Setiap insan tentu saja pernah merasakan yang namanya penyesalan karena terlalu mengedepankan ego. Ketika sosok tersebut mulai pergi dan tidak akan kembali, air mata terus memanggil namanya. Namun, percuma. Dia telah terbujur kaku tanpa nyawa.Mungkin seperti sebuah lirik dalam lagu yang dibawakan oleh Raja Dangdut Indonesia, 'kalau sudah tiada baru terasa bahwa kehadirannya sungguh berharga.'Lelaki itu kini terduduk lesu di sudut rumah, memeluk lutut dengan pandangan kosong. Sudah banyak orang berusaha memberinya semangat, tetapi dia hanya mematung dan sama sekali belum pernah memberi respon.Dirundung penyesalan memiliki hikmah, yakni tidak akan mengulang kesalahan yang sama di masa mendatang serta memperbaiki hubungan renggang menjadi lebih dekat. Akan tetapi, bagaimana jika ternyata penyesalan itu tidak lagi berujung disebabkan sosoknya telah berpulang?Untuk ke sekian kalinya, Ricky menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan. Semenjak kematian sang istri, dia menolak menyentu
Hari-hari berlalu, semakin banyak saja teror yang didapati oleh Zanna sekeluarga. Semua yang dekat dengannya akan diganggu kecuali Haura dan Rena. Entah mengapa, peneror itu tidak berani mengusik keduanya.Merasa muak, Vita berinisiatif untuk mendatangi Xavier langsung ke rumahnya karena tidak ingin menunda terlalu lama. Dia sengaja pergi sendiri tanpa membawa Zanna, khawatir terjadi kesalahan yang membuat mereka berada dalam masalah besar dan aksi saling menuntut.Mengetuk pintu rumah itu berulang kali dengan penuh kesabaran. Dia melihat kendaraan terparkir di depan, itu berarti penghuni rumah memang ada di dalam sana. Sekali lagi dia mengetuk pintu hingga seseorang membukanya."Tante Vita?" Wajah Rosaline menggambarkan ketakutan. Matanya bergerak ke kanan dan kiri. "Kenapa Tante Vit ke sini?""Sudah waktunya!" Hanya jawaban itu yang diberi sebelum Vita memaksa masuk.Jantung Rosaline berdegup tidak normal. Xavier memang sedang mengurung diri di kamar, tetapi untuk sesuatu yang tidak
Waktu terus berlalu, menyisakan kenangan pahit juga manis. Bayang-bayang masa lalu begitu sulit ditepis. Ricky memang hidup, tetapi masih dirantai rasa bersalah. Dia tidak bisa melupakan salah satu atau kedua istrinya.Dirundung duka dan luka tak berkesudahan. Lelaki itu telat menyadari tentang dirinya yang belum bisa menjadi suami idaman selama ini. Dia terlalu angkuh, merasa bahwa memiliki uang saja sudah cukup membuatnya terlihat seperti seorang pahlawan.Kenangan bersama Nafiza yang paling menyakitkan. Dia baru sadar bahwa wanita itu sangat mencintai dan menyayanginya. Perjuangan menjadi istri idaman, mengurus dengan baik bahkan ketika dia harus membagi cinta dengan wanita lain.Ricky tidak habis pikir bahwa Nafiza akan mengakhiri hidup dan itu masih menjadi tanda tanya hingga sekarang. Sudah berusaha mencari tahu, tetap saja tanpa jawaban, padahal selama ini terlihat sangat ikhlas mengurus adik madunya."Papa, sampai kapan Papa kayak gini? Jarang makan, tidur, mandi pun sama. Tuh
PoV Alvino_______Meskipun dalam keadaan marah, aku bisa melihat duka di kedua mata Om Ricky. Dia pasti menyesal setelah kehilangan. Memang harus seperti itu untuk menyadari kesalahan yang telah dilakukan di masa lalu.Ibarat sebuah lagu pada lirikKalau sudah tiada baru terasaBahwa kehadirannya sungguh berhargaAku tidak tahu bagaimana bisa Om Ricky melakukan kesalahan sebesar itu, padahal jelas bahwa Tante Nafiza adalah perempuan baik. Jika tidak lagi bisa menunggu kehadiran buah hati dalam pernikahan mereka, minimal jangan membuat hatinya terluka.Diduakan, diabaikan, diperlakukan tidak adil, dianggap tidak ada. Perempuan mana yang menginginkannya. Sesabar apa pun orang itu pada akhirnya akan sampai pada titik lelah.Terutama Tante Naf, dia sedikit tertutup pada orang lain bahkan mertua sendiri pun karena merasa belum pernah mendapat dukungan. Aku sedikit tahu tentang kemelut kisah rumah tangga mereka karena diceritakan oleh Bunda. Sejak dulu, Tante Naf selalu dianggap pembawa si
