POV REYHAN
"Mas lepasin aku," ucap Indah masih menatapku dengan tatapan sendu.
"Lepasin?" Aku bertanya. Bukan ini yang kamu mau dariku? Nafkah batin kan? Kamu menginginkannya bukan?"
"Tapi bukan begini caranya." Ucapan Indah mulai terdengar pelan. "Bukan dengan emosi. Aku hanya akan melakukannya jika kamu benar-benar menginginkannya. Dari hati kamu. Bukan karena emosi kamu. Sudahlah, Mas. Lepaskan tanganku," ucapnya sembari menarik tangannya. Kemudian, wanita itu pun langsung berdiri. Mengambil pakaian dan masuk ke kamar mandi.
Bukan aku tak menginginkannya. Aku pun ingin melakukannya. Tapi bagaimana lagi? Aku belum bisa. Ah ada rasa yang begitu membakar dada saat otakku membayangkan Indah berbagi peluh dengan Danang.
<
"Adit," lirihku. Lelaki itu kemudian merangkulku menuju mobilnya. Aku masih terdiam. Kenapa dia itu selalu peduli denganku."Mobil kamu biar nanti diambil oleh orang bengkel," ujarnya saat kami sudah berada di dalam mobil. Adit juga sudah siap dengan kemudinya."Kok kamu bisa ada di sini, Dit?" Aku bertanya. Adit sendiri sudah melajukan mobilnya, hingga perlahan mobil berjalan meninggalkan mobilku yang mogok."Kalau aku tidak di sini, kamu mau sampai kapan ada di tempat ini? Aku kebetulan lewat karena baru kembali dari tempat Hendra.""Hum, betul juga sih, Dit. Makasih banyak ya. Kamu baik banget sama aku," ujarku tertunduk."Kita adalah teman," tegasnya."
"Jelas kamu capek, kamu tidak benar-benar tulus mencintaiku. Kamu tidak benar-benar ingin membantuku sembuh! Kalau kamu tulus, tidak mungkin kamu mengeluh! Atau capek karena ingin bersama Adit?" ucap Reyhan menatapku sinis seraya mengangkat sebelah bibirnya. Tatapan yang bermakna penghinaan."Tidak ada kaitannya sama Adit! Aku selama ini berjuang. Aku berusaha jadi istri yang baik, meskipun kamu mengabaikan aku. Kita tinggal dalam satu rumah tapi jarang berbicara. Aku mendekatimu setiap tidur, kamu menolakku. Aku menyiapkan makanan kamu tidak makan! Aku seperti pajangan kamu selama aku menjadi istrimu! Kamu sadar itu? Justru aku tidak melihat usahamu. Usahamu hanya menghindariku! Selalu lari dari kenyataan!" Mendengar ucapanku Reyhan terlihat emosi dan kembali menginjak pedal gas lalu melakukan mobil dengan sangat cepat. Kali ini seperti mobil yang hendak mengikuti ajang balapan.
