Malam pertama bersama"Hmmmhh!" Edwan menarik nafasnya panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan. Kakinya terasa sangat pegal karena sedari tadi dia sama sekali tidak duduk. Terus menyalami para tamu undangan yang masih ramai berdatangan. Indah melirik ke arah Edwan kemudian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu tersenyum meledek. "Nggak kuat?" tanya Indah lirih. Edwan berusaha terlihat baik-baik saja di depan indah. "Siapa bilang gak kuat? Kuatlah. Pokoknya malam ini tidak ada penundaan," bisiknya. Padahal di dalam hati dia mengeluh bahwa kakinya terasa sangat pegal dan hampir tak kuat. Dia juga berharap para tamu undangan lekas pergi sehingga dia bisa beristirahat dan malam pertama pun tidak ditunda karena kelelahan. Sebab rasanya, Edwan sudah hampir pingsan. "Nggak usah bohong, aku tahu kok kamu kecapean hehehe." Indah tertawa kecil. Dia sendiri merasa capek luar biasa. Tapi sama, Indah pun tidak menampakkannya karena dia tidak ingin Edwan meledeknya. "Aku nyesel
"Kamu kenapa, Ndah?" tanya Edwan bingung Indah mengangkat wajahnya menatap Edwan dan berjalan menghampirinya. Lalu, perempuan itu pun langsung duduk di samping Edwan."Kenapa?" Edwan kembali mengulang pertanyaannya."Kayaknya harus ketunda lebih lama deh." Indah menjawab lirih. Membuat Edwan bingung."Tapi kenapa? Kamu nggak mau? Kan kamu udah jadi istri aku." Edwan menanggapi seperti itu. "Bukan, Mas. Tapi aku palang merah. Datang bulan, gimana dong? Ini juga nggak ada pembalut lagi." Dengan polos Indah berkata seperti itu. Mendengar ucapan indah, Edwan langsung menepuk wajahnya. "Emang dasar aku apes. Udah semalam lewat karena kecapekan. Sekarang giliran udah seger, harus ditunda lagi. Padahal aku udah nggak kuat. Aku penasaran banget," ucap Edwan kecewa. Iya, dia sangat sedih mendengar Indah halangan. Apalagi tidak cukup selesai dalam satu hari pastinya. Sementara dia sudah sangat penasaran. Ingin segera menyatu dengan istri tersayangnya itu. "Biasanya lama gak yank? Ade kalau
Seminggu berlalu Indah masih juga belum selesai datang bulan. Meski begitu, Edwan masih cukup sabar. Meski belum dapat merasakan penyatuan dengan Indah, Edwan sudah cukup bahagia. Edwan dan Indah memutuskan untuk tinggal di rumah Indah. Sedangkan rumah Edwan ditempati oleh orang tua dan sepasang uwaknya. Keluarga Indah kini terasa lengkap. Hadirnya Edwan, membuat rumah menjadi hangat. Edwan mengambil cuti kantor selama sebulan. Menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga tersayang. Bagi mereka, kumpul bersama itu sangat menyenangkan. "Mama dan Papa tidak pergi liburan? Bulan madu begitu?" ucap Rashi membuat bola mata Edwan dan Indah membulat sempurna. Darimana mereka tahu bulan madu. "Iya, Ma. Terus Nadira juga mau adek, Ma." Nadira menimpali membuat Indah hampir tersedak. "Iya, nanti dibuatkan adeknya ya," ucap Edwan melirik Indah. "Yeeeee!" Nadira dan Rashi berteriak bersamaan. "Akhirnya kita punya adik juga," ucap Rashi dan Nadira bersamaan. "Rashi, sayang, apa Rashi tidak
Setelah mendengar informasi dari Indah, Edwan memperkuat penjagaan rumahnya. Tidak mengizinkan Indah untuk keluar rumah. Anak-anak pergi ke sekolah dengan penjagaan khusus. Berangkat dan pergi ditunggu oleh bodyguard. Semua kebutuhan Indah sudah Edwan sediakan. Ruang khusus gym juga sudah dibuatkan. Dalam dua minggu ini, Edwan disibukkan untuk memenuhi semua kebutuhan Indah supaya tidak keluar rumah. Kecuali dengan dirinya. Edwan benar-benar sangat berhati-hati. Karena dia takut terjadi sesuatu pada Indah. Jika ingin shopping, Edwan meminta Indah untuk shopping online saja. Jika ada yang ingin berkunjung, cukup mereka yang datang menghampiri Indah. Intinya, Indah tidak boleh keluar rumah. Taman di perindah supaya Indah nyaman jika ingin bersantai di sana.Untuk sejenis perawatan, Indah juga dapat menelpon pegawai salon untuk datang ke rumah. Ruang perawatan untuk sang istri pun sudah disediakan khusus jika sang istri ingin perawatan seperti di salon mewah. Malah kelebihannya bisa mel
