. Dalam lubuk hati terdalamnya ia yakin anaknya ini dijebak oleh wanita licik itu. Ia sebagai wanita bisa merasakan bahwa Lidya hanya terobsesi dengan kekayaan keluarga Alsaki. Atifa sendiri akan berusaha sekuat tenaga menjaga semua milik keluarga Alsaki karena ia dulu mendampingi suaminya dari nol banting tulang sampai tidak mengenal waktu karena Pramana suaminya juga tidak mau bergantung dengan kebesaran keluarga Alsaki sehingga ia membangun kerajaan bisnisnya sediri demi mensejahterakan istrinya dan juga putranya. Atifa sendiri berasal dari keluarga Mahanta yang jelas sekali kaya raya sedari dulu.
"Mami tolong jangan menangis nanti make-up Mami luntur lho." Davka di tengah benaknya yang terasa tidak karu-karuan masih berusaha menghibur sang bunda. Atifa terkekeh geli di sela-sela isakan tangisnya. Putranya ini sungguh putra yang baik.
"Cukup Mami ada disisi Davka dukung semua usaha Davka agar semua masalah ini menemui titik temu ya Mami."
Atifa menegakkan kepalanya dan mengusap deraian airmatanya, seharusnya ia yang kesini dan memberikan hiburan dan dukungan untuk putranya namun yang terjadi malah sebaliknya. Tentu saja, tidak ada seorang ibu yang akan membiarkan anaknya terpuruk. Atifa akan mendukung dan membantu sang putra tercinta. Ia sebenarnya juga cemas karena sampai detik ini gadis itu juga belum ketemu. Satu-satunya tempat dimana ia yakini Almira berada juga dari kabar orang suruhannya sang gadis juga tidak ada.
Dimana kamu Nak? Semoga Tuhan selalu melindungimu. Semoga segala cita-citamu segera terwujud ya Sayang. Maaf, Mami nggak bisa jaga Mimi.
Davka sadar, ia tidak bisa berbuat banyak karena kandungan Lidya sedikit lemah jadi ia tidak bisa melakukan tes DNA untuk saat ini walaupun kandungan Lidya sudah lebih dari dua bulan begitu hasil pemeriksaan lima hari yang lalu. Ia masih harus bersabar lebih lama lagi.
Terdengar langkah berat memasuki kamar tersebut Pramana tampak bersandar dengan bahunya pada kusen pintu yang terbuka itu menatap kearah sang istri dan putra tercintanya.
"Ayo kita pergi dan segera selesaikan seluruh kegilaan ini," ajak Pramana datar. Tangannya terulur menyambut tangan Atifa dan membawa istrinya yang tampak habis menangis itu dan mencium keningnya dengan lembut. Tangan Pramana mengusap pipi ayu sang istri, tepat di atas sisa airmata yang masih menempel di sana.
"Rapikan riasan wajahmu ya Sayang," pinta Pramana, kemudian Atifa merapikan riasannya dibantu oleh asistennya.
Davka melihat kedekatan kedua orangtuanya dan hal inilah yang sesungguhnya ia inginkan dalam hidupnya. Saling mencintai, mendukung, toleransi dan juga saling menguatkan dalam untung dan malang, dalam keadaan sehat dan juga sakit. Tentu saja semuanya harus terjadi bersama dengan wanita yang ia cintai, Almira.
Tiga bulan lebih sudah berlalu ia juga belum tahu di mana keberadaan gadis itu. Rasa putus asa pernah menghampiri davka sekalipun ia sudah berusaha membayar orang untuk mencari sang kekasih. Bahkan Davka sampai meminta tolong pacar sepupunya untuk mengutus detektif terbaiknya untuk mencari Almira. Sampai akhirnya Davka mengetahui dari orang suruhan orangtuanya juga bahwa Almira tidak ada di tempat gurunya, padahal sebelumnya ada yang pernah melihat Almira berada di sana. Begitu juga dengan kedua sahabatnya juga tidak tahu di mana Almira berada. Davka yang memohon pada Valentina sepupunya yang juga merupakan sahabat mereka untuk menanyakan keberadaan Almira tetapi kedua orang itu juga bersikukuh tidak mengetahuinya.