Saat mobil mulai berjalan meninggalkan halaman rumah, aku mengingat kembali satu persatu kejadian yang pernah aku lalui bersama Mas Reyhan. Tak terasa, air mata ini terus mengalir dengan derasnya. Adit sendiri masih fokus dengan kemudinya.Sedikit kuangkat wajah untuk mengusap air mata. Namun, saat aku melihat ke spion mobil, Mas Reyhan terlihat berlari mengejar mobil ini. Hanya saja aku masih membiarkannya. Air mataku pun kembali mengalir dengan derasnya.Mataku kembali melihat ke spion mobil, Mas Reyhan pun masih terlihat berlari mengejar mobil ini hingga terlihat hampir kehabisan nafas. Dia masih terus berlari sambil berteriak memanggil namaku dan memintanya berhenti. Hanya saja, rasa sakit dan kecewa dalam diriku enggan meminta Adit untuk menghentikan laju mobilnya.Mas Reyhan terus berlari. Semakin ken
POV REYHAN"Ndah! Bangun kamu kenapa sih dari tadi tidur kayak orang nangis begitu? Kamu kenapa?" Perlahan Indah mulai membuka mata."Mas Reyhan!" teriaknya langsung memelukku dengan erat seolah takut kehilangan."Kamu kan harusnya sudah pergi dari rumah ini! Kamu malah tidur enak banget sampai sore begitu! Lihat udah jam berapa sekarang. Kamu sengaja? Aku kira kamu mati gak ada keluar kamar. Aku lihat malah masih tidur. Ngigau pula!" ucapku seraya berusaha melepaskan pelukannya yang terasa mampu mengganggu pernapasan."Nggak, Mas! Aku gak mau pergi dari sini! Aku gak mau! Pokoknya aku gak mau!" tekannya lalu beranjak dari tempat tidur sambil memegangi keningnya. Mungkin terasa pusing karena dia tidur seperti orang mati. Aku yang ma
Tok… tok ….!"Masuk aja, Mas gak dikunci," ujarnya. Aku sedikit ragu untuk membuka pintu. Aneh memang. Padahal dia itu istriku.Dengan mengumpulkan tekad aku pun membuka pintu. Mataku membulat kala melihat pemandangan yang disuguhkan. Seperti ikan Mas tanpa sisik sebagai penutup. Indah sekali dan begitu segar. Selama kami tinggal bersama ini kali pertama aku melihatnya. Ragu aku pun mendekat. Sebuah penipuan besar ia lakukan karena handuk miliknya tidak terjatuh."Kamu bohong," ucapku. Indah mendekat dan menutup pintu. Menarikku tepat berdiri di bawah shower. Kemudian wanita itu memutar shower hingga airnya jatuh membasahi tubuhku. Indah mulai mendekat dan memelukku sambil memejamkan mata. Ada desiran hebat di dadaku. Entah seperti apa tidak dapat kugambarkan. Apa yang Indah suguhkan saat ini seolah
Malam menyapa, suasana terasa sepi lagi hampa. Entah kemana Indah pergi. Jujur aku khawatir. Tapi bagaimana lagi? Dia berhak untuk bahagia. Kusadari ucapanku tadi menyebutnya wanita mandul memang sangat menyakiti hatinya. Sebab jika tidak begitu, dia akan tetap kekeh untuk bertahan. Aku tidak bisa membiarkan wanita itu terus menghadapi sikapku yang berubah-ubah. Cemburu tak beralasan bila mengingat masa lalunya dengan Danang.Ting … Nong ….!Suara bel bergema. Apa wanita itu kembali? Mau apalagi dia. Betul-betul keras kepala.Ting … Nong ….!Lagi-lagi bel itu terus berbunyi. Sangat mengganggu. Aku menarik nafas panjang kemudian beranjak untuk membuka pintu.
"Selamat Pak Reyhan! Anda telah kehilangan aset besar perusahaan!" Tiba-tiba Haris datang dengan melempar sebuah kertas ke arahku. Dengan senyum menyeringai seolah menertawakanku.Aku membiarkan saja kertas itu tanpa berniat untuk mengambilnya. Meski hati sangat penasaran."Ini masih pagi. Jangan buat mood gue ancur!" sentakku."Pagi? Jam berapa lo liat!" Aku langsung menoleh ke arah dinding. Sudah pukul 11 ternyata.Shit! Indah! Apa dia ada di ruangannya? Aku pun segera berlalu keluar ruangan meninggalkan Haris.Trakt!"Ndah!" ucapku. Kosong! Tidak ada orang sama sekali.
