Hari berganti minggu, minggu pun berganti bulan. Tanpa terasa, Zanna telah menerima surat perceraian. Dengan demikian, dia sudah bebas dari masalah yang selama ini mengganggunya. Akan tetapi, dendam itu selalu ada dan harus dibalas hingga tuntas.Zanna sudah bersumpah akan membuat Dimas sekeluarga membayar kelakuannya selama ini dengan kepahitan yang tidak bisa mereka lupakan. Tidak peduli bagaimana pendapat orang, Zanna harus menuntaskan semuanya agar bisa tersenyum menang. Jika pun nanti sampai pada kematian, Zanna tidak akan menyesal.Masih teringat ketika Alyssa bilang ingin mengenalkannya pada seorang teman. Setelah makan malam waktu itu, Zanna mengutarakan perasaannya pada sang kakak. Dia mengaku belum bersedia membuka hati sampai surat resmi perceraian dengan Dimas sudah di tangan."Jadi, apa rencanamu selanjutnya? Sandra jadi pengangguran karena hamil, Dimas pun tidak punya pekerjaan. Merasa puas?" Alyysa menghampiri Zanna yang sibuk berkutat dengan laptop."Belum, Kak. Setela
Mereka mengobrol cukup lama. Saat Ham Qiu pamit duluan karena ada urusan mendadak yang berkaitan dengan istrinya, Alyssa memberi ruang untuk Akmal dan Zanna bicara di taman belakang agar semakin dekat.Akmal mengangguk setuju, dia mengekor di belakang Zanna menuju taman di mana perempuan itu sering melamun, memikirkan masa depan serta menyesali masa lalu. Keduanya sudah dewasa, tidak pantas lagi untuk bertingkah seperti remaja yang baru merasakan manisnya cinta.Di sebuah kursi panjang, mereka duduk berdampingan. Zanna menarik napas panjang, sedikit gugup kala berada di dekat Akmal. Beberapa kali dia mencuri pandang tanpa tahu harus membahas apa di hari pertama mereka menjadi teman."Za, kamu jangan salah paham, aku penasaran aja. Kenapa Dimas menceraikan kamu? Hari itu kalian berdebat panjang sampai aku nggak tahan untuk diam dan menjadi penonton. Tapi kalau misal kamu keberatan, nggak apa-apa."Zanna diam selama hampir satu menit. Menurutnya, Akmal memang pantas bertanya. Jika pun Z
Sore itu, awan berkabut tebal menghias langit sehingga tidak ada celah bagi sang mentari untuk menampakkan kilau keemasannya. Dua perempuan dewasa berdiri saling berhadapan di sebuah taman yang mulai sepi. Salah satu di antara mereka bertubuh gemuk, berbadan dua. Wajahnya kusam tidak terawat. Sementara perempuan di hadapannya berpenampilan beda. Mereka bagai langit dan bumi. Dia adalah Zanna dengan wajah dan kulit sehat terawat. Hampir tidak ada noda setitik pun menempel di tubuhnya. Perempuan itu sengaja mengundang Sandra bertemu di taman tempat favorite-nya. "Selamat, ya, karena sekarang Dimas sudah punya pekerjaan lagi. Ya, walau cuma di bengkel, tapi minimal gitu lah daripada nganggur. Sebentar lagi, kan, kamu lahiran." Zanna mengulum senyum tipis. Sandra memutar bola mata malas. Menurut prediksi dokter kandungan, dia akan melahirkan dua bulan ke depan. Jadi, Dimas harus kerja banting tulang bahkan rela menggadaikan sertifikat rumah pada mertuanya demi persiapan lahiran sang ist
"Tidak ada yang bisa diharapkan darimu." "Bohong. Nggak mungkin kamu mengulik masa lalu aku kalau nggak ada maksud lain. Katakan, Za, apa yang kamu inginkan?" Zanna terkekeh pelan. Dia sudah menduga kalau Sandra akan mengatakan itu ketika sudah membuka rahasianya. Ini kesempatan besar, dia tidak boleh melewatkan begitu saja dan harus menjalin kerjasama sebelum berubah pikiran. "Lanjutkan, aku mendukungmu, Sandra." "Maksudnya?" "Kita tidak ada urusan. Kamu pacaran sama Dimas karena dia mengaku lajang, kan? Itu bukan salahmu. Sekarang kamu memiliki Gunawan, lelaki yang jauh lebih kaya. Dimas nggak ada apa-apanya, cuma pekerja di bengkel yang gaji nggak seberapa. Kalau sama dia, hidupmu bakal melarat. Aku aja dulu belum punya anak paling banyak dijatah sejuta, itu pun mungkin sekali selama tinggal bareng mertua. Daripada nanti stress tak tertolong, mending jadi simpanan." "Aku masih belum mengerti. Maksud kamu apa?" "Sandra, aku bencinya sama Dimas sekeluarga doang, bukan sama kamu
