Nehan tak langsung menjawab permintaan istri keduanya. Ada rasa enggan menelusup. Ia sangat tahu jika kesanggupannya hanya akan melukai hati Meyra. Dan itu sungguh tak mau ia lakukan. Nehan merasa sudah terlalu banyak menyakiti Meyra terlebih dengan kebohongannya yang sudah bertahun-tahun menyembunyikan pernikahan keduanya. ”Tentu saja Nehan akan tidur bersama kalian, bukan begitu kan Han?” sahut Cyntia cepat yang segera menginterupsi kebimbangan Nehan. ”Memangnya Nehan tidak tidur sama kalian?” sela Asih segera bertanya. ”Sudah beberapa hari ini Nehan lebih peduli dengan istri pertamanya, Bulek,” jelas Cyntia menyahuti lagi. ”Kamu tidak boleh seperti itu, seharusnya Sekar yang lebih membutuhkan perhatian kamu, dia pasti kewalahan dengan kedua anaknya apalagi Ceria masih butuh Asi eksklusif.” Asih segera memberikan pendapatnya. Lagi-lagi Meyra merasa tersudut, mereka semua pasti sedang menyalahkannya yang terlihat menguasai Nehan hanya untuk dirinya. Tapi Meyra yang sudah terlam
”Sekar?!” tanya Meyra agak terkejut dengan kedatangan istri kedua suaminya itu dengan menggendong bayinya. Sekar membalas tatapan Meyra lurus. Wanita itu sama sekali tak menampakkan keramahannya. ”Apa Ceria sakit?” tanya Meyra lagi ketika Sekar mulai mengurai gendongan Ceria untuk dibaringkan di ranjang pemeriksaan. ”Sakit apa Ceria?” Sekar mendesah jengah, masih saja memberikan tatapan yang apatis. ”Jika aku tahu aku tak akan membawanya ke sini, bukankah kamu seorang dokter?” Kata-kata Sekar yang sarkas sangat mengagetkan Meyra. Ia sama sekali tak menyangka jika sahabatnya sekarang berubah begitu ketus padanya. Padahal Meyra sudah mengalah dan tak lagi tinggal di rumah mertuanya. Meyra memilih tinggal bersama bundanya dan membiarkan Nehan untuk menghabiskan banyak waktu di tempat istri kedua. Meyra menanggapi kata-kata sinis Sekar dengan hati yang lebih lapang. Meski ucapan Sekar sudah sangat menyinggung perasaannya bahkan asisten yang membantu Meyra sempat dibuat sewot oleh uca
Meyra masih memberikan tatapan yang datar kala Nehan masih menyergapnya dengan tatapan penuh harap. ”Apa kamu mau malam ini kita pergi berkencan?” Nehan kembali mengajak. Meyra bergeming datar, menghadirkan kegelisahan di benak Nehan yang masih berharap menata hubungannnya dengan sang istri pertama yang begitu dicintainya. Nehan begitu gigih untuk meluluhkan hati istrinya lagi meski ia bisa melihat begitu terang jika sosok yang dicintainya itu sudah terlalu banyak memendam luka. ”Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, aku harap kau tak menolakku.” Nehan masih saja berusaha sembari ia mulai menggandeng tangan Meyra dan membawanya melangkah mendekati mobilnya yang ia parkir tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. Meyra tak menampik membiarkan tangannya beralih dalam genggaman sang suami. Sengatan rasa mendebarkan itu masih terasa, kala tangan hangat itu menyentuhnya. Menghadirkan segala momen di belakang yang selalu dipenuhi romansa intim yang melenakan. Meyra kembali merasak
Meyra selalu menjadi gusar karena nyatanya tubuhnya selalu mengkhianati hatinya saat sang suami mulai menyentuhnya dan membawa dirinya dalam peraduan yang selalu membakar hasratnya. Malam itu mereka kembali memadu gairah, memacu rindu yang terpendam selama ini, di kamar rumah baru mereka. Kala semuanya berakhir, Meyra masih dilanda kebimbangan meski kedua tangan sang suami melingkar pada tubuh polosnya di bawah selimut. ”Kamu tidak pulang Mas?” tanya Meyra ketika semuanya telah usai dan mereka tidur berpelukan di ranjang baru yang memang untuk pertama kalinya baru mereka tempati. Masih dengan memeluk tubuh istrinya Nehan memberikan gelengan tegas. Bahkan bibirnya kembali mengecup pundak Meyra yang terbuka. ”Pulang ke mana lagi? Ini rumah kita, dan aku sudah pulang sekarang.” Meyra menggeliat sejenak berusaha membebaskan dirinya dari belitan tangan sang suami. ”Tapi Mas, apa Se ....” Sebelum Meyra sempat menyelesaikan kalimatnya mendadak Nehan menutup bibir istrinya dengan telun
