"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" Begitulah kira-kira kondisi keluarga Diano yang tidak beradab.
Jauh dari Kota Surabaya, lebih tepatnya di Ibu Kota Nusantara. Ada banyak sekali gedung pencakar langit berjejeran satu dengan yang lainnya.Salah satu di antaranya adalah hotel mewah yang menjadi ciri khas daerah itu. Hotel yang dimiliki oleh keluarga Harko tersebut tentu selalu menarik perhatian semua orang.“Ha-ha-ha! Sayang, kamu maunya terlalu banyak. Lelah sekali aku melayaninya,” ungkap seorang wanita yang berada di salah satu kamar hotel.“Nyonya bisa bercanda aja. Saya hanya mencoba untuk melakukan yang terbaik,” sahut pria yang berada tidak jauh dari wanita itu.Tampaknya keduanya telah melakukan aksi yang begituan hingga selesai dengan sempurna.Kring! Kring!Suara dering ponsel menghentikan percakapan antara dua orang sepasang kekasih itu.Mereka melirik sejenak sebelum akhirnya kembali bercakap-cakap. Terutama wanita itu yang tahu kalau suara dering berasal dari ponselnya langsung mengabaikannya.Tidak disangka kalau ponselnya berdering karena putra wanita itu yaitu Diano
Waktu kembali berlalu begitu saja hingga tidak terasa hari telah berganti lagi. Kondisi Bara yang sedih, Alya yang cemas, dan Diano yang sangat suram bersama-sama menyambut datangnya mentari pagi.Citra dan para bawahannya juga menghela napas karena sudah waktunya kembali bekerja. Orang tua Diano yang semalam bersenang-senang mulai sadar kalau putra mereka satu-satunya dalam bahaya.“Putraku!” Keduanya tampak kompak meski terlampau jarak yang cukup jauh.Kekhawatiran akan putranya bukan kasih sayang melainkan kecemasan dengan dampak buruk kasus perselingkuhan putranya kepada perusahaan milik keluarga Harko.Tidak perlu menunggu lama, sang ayah yang lebih dekat tentu saja langsung bergegas menuju kantor polisi dengan harapan anaknya bisa segera dilepaskan sebelum beritanya tersebar luas.Ibu Diano yang berada jauh hanya bisa berharap suami dan putranya bisa mengurus semua masalah mereka tanpa melibatkan dirinya.Ketidakharmonisan hubungan keluarga Harko sangat halus tertutup dengan rapi
Bara tidak bisa berkata-kata lebih lanjut ketika melihat berbagai artikel yang memuja dan memuji keluarga yang baru saja dia kutuk itu.“A-apa?!” Bara tanpa sadar berteriak karena sangat terkejut melihat semua artikel yang dibacanya satu persatu itu.“Keluarga Harko adalah contoh masa depan? Keluarga Harko sangat harmonis dan istimewa? Keluarga Harko sukses menjadi salah satu keluarga terkaya di Indonesia?”Bara terus bergumam seraya bertanya-tanya dan sulit untuk percaya dengan semua yang baru saja dia baca atau ucapkan.Tidak ada artikel yang mengkritik keluarga Harko tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk mencarinya.Semua artikel seperti sepakat mengagumi keluarga yang menurut Bara tidak pantas dijadikan contoh itu.“S-sulit dipercaya! Diano ternyata berasal dari keluarga yang begitu terkenal. Apakah hanya dia saja yang bermasalah di antara keluarganya?” tanya Bara menatap gambar tanpa berkedip.Gambar itu berisi potret kebersamaan keluarga Harko yang sangat banyak anggotany