"Om Ricky memang butuh waktu sendiri. Pasti banyak penyesalan yang datang padanya. Kalian jangan sampai menambah beban. Aku kasihan, lho."Aku menoleh ke sumber suara. Rena berdiri di sana bersama Rosaline. Sejak kapan mereka terlihat dekat begitu sampai warna baju pun senada? Oh tidak, sepatu bahkan sangat mirip seperti saudara kembar saja.Sementara itu, Lucky hanya menundukkan kepalanya. Aku tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan, mungkin kasihan juga melihat orang tuanya kini benar-benar sendirian. Tentu saja, ditinggal oleh kedua istri dalam waktu dekat, apalagi ada kenyataan yang terungkap di belakang.Jika aku adalah Om Ricky, mungkin menghabiskan waktu di depan samsat tinju demi meluapkan emosi adalah pilihan terbaik meskipun tahu bahwa healing paling indah adalah kembali kepada Tuhan. Bunda bukan orang salih yang hidup tanpa dosa, tetapi pernah mengingatkan bahwa 'alladziina aamanu watathmainnu quluubuhum bidzikrillah. Alaa bidzikrillahi tathmainnul qulub' di mana ay
"Kita perlu bicara!" Aku yang sedang menonton YouTu-be di ruang tamu terkejut ketika seseorang mencekal pergelangan tangan ini dan menyeretnya ke depan rumah. Sudah kuduga, dia adalah Rosaline."Ada apa?""Ada hal yang harus kita bahas.""Aku tidak mau!""Kenapa?""Ya, Rena sama Lucky bisa salah paham kalau ngeliat kita bicara empat mata begini. Lagi pula mau bahas apa? Kita sudah selesai, Ros!"Rosa mendengkus. Aku tahu dia akan sangat kesal mendapati penolakan dariku. Namun, mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin masalah menjadi semakin rumit dengan bicara empat mata, terutama tentang sesuatu yang sudah seharusnya kita lupakan."Kamu berubah!" kata Rosaline dengan suara sedikit pelan dari biasanya."Kamu juga berubah.""Berubah gimana? Aku cinta sama kamu, Al, tetapi aku nggak bisa berbuat banyak mengingat status kita yang sudah tidak bisa bersama. Tembok di antara kita yang kamu bangun terlalu tinggi na
PoV Rosaline"Al, kita harus menyusul Om Akmal!" Aku mendengar Lucky mengatakan itu ketika kaki hampir saja melewati pintu utama. Entah apa yang sedang terjadi. Sejak tadi aku mematung di tempat bahkan mengabaikan sapaan orang tua dan oma Alvino karena rasa sakit yang mendera.Alvino menggeleng lesu. "Tidak perlu. Ayah tahu harus melakukan apa. Dia sudah berumur, tentu paham bahwa bertindak tanpa berpikir matang itu bukan sesuatu yang bisa dibenarkan."Semua menjadi hening. Tanpa rasa malu, aku kembali duduk agar mereka berdua tidak menjadi curiga. Menggenggam perih, membalut luka dengan sebuah harap bahwa setelah kesedihan ada kebahagiaan meskipun tidak tahu kapan waktunya.Entah sudah berapa kali rinai hujan membasahi bumiku. Menciptakan anak sungai yang indah pada kedua pipi. Di antara embusan napas ada rangkaian kata rindu yang terucap tanpa suara.Aku menyadari bahwa peluang untuk kami kembali sangat tipis karena jarak telah melampaui garis katulistiwa yang menjadi pemisah antara
"Ricky!"Akmal segera menarik tubuh adiknya yang berdiri di pinggir kolam dalam keadaan lesu, tampak sepertu putus asa. Lumayan berat, tetapi tetap dibawa ke gazebo di dekat sana. Mereka kini duduk saling berhadapan.Amarah yang membuncah mulai meredup ketika melihat keadaan si Pengirim Pesan tadi. Lelaki paruh baya itu menduga bahwa adiknya mencoba menemukan jawaban atau anggap saja sedang berusaha meyakinkan diri bahwa dia sama sekali tidak bersalah atas kematian kedua istri serta kebencian anak-anaknya.Dulu, di masa sehat dan kuat, Ricky selalu menduga bahwa dia bisa melakukan semuanya dengan uang, termasuk menaklukkan hati para wanita dan membuat anak-anaknya patuh. Kini, dia baru menyadari kesalahan-kesalahan yang memaksa dirinya tenggelam dalam kubang penyesalan."Kenapa? Kenapa datang ke sini dan bukan membiarkan aku tenggelam di kolam sendirian?""Bodoh! Makin tua makin bodoh!" Akmal mendorong tubuh lelaki malang itu sampai terjatuh ke belakang. Kini, matanya terpejam, tetapi