Tok… tok… tok ….!
Suara ketukan pintu kembali terdengar. Namun, berbeda dengan tadi, sekarang ini aku lebih mudah membuka mata. Malah bukan hanya aku, tapi Reyhan juga. Tak sengaja, mata kami saling bertemu. Aku tersenyum ke arahnya meskipun dia hanya diam.
Tidak ada rasa malu ataupun canggung. Bukankah aku mencintainya? Jadi tidak masalah kalau aku sedikit lebih agresif padanya. Meskipun tidak tahu balasan apa yang akan aku dapatkan. Dengan masih berpakaian kurang bahan ini, aku turun dari ranjang menghampiri laki-laki yang bergelar suami itu. Berjalan dengan percaya diri tanpa memikirkan lagi rasa malu. Melihatku berjalan menghampirinya, Reyhan mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Mas," sapaku memeluknya dari belakang. Kucium tengkuk lehernya dengan kecupan lembut. Reyhan diam saja dan memilih untuk menepisnya. Tak be
RENA BERTEMU TIARA"Indah, nomor sepuluh rumah siapa?" tanya Rena."Eum, rumah temanku, Ren.""Ooohh…."Tin… tin….!Rena menekan klakson mobil. Tiba-tiba saja seorang satpam langsung membuka pintu gerbang."Sudah ada satpamnya?" ujarku bertanya."Iya, ada. Tante yang cariin orangnya." Setelah Rena memarkirkan mobil, wanita itu langsung keluar dan bergegas. Meninggalkan aku yang tengah membuka sabuk pengaman."Ren, gak masuk dulu?" tanyaku setelah keluar dari mobil. Aku bingung juga melihatnya sangat gugup terburu-buru.
Hari berlalu seiring bergulirnya waktu. Tak terasa pernikahanku dengan Mas Reyhan pun sudah berjalan hampir 3 bulan lamanya. Namun, tak sekalipun ia menyentuhku layaknya seorang istri. Tidur kami terpisah. Mas Reyhan di sofa, sementara aku di ranjang. Berbicara secukupnya. Pulang dan pergi ke kantor sendirian. Beruntung aku sudah bisa membawa mobil sendiri berkat belajar dengan Rena. Aku seperti mulai berada pada titik lelah. Selama ini aku sudah berusaha mendekat, mencintai, memberi perhatian dan sebagainya. Tapi aku merasa perjuanganku seperti sia-sia saja.Mengeluh wajar, nyatanya aku hanyalah manusia biasa. Terkadang ada pikiran ingin pergi. Namun, jika mengingat lagi komitmen pernikahan dulu, aku kembali semangat. Ini bukan keinginan Mas Reyhan bersikap demikian. Itulah yang menjadi motivasiku.Malam ini adalah malam hari ulang tahun Mas Reyhan. Ak
POV REYHAN"Mas lepasin aku," ucap Indah masih menatapku dengan tatapan sendu."Lepasin?" Aku bertanya. Bukan ini yang kamu mau dariku? Nafkah batin kan? Kamu menginginkannya bukan?""Tapi bukan begini caranya." Ucapan Indah mulai terdengar pelan. "Bukan dengan emosi. Aku hanya akan melakukannya jika kamu benar-benar menginginkannya. Dari hati kamu. Bukan karena emosi kamu. Sudahlah, Mas. Lepaskan tanganku," ucapnya sembari menarik tangannya. Kemudian, wanita itu pun langsung berdiri. Mengambil pakaian dan masuk ke kamar mandi.Bukan aku tak menginginkannya. Aku pun ingin melakukannya. Tapi bagaimana lagi? Aku belum bisa. Ah ada rasa yang begitu membakar dada saat otakku membayangkan Indah berbagi peluh dengan Danang.
"Adit," lirihku. Lelaki itu kemudian merangkulku menuju mobilnya. Aku masih terdiam. Kenapa dia itu selalu peduli denganku."Mobil kamu biar nanti diambil oleh orang bengkel," ujarnya saat kami sudah berada di dalam mobil. Adit juga sudah siap dengan kemudinya."Kok kamu bisa ada di sini, Dit?" Aku bertanya. Adit sendiri sudah melajukan mobilnya, hingga perlahan mobil berjalan meninggalkan mobilku yang mogok."Kalau aku tidak di sini, kamu mau sampai kapan ada di tempat ini? Aku kebetulan lewat karena baru kembali dari tempat Hendra.""Hum, betul juga sih, Dit. Makasih banyak ya. Kamu baik banget sama aku," ujarku tertunduk."Kita adalah teman," tegasnya."