Perasaan lega terus mengisi seluruh hatinya dengan sukacita yang tak tertahankan setelah cemas sepanjang malam.Alya begitu bahagia saat itu ketika dia juga mendapatkan informasi kalau Diano sudah bebas dari tahanan sementara.“Diano memang keturunan keluarga Harko. Mustahil polisi menangkapnya dengan alasan ceroboh seperti itu. Kekuatan dan kekayaan masih berlaku di negeri ini,” gumam Alya semakin tersenyum riang entah apa alasannya tidak ada yang tahu.Suasana hati yang ceria itu berlangsung beberapa saat sebelum kekosongan mengisi hatinya secara aneh.“Hmm? Mengapa aku merasa seperti ada yang kurang ya? Perasaan semuanya berjalan dengan lancar.” Alya mulai bimbang dengan kondisinya sendiri.Setelah merenung beberapa saat, wanita rupawan itu masih tidak mampu menemukan letak akar permasalahannya.Menurut pandangannya, semua yang terjadi hingga saat ini tidak ada yang salah sama sekali. Berpikir keras tidak membuat wanita itu kehilangan pesonanya yang begitu menawan.“Hmm? Entahlah, a
Mobil yang dilihatnya adalah mobil yang sama ketika malam di mana Diano ditangkap oleh anggota kepolisian.Tidak menyangka kalau mobil itu sudah didapatkan kembali dan terlihat begitu santai menghadiri persidangan cerai hari itu.“Mungkinkah dia bersama Alya sekarang?” tanya Bara semakin tak senang ketika memikirkan hal itu.Benar saja dugaan Bara, Alya dan Diano dengan kompak keluar seakan sudah menjadi pasangan suami istri saja.Aneh sekali memang rasanya dunia ini. Terkadang hal yang sulit dipercaya bisa terjadi begitu saja tanpa rasa malu bagi pelakunya.“Mereka memang sudah sulit untuk dipisahkan!” tegas Bara tampak kecewa berat melihat kedatangan dua orang pasangan gelap gulita itu.Alya masih sempat bercanda dengan Diano dengan memamerkan senyuman menawan yang selalu menggetarkan jiwa Bara setiap kali dia melihatnya.Senyum yang seharusnya spesial baginya itu sekarang harus rela dia abaikan ketika tidak lagi ditujukan kepadanya.“Hmm? Bukankah itu suamimu?” tanya Diano tiba-tiba
“B-bukan begitu, Alya! Apa kamu lihat sosok wanita yang tampak mencolok itu?” tanya Bara sambil menunjuk diam-diam dan melirik ke arah Citra.Alya langsung melihat sekilas sosok rupawan seperti artis papan atas itu. Dia juga terpukau dengan penampilan wanita yang menurutnya tidak kalah cantik dengannya.“Memangnya mengapa? Aku tidak kenal siapa dia!” tegas Alya masih sinis dengan Bara.“Wanita itu bernama Citra Riana. Dia adalah pewaris keluarga Riana yang juga bagian dari keluarga Harko. Masalahnya, wanita dengan status yang tidak kalah dengan Diano itu beberapa hari ini ternyata telah memata-matai hubungan kita sejak dulu sekali. Dia bahkan tahu perselingkuhanmu dengan Diano tepat sehari setelah aku mengetahuinya. Itu sangat aneh sekali!”Bara masih merinding ketika kembali mengingat momen pertemuan antara dia dan Citra yang menurutnya baru saja itu.Alya cukup terkejut mendengar perkataan Bara. Ada dua informasi yang sulit baginya untuk percaya.“T-tunggu sebentar! Apa maksudmu kala
“Hmm…, lupakan saja! Aku akan mengamati situasi nantinya. Bisa saja Bara hanya mencoba menakutiku karena iri dengan hubungan antara Diano dan aku,” batin Alya mengikuti Diano dengan senyum terlihat di pipi cantiknya itu.Rumah yang begitu mewah mulai menunjukkan sosok sebenarnya. Banyak ornamen yang khas dan unik yang terlihat baru dari sudut pandang mata cantik Alya.Air mancur dan tanaman indah membuat rumah itu semakin sulit untuk tidak dikagumi oleh siapa pun. Suasana yang menenangkan hati sangat terpancar dari seluruh sisi rumah mewah.Alya seperti semut yang melihat tumpukan gula. Dia terus saja berdecak kagum hingga dia sendiri lupa berapa kali dia melakukannya.Wajar saja bagi gadis cantik yang dari ujung rambut hingga jempol kakinya saja sudah begitu elegan.Tertarik dengan sesuatu yang serupa dengannya tentu bukan suatu masalah. Rumah mewah di hadapannya seakan dibuat khusus untuknya.Wanita yang baru saja cerai itu begitu menikmati dan berharap untuk tinggal selamanya di rum