Acara pemberkatan pernikahan telah selesai dilaksanakan, setelah acara makan bersama Lidya kemudian berpamitan kepada keluarganya untuk pindah kekediaman Alsaki. Bagi Lidya tidak masalah jika tidak ada resepsi besar-besaran seperti impiannya semula asalkan pundi harta karun itu julukan yang ia berikan kepada keluarga itu dan sekarang semua itu bisa segera ia kuasai setelah mengenyahkan pacar lugu Davka yang bodoh itu, langkah berikutnya adalah mengambil hati orangtua dan anggota keluarga Davka yang lain. Lidya tersenyum miring menyapu pandangan ke arah rumah sederhana itu kemudian masuk kedalam mobil mewah milik keluarga Alsaki yang sangat mencolok di lingkungan rumahnya. Ia menegakkan dagunya dengan angkuh menunjukkan kepada para tetangganya jika taraf hidup dan derajat mereka dengan dirinya sangat berbeda sekarang.
Dalam perjalanan kembali ke Bandung sebelum besoknya mereka akan bertolak ke lain benua. Davka berkata, "Siapkan dirimu, besok pagi kita akan pergi ke Mexico." Davka melirik Lidya yang tampak memucat wajahnya. Ia tentu saja tidak peduli dengan Lidya, bodo amat mau senang atau mau sedih sekalipun.
Lidya tentu saja kaget dengan apa yang dikatakan oleh Davka. Lidya tahu pasti, ia tidak akan bisa bergerak bebas di sana. Keluarga Alsaki yang berada di sana sangat protektif terhadap anggota keluarga mereka termasuk juga para menantu. Mereka tidak bisa dengan bebas keluar masuk gerbang kediaman keluarga mereka yang bahkan luasnya bisa dua kali desa tempat Lidya tinggal kerena mereka sudah tinggal di sana sejak dahulu kala.
Bagaimana Lydia bisa tahu? Semua ia ketahui dari para pembantu di kediaman Alsaki yang bercerita. Sekalipun jika Lidya akan menghabiskan waktunya untuk ke tempat hiburan malam yang sudah dipastikan tidak ada karena mereka tinggal bukan di ibukota. Jadi kubur baik-baik nafsu untuk berkeliaran pada malam hari. seandainya adapun sudah pasti penuh oleh para pekerja yang pulang dari ladang, peternakan ataupun dari kilang minyak. Lidya membayangkan jika hidupnya akan seperti berada dalam sangkar emas. Ah, biar saja bersabar sedikit lagi begitu bayinya lahir ia akan meminta bagiannya sebagai menantu disana. Lidya juga yakin jika jika Davka dan orangtuanya pasti tidak akan tega melakukan tes DNA pada bayinya nanti setelah melihat bayinya. walaupun dirinya sendiri tidak yakin jika anak ini juga janin Davka. Namun pilihan terbaik jelas saja harus memilih Davka dari sekian banyak pria yang ia dekati tidak ada yang setajir Davka.
"Kenapa kaget? Bukannya kamu ingin tinggal di rumah yang mewah dan kaya raya. Di sana keluarga kami berlimpah bahkan rumah Papi di sini tidak ada apa-apanya dibanding milik Kakekku yang ada di sana. Tapi tentu saja kamu tidak akan bebas keluar masuk gerbang utama. Kamu harus meminta ijin tidak hanya kepadaku tetapi juga kepada Bibi Edna sepupu Papi jika ingin bepergian dan alasanmu harus tepat. Paham?!" terang Davka dengan tatapan tajam ke arah Lidya.
"Oh ya, satu hal lagi kita akan tidur terpisah dan jangan harap aku akan menyentuhmu. Tidak perlu mengurusi kebutuhanku, aku sudah memiliki asisten pribadi. Urus saja dirimu sendiri, pikirkan saja bagaimana kamu akan pergi dari hidupku. Jelas," tambah Davka dengan tatapan tajam dan dingin.
Atifa dan Pramana yang duduk berhadapan dengan pasangan itu di dalam limosin itu bergidik ngeri melihat mimik wajah Davka. Pasalnya putranya itu tidak pernah memperlihatkan wajah tak bersahabat dan seolah tidak bisa menahan laju emosi seperti itu sebelumnya.
"Tolong terima ya Mbak, Mbak Al mau apa? Akan kami beri apapun itu," bujuk ayah dari Ratan Jaya Parvis. Untuk kesekian kalinya, sejak Almira menyelamatkan nyawa Ratan tadi.Almira saat ini duduk di sofa berseberangan dengan Bayanaka Parvis sang ayah. Almira dengan menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada. "Terima kasih Pak Naka, tetapi maaf sungguh tidak perlu sampai seperti ini . Itu semua saya lakukan karena rasa kemanusiaan saja kok Pak. Kalau bukan saya, orang lain juga pasti juga akan menolong," ucap Almira sembari meringis segan.