"Setidaknya aku sudah melakukan tugasku dengan baik. Kalau Sandra masih menyakiti hati Zanna, aku tidak akan segan mengakhiri hidupnya. Terima kasih, Za. Aku pamit!" gumam Atha mengukir senyum tipis menerobos hujan yang semakin deras.Seperti itulah cinta, tidak peduli pujaan hati bersama siapa asal bahagia dalam keadaan apapun. Atha masih menyimpan perasaan mendalam untuk Zanna, tetapi ragu bahwa bahagia perempuan itu ada padanya.Deretan pesan yang tidak pernah dibalas, bahkan foto profil Whats-App Zanna telah memutih membuat Atha melangkah mundur, membawa cinta dan luka untuk dia kenang sepanjang hidup. Atha merasa bahwa dia harus berusaha agar tidak pernah bertemu dengan Zanna lagi kecuali jika perempuan itu yang menginginkannya.Biar saja Zanna tidak tahu jika Atha melakukan hal tadi pada Sandra. Itulah yang menjadi alasan dia enggan menyebutkan nama. Atha tulus membantu semata-mata agar pujaan hatinya terhindar dari belenggu orang jahat. Selama bisa memastikan Zanna bahagia, mak
Tepat pukul delapan pagi Zanna dan Alyssa sudah tiba di depan pagar sebuah rumah berwarna putih, megah dan besar. Beruntung saat sibuk berkirim pesan dengan Atha dulu, dia memberitahu alamat dengan harapan Zanna mau berkunjung ke sana.Namun, Zanna mengerutkan kening saat melihat di depan rumah berjejer banyak mobil mewah. Apa semua milik Atha?"Ada hajatan kali, ya? Kita kayaknya salah kostum deh." Alyssa melihat baju yang dia pakai. Kemeja dan celana jeans seperti biasa.Zanna pun dipaksa berpakaian meniru kakaknya. Mereka sedikit ragu untuk masuk ke rumah itu karena terlalu ramai. Lagi pula, jika hanya merantau ke kota seberang, kenapa harus mengundang banyak orang?Seribu tanya dalam benak Zanna masih belum terjawab sampai dia melihat seorang ibu-ibu keluar dari rumah itu. Matanya merah seperti habis menangis. Zanna menduga dia sedih karena Atha akan segera merantau.Saat jarak mereka semakin dekat, Zanna memberanikan diri untuk bertanya, "Maaf, Bu, saya temannya Atha. Tadi malam
"Iya, sepulang dari taman aku sengaja mampir ke kafe ini. Pas lagi merenung, dia malah datang. Katanya, kalau aku nyakitin kamu lagi, maka dia tidak akan segan membuka rahasiaku di depan umum.""Bagaimana ciri-cirinya? Putih? Tampan? Ada tahi lalat di atas bibir?"Sandra berusaha mengingat lelaki itu, kemudian mengangguk. Diam-diam menggerutu dalam hati karena memang mereka berteman. Namun, melihat keterkejutan di wajah Zanna, Sandra menjadi tahu dan yakin kalau lelaki asing kemarin mengancam tanpa sepengetahuannya."Dia nggak nyebut nama?""Nggak. Kalau aja tahu namanya, bakal aku cari abis lahiran nanti. Pokoknya kalau ketemu, aku bakal nanya rahasia apa yang dia tahu. Za, kemarin dia ternyata menguping pembicaraan kita di taman."Zanna memutar bola mata malas. Dia tidak peduli apakah Atha benar menguping atau kebetulan lewat saja karena dia memang suka ke taman. Satu yang membuat Zanna bertanya-tanya adalah kenapa dia tidak muncul di hadapan Zan
Hari-hari berlalu tanpa air mata meskipun sejumput nyeri selalu merebak cepat di dalam dada. Terkadang penyesalan membuat Zanna ingin bertingkah seperti orang gila. Memantik api, padahal tidak harus melakukan sesuatu.Sekarang dia tersenyum sinis, tepat sejak kematian Atha sampai tujuh hari berlalu, Zanna selalu mendapat teror dari nomor yang tidak dikenal. Namun, dia menyimpan masalah itu sendirian berharap bisa menyelesaikan sendiri.Foto profil seorang pesepak bola profesional tidak akan bisa mengelabui Zanna. Zanna yakin dari cara orang aneh itu mengetik pesan, dia adalah seorang perempuan. Satu hal yang sangat mengganggu adalah perempuan itu tahu bahwa Zanna pernah tinggal di panti asuhan, lalu menikah dan dijadikan babu oleh suami dan keluarganya.Selain Sandra, Nila dan juga Bu Tika, siapa yang tahu masa lalunya? Tidak mungkin tetangga karena sejak dulu mereka belum pernah julid pada Zanna bahkan selalu mendukung dalam keadaan apa pun. Menarik napas panjang, Zanna kembali mener