Bagi pria itu, Alya tidak perlu diperhatikan terlalu jauh. Momen seperti ini yang membuat Diano berbeda dengan Bara yang selalu menganggap Alya segala-galanya.Diano masuk ke rumah dengan santai dan Alya dengan panik mencari taksi lewat ponselnya. Dua sisi yang berbeda terlihat begitu kontras.***Jalan di siang hari sudah begitu padat dengan kendaraan berbagai jenis. Seakan tidak ada waktu lain, kendaraan-kendaraan itu saling mendahului dengan ganas dan cepat.Salah satu dari sekian banyak kendaraan di sana adalah satu taksi yang begitu gesitnya menancap gas dan mengerem setiap kali mobil itu melaju.Tin! Tin!Taksi itu membunyikan klaksonnya dengan keras dan kendaraan lainnya terkejut juga membunyikan klaksonnya seakan berusaha menyahut klakson mobil taksi itu.“Bagaimana, Pak? Apa masih lama?” tanya Alya dengan lembut tampak begitu cemas.“Tenang, Nyonya! Saya sudah melaju dengan cepat ini. Lalu lintas saat ini memang selalu macet seperti ini!” sahut sang sopir taksi dengan begitu l
“Berhenti dan silahkan duduk kembali apabila kamu masih ingin tahu rahasia keluarga Harko!” ucap pria tua itu dengan tenang bahkan tak menatap ke arah Bara sama sekali.Bara akhirnya terhenti sejenak sebelum berbalik dan menatap dengan serius ke arah pria tua yang saat ini masih saja mengabaikan sosok Bara dengan cara membaca buku medis miliknya.“Pria tua aneh ini benar-benar ingin memberitahu rahasia keluarga Harko atau tidak sebenarnya, hah?!” batin Bara masih tak begitu yakin.Dia memperhatikan dengan seksama sosok pria tua yang tidak ada perubahan fokus bahkan setelah mengatakan perkataan sebelumnya yang menghentikan Bara untuk pergi.Pria tua aneh itu masih saja fokus dengan kesibukan membaca bukunya. Bara masih tak habis pikir dengan sikap pria tua yang tenang dan sekaligus abai terhadap dirinya itu.“Hmph! Anda kalau berjanji harus mampu menepatinya! Jangan coba-coba mempermainkan saya lagi!” tegas Bara menatap tajam ke arah pria tua itu.Pria tua itu lagi-lagi tak merespon dan
Glek!Bara tanpa sadar menelan air ludahnya sendiri beberapa kali karena terlalu gugup menghadapi situasi yang tidak terprediksi ini. Dia duduk dengan canggung di kursi yang terlihat lumayan mewah dengan tubuh yang perlahan menggigil seperti orang kedinginan.Sorot matanya tidak fokus melihat sekelilingnya seakan-akan berusaha meminta lingkungan sekitarnya itu membantu dirinya untuk tetap tenang.“A–aku seharusnya tidak ke tempat ini! Andaikan saja aku tidak terlalu terburu-buru, situasi aneh ini tidak akan menimpaku!”Bara mengutuk keras dirinya sendiri dalam hatinya karena masuk ke dalam jurang tanpa dasar yang disiapkan oleh orang lain yang mana dalam hal ini berasal dari pria tua itu selaku kepala rumah sakit elit.“Aku tidak bisa terus gugup seperti ini! Semua sudah terlanjur begini, aku hanya perlu tetap tenang dan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi terkait keluarga Harko!” batin Bara sudah memutuskan sesuatu.Dia yang merasa tidak ada jalan kembali hanya bisa berusaha untu