Almira mengajak kedua buah hatinya untuk berbelanja. Sesudah memastikan apa yang mereka butuhan sudah terambil semua. Almira segera menuju ke arah kasir. Setelah Almira membayar belanjaannya di meja kasir ia kemudian menghela kedua anaknya ke arah parkiran. Sembari menenteng belanjaan mereka. Saat ini anak-anaknya sudah berusia sepuluh tahun sekarang dan mereka mengikuti kelas akselerasi. Adyatama sudah duduk di kelas 2 SMP sama dengan Anulika.Mereka bertiga berjalan beriringan di halaman parkir luas itu. Saat sampai di depan mobilpick upmilik Suci. Terdengar suara merdu menyapanya. Suara yang
Waktu kepindahan mereka bertiga sudah di sambut oleh mang Asep di depan pintu rumah baru mereka di Cianjur. Mang Asep dan istrinya bibi Sumiati yang akrab di panggil dengan sebutan ‘bi Sum’ adalah pengurus rumah tersebut. Awalnya mereka bekerja dengan keluarga Parvis tetapi begitu rumah itu berpindah kepemilikan mereka berdua di minta langsung oleh Yohanna untuk mengurusi rumah tersebut sampai dengan si empunya rumah yang baru datang. Jika si empunya rumah yang baru tidak berkenan dengan kehadiran mereka, keluarga Parvis akan dengan tangan terbuka menyambut mereka kembali. Syukur bagi keduanya Almira beserta dengan kedua anaknya sangat senang dengan adanya mereka. Jadi mereka tidak kembali ke rumah keluarga Parvis dan memutuskan untuk tetap membantu Almira.
Ciudad de Mexico, setelah menghabiskan makan siang Davka segera melakukan check out dari hotel tempatnya menginap untuk segera ke bandara. Pasalnya hari ini juga mereka akan segera kembali ke Indonesia, bandung kota seribu kenangan tepatnya. Tempat davka menuntut ilmu dan juga banyak kenangan kebersamaannya dengan kekasihnya Almira dahulu di sana. Perjalanan antara Mexico dan Bandung memerlukan waktu lebih dari satu hari karena mereka harus ke Jakarta terlebih dahulu.
Selama hampir dua tahun Almira tinggal bersama anak-anaknya masyarakat di sana sangat baik dengan mereka. Cuma karena parasnya yang menawan kadang membuat iri hati beberapa gadis di sana. Sofian sendiri juga selalu meluangkan waktu untuk membantu Almira. Baik urusan rumah maupun urusan kebunnya itu. Almira sendiri tidak pernah meminta bantuan, semua itu dilakukan Sofian atas kemauan pemuda itu sendiri. Kadang almira merasa tidak enak hati. Apalagi Sofian termasuk lelaki pujaan mereka.Seperti hari ini Almira akan ke Bandung menemui Vallen, mengajak serta anak-anak mereka
Ponsel Eric berdering, dengan santai Eric mengangkat panggilan tersebut dengan menatap wajah Davka."Halo Tama, sudah sampai mana?""Kata Bunda udah deket Kebun Binatangnya.""Baik,uncledanaunty
Sekarang mereka semua berkumpul di ruang keluarga, minus Davka dan kedua orangtuanya yang masih bersembunyi, sedangkan anak-anak dibiarkan bermain di ruang bermain.Eric memulai percakapan "Sebaiknya si kembar bersekolah di sekolahku saja dan mereka bisa tinggal denganku atau Edgar di sini, jadi kamu bisa tenang di Cianjur. Aku kurang setuju jika anak-anak tinggal di asrama, biarpun si kembar memang anak yang mandiri tapi umur mereka terlalu muda untuk tinggal di sana,” usul Eric kepada Almira.
Davka kembali mengiringi langkah dari belakang mereka hanya menggelengkan kepala. Sedangkan Anulika dari tadi berulang kali menengok kebelakang melihat kearah Davka.Begitu pintu ruang meeting terbuka sudah banyak berkumpul keluarga Alsaki dan Mahanta. Mereka ingin bertemu dengan si kembar yang jenius. Paman, bibi, sepupu Davka komplit ada di sana. Greg Alsaki paman Davka yang tinggal di Meksiko pun hadir bersama istri dan anaknya.