"Jelas kamu capek, kamu tidak benar-benar tulus mencintaiku. Kamu tidak benar-benar ingin membantuku sembuh! Kalau kamu tulus, tidak mungkin kamu mengeluh! Atau capek karena ingin bersama Adit?" ucap Reyhan menatapku sinis seraya mengangkat sebelah bibirnya. Tatapan yang bermakna penghinaan."Tidak ada kaitannya sama Adit! Aku selama ini berjuang. Aku berusaha jadi istri yang baik, meskipun kamu mengabaikan aku. Kita tinggal dalam satu rumah tapi jarang berbicara. Aku mendekatimu setiap tidur, kamu menolakku. Aku menyiapkan makanan kamu tidak makan! Aku seperti pajangan kamu selama aku menjadi istrimu! Kamu sadar itu? Justru aku tidak melihat usahamu. Usahamu hanya menghindariku! Selalu lari dari kenyataan!" Mendengar ucapanku Reyhan terlihat emosi dan kembali menginjak pedal gas lalu melakukan mobil dengan sangat cepat. Kali ini seperti mobil yang hendak mengikuti ajang balapan.
Saat mobil mulai berjalan meninggalkan halaman rumah, aku mengingat kembali satu persatu kejadian yang pernah aku lalui bersama Mas Reyhan. Tak terasa, air mata ini terus mengalir dengan derasnya. Adit sendiri masih fokus dengan kemudinya.Sedikit kuangkat wajah untuk mengusap air mata. Namun, saat aku melihat ke spion mobil, Mas Reyhan terlihat berlari mengejar mobil ini. Hanya saja aku masih membiarkannya. Air mataku pun kembali mengalir dengan derasnya.Mataku kembali melihat ke spion mobil, Mas Reyhan pun masih terlihat berlari mengejar mobil ini hingga terlihat hampir kehabisan nafas. Dia masih terus berlari sambil berteriak memanggil namaku dan memintanya berhenti. Hanya saja, rasa sakit dan kecewa dalam diriku enggan meminta Adit untuk menghentikan laju mobilnya.Mas Reyhan terus berlari. Semakin ken
POV REYHAN"Ndah! Bangun kamu kenapa sih dari tadi tidur kayak orang nangis begitu? Kamu kenapa?" Perlahan Indah mulai membuka mata."Mas Reyhan!" teriaknya langsung memelukku dengan erat seolah takut kehilangan."Kamu kan harusnya sudah pergi dari rumah ini! Kamu malah tidur enak banget sampai sore begitu! Lihat udah jam berapa sekarang. Kamu sengaja? Aku kira kamu mati gak ada keluar kamar. Aku lihat malah masih tidur. Ngigau pula!" ucapku seraya berusaha melepaskan pelukannya yang terasa mampu mengganggu pernapasan."Nggak, Mas! Aku gak mau pergi dari sini! Aku gak mau! Pokoknya aku gak mau!" tekannya lalu beranjak dari tempat tidur sambil memegangi keningnya. Mungkin terasa pusing karena dia tidur seperti orang mati. Aku yang ma
Tok… tok ….!"Masuk aja, Mas gak dikunci," ujarnya. Aku sedikit ragu untuk membuka pintu. Aneh memang. Padahal dia itu istriku.Dengan mengumpulkan tekad aku pun membuka pintu. Mataku membulat kala melihat pemandangan yang disuguhkan. Seperti ikan Mas tanpa sisik sebagai penutup. Indah sekali dan begitu segar. Selama kami tinggal bersama ini kali pertama aku melihatnya. Ragu aku pun mendekat. Sebuah penipuan besar ia lakukan karena handuk miliknya tidak terjatuh."Kamu bohong," ucapku. Indah mendekat dan menutup pintu. Menarikku tepat berdiri di bawah shower. Kemudian wanita itu memutar shower hingga airnya jatuh membasahi tubuhku. Indah mulai mendekat dan memelukku sambil memejamkan mata. Ada desiran hebat di dadaku. Entah seperti apa tidak dapat kugambarkan. Apa yang Indah suguhkan saat ini seolah