POV IndahAku bingung dengan Novi ataupun Edwan. Kenapa mereka seolah meragukanku. Hmmm, memang aku masih peduli dengan Mas Reyhan. Tapi itu hanya sekedar rasa kasihan. Bukan rasa cinta. Rasa cintaku sudah hilang sejak Mas Reyhan memutuskan untuk menikahi Luna. Apapun alasannya, jika dia benar mencintaiku, dia tidak akan pernah menikahi perempuan lain apalagi sampai punya anak. Dan yang aku lihat juga, rumah tangga Mas Reyhan dengan Luna baik-baik saja. Pokoknya aku tidak lagi mencintai Mas Reyhan sejak, Mas Reyhan menikahi Luna dan mengabaikanku saat hamil. Juga, tidak pernah melihat wajah anakku. Rasa cintaku hilang seketika terhapus oleh rasa sakit yang diberikan oleh Mas Reyhan. Sejak hari itu juga logikaku berjalan. "Indah! Jawab," ujar Novi mengagetkan. Aku menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya. "Sini duduk dulu," ujarku sembari mendudukan diri ini di sofa. Novi pun mengikuti dan langsung duduk di sampingku. "Apa aku tidak meyakinkan? Apa mustahil untukku bisa jatuh c
Pernikahan Indah dan EdwanHari yang ditunggu-tunggu oleh Edwan pun telah tiba. Pagi ini tepat pukul 09.00 dia akan mengucapkan ijab kabul dan menjadikan Indah sebagai milik lelaki itu seutuhnya. Bukan hanya Edwan yang merasa gugup. Indah pun sama. Karena perempuan yang masih terlihat muda meskipun usianya tak lagi muda itu masih bingung menyiapkan panggilan untuk sang suami nantinya. Semua panggilan terasa canggung untuk seorang Indah. Sebab, Indah tak pernah berpikir kalau Edwan itu benar-benar akan menjadi suaminya. Banding terbalik dengan Edwan yang sangat agresif terhadap dirinya. Padahal Edwan terkenal lelaki dingin di luar. Tapi tidak dengan Indah. Kini, Edwan dan Indah sudah duduk bersebelahan di hadapan penghulu. Semua kerabat baik Indah dan Edwan datang untuk menyaksikan akad mereka. Termasuk Reyhan dan keluarganya. Juga sebuah kejutan untuk Indah karena kedatangan Adit dan keluarga besarnya setelah lama tak pernah bertemu sebab Adit harus menetap di jepang. "Adit," lirih
Malam pertama bersama"Hmmmhh!" Edwan menarik nafasnya panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Kakinya terasa sangat pegal karena sedari tadi dia sama sekali tidak duduk. Terus menyalami para tamu undangan yang masih ramai berdatangan. Indah melirik ke arah Edwan kemudian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu tersenyum meledek. "Nggak kuat?" tanya Indah lirih. Edwan berusaha terlihat baik-baik saja di depan indah. "Siapa bilang gak kuat? Kuatlah. Pokoknya malam ini tidak ada penundaan," bisiknya. Padahal di dalam hati dia mengeluh bahwa kakinya terasa sangat pegal dan hampir tak kuat. Dia juga berharap para tamu undangan lekas pergi sehingga dia bisa beristirahat dan malam pertama pun tidak ditunda karena kelelahan. Sebab rasanya, Edwan sudah hampir pingsan. "Nggak usah bohong, aku tahu kok kamu kecapean hehehe." Indah tertawa kecil. Dia sendiri merasa capek luar biasa. Tapi sama, Indah pun tidak menampakkannya karena dia tidak ingin Edwan meledeknya. "Aku nyesel
"Kamu kenapa, Ndah?" tanya Edwan bingung Indah mengangkat wajahnya menatap Edwan dan berjalan menghampirinya. Lalu, perempuan itu pun langsung duduk di samping Edwan."Kenapa?" Edwan kembali mengulang pertanyaannya."Kayaknya harus ketunda lebih lama deh." Indah menjawab lirih. Membuat Edwan bingung."Tapi kenapa? Kamu nggak mau? Kan kamu udah jadi istri aku." Edwan menanggapi seperti itu. "Bukan, Mas. Tapi aku palang merah. Datang bulan, gimana dong? Ini juga nggak ada pembalut lagi." Dengan polos Indah berkata seperti itu. Mendengar ucapan indah, Edwan langsung menepuk wajahnya. "Emang dasar aku apes. Udah semalam lewat karena kecapekan. Sekarang giliran udah seger, harus ditunda lagi. Padahal aku udah nggak kuat. Aku penasaran banget," ucap Edwan kecewa. Iya, dia sangat sedih mendengar Indah halangan. Apalagi tidak cukup selesai dalam satu hari pastinya. Sementara dia sudah sangat penasaran. Ingin segera menyatu dengan istri tersayangnya itu. "Biasanya lama gak yank? Ade kalau
