"Kita perlu bicara!" Aku yang sedang menonton YouTu-be di ruang tamu terkejut ketika seseorang mencekal pergelangan tangan ini dan menyeretnya ke depan rumah. Sudah kuduga, dia adalah Rosaline."Ada apa?""Ada hal yang harus kita bahas.""Aku tidak mau!""Kenapa?""Ya, Rena sama Lucky bisa salah paham kalau ngeliat kita bicara empat mata begini. Lagi pula mau bahas apa? Kita sudah selesai, Ros!"Rosa mendengkus. Aku tahu dia akan sangat kesal mendapati penolakan dariku. Namun, mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin masalah menjadi semakin rumit dengan bicara empat mata, terutama tentang sesuatu yang sudah seharusnya kita lupakan."Kamu berubah!" kata Rosaline dengan suara sedikit pelan dari biasanya."Kamu juga berubah.""Berubah gimana? Aku cinta sama kamu, Al, tetapi aku nggak bisa berbuat banyak mengingat status kita yang sudah tidak bisa bersama. Tembok di antara kita yang kamu bangun terlalu tinggi na
PoV Rosaline"Al, kita harus menyusul Om Akmal!" Aku mendengar Lucky mengatakan itu ketika kaki hampir saja melewati pintu utama. Entah apa yang sedang terjadi. Sejak tadi aku mematung di tempat bahkan mengabaikan sapaan orang tua dan oma Alvino karena rasa sakit yang mendera.Alvino menggeleng lesu. "Tidak perlu. Ayah tahu harus melakukan apa. Dia sudah berumur, tentu paham bahwa bertindak tanpa berpikir matang itu bukan sesuatu yang bisa dibenarkan."Semua menjadi hening. Tanpa rasa malu, aku kembali duduk agar mereka berdua tidak menjadi curiga. Menggenggam perih, membalut luka dengan sebuah harap bahwa setelah kesedihan ada kebahagiaan meskipun tidak tahu kapan waktunya.Entah sudah berapa kali rinai hujan membasahi bumiku. Menciptakan anak sungai yang indah pada kedua pipi. Di antara embusan napas ada rangkaian kata rindu yang terucap tanpa suara.Aku menyadari bahwa peluang untuk kami kembali sangat tipis karena jarak telah melampaui garis katulistiwa yang menjadi pemisah antara
"Ricky!"Akmal segera menarik tubuh adiknya yang berdiri di pinggir kolam dalam keadaan lesu, tampak sepertu putus asa. Lumayan berat, tetapi tetap dibawa ke gazebo di dekat sana. Mereka kini duduk saling berhadapan.Amarah yang membuncah mulai meredup ketika melihat keadaan si Pengirim Pesan tadi. Lelaki paruh baya itu menduga bahwa adiknya mencoba menemukan jawaban atau anggap saja sedang berusaha meyakinkan diri bahwa dia sama sekali tidak bersalah atas kematian kedua istri serta kebencian anak-anaknya.Dulu, di masa sehat dan kuat, Ricky selalu menduga bahwa dia bisa melakukan semuanya dengan uang, termasuk menaklukkan hati para wanita dan membuat anak-anaknya patuh. Kini, dia baru menyadari kesalahan-kesalahan yang memaksa dirinya tenggelam dalam kubang penyesalan."Kenapa? Kenapa datang ke sini dan bukan membiarkan aku tenggelam di kolam sendirian?""Bodoh! Makin tua makin bodoh!" Akmal mendorong tubuh lelaki malang itu sampai terjatuh ke belakang. Kini, matanya terpejam, tetapi