Ibu suci kembali datang ke bandung, dan kali ini beliau menemani Almira yang segera melahirkan putranya yang ketiga. Ini adalah kehamilan yang kedua tetapi Almira merasakan ketakutan karena usianya yang tak lagi muda, menurutnya begitu. Karena terus terang ia tidak memmiliki contoh di rumah. Pasalnya sang mertua dan pembantu di rumahnya sama-sama memiliki anak tunggal dan mereka melahirkan dalam usia muda. Kepercayaan diri Almira merosot tajam, banyak kemungkinan buruk terpintas dipikirannya terlebih perbedaan usia kehamilan pertama dan kedua ini sangat jauh enam belas tahun selisihnya. Saat ia akan m
Adyatama sudah mendapatkan perawatan, kemudian ia ditempatkan satu ruangan dengan Anulika. Sedangkan Almira sedari tadi tak beranjak dari sisi anak-anaknya. Valentina dan sang putri sudah pulang. Davka sendiri saat ini masih di kantor polisi guna memberikan keterangan yang di butuhkan.Drtt drtt drtt."Hallo ibu," ucap Almira.
Suara kursi roda mendekati Adyatama yang terikat pada sebuah kursi di tengah gedung. Kedua tangan dan kakinya diikat kuat. Para penculiknya tak mau ambil resiko, karena anak itu jago beladiri. Di leher bocah tersebut sudah tergantung tali tambang.Pramana sampai di dekat gedung bersamaan dengan Michael dan polisi yang lain."Papi tunggu disini biar Mike dan teman-teman yang bereskan. Papi jaga Davka saja
Suara decit ban, orang-orang yang berteriak serta dentuman suara tabrakan itu terdengar sampai tempat pernikahan. Seketika keluarga Alsaki berhamburan lari keluar. Perasaan Davka dan yang lainnya semakin tak enak. Mereka berharap jika itu tidak ada hubungannya dengan Anulika. Karena mereka sudah mencari gadis kecil itu.Adyatama tertahan di dalam gedung tak boleh keluar. Secepat kilat Davka dan Pramana mendekati kerumunan orang. Wajahnya terperanjat saat melihat putri yang terkasih sudah bersimbah darah tergeletak diatas kap mobil orang.
Suasana belajar mengajar hari ini cukup baik, anak-anak juga sangat menikmatinya. Keadaan seperti biasa tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Si kembar sedang berada di kantin pagi ini, setelah tadi diantar sekolah oleh kakek mereka Pramana.Adyatama bersama dengan Anulika sedang berada di kantin saat ini. Setelah mereka membawa makan siang mereka di salah satu meja. Beberapa orang teman Adyatama berlari tergopoh-gopoh ke arah si kembar berada.
"Apa yang sedang kamu pikirkan sayang?" tanya Davka, ketika mendapati sang wanita terlalu pendiam saat ini.Almira memalingkan wajahnya ke arah Davka yang bersandar di daun pintu kamar si kembar.Davka menegakkan badannya berjalan ke arah Almira. Davka kemudian merengkuh pinggang sang kekasih merapat ke tubuhnya. Sedang tangan yang lain membelai pipi halus Almira."Apapun yang ada dalam pikiranmu, ja
"Sayang bisa tolong gosok punggungku?" pinta Davka melongokkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi.Almira yang sedang membenahi tempat tidur, kemudian menghentikan kegiatannya dan bergegas masuk ke kamar mandi. Davka cepat-cepat merengkuh tubuh kekasihnya, menghimpitnya Kedinding dan meloloskan daster serta dalamanAlmira dalam waktu singkat.
Davka membaringkan tubuhnya disamping Almira dengan merengkuh tubuh Almira kedalam pelukannya memeluknya dari belakang tubuh Almira. Menghirup aroma tengkuk Almira kembali membangkitkan hasrat Davka.Mulut Davka kembali memagut bibir almira, bersamaan dengan dia menghujamkanmiliknya kembali ke dalam inti Almira dengan perlahan tapi pasti, sampai seluruhnya terbenam."Bang Davka." Almira mendongakkan kepalanya dengan dadanya yang membusung. Davka menangkup dagu Almira agar menoleh dan menatap wajahnya.
Almira menatap kearah Davka yang berdiri tak jauh dari meja makan, Almira masih sibuk menata hasil masakannya."Oh itu Kang Sofian mandor perkebuna,." terang Almira."Aku sepertinya pernah melihatnya, tapi lupa dimana?" Davka menautkan kedua alis dan mengusap rahangnya dengan sebelah tangan mencoba mengingat kembali dimana pernah bertemu Sofian. Ia yakin sekali pernah bertemu dengan pria itu.