"Iya cepat cari, Rey! Mumpung masih baru!" ucap Papa. Aku pun mengangguk dan pergi."Tapi mau mencari kemana? Bahkan teman-temannya pun aku tidak tahu. Kuburan orang tua Indah tempat yang utama aku cari. Siapa tahu dia sedang menangis di sana karena merindukan orang tuanya. Tidak banyak omong, aku langsung mengambil mobil dan tancap gas.***Beberapa jam setelah menempuh perjalanan, aku tiba juga di pemakaman tempat kedua orang tua Indah dikuburkan. Segera aku pun turun dari mobil dan berjalan ke dalam.Namun, yang membuatku kecewa, sesampainya di sana wanita itu tidak ada. Dengan perasaan tidak bersemangat, aku pun kembali membalikkan badan dan berjalan menuju mobil.
Hari yang ditunggu telah tiba, Nadira sudah berdandan cantik, dirias oleh MUA profesional. Tak lama lagi pihak keluarga Melvin akan datang untuk melamarnya secara resmi. Jantung Nadira amaih terus berdebar-debar karena hari ini adalah momentum penentuan tanggal pernikahan mereka juga.Gebby masuk ke kamar Nadira setelah mendapat izin. Ia juga sudah berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pihak keluarga Melvin. Semua keluarga Nadira sudah berkumpul di rumah itu."Kamu cantik banget, Nad! Pasti lagi deg-degan banget, ya?""Makasih, Geb. Iya, aku beneran deg-degan banget.""Udah, bawa rileks aja. Aku ikut bahagia, aku udah bawakan kado untuk kamu. Ini," ucao Gebby seraya menyerahkan sebuah goodie bag pada Nadira."Ya ampun, Gebby ... kamu kenapa repot-repot, sih?""Enggak, lah, Nad. Kamu kan saudaraku, kalau kamu bahagia, aku juga ikut bahagia.""Makasih, ya ... sampai kapanpun kita memang saudara, Geb. Semoga kamu juga bisa segera mendapatkan lelaki baik hati yang akan jadi suami ka
Malam itu, Gebby tidur di pangkuan Ana. Ia merasa tubuhnya begitu lelah dan lemas. Ana mengusap rambut Gebby sambil bercerita dan memberikan nasihat."Nenek senang kamu sudah mau minta maaf pada mereka, Geb. Itu artinya kamu sudah berdamai dengan masa lalu. Nenek juga yakin mamamu di alam sana tak menginginkan jika kamu terus-terusan dikuasai dendam.""Iya, Nek. Sekarang aku merasa sudah jauh lebih tenang. Lelah juga ternyata selama ini berkejaran dengan nafsuku sendiri. Hati selalu panas dikuasai kebencian," jawab Gebby."Badanmu hangat, Geb! Hari ini kamu nggak lupa untuk minum obat, kan?""Aku nggak pernah lupa untuk minum obat setiap hari, karena dulu aku selalu bertekad untuk hidup lebih lama demi bisa membalaskan dendam mengenal pada keluarga Mama Indah. Tapi rasanya semakin keras aku berjuang, semakin aku merasa tak pernah tenang. Aku lelah, Nek.""Sayang ... Dulu juga nenek pernah berada di posisi seperti kamu yang selalu merasa bahwa diri nenek adalah orang yang paling benar