Sesampainya di ruang tamu, Ricky tertegun karena ada Zanna juga di sana. Dia baru saja tiba karena harus mengantar Rosaline pulang terlebih dahulu sambil berbincang hangat untuk mencairkan suasana karena tahu bahwa gadis berstatus janda itu terluka oleh perasaan yang dipaksa mati.Rena duduk di samping Alvino, sedangkan Lucky di kursi tunggal dekat jendela sebelah timur. Tatapannya dingin seakan-akan tidak bahagia dengan kedatangan sang adik juga melihat kebahagiaan papanya. Lelaki itu ... dia tahu bagaimana melihat keadaan tanpa harus menguliti kepala mereka untuk mengetahui isi pikirannya."Aku tidak tahu harus bilang apa." Ricky membuka pembicaraan, dia merasa kikuk, padahal sudah saling terbiasa."Bagaimana, kamu sudah bisa menerima takdir?" Zanna sendiri melempar pertanyaan demikian dengan tatapan tajam. Dia memang baru datang, tetapi tahu betul bahwa lelaki itu pasti memiliki dendam di hatinya untuk Zanna karena salah mengira.Dalang di balik kematian Nafiza? Zanna tersenyum kec
Waktu terus berlalu, Ricky sudah mulai mengukir senyuman dan kembali beraktivitas seperti biasa walaupun masih belum terlalu gesit dan terkadang duduk merenung memikirkan masa lalu. Tidak mudah untuk lepas dari rantai penyesalan yang selalu berusaha membelenggu begitu erat.Setelah mengunjungi makam kedua istrinya, Ricky juga sudah mulai menerima takdir. Sementara itu, dia tidak menyadari senyum penuh misteri dari sang anak. Ya, Jenni yang tidak tulus menyayangi orang tua karena merasa bahwa dirinya pun kerap kali diabaikan.Gadis berambut sebahu itu memutar bola mata malas setiap kali Ricky bergerak memunggunginya. Selama tinggal di luar kota, dia memang rutin dikirimi uang dalam jumlah banyak yang sangat bisa dia manfaatkan untuk perawatan dan belanja bulanan sesuka hati. Namun, dia kesal karena tidak pernah dikunjungi seolah-olah Jenni memang bukan anak kandung dan hanya butuh uang.Gadis itu memang pernah menolak ketika orang tuanya ingin berkunjung, tetapi saat itu dia memang ing
"Bun, gimana Jenni sama papanya? Mereka udah baikan apa gimana?' Alvino yang baru saja pulang langsung melempar pertanyaan karena sepupunya sama sekali tidak membalas pesan whats-app yang dikirimnya sejak beberapa jam lalu.Zanna menoleh sekilas. Dia sedang sibuk memasak lauk untuk makan malam nanti bersama keluarga tercinta. Dia juga mengundang Ricky dan kedua anaknya untuk menjalin silaturahmi."Bun ...?""Iya, sudah baikan. Tadi waktu Jenni ke sini, dia ketahuan berbohong sesuai dugaan Bunda. Akhirnya, dia mengaku juga kalau sebenarnya butuh kasih sayang.""Semoga saja mereka tidak lagi renggang. Baik Jenni, Lucky maupun papanya, aku harap semuanya baik-baik saja. Mereka cuma perlu menjaga komunikasi, menjadikan masalah kemarin sebagai pelajaran."Zanna mengangguk sebelum kembali melanjutkan aktivitas. Sementara itu, Alvino langsung ke kamar untuk membersihkan diri. Lelaki bertelinga satu yang selalu terlihat rapi dan tampan. Dia lelah dan berencana untuk tidak keluar rumah dalam b
"Kenapa tidak? Dia bilang tidak ada kesempatan untuk kembali. Lagi pula pernikahan kalian kemarin atas dasar dendam. Kamu tidak mungkin lupa bagaimana Mama harus tersiksa, padahal semua berawal dari jebakan Tante Haura. Kamu pikir aku tidak tahu bagaimana awalnya Mama menjadi orang ketiga? Mungkin aku tidak akan menyalahkan mereka kalau di hari pernikahanmu Alvino tidak mempermalukan keluarga kita," kata Xavier lagi.Rosaline tetap menunduk, dia tidak bisa menerima kenyataan yang selalu kakaknya gambarkan bagi Rosaline, dendam antara dua orang tua sudah berakhir. Alvino sendiri adalah orang baik, tentang kemarin sebaiknya dilupakan saja, begitu pikirnya.Cinta paling tulus adalah tetap mencintai walaupun tahu bahwa orang itu tidak bisa dimiliki. Rosaline percaya dia bisa menjadi orang tulus. Namun, bukankah bagus apabila menikah dengan pujaan hati? Pun ketika dipercaya bahwa kebahagiaan bisa datang darinya.Rosaline tidak mengerti kenapa sang kakak tiba-tiba menaruh dendam. Sejak keci