"Kamu ngapain nanyain Bapak? Jangan macam-macam kalau mau kerja di sini. Jangan coba merayu Bapak. Lagian Bapak itu istrinya cantik. Jadi gak mungkin tertarik sama kamu. Kamu mending kerja yang bener. Jangan bikin aku malu." Wiwit menanggapi seperti itu ucapan Yeni. "Ya tetep aja sih, gue lebih muda, Wit. Daripada Bu Indah.""Lagian, sugar daddy itu pasti suka sama daun muda. Ganteng gak sih suaminya? Kalau ganteng bisa lah ya. Apalagi kaya. Siapa tahu gue bisa jadi istri keduanya. Ah lagian banyak tuh majikan yang tergoda sama ART-nya. Pi kalau ART-nya cantik kaya gue, Wit. Kalau jelek kaya kamu sih mana minat," cibir Yeni meremehkan Wiwit. "Aduh, Yen. Otakmu itu perlu disikat. Dosa Yeni jadi pelakor di rumah tangga orang. Kayak gak ada laki lain aja sih.""Ya kalau bapak mau gak apa-apa aku jadi istri keduanya.""Masalahnya Bapak gak bakal mau sama kamu!" Wiwit mulai geram. "Gue juga cuma bercanda kali! Sapa juga doyan ama bapak-bapak!" balas Yeni. Meski di dalam hati perempuan i
"Masih ya?" tanya Edwan karena melihat wajah Indah seperti itu. Indah kemudian mengangkat wajahnya dengan ekspresi memelas. Lalu, menanggapi ucapan Edwan. "Selesai, Mas," ucap Indah seraya mengulas senyum. Ekspresi wajahnya tadi, hanya ingin mengerjai Edwan. "Selesai? Ya udah kalau gitu, mas mau mandi dulu," tutur Edwan. Indah pun mengangguk dengan cepat."Sebentar, Mas. Aku cuci muka dan gosok gigi dulu. Aku kan udah mandi," ujar Indah. Niat perempuan itu, sambil menunggu Edwan mandi, dirinya akan berhias untuk menyenangkan hati Edwan. Edwan menurut dan mempersilahkan Indah untuk cuci muka serta gosok gigi terlebih dahulu, baru setelah itu dirinya yang pergi mandi. Lima menit kemudian, Indah keluar. Edwan pun langsung masuk. "Tunggu, Mas ya sayang," bisik Edwan. Indah mengangguk. Hatinya mulai terasa deg-degan. Ini kali pertama dirinya akan menyatu dengan Edwan. Ada perasaan malu dan senang. Pokoknya campur aduk. Setelah Edwan masuk ke kamar mandi, Indah mulai berganti pakaian. Me
"Wit, please jangan ngomong sama Bu Indah ya." Yeni masih memohon pada Wiwit. Namun, Wiwit tetap pada pendiriannya. "Perempuan kayak kamu, gak bisa dipercaya. Aku gak mau nanggung konsekuensi. Gak mau kalau sampai rumah tangga Bu Indah ataupun Pak Edwan hancur gara-gara kamu," balas Wiwit. "Bu, kok masih pagi udah bangun?" tanya Wiwit saat Indah tiba-tiba muncul di dapur dan menghentikan perbincangan mereka. "Iya, Wit. Saya mau bikinin sarapan untuk bapak." Dengan senyum Indah menanggapi ucapan Wiwit. "Bu, saya mau ngomong sama ibu. Boleh?" Pertanyaan Wiwit membuat jantung Yeni berdegup kencang. "Boleh, Wit. Ngomong saja," ujar Indah yang mulai sibuk menyiapkan bumbu-bumbu nasi goreng untuk sarapan suami dan kedua anaknya. "Nanti ya Bu. Selepas Ibu membuat sarapan.""Hem, memang mau bilang apa?" Indah mulai penasaran. "Ada, Bu. Nanti saja," tutur Wiwit. Indah pun mengangguk. Kemudian kembali melanjutkan apa yang tengah ia kerjakan.Setelah beberapa menit, nasi goreng dengan top
Indah menatap dua mantan ART-nya itu dengan senyum tipis, masih sedikit terdengar gerutu kesal dari mulut Yeni dan Wiwit karena baru saja dipecat oleh Indah. Mereka berdua ternyata sama busuknya. Lebih baik mencegah sebelum semuanya terlambat. Indah merasa jengah dengan banyaknya pengkhianat yang sudah cukup membuat hidupnya menderita selama ini. Tak ada lagi kata ampun untuk para pecundang seperti mereka. “Sayang, kenapa mereka berdua? Kok pergi bawa tas besar segala?” tanya Edwan yang baru saja turun dari lantai dua rumah mereka.“Aku gak bisa lama-lama memelihara pengkhianat seperti mereka berdua, Mas. Sudah cukup bukti yang aku dapat, mereka punya niat buruk pada kita, rumah tangga kita.”“Maksud kamu?” tanya Edwan agak kebingungan.“Ya, Yeni dan Wiwit sama-sama menyukai kamu, Mas. Sebelum terlanjur mereka bertindak kurang ajar, lebih baik mereka aku suruh pergi. Lumayan bantu mereka supaya terhindar dari niatan berbuat dosa.”“Ya ampun … tapi itu semua bener? Mas gak mau kamu za