Menyadari kesalahannya sendiri adalah hal yang paling sulit dilakukan oleh manusia tidak peduli siapa pun itu. Banyak di antara manusia yang masih merasa benar meskipun sudah terbukti salah.Ini adalah fakta dan sekaligus sebuah realita kehidupan yang tak akan pernah memudar tak peduli zaman apa yang akan berlalu.Kondisi serupa inilah yang sedang terjadi kepada Alya. Dia masih tidak merasa bersalah meski jelas sekali dia telah menipu dan mengkhianati cinta seorang suami yang begitu tulus.Belum lagi berbagai cacian penuh kebencian dan hinaan yang merendahkan kehormatan seseorang sudah tak terhitung jumlahnya ia lontarkan kepada Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun.Sikap arogansi yang tidak berujung inilah yang membuat Alya tak mengerti alasan perubahan sikap Bara yang saat ini begitu membencinya hingga sulit untuk dihilangkan lagi.Bara juga tak akan pernah membutuhkan rasa simpati atau rasa bersalah sedikit pun dari Alya. Dia sudah memutuskan untuk membalas dendam tidak peduli seber
Pimpinan masih tak menemukan kemungkinan lainnya dan hanya bisa kembali terdiam seolah-olah tidak ada yang terjadi di dekatnya selama ini.Di sisi lainnya, Alya sendiri sudah pergi jauh dan mulai dekat dengan pintu keluar rumah sakit elit ini. Tanpa menunggu lama, Alya langsung keluar dengan cepat dan tidak ragu sama sekali.“Huuh…, akhirnya keluar juga dari rumah sakit ini!” gumam Alya begitu lega dan langsung bergegas menuju ke tempat mobilnya terparkir.Langkah kakinya tak terhentikan meski sejenak saja dan dengan lincah mempercepat langkahnya hingga sampai tepat di dekat mobilnya terparkir dengan rapi di sana.“Sudah waktunya pulang!” gumam Alya sambil membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya.Dia duduk dengan tenang di kursi sopir sambil memegang erat setir mobilnya. Alya tetap saja terdiam di sana seperti orang aneh dan tidak bergegas pergi sedikit pun.“Mengapa aku terus memikirkannya, hah?!” Alya tak begitu senang dengan pikirannya sendiri yang saat ini kembali teringat percakapa
Bara keluar dari kamar rawat inap dengan hatinya yang terasa campur aduk tak menentu. Ada rasa syukur ketika melihat kondisi pimpinan yang sudah sadar.Namun, dia juga merasa semakin waspada dan marah besar kepada keluarga Harko yang sudah sulit diredakan lagi.“Keluarga Harko! Jika bukti sudah kudapatkan, kalian pasti akan hancur!” batin Bara dengan tekad kuat menyala.“Anda sudah keluar rupanya! Apakah masih ingin berkeliling lagi atau tidak?” tanya seorang pria yang sudah menunggu lama di sana.Bara meredakan amarahnya dan melirik pria aneh itu. Dia hanya mengangguk sejenak sebelum berjalan dengan santai lagi.“Hei! Kamu mau ke mana lagi sekarang?” tanya pria itu mengejar Bara.“Aku mau menjenguk yang lainnya dulu. Apa itu tidak boleh?” tanya Bara sebelum menghentikan langkahnya.Dia menoleh ke belakang dan sekilas melihat pria itu dengan tenang. Tatapan Bara membuat pria merasa tak nyaman sebelum akhirnya mendengus dingin.“Terserah kamu!” sahut pria itu tak lagi sopan.Dia sudah t
“Orang ini…. Apakah dia begitu khawatirnya dengan kondisi Panti Asuhan Daniar? Semuanya sudah hancur sekarang, kan? Seharusnya aku menjualnya waktu masih ada tawaran itu,” batin pimpinan tampak menyesali keputusannya menolak untuk menjual Panti Asuhan Daniar.Dia tidak tahu kalau keputusannya kala itu mengundang berbagai masalah yang menimpanya saat ini.Bara tetap menunggu dengan sabar seakan dirinya tahu kalau pimpinan berusaha untuk menghindari pertanyaannya.“Apakah pimpinan berusaha untuk merahasiakannya? Jika seperti ini, aku akan kesulitan mendapatkan informasi lebih lanjut!” batin Bara merasa khawatir.Keduanya berpikiran yang saling bertolak belakang. Bara tidak tahu kalau pimpinan saat ini sedang merasa menyesal karena tidak menjual Panti Asuhan Daniar waktu keluarga Harko memberikan penawarannya.Pimpinan juga tidak sadar kalau Bara sebenarnya merasa bahwa keputusan pimpinan begitu mulia sekali. Hanya saja, dia tidak mengetahui seberapa mengerikannya keluarga Harko.“Tidak!”