PoV XavierMalam terasa panjang. Kamar dengan cahaya remang menjadi saksi bisu bagaimana aku ketika kembali berlayar ke masa lalu. Air mata mengering, merasa tidak pantas menetes lagi.Gadis itu bernama Nura. Anggun, cantik, pendiam, murah senyum bahkan selalu berhasil menenangkan hati yang gundah atau marah. Setiap kami bertemu, dia pasti membawa seorang teman dengan alasan malu keluar rumah sendirian.Dia menjaga jarak. Kami mengobrol dengan jarak satu hingga dua meter. Tentu. Dia memakai jilbab. Kami sebenarnya tidak pacaran, hanya sebatas ingin menikah ketika tahu perasaan terbalaskan. Mengingat tentang dia membuat hati berbunga-bunga. Itu dulu, sekarang justru bagai disayat sembilu.Nura yang aku cintai telah berada di pelukan lelaki lain karena saat itu aku belum memiliki pekerjaan yang mungkin bisa menjadi jaminan kita akan hidup bahagia setelah pernikahan. Aku bisa saja mengangguk setuju, tetapi tidak ingin dia hidup menderita karena menikah dengan lelaki sepertiku. Tidak mung
“Mencintai itu insan. Rasa luka itu insan. Namun, masih mencintai di kala terluka adalah malaikat.”—Maulana Jalaluddin Rumi____________________________Cinta sejati tidak selalu lahir dari pertemuan indah yang melahirkan kenangan paling romantis. Cinta sejati bisa juga bermula dari kisah kelam, saling menghunus pedang, saling membunuh dengan harapan menang.Itu pernah terjadi di masa lalu dan dialami oleh banyak pasang manusia. Bukan hanya cinta jadi benci, tetapi benci jadi cinta pun ada. Itu kenyataan, bukan sebatas dongeng yang sering diceritakan oleh para manusia pecinta buku.Seperti Rosaline. Perempuan bergelar janda kembang itu senantiasa mengunjungi mantan suaminya bahkan kerap kali membantu Zanna untuk mengurus Alvino. Sejak dua hari yang lalu, keajaiban turun atas kemurahan hati Sang Pencipta. Lelaki itu membuka mata, keadaannya pun kian membaik. Sekarang tengah berada di ruang perawatan.Saat waktunya makan siang dan Zanna masih mengurus pekerjaan, Rosaline langsung mengam
"Minggir!" teriak Alvino sekeras mungkin di antara derasnya hujan.Enam manusia itu langsung menoleh bersamaan. Salah satu dari mereka tertawa kencang ketika yang lain mengunci pergerakan perempuan itu. Jika Alvino taksir, mungkin sekitar tiga puluh tahun.Seorang lelaki memakai ikat kepala merah di tengah. Sial. Mereka kembali bertemu. Namun, saat ini mungkin tidak ada gadis pembawa traffic cone karena sedang menuju rumah bersama kakaknya.Situasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Apakah ada yang memahami perasaan Alvino saat ini? Tentu saja dia ingin menyelamatkan perempuan itu. Dia paling tidak bisa melihat kekacauan apalagi mengingat bahwa dulu sang bunda pernah menderita.Tolong-menolonglah dalam kebaikan. Begitu nasihat yang selalu ayahnya tekankan."Kamu mau jadi pahlawan?!" bentak lelaki itu. Tubuhnya lebih tinggi dan kekar daripada Alvino sendiri.Dalam derasnya hujan, rasa takut mendominasi. Amarah membara di dalam dada menepis rasa dingin yang seharusnya membuat mereka s