Gebby merenung dalam pelukan Indah, bahkan setelah ia bertindak sejahat itu pada mereka, Indah masih saja menyebutnya sebagai anak yang baik? Ya, Gebby memang baik pada mamanya, tapi tidak pada yang lain.Rumah sudah semakin ramai dengan orang-orang yang diundang di acara takziah itu. Nadira, Rashi, mereka sibuk menata makanan di atas meja yang nantinya akan disuguhkan. Sementara itu, Indah dan Maya sibuk menata bingkisan sedekah."Lihat, Geb, mereka begitu sibuk membantu kita meskipun kita tak pernah memintanya," bisik Ana pada Gebby. Gebby mengusap matanya lagi ia mengangguk dan mengakui semua itu.Acara pun dimulai. Semua orang melantunkan ayat suci Al-Qur'an lalu berdoa dengan khusyuk. Harusnya Gebby bersyukur karena masih ada orang yang bersedia mendoakan mamanya itu. Gebby juga melihat Reyhan sesekali mengusap matanya yang basah.Setelah acara selesai dan sedekah dibagikan, Indah beserta yang lain langsung berpamitan pada Ana dan Gebby."Sudah, jangan sedih terus, kasihan nanti
Gebby berjalan gontai meninggalkan area rumah sakit. Kata-kata mamanya maafin barusan benar-benar membuat hatinya hancur. Meskipun terasa begitu menyakitkan tapi Gebby tak menyangkal semua yang dikatakan oleh mamanya Melvin itu.Selama ini dirinya memang terlalu terobsesi untuk menjadi orang yang paling mendapatkan perhatian. Gebby selalu akan melakukan segala cara untuk bisa mencapai kemauannya. Bahkan seringkali ia tak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi akibat dari perbuatannya itu. Kata-kata sang nenek kembali terngiang di telinganya. Apa mungkin hidupnya sampai se menderita ini karena memang dirinya terlalu sulit untuk melupakan dendam itu?Gebby sampai ke rumahnya dan langsung memeluk sang nenek. Ia menangis sejadi-jadinya karena hatinya benar-benar sangat terluka kali ini. Cinta yang ingin ia raih harus kandas seketika itu juga. Melvin menolaknya, dan kini mamanya juga."Geb ... kamu tenangkan diri kamu, baru nanti cerita sama Nenek, ya!" ucap Ana sambil mengusap kepala c
Gebby, tunggu! Kamu mau kemana? Jangan nekat, Geb! Panggil Melvin untuk kesekian kalinya. Ana juga jadi kalut dan ikut mengejar cucunya itu,.ia takut Gebby akan melakukan hal nekat seperti yang dilakukan oleh Luna."Gebby!" Ana memanggil Gebby meski napasnya mulai terengah. Ia sudah tua, tenanganya sudah tak sekuat dulu, berlari sebentar saja ia sudah ngos-ngosan.Gebby sudah keluar dari gerbang portal kompleks dan terus berjalan di trotoar pinggir jalan raya. Melvin masih tak putus asa, ia mencoba terus mengejar. Genby sesekali menoleh ke belakang sambil terisak. Ia pun turun dari trotoar itu dan terlihat pasrah sembari merentangkan kedua tangannya dan berjalan perlahan ke arah tengah jalanan."Gebby! Jangan nekat kamu?" seru Melvin yang melihat Gebby senekat itu, ingin mencelakai dirinya sendiri dengan berdiri di tengah jalanan.Klakson kendaraan bermotor bersahutan dan sebagian ada yang marah karena ulah Gebby itu."Mau mati, Lu?" maki pengendara yang lewat."Gila, lu, woy?""Hey!
