Sebelumnya….
POV INDAH
"Kok kamu ada disini?" tanyaku yang bingung tiba-tiba melihat keberadaan Reyhan. Pria itu, barusan bersikap manis, sekarang kembali dingin.
"Udahlah, Nggak usah banyak tanya! Masih mending aku datang. Jadi Danang tidak menyakitimu lagi!" ketusnya.
"Lagian sekalian bareng ke kantor 'kan?" ujarnya. "Nggak usah mikir macam-macam! Jangan Ke GR-an!" Aku menelan ludah melihat wajahnya. Memilih diam itu lebih baik, daripada berdebat. Bukan begitu?
Reyhan pun mengemudikan mobilnya ke arah kantor. Sepanjang perjalanan, kami saling terdiam.
****
Dua puluh menit berlalu,
POV INDAHPerkelahian mereka semakin berlanjut. Keduanya beradu mulut. Banyak kata makian yang terlontar dari mulut Reyhan.Aku menelan ludah. Hatiku terasa sakit, bibirku pun bergetar. Tak kuat akhirnya aku pun membuka pintu kamar."Setop, jangan lanjutkan pertengkaran kalian," ujarku dengan nada suara yang tidak tinggi. Takut kalau sampai mengganggu istirahat Ibu dan Bapak."Kamu, Rey! Tak usah menghina statusku! Kamu percaya diri sekali! Jangan kira karena aku memelukmu, lantas aku mencintai kamu, Rey! Kalau kamu membenciku karena statusku yang seorang janda! Bekas istri dari musuhmu itu hakmu! Aku bahkan tidak pernah memintamu untuk mencintaiku, Rey! Percaya diri sekali kamu? Kamu berkata seperti itu, seakan-akan aku mau sama kamu, Re
POV INDAHSetelah menepikan mobilnya, pemuda itu pun keluar dari mobilnya. Tubuh atletis tinggi semampai itu berjalan menghampiri kami sambil membuka kacamatanya. Setelah turun aku sudah dapat mengenalinya. Siapa lagi kalau bukan Reyhan Aditya Wijaya."Ko bisa laki-laki beku itu? Ngapain coba nyari rumah sewaan? Inalilahi wainailaihi rojiun… Reyhan," ucapku membatin sambil menggelengkan kepala."Ya Allah, ya Robbi," batinku lagi. Terlalu…."Ini, Neng orang yang sudah dulu menyewa rumah ini," ujar Si Bapak."Iya, Pak. Nggak apa-apa. Biar saya cari tempat lain. Bapak kasih dia saja," ujarku."Saya ambil rumah ini," ucap Reyhan s
POV INDAH"Mas Danang," lirihku saat bola mata kami saling bertemu. Dari wajah, nampak aku dan dia sama-sama terkejut. Kok bisa-bisanya ada dia di rumah sebelah. "Ya Allah, sesempit inikah dunia?" gumamku membatin."Kamu kenapa, Ndah?" tanya Adit. Aku tak menjawab. Adit langsung menoleh ke teras sebelah saat aku mengalihkan pandangan."Ndah," lirihnya. Aku mengangkat wajah seolah berkata "apa?""Kalian bertetangga?" tanyanya."Entah," jawabku.Saat kembali lagi hendak menjemput Ibu dan Bapak, di jalan aku bertemu dengan Adit. Lalu, aku cerita mau pindah hari ini. Lantas, dia memaksa untuk mengantar dan ingi
Hati ini gelisah tak menentu. Bahkan sudah selarut ini, aku pun tidak dapat memejamkan mata. Iseng kubuka saja paket yang sore tadi kuterima."Paket dari siapa ini?" lirihku. Cepat kubuka saja karena rasa penasaran ini yang begitu menggebu.Kedua bola mataku membulat sempurna. Pasalnya sebuah ponsel berwarna putih dengan merek ternama dan cukup mahal ada di dalam paket itu. Siapa pengirimnya?[Indah Rahmawati, mulai sekarang gunakan ponsel ini. Sudah lengkap dengan kartunya. Kamu hanya tinggal menggunakannya. Dari aku "DAN"] tulisnya. Siapa Dan? Kenapa dia bisa tahu nama juga rumahku. Ini juga bukan barang murahan. Hanya orang berduit yang bisa membelinya.Berkali-kali aku membolak-balikkan ponsel ini. Ragu saat mau menggunakannya.&nbs
POV DANANGSebelumnya….Kring ...kring ….kring ….Hendra langsung mengangkat telepon kantor."Apa?!" ucap Hendra membuatku semakin deg-degan."Ada apa, Hend?" Namun Hendra mengabaikan ucapanku. Dia terus berbicara di telepon. Wajahnya terlihat shock.Selesai berbicara, Hendra langsung menutup panggilan telepon."Ada apa?" tanyaku.
POV DANANG"Mas ada apa?" Indah terus bertanya Raut wajah cantiknya terlihat sangat panik. Wajar, karena dia melihat Ibunya pingsan. Sengaja aku ulur untuk menjawab pertanyaannya, supaya terkesan drama. Ya, namanya juga sedang mengambil hati mantan istri. Kupandangi wajah itu. Tapi bukan memandangi karena iba atau apa. Tapi baru beberapa Minggu tak melihatnya, wajahnya tampak semakin cantik. Apa lagi menggunakan pakaian kantor seperti ini. Indah sangat kelihatan cantik dan berkelas."Ndah," lirihku. Aku coba kembali menyentuh bahunya. Lagi dan lagi Reyhan yang berada di sampingnya menepis tanganku. Sial memang."Kamu sabar, ya. Bapak sudah pergi menemui Sang pencipta," ucapku. Kalau aku memang mengharapkan semua ini."Inalillahi wainailaihi roj
POV DANANG….Pukul 20.30 acara tahlilan selesai… kami kembali duduk santai di teras. Novi dan Luna akan menginap. Begitupun Haris dan Adit yang juga akan menginap di rumah baru Reyhan. Sedangkan aku memang memutuskan untuk tidak pulang dan tidur di rumah Hendra."Kalian nggak istirahat?" tanya Indah yang tiba-tiba datang menghampiri kami dan langsung duduk di samping Luna."Masih mau ngobrol. Kamu istirahat aja, Ndah. Sama Ibu. Oh iya, bagaimana keadaan Ibu?" tanya Luna."Ibu lagi pengen sendirian. Tadi aku disuruh keluar. Mungkin mau menenangkan diri," ucap Indah."Kamu yang sabar ya, Ndah. Kuat aku yakin," ucap Luna lagi.&nbs
POV DANANG"Luna siapa, Mas? Kamu jangan macam-macam! Kamu dimana sekarang?" tanya Maya."Luna teman aku waktu kuliah dulu. Aku hanya bercanda tadi. Nggak ada perempuan lain hanya kamu seorang. Masih ada perempuan lain ya Indah. Aku nyesel udah nyakitin Indah. Demi nikah sama kamu malah aku sial!" ucapku."Mas! Kamu apa-apaan sih. Nggak punya otak ya ngomong begitu? Kamu nggak bisa jaga perasaan aku banget sih! Sekarang kamu ngomong begitu! Kemaren-kemaren kamu ngomong cinta sama aku! Bulshit ya ternyata kamu!" balas Maya."Ya wajar aku bilang nyesel sama nyakitin Indah. Orang Indah istri yang baik. Lagi pula sepuluh tahun aku jadi suami dia. Meskipun aku sempat khilaf, tetap saja aku cinta sama dia. Aku masih mencintai dia. Jadi kamu har