Pada tahun itu, dia tidak melakukan kesalahan. Hanya keadaan yang memaksanya pergi; mengikuti takdir yang berjalan.Melepaskan sosok yang dicintai adalah pengorbanan besar—terutama jika demi kebaikanmu—lalu berjuang untuk lepas dari rasa sakit.Membunuh perasaan sendiri?Oh, tidak. Wajahmu telah terlukis indah di hatinya, tidak akan terlupakan, kecuali hati itu telah mati .... Kamu percaya dengan apa yang aku katakan?Jangan! Terkadang aku mengatakan sesuatu yang tidak pantas dibenarkan.~ Rosaline_________________Janda muda yang masih berstatus gadis itu menyempatkan diri untuk mengunggah status di Insta-gram ketika menepikan mobil karena minta oleh Xavier. Lelaki yang hatinya tengah menangis pilu itu ingin mengademkan siri di alfa dengan membeli minuman kesukaan juga beberapa roti.Sudah bukan hal baru apabila mendapat masalah, maka Xavier akan mengademkan diri, berusaha untuk memendam sendiri serta meninggalkan makan sekalipun terasa lapar. Rosaline sendiri duduk merenung du dala
“Keindahan yang kamu miliki telah terlukis dalam hati, Tuan. Aku tidak akan melupakannya kecuali hati ini telah mati.”—Rosaline.____________________________"Kamu yakin?" Rosaline mencekal pergelangan tangan sang kakak yang baru saja menyambar kunci mobil.Lelaki tampan, hidung bangir dan tubuh jangkung itu telah siap. Cukup memakai kemeja dan celana jeans serta tatanan rambut rapi tanpa lupa menyemprot parfum pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. Sudah hampir pukul delapan malam dan dia harus segera ke sana karena Jenni bilang belum memberi tahu kakak dan papanya.Dia ingin pura-pura terkejut sehingga mereka tidak tahu bahwa malam itu ada rencana yang harus disusun. Lagi pula, semuanya sesuai saran dari Rena yang telah memahami betul bagaimana sifat Lucky dan papanya. Malam itu ... bisa menjadi jalan mereka bersama."Xavier!" panggil Rosaline lagi. Dia geram karena merasa diabaikan."Iya, yakin. Aku sudah bicara sama Jenni, kan? Tidak ada pilihan lain. Ini ibarat kesempatan terakhir da
“Cinta dan benci adalah dua hal yang tidak bisa bersatu seperti minyak dan air dalam satu wadah. Mustahil ada cinta kalau berselimutkan benci, mustahil membenci kalau ada cinta sekalipun pujaan hati melakukan sebuah kesalahan. Jika benih cinta mulai tumbuh, maka rasa benci seketika memudar. Begitupun sebaliknya, cinta akan terkikis apabila benci sudah mulai mendominasi.”—Bintu Hasan.____________________________Waktu bergerak begitu lambat bagi Xavier karena belum menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang masih bersarang di otak. Pikiran terusik. Keinginannya untuk mempersunting Jenni semakin bulat agar tidak ada lagi alasan untuk berpisah. Sayang sekali, setitik keraguan tentang restu justru makin menyebar.Serupa virus yang menjangkiti sesuatu untuk merusaknya. Begitu juga prasangka buruk, merusak pola pikir. Xavier menghela napas panjang. Dia menyempatkan diri curhat pada Rosaline tadi dan juga ibu angkatnya. Mereka setuju untuk membuat jalinan cinta itu menyatu dengan kua
“Oh, Tuhan ... selamatkan aku dari kerinduan yang terus tumbuh.”—Jenni._______________________________Aku lelah. Rasanya terlalu pusing menjalani kehidupan setelah kejadian beberapa hari ini. Aku pikir, pulang ke rumah hanya untuk mengenang tentang Mama Naf dan Mama Lisa, berdamai dengan Papa dan juga Kak Lucky.Entah bagaimana akhir kisah cinta yang terjalin cukup lama ketika mereka justru berbalik menentang. Tidakkah cukup ketulusan Xavier—terlukis di kedua matanya—menjadi jawaban?Ini berat. Sepanjang perjalanan tadi, Kak Rena hanya sibuk meracau. Aku tidak tahu bagaimana akan memberi respon, selain kami belum terlalu dekat semenjak aku tinggal di Makassar, dia juga belum tentu benar-benar berpihak.Bercerita tentang dendam dari masa lalu, semoga Tuhan mengampuni dosa kami. Aku sudah sering mendengar cerita dari mereka ketika berkumpul di rumah. Tentu saja yang dibahas adalah hal menarik, tetapi terkadang Kak Alvino meminta saran pada Kak Lucky dan Kak Rena.Aku penasaran, pura-p
