POV MAYA
"Kami datang," ucap seseorang membuatku semakin terpana. Kasihan amat aku ini….
"Luna…," ujar Indah girang. Saat Indah menoleh ke arahku mata kami jelas saling bertemu. Asli tenggorokanku benar-benar tercekat. Sebab, aku sudah mengirim pesan pada Indah. Juga telah menjelek-jelekkan Indah di depan Tante Lendia.
"Novi, Luna, dan Hendra langsung masuk ke salon. Mereka langsung duduk di bangku yang masih kosong. Cepat pegawai salon yang sedang tidak memegang apapun, itu menghampiri mereka.
"Ssstt!" Mata Novi memberi kode pada teman-temannya supaya melirik ke arahku.
"Udah tahu. Biarin aja," ucap Luna memandangku sinis. Begitupun Tante Lendia yang bersikap seolah tidak mengenaliku.
"Ehem!" Suara deheman membuat kami menoleh."Asyik amat ngobrolnya kalian berdua?" Luna datang di tengah-tengah kami. Aku tersenyum ke arahnya. Dia kan mau PDKT dengan Adit."Aku gabung ya?" ujarnya. Aku tersenyum. Adit mengangguk."Bagaimana keadaanmu, Lun? Sudah lebih baik?" tanya Adit saat Luna duduk di tengah-tengah kami dengan wajah ceria."Sudah. Berkat support dari kalian. Makasih banyak ya?" tuturnya penuh senyum menatap wajah Adit."Syukur kalau begitu, Lun. Aku turut bahagia. Jangan memikirkan hal apapun lagi, Lun. Kamu percaya kan selalu ada pelangi setelah hujan? Meskipun entah di sudut mana pelangi itu akan terlihat," ucap Adit. Luna mengangguk semangat.
"Sayang bangun." Kurasakan sebuah kecupan hangat menempel di keningku. Perlahan aku pun membuka mata. Rupanya sudah pukul setengah tujuh pagi. Selepas shalat subuh tadi, kami memang memutuskan untuk tidur kembali. Sebab efek begadang masih begitu terasa.Pagi ini, jantungku berdegup begitu kencang tidak seperti biasanya. Sebab teringat kalau pagi ini akan menjadi hari pernikahanku dengan Reyhan."Mama, maaf Indah kesiangan," ucapku. Novi dan Luna pun langsung beranjak bangun. "Tante," sapa mereka. Mama hanya tersenyum. "Kalian cepat mandi, terus langsung berangkat ke gedung. Nanti kami akan menyusul. Temani Indah karena dia harus di make up," ucap Mama."Bareng sama Reyhan, Tante?" tanya Luna. Mama mengangguk. "Nanti orang tua kamu dijemput sama sopir Tante.""
"Saya nikahkan engkau ananda Reyhan Pratama Aditya Wijaya bin Pratama Wijaya dengan Indah Rahmawati binti Ratmo Rahimahullah dengan mas kawin perhiasan seberat 20 gram dibayar tunai." Pak penghulu menjabat tangan Reyhan. Aku sedikit melirik ke wajah Reyhan. pria itu mengeluarkan keringat padahal ruangan ini terasa dingin menurutku. Banyak orang tengah memegang ponsel dan mengarahkannya kepada kami. Mungkin mereka tengah mengabadikan momen ini."Saya terima. Saya … terima… saya t-tteee…," ucap Reyhan memejamkan mata. Kemudian laki-laki itu diam sambil memijat keningnya. Aku shock sungguh. Reyhan! Mungkinkah tidak bisa mengucapkan ijab kabul?"Kita ulang lagi ya, Mas Reyhan," ucap Pak penghulu. Reyhan mengangguk."Sebentar ya, Pak. Kepala saya sedikit pusing." Setelah beberapa menit
Pukul 23.40 menit, kami sampai juga di rumah orang tua Reyhan. Sungguh! Aku merasa sangat canggung. Bahkan untuk memasuki rumah ini. Perasaan sebelum pernikahan terjadi aku bahkan bisa menggoda Reyhan. Kenapa justru setelah menikah rasanya begitu canggung. Masa iya efek ijab kabul dan sikap diam Reyhan kemarin sih. Jadi mampu mempengaruhi sikapku juga."Masuk, Ndah. Jangan bengong," ucap Reyhan. Aku tersenyum dan mengangguk mengikuti langkahnya.Sampai di dalam, terlihat Mama dan Papa sedang duduk santai."Kalian sampai juga," ucap Mama."Kok Mama sama Papa belum tidur?" tanya Reyhan sambil menghampiri keduanya."Kami sengaja menunggu kalian," jawab Papa. Reyhan dan aku pun langsung ikut duduk."Akhirnya anak Mama menikah juga. Sumpah Mama kira kamu gak d