Seminggu berlalu Indah masih juga belum selesai datang bulan. Meski begitu, Edwan masih cukup sabar. Meski belum dapat merasakan penyatuan dengan Indah, Edwan sudah cukup bahagia. Edwan dan Indah memutuskan untuk tinggal di rumah Indah. Sedangkan rumah Edwan ditempati oleh orang tua dan sepasang uwaknya. Keluarga Indah kini terasa lengkap. Hadirnya Edwan, membuat rumah menjadi hangat. Edwan mengambil cuti kantor selama sebulan. Menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga tersayang. Bagi mereka, kumpul bersama itu sangat menyenangkan. "Mama dan Papa tidak pergi liburan? Bulan madu begitu?" ucap Rashi membuat bola mata Edwan dan Indah membulat sempurna. Darimana mereka tahu bulan madu. "Iya, Ma. Terus Nadira juga mau adek, Ma." Nadira menimpali membuat Indah hampir tersedak. "Iya, nanti dibuatkan adeknya ya," ucap Edwan melirik Indah. "Yeeeee!" Nadira dan Rashi berteriak bersamaan. "Akhirnya kita punya adik juga," ucap Rashi dan Nadira bersamaan. "Rashi, sayang, apa Rashi tidak
Setelah mendengar informasi dari Indah, Edwan memperkuat penjagaan rumahnya. Tidak mengizinkan Indah untuk keluar rumah. Anak-anak pergi ke sekolah dengan penjagaan khusus. Berangkat dan pergi ditunggu oleh bodyguard. Semua kebutuhan Indah sudah Edwan sediakan. Ruang khusus gym juga sudah dibuatkan. Dalam dua minggu ini, Edwan disibukkan untuk memenuhi semua kebutuhan Indah supaya tidak keluar rumah. Kecuali dengan dirinya. Edwan benar-benar sangat berhati-hati. Karena dia takut terjadi sesuatu pada Indah. Jika ingin shopping, Edwan meminta Indah untuk shopping online saja. Jika ada yang ingin berkunjung, cukup mereka yang datang menghampiri Indah. Intinya, Indah tidak boleh keluar rumah. Taman di perindah supaya Indah nyaman jika ingin bersantai di sana.Untuk sejenis perawatan, Indah juga dapat menelpon pegawai salon untuk datang ke rumah. Ruang perawatan untuk sang istri pun sudah disediakan khusus jika sang istri ingin perawatan seperti di salon mewah. Malah kelebihannya bisa mel
"Kamu ngapain nanyain Bapak? Jangan macam-macam kalau mau kerja di sini. Jangan coba merayu Bapak. Lagian Bapak itu istrinya cantik. Jadi gak mungkin tertarik sama kamu. Kamu mending kerja yang bener. Jangan bikin aku malu." Wiwit menanggapi seperti itu ucapan Yeni. "Ya tetep aja sih, gue lebih muda, Wit. Daripada Bu Indah.""Lagian, sugar daddy itu pasti suka sama daun muda. Ganteng gak sih suaminya? Kalau ganteng bisa lah ya. Apalagi kaya. Siapa tahu gue bisa jadi istri keduanya. Ah lagian banyak tuh majikan yang tergoda sama ART-nya. Pi kalau ART-nya cantik kaya gue, Wit. Kalau jelek kaya kamu sih mana minat," cibir Yeni meremehkan Wiwit. "Aduh, Yen. Otakmu itu perlu disikat. Dosa Yeni jadi pelakor di rumah tangga orang. Kayak gak ada laki lain aja sih.""Ya kalau bapak mau gak apa-apa aku jadi istri keduanya.""Masalahnya Bapak gak bakal mau sama kamu!" Wiwit mulai geram. "Gue juga cuma bercanda kali! Sapa juga doyan ama bapak-bapak!" balas Yeni. Meski di dalam hati perempuan i
"Masih ya?" tanya Edwan karena melihat wajah Indah seperti itu. Indah kemudian mengangkat wajahnya dengan ekspresi memelas. Lalu, menanggapi ucapan Edwan. "Selesai, Mas," ucap Indah seraya mengulas senyum. Ekspresi wajahnya tadi, hanya ingin mengerjai Edwan. "Selesai? Ya udah kalau gitu, mas mau mandi dulu," tutur Edwan. Indah pun mengangguk dengan cepat."Sebentar, Mas. Aku cuci muka dan gosok gigi dulu. Aku kan udah mandi," ujar Indah. Niat perempuan itu, sambil menunggu Edwan mandi, dirinya akan berhias untuk menyenangkan hati Edwan. Edwan menurut dan mempersilahkan Indah untuk cuci muka serta gosok gigi terlebih dahulu, baru setelah itu dirinya yang pergi mandi. Lima menit kemudian, Indah keluar. Edwan pun langsung masuk. "Tunggu, Mas ya sayang," bisik Edwan. Indah mengangguk. Hatinya mulai terasa deg-degan. Ini kali pertama dirinya akan menyatu dengan Edwan. Ada perasaan malu dan senang. Pokoknya campur aduk. Setelah Edwan masuk ke kamar mandi, Indah mulai berganti pakaian. Me