Hati atau raga, mana yang lebih penting?Kalimat itu terngiang-ngiang. Ya, tadi Xavier mengiriminya sebuah pesan, tepat ketika azan asar berkumandang merdu di semua tempat peribadatan umat muslim.Jam masih menunjuk angka lima sore dan Akmal tetap setia menunggu adiknya selesai mengurus pekerjaan yang katanya tinggal sedikit. Pembicaraan mereka tentang dua anak manusia yang saling mencintai harus terhenti karena ada panggilan dari orang penting dan Akmal bisa memahami hal demikian.Bagaimana jika ternyata Ricky menolak untuk memberi restu setelah tahu bahwa putrinya jatuh cinta pada seorang anak yang di dalam dirinya mengalir darah seorang Sandra? Siapa pun—termasuk Akmal sendiri—pasti memiliki rasa khawatir jika ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal buruk.Sebut saja tentang pembalasan dendam. Dari wajah saja sudah tergambar dengan jelas bagaimana perangai Xavier. Garis wajah tegas menunjukkan bahwa prinsipnya tidak mudah digoyahkan, mungkin pengecualian jika dia sedang dilanda b
"Cinta itu bukan sebatas siapa yang paling berkorban, tetapi juga berjuang. Jika masih bisa diusahakan bersama, mengapa harus melangkah mundur?"—Bintu Hasan.________________________________Harapan itu menjelma menjadi sepasang sayap yang mengepak indah, melambung begitu tinggi saat kata-kata romansa lahir dari mulut-mulut mereka yang mengaku cinta, baik tulus ataupun tidak.Ketika sayap dipatahkan dengan satu atau banyak akibat, maka sulit untuk terbang sebelum luka kembali pulih. Sakit? Tentu saja. Seketika dunia terasa seperti penjara di mana anak manusia tidak lagi bisa melangkah ke mana pun dia ingin.Malam-malam meskipun dipenuhi dengan jutaan bintang serta cahaya dewi malam, tetap terlihat mendung. Tidak, mata tidak patut disalahkan, hati lah yang menjadi penyebabnya. Seseorang yang sedang dirundung duka, dia pasti menganggap bumi seolah-olah berhenti berputar.Tidak ada perbedaan besar antara kaum Adam dan Hawa. Mereka sejatinya sama. Akan tetapi, sebagian lain begitu mampu m
PoV JenniMungkin memang benar bahwa kita tidak boleh memaksakan cinta karena sesuatu yang dipaksakan selalu berakhir menyakitkan. Aku Jenni, anak bungsu dari dua bersaudara. Terlahir dari keluarga ... sulit dijelaskan apalagi sampai menggambarkan dengan kata-kata indah.Tidak ada yang indah, semua hanya kesemuan, menyakiti hati kami anak-anaknya. Andai saja boleh membuka suara, sudah lama kuminta Mama Naf untuk berpisah dari papa karena melihat bagaimana lelaki bergelar suami dan ayah itu lebih condong pada istri muda.Ini bukan tentang siapa yang melahirkan karena pada hakikatnya Mama Naf mengambil banyak peran penting dalam hidup. Lupakan tentang keluarga, aku pun selalu kalah dalam masalah cinta dan semoga kali ini memenangkannya.Jatuh cinta pada sosok lelaki yang aku kenal dari grup Whats-App karena diajak kenalan, mengobrol singkat. Sebenarnya aku tidak cinta, tetapi dia mengutarakan rasa dan katanya sudah lama dipendam. Entah seberapa lama, tetapi bagi aku baru sebentar.Sebag