Bara terdiam dan terpaksa untuk tersenyum, lalu sedikit menganggukkan kepalanya. Pria itu tampak gerak di hatinya meski hanya untuk berpura-pura senang.“Mengingatkan wanita rendahan seperti Alya hanya buang-buang energi dan waktu berhargaku saja!” batin Bara merasa sangat tidak setuju dengan perkataan pimpinan.“Oh, iya! Bagaimana dengan keturunanmu saat ini? Apakah Alya memang benar-benar masih tidak bisa mempunyai keturunan?” tanya pimpinan sekali lagi.Meski terdengar lancang, tapi Bara sudah terbiasa mendengar pertanyaan pimpinan ini hampir puluhan kali.Bara sangat tahu betul kalau pimpinan hanya ingin mengetahui saja dan tidak punya niat buruk sedikit pun. Bahkan ketika Bara menceritakan kondisi tubuh Alya yang sebenarnya, pimpinan seringkali memberinya beberapa obat herbal untuk mantan istrinya itu.Meski tidak ada pengaruh atau perubahan kepada kondisi Alya, Bara tetap merasa tersentuh dengan kepedulian yang ditunjukkan oleh pimpinan Panti Asuhan Daniar kepadanya seakan-akan
Bara bergumam sendiri dengan ekspresi wajah serius. Meski begitu, hatinya sangat lega memikirkan akan segera bertemu pimpinan Panti Asuhan Daniar.“Semoga pimpinan Panti Asuhan Daniar baik-baik saja!” gumam Bara sebelum berbalik melihat kondisi kamar.Kamarnya sekilas tampak nyaman untuk para korban. Bara melihat ada salah satu tempat tidur dengan seseorang terbaring di sana.Bara mendekat dan melihat sosok pria tua dengan wajah pucat terbaring lemas di atas kasur. Dia terlihat setengah sadar, lebih seperti sedang berusaha untuk sadar saat itu juga.“Pimpinan!” seru Bara tiba-tiba terkejut melihat kondisi orang itu.Meski wajahnya sangat pucat, Bara tentu saja masih mengenalinya karena baru beberapa waktu yang lalu, dia berkunjung ke Panti Asuhan Daniar.Bertemu dengan pimpinan Panti Asuhan Daniar sudah seperti sebuah keharusan yang tak mungkin dia abaikan begitu saja.Namun, kondisi wajah dan tubuhnya benar-benar sulit dibayangkan oleh Bara. Sorot matanya akhirnya bergetar dan tanpa s
Jika Bara memposisikan dirinya sebagai keluarga Harko yang benar-benar ingin mencelakai orang-orang Panti Asuhan Daniar, dia tidak akan membiarkan target mereka berakhir dalam dekapannya.Hal yang paling masuk akal adalah membiarkan semua korban Panti Asuhan Daniar dirawat di tempat lain sehingga apabila ada masalah besar nantinya, maka secara otomatis akan di luar tanggung jawab mereka.Dia juga tahu betul kalau keluarga Harko bukanlah kumpulan orang-orang bodoh. Bagaimana bisa orang bodoh menjadikan seluruh keluarganya kaya raya dan begitu terkenal di negeri ini, kan?Itulah yang terbesit dalam pikiran Bara dan membuatnya kembali gelisah untuk mencoba menemukan letak akar masalahnya.“Semua ini tidak akan sesederhana ini. Pasti ada alasan lain bagi keluarga Harko begitu santai membiarkan para korban dirawat di rumah sakit milik mereka sendiri. Masalahnya, aku tidak bisa menemukan apa alasannya itu!” batin Bara begitu geram setiap kali memikirkan kelicikan keluarga Harko.Rasanya, kat