Meyra tercenung sesaat memandang wajah bundanya yang memendam sebuah kekhawatiran. Tapi kemudian ia memilih kembali menggeleng. ”Tidak apa-apa, hanya saja ada seorang teman lama yang mendadak datang ke Indonesia sini, dan ingin aku menemuinya.” Rida menatap putrinya penuh makna. Wanita berambut cepak itu mengulas senyumnya tipis sembari menyentuh tangan Meyra yang diletakkan di atas meja makan. ”Pergilah temui teman kamu itu. Untuk apa kamu ragu? Aku tahu kamu pasti ingin bertemu dengan dia, iya kan?” Meyra diam tapi kemudian mengedikkan bahu. ”Tidak juga Bun,” jawab Meyra pada akhirnya. ”Tapi dia udah terlanjur datang, harusnya kamu temui dia.” Meyra mendesah pelan. ”Baiklah aku akan menjemputnya di bandara setelah ini.” ”Kak Mey, Bunda kenapa kalian ngomong aja, cepetan dihabiskan makanannya. Na ... na sudah me ... masaknya untuk kalian,” sahut Nana yang selalu tak senang orang-orang yang ia sayangi tak menghabiskan masakannya. Walau Nana memiliki kekurangan di dalam dirin
”Katakan padaku apa saja yang sudah kamu ketahui?” desak Meyra. Perasaannya mengatakan jika lelaki bermata biru itu mengetahui banyak hal. Kenrich merasa sangat prihatin melihat keadaan Meyra yang begitu menyedihkan. Ia sungguh sangat ingin bisa melerai segala duka yang bersemanyam di hati wanita yang sudah membesut perhatiannya sejak awal itu. Kenrich berusaha mendekati Meyra yang sedang dilanda duka. Tatapannya begitu melekat penuh simpati. ”Untuk apa kita membicarakan sesuatu yang hanya akan membuatmu terluka lebih dalam, bukankah sebelumnya kamu pernah meminta padaku untuk tak menceritakan sesuatu yang hanya membuatmu terkukung dalam kesedihan?” Meyra mendesah jengah lalu menampik tangan Kenrich saat berusaha menyentuh pundaknya. Bahkan tatapan Meyra sekarang terarah pada laut lepas yang sangat ini gelombang ombaknya berdebur kencang. Meyra menghapus sendiri air mata di wajahnya dengan telapak tangannya. Kenrich segera ikut berdiri di sisinya masih melekatkan tatapannya. Sem
Kenrich menunggu jawaban Meyra. Sementara wanita cantik itu malah memalingkan wajahnya. Gestur wajahnya jelas menunjukkan keengganan untuk menerima panggilan telepon dari lelaki yang masih menjadi suaminya itu. Kenrich bisa dengan terang membacanya, yang membuat tahu apa yang harus dikatakan. [”Sebaiknya untuk saat ini kamu jangan ganggu Meyra dulu. Dia sedang ingin menenangkan dirinya sekarang.”] Jawaban Kenrich sangat mengecewakan bagai Nehan yang sedang begitu gusar. [”Tolong bujuklah dia Ken,”] desak Nehan yang masih saja sangat berharap. [”Mengertilah keadaan Meyra, biarkan dia menenangkan dirinya dulu. Sebaiknya fokuskan perhatian kamu pada pesta resepsi itu besok, dan satu lagi aku harap kamu tak memaksa Meyra untuk menghadiri pesta itu. Meyra tak sekuat itu untuk kau paksa menyaksikan momen kau bersanding dengan wanita lain, belum lagi kau juga akan mengurus anak kalian.”] Kenrich mengucapkan kalimatnya dengan begitu lugas berusaha memberi pengertian pada saudara sepupuny
Nehan segera menatap lugas pada Kenrich yang baru saja menginterupsi kebersamaannya dengan sosok sang istri tercinta. Nehan yang tampak sangat gagah dengan baju pengantinnya itu segera menampakkan ketegasannya di hadapan Kenrich yang semakin lama semakin terang menunjukkan apa yang tersimpan di dalam hatinya, yakni perasaan cintanya untuk Meyra. “Apa maksudmu melepaskan Meyra? Bukankah aku sudah memperingatkan kamu untuk tak mengambil kesempatan dengan keadaan ini?” Nehan segera memperingatkan. Kenrich menentang tatapan Nehan. Sama kali tak nampak gentar. “Tapi nyatanya apa yang terjadi sekarang sangat menyakiti hati Meyra. Jika kamu mencintai Meyra seharusnya kamu melepaskan karena kamu sudah membangun keluarga baru dengan wanita lain yang bahkan sudah memberikan kamu keturunan.” Meyra yang mendengar kalimat Kenrich yang begitu lugas, hanya bisa menarik nafas dalam. Tapi sebelum salah satu dari mereka menimpali mendadak Cyntia mendekat. Wanita yang sekarang berdandan anggun mema