Gebby melamun di teras belakang rumah itu. Sudah dua hari Luna pergi mengahadap Yang Maha Kuasa. Rumah sudah mulai sepi, hanya ada Ana dan Reyhan serta mamanya Melvin di rumah itu yang masih berbincang dan ada juga beberapa anggota kepolisian di bagian depan bersama papanya Melvin.Tak ada indikasi kekerasan dalam kematian Luna, semua orang meyakini itu merupakan murni sebagai kasus bunuh diri. Ditemukan foto Indah yang tertancap pena di dalam kamar. Polisi dan dokter menduga halusinasi Luna sempat kambuh ketika malam kejadian itu.Luna selalu bersikap impulsif dan tak peduli pada keadaan sekitar, jika sosok dalam halusinasinya muncul, ia bahkan tak tahu jika posisinya sedang di atas jurang sekalipun."Geb, kamu makan dulu, Sayang," bujuk Ana pada Gebby. Sejak kemarin tampaknya Gebby sama sekali belum makan. Ana khawatir karena Gebby tak boleh sampai melewatkan jadwal minum obatnya."Nanti saja, Nek. Belum ada selera.""Jangan begitu, dong, Geb. Kamu boleh bersedih tapi kamu juga haru
Suasana kompleks pagi itu dibuat heboh atas penemuan tubuh Luna yang menyedihkan itu. Warga langsung mencari bantuan untuk segera membawa Luna pergi ke rumah sakit karena setelah diperiksa ternyata denyut nadinya masih ada.Gebby dan Ana hanya bisa pasrah, serasa tubuh mereka lemas tak berdaya menghadapi kenyataan itu. Luna kehilangan banyak darah akibat luka di bagian kepalanya. Bahkan mereka berdua tidak tahu kapan kejadian itu terjadi karena malam itu mereka tidur sangat nyenyak. Sebenarnya Gebby sempat terbangun beberapa kali untuk mengecek keadaan mamanya itu namun tidak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah larut malam kantuk pengendara dan ia tertidur dengan sangat pulas. Gebby pin menyesal karena membiarkan mamanya itu tidur di lantai dua. Bukan tanpa sebab, mamanya dulu pernah menempati kamar itu, Gebby berharap ingatannya bisa kembali secara perlahan dengan merasakan suasana kamar itu setiap hari.Luna akhirnya tiba di rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis. Gebby da
"Pa, mana uangnya yang aku minta? Transfer sekarang juga, lusa aku akan terbang bawa Mama," ucap Gebby pada Reyhan hari itu."Papa cuma bisa kasih kamu lima ratus juta dulu, Geb. Nanti kurangnya beberapa hari lagi, ya!""Log, kok gitu, sih, Pa?" seru Gebby tak senang."Bukannya kamu ya yang maksa untuk segera mencairkan dana investasi ke perusahaan Melvin? Kamu pikir uang di perusahaan kita bisa kamu atur seenaknya?""Ya ampun, Pa, aku tih cuma minta sedikit, apa susahnya sih tinggal transfer?""Semua uang pribadi papa sudah papa masukkan ke deposit berjangka. Hanya bisa diambil pada waktu yang tepat.""Papa sengaja, ya, biar aku gak bisa mintabuang sama Papa? Papa bener-bener tega, ya? Aku itu sedang berusaha supaya mama sembuh, tapi papa malah menghalang-halangi!""Kamu salah, uang papa sudah papa depositokan jauh sebelum kamu berencana mengambil mama kamu dari yayasan itu.""Papa sepertimya emang gak pernah sayang sama aku! Papa selalu aja bikin aku kecewa!""Geb, papa gak ada bila
"Hai, Vin!" sapa Gebby pada Melvin. Melvin agak terkejut saat ia melihat Gebby ada di lobby kantornya terlihat sedang menunggu."Oh, hai, Geb!""Aku dari tadi nunggu kamu, loh.""Oh, ya? Bukannya kita belum ada janji untuk bertemu sebelumnya?""Sorry, emang belum. Tapi boleh, dong, kalau aku sesekali datang ke sini untuk sekedar melihat progres kerjasama kita? Lagian aku belum pernah ke sini, aku juga ingin tahu bagaimana sistem kerja di sini.""Ooh ... Oke, boleh aja, kok. Ayo, aku ajak berkeliling," sahut Melvin."Oke," ucap Gebby senang. Ia dan Melvin pun akhirnya mengitari sekitaran kantor dan Melvin menunjukkan bagian demi bagian di kantornya itu. Padahal Gebby tidak terlalu ingin tahu tentang itu tujuan utamanya datang ke kantor Melvin adalah supaya ia dan Melvin bisa punya pertemuan yang intens sehingga Gebby punya peluang untuk bisa semakin dekat dengannya."Padahal kamu ini bisa dikatakan pemula, tapi keren, loh. Kantor kamu bagus, sistem kerja juga bagus. Aku saranin kamu bu