"Satu… dua … tiiii--ga…! Udah tiga, Ndah. Kamu lama sekali!" teriak Mas Reyhan lagi. Aku terdiam. Mas? Iya, Mas. Aku harus membiasakan diri karena dia sudah menjadi suamiku sekarang. Ya meskipun kadang masih suka memanggil nama juga. Aku belum terbiasa jadi masih lupa-lupa ingat."Sabar, Mas. Mas! Kayaknya aku gak bisa pakai pakaian ini. Mas pinjam baju kamu saja. Gak apa kebesaran juga. Atau kalau nggak, kamu tolong pinjam pakaian Kak Mala," ujarku. Ceroboh juga aku sampai lupa membawa baju ganti."Tidak ada pinjam meminjam. Sekarang pakailah, Pakaian itu. Pake! Atau kalau kamu mau tidur di kamar mandi terserah! Intinya aku gak bakal pinjami kamu pakaianku. Jadi terserah kamu mau sampai kapan di dalam kamar mandi!" ucap Mas Reyhan lagi. Kesal aku pun memakai lingerie dari Mama mertua. Saat bercermin sungguh terlihat begitu seksi.Akhirnya dengan handuk s
Tok… tok… tok ….!Suara ketukan pintu kembali terdengar. Namun, berbeda dengan tadi, sekarang ini aku lebih mudah membuka mata. Malah bukan hanya aku, tapi Reyhan juga. Tak sengaja, mata kami saling bertemu. Aku tersenyum ke arahnya meskipun dia hanya diam.Tidak ada rasa malu ataupun canggung. Bukankah aku mencintainya? Jadi tidak masalah kalau aku sedikit lebih agresif padanya. Meskipun tidak tahu balasan apa yang akan aku dapatkan. Dengan masih berpakaian kurang bahan ini, aku turun dari ranjang menghampiri laki-laki yang bergelar suami itu. Berjalan dengan percaya diri tanpa memikirkan lagi rasa malu. Melihatku berjalan menghampirinya, Reyhan mengalihkan pandangan ke arah lain."Mas," sapaku memeluknya dari belakang. Kucium tengkuk lehernya dengan kecupan lembut. Reyhan diam saja dan memilih untuk menepisnya. Tak be
RENA BERTEMU TIARA"Indah, nomor sepuluh rumah siapa?" tanya Rena."Eum, rumah temanku, Ren.""Ooohh…."Tin… tin….!Rena menekan klakson mobil. Tiba-tiba saja seorang satpam langsung membuka pintu gerbang."Sudah ada satpamnya?" ujarku bertanya."Iya, ada. Tante yang cariin orangnya." Setelah Rena memarkirkan mobil, wanita itu langsung keluar dan bergegas. Meninggalkan aku yang tengah membuka sabuk pengaman."Ren, gak masuk dulu?" tanyaku setelah keluar dari mobil. Aku bingung juga melihatnya sangat gugup terburu-buru.
Hari berlalu seiring bergulirnya waktu. Tak terasa pernikahanku dengan Mas Reyhan pun sudah berjalan hampir 3 bulan lamanya. Namun, tak sekalipun ia menyentuhku layaknya seorang istri. Tidur kami terpisah. Mas Reyhan di sofa, sementara aku di ranjang. Berbicara secukupnya. Pulang dan pergi ke kantor sendirian. Beruntung aku sudah bisa membawa mobil sendiri berkat belajar dengan Rena. Aku seperti mulai berada pada titik lelah. Selama ini aku sudah berusaha mendekat, mencintai, memberi perhatian dan sebagainya. Tapi aku merasa perjuanganku seperti sia-sia saja.Mengeluh wajar, nyatanya aku hanyalah manusia biasa. Terkadang ada pikiran ingin pergi. Namun, jika mengingat lagi komitmen pernikahan dulu, aku kembali semangat. Ini bukan keinginan Mas Reyhan bersikap demikian. Itulah yang menjadi motivasiku.Malam ini adalah malam hari ulang tahun Mas Reyhan. Ak
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu