POV Maya
Derrrttt….
Ponselku bergetar….
"Panggilan dari kantor polisi? Ada apa sih! Males banget kalau berurusan sama laki-laki tak berguna itu. Nyusahin ajah!" geramku. Ada rasa malas dan berat mengangangkat panggilan dari kantor Polisi itu. Karena sudah pasti berhubungan dengan Mas Danang.
"Hummhhhh….!" Aku menarik nafas panjang. Dengan berat hati ku angkat juga panggilan dari kantor polisi itu.
"Halo selamat siang. Kami dari kantor kepolisian bisa bicara dengan Ibu Maya?"
"Iya siang juga. Saya sudah tahu. Ada apa?" jawabku judes.
POV MAYA"Kami datang," ucap seseorang membuatku semakin terpana. Kasihan amat aku ini…."Luna…," ujar Indah girang. Saat Indah menoleh ke arahku mata kami jelas saling bertemu. Asli tenggorokanku benar-benar tercekat. Sebab, aku sudah mengirim pesan pada Indah. Juga telah menjelek-jelekkan Indah di depan Tante Lendia."Novi, Luna, dan Hendra langsung masuk ke salon. Mereka langsung duduk di bangku yang masih kosong. Cepat pegawai salon yang sedang tidak memegang apapun, itu menghampiri mereka."Ssstt!" Mata Novi memberi kode pada teman-temannya supaya melirik ke arahku."Udah tahu. Biarin aja," ucap Luna memandangku sinis. Begitupun Tante Lendia yang bersikap seolah tidak mengenaliku.
"Ehem!" Suara deheman membuat kami menoleh."Asyik amat ngobrolnya kalian berdua?" Luna datang di tengah-tengah kami. Aku tersenyum ke arahnya. Dia kan mau PDKT dengan Adit."Aku gabung ya?" ujarnya. Aku tersenyum. Adit mengangguk."Bagaimana keadaanmu, Lun? Sudah lebih baik?" tanya Adit saat Luna duduk di tengah-tengah kami dengan wajah ceria."Sudah. Berkat support dari kalian. Makasih banyak ya?" tuturnya penuh senyum menatap wajah Adit."Syukur kalau begitu, Lun. Aku turut bahagia. Jangan memikirkan hal apapun lagi, Lun. Kamu percaya kan selalu ada pelangi setelah hujan? Meskipun entah di sudut mana pelangi itu akan terlihat," ucap Adit. Luna mengangguk semangat.
"Sayang bangun." Kurasakan sebuah kecupan hangat menempel di keningku. Perlahan aku pun membuka mata. Rupanya sudah pukul setengah tujuh pagi. Selepas shalat subuh tadi, kami memang memutuskan untuk tidur kembali. Sebab efek begadang masih begitu terasa.Pagi ini, jantungku berdegup begitu kencang tidak seperti biasanya. Sebab teringat kalau pagi ini akan menjadi hari pernikahanku dengan Reyhan."Mama, maaf Indah kesiangan," ucapku. Novi dan Luna pun langsung beranjak bangun. "Tante," sapa mereka. Mama hanya tersenyum. "Kalian cepat mandi, terus langsung berangkat ke gedung. Nanti kami akan menyusul. Temani Indah karena dia harus di make up," ucap Mama."Bareng sama Reyhan, Tante?" tanya Luna. Mama mengangguk. "Nanti orang tua kamu dijemput sama sopir Tante.""
"Saya nikahkan engkau ananda Reyhan Pratama Aditya Wijaya bin Pratama Wijaya dengan Indah Rahmawati binti Ratmo Rahimahullah dengan mas kawin perhiasan seberat 20 gram dibayar tunai." Pak penghulu menjabat tangan Reyhan. Aku sedikit melirik ke wajah Reyhan. pria itu mengeluarkan keringat padahal ruangan ini terasa dingin menurutku. Banyak orang tengah memegang ponsel dan mengarahkannya kepada kami. Mungkin mereka tengah mengabadikan momen ini."Saya terima. Saya … terima… saya t-tteee…," ucap Reyhan memejamkan mata. Kemudian laki-laki itu diam sambil memijat keningnya. Aku shock sungguh. Reyhan! Mungkinkah tidak bisa mengucapkan ijab kabul?"Kita ulang lagi ya, Mas Reyhan," ucap Pak penghulu. Reyhan mengangguk."Sebentar ya, Pak. Kepala saya sedikit pusing." Setelah beberapa menit
Pukul 23.40 menit, kami sampai juga di rumah orang tua Reyhan. Sungguh! Aku merasa sangat canggung. Bahkan untuk memasuki rumah ini. Perasaan sebelum pernikahan terjadi aku bahkan bisa menggoda Reyhan. Kenapa justru setelah menikah rasanya begitu canggung. Masa iya efek ijab kabul dan sikap diam Reyhan kemarin sih. Jadi mampu mempengaruhi sikapku juga."Masuk, Ndah. Jangan bengong," ucap Reyhan. Aku tersenyum dan mengangguk mengikuti langkahnya.Sampai di dalam, terlihat Mama dan Papa sedang duduk santai."Kalian sampai juga," ucap Mama."Kok Mama sama Papa belum tidur?" tanya Reyhan sambil menghampiri keduanya."Kami sengaja menunggu kalian," jawab Papa. Reyhan dan aku pun langsung ikut duduk."Akhirnya anak Mama menikah juga. Sumpah Mama kira kamu gak d
"Satu… dua … tiiii--ga…! Udah tiga, Ndah. Kamu lama sekali!" teriak Mas Reyhan lagi. Aku terdiam. Mas? Iya, Mas. Aku harus membiasakan diri karena dia sudah menjadi suamiku sekarang. Ya meskipun kadang masih suka memanggil nama juga. Aku belum terbiasa jadi masih lupa-lupa ingat."Sabar, Mas. Mas! Kayaknya aku gak bisa pakai pakaian ini. Mas pinjam baju kamu saja. Gak apa kebesaran juga. Atau kalau nggak, kamu tolong pinjam pakaian Kak Mala," ujarku. Ceroboh juga aku sampai lupa membawa baju ganti."Tidak ada pinjam meminjam. Sekarang pakailah, Pakaian itu. Pake! Atau kalau kamu mau tidur di kamar mandi terserah! Intinya aku gak bakal pinjami kamu pakaianku. Jadi terserah kamu mau sampai kapan di dalam kamar mandi!" ucap Mas Reyhan lagi. Kesal aku pun memakai lingerie dari Mama mertua. Saat bercermin sungguh terlihat begitu seksi.Akhirnya dengan handuk s
Tok… tok… tok ….!Suara ketukan pintu kembali terdengar. Namun, berbeda dengan tadi, sekarang ini aku lebih mudah membuka mata. Malah bukan hanya aku, tapi Reyhan juga. Tak sengaja, mata kami saling bertemu. Aku tersenyum ke arahnya meskipun dia hanya diam.Tidak ada rasa malu ataupun canggung. Bukankah aku mencintainya? Jadi tidak masalah kalau aku sedikit lebih agresif padanya. Meskipun tidak tahu balasan apa yang akan aku dapatkan. Dengan masih berpakaian kurang bahan ini, aku turun dari ranjang menghampiri laki-laki yang bergelar suami itu. Berjalan dengan percaya diri tanpa memikirkan lagi rasa malu. Melihatku berjalan menghampirinya, Reyhan mengalihkan pandangan ke arah lain."Mas," sapaku memeluknya dari belakang. Kucium tengkuk lehernya dengan kecupan lembut. Reyhan diam saja dan memilih untuk menepisnya. Tak be
RENA BERTEMU TIARA"Indah, nomor sepuluh rumah siapa?" tanya Rena."Eum, rumah temanku, Ren.""Ooohh…."Tin… tin….!Rena menekan klakson mobil. Tiba-tiba saja seorang satpam langsung membuka pintu gerbang."Sudah ada satpamnya?" ujarku bertanya."Iya, ada. Tante yang cariin orangnya." Setelah Rena memarkirkan mobil, wanita itu langsung keluar dan bergegas. Meninggalkan aku yang tengah membuka sabuk pengaman."Ren, gak masuk dulu?" tanyaku setelah keluar dari mobil. Aku bingung juga melihatnya sangat gugup terburu-buru.