Meyra sungguh tak menduga Kenrich akan mempersiapkan pesta pernikahan yang begitu luar biasa seperti saat ini. Walau sebenarnya Meyra agak enggan menyetujui nyatanya ia tak bisa mengabaikan keinginan semua orang jika pernikahannya yang kedua ini digelar dengan meriah di salah satu hotel terbaik di Ibukota. Pesta pernikahan yang mengundang banyak orang bahkan juga mengundang anak-anak yatim dari beberapa panti asuhan itu berlangsung dengan sangat meriah. Semua orang memasang aura bahagianya, bahkan Meyra terus menerus mengumbar senyumnya. Namun ketika melihat sosok yang tak diundangnya ikut datang pada pesta pernikahannya ini, wajah Meyra segera berubah tegang. Saat melihat gurat kecewanya Meyra mendadak merasa resah. Kenrich yang berada di sisinya langsung mendekat meraih tangan Meyra dan menggenggamnya erat seakan menegaskan keberadaan dirinya yang akan selalu mendampingi. “Aku tahu cepat atau lambat kalian pasti akan melakukan ini,” tukas Nehan dengan terus mengunggah raut kecew
“Jangan sampai kamu menyesal jika Kenrich memilih yang lain karena ia sudah terlampau lelah menunggumu.”Rida kembali memberi peringatan kepada putrinya.Meyra termangu semakin galau dengan apa yang sudah ia dengar.Meski kemudian Meyra memilih untuk menyunggingkan segaris senyum walau tampak samar dan ragu.“Sudahlah Bun, aku sudah memasrahkan semuanya pada kehendakNya, jika memang Tuhan menakdirkan aku kembali menikah dan orang itu adalah Kenrich, aku akan menerimanya.”Rida menggeleng tampak sangat tak puas dengan jawaban Meyra.“Tapi jika kamu tak memberikan isyarat bahwa kamu mau menerima Kenrich, aku yakin dia tetap akan berpaling. Ingat Mey, takdir manusia meski sudah ditetapkan tapi Tuhan juga mengharuskan hambaNya untuk berusaha. Kamu seharusnya berusaha untuk menunjukkan penerimaanmu terhadap cinta Kenrich, bukan terus menerus menolaknya.”Rida kemudian menegaskan tatapannya pada Meyra yang kini tampak mulai gamang..“Aku sudah memperingatkan kamu, jangan salahkan aku kalau
“Sekar,” gumam Meyra ketika mendapati seorang wanita hamil mulai mendekat ke arah dirinya.Meyra melihat perubahan dari wanita yang sekarang sedang menghampirinya itu tampak begitu luruh dengan tubuh yang lebih kurus terlihat kontras dengan perutnya yang membuncit.Meyra menyusut sejenak bening di matanya dan memusatkan perhatian pada wanita yang pernah menjadi madu di dalam rumah tangganya bersama sang mantan suami dulu, sesuatu yang sebenarnya sudah tak ingin Meyra ingat lagi.“Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya Tante Lia,” gumam Sekar yang memang selalu memanggil ibu Meyra dengan sebutan Tante Lia.Meyra menganggukkan kepalanya dan merasa gamang dengan kesedihan yang terunggah di wajah wanita yang pernah menjadi seteru juga sahabatnya itu.Kesedihan yang ditampakkan Sekar saat ini memancing tanya di dalam Meyra atas kehidupan wanita itu yang s
Meyra benar-benar mengikuti kemauan Kenrich tanpa berkata apapun lagi.Kenrich segera membantu Meyra berkemas.Bahkan lelaki itu tampak sangat sibuk tak membiarkan Meyra melakukan apapun.Dalam diam Meyra menyaksikan bagaimana lelaki itu menyiapkan segala keperluannya.Dalam hatinya Meyra memendam kekaguman meski selalu saja ada rasa takut menggayuti setiap kali Kenrich mengulik tentang pernikahan.Meyra masih terlalu takut untuk memulai hubungan baru dengan keadaan dirinya yang selalu dikatakan sebagai wanita yang tidak sempurna.Meyra selalu tak bisa mempercayai Kenrich bisa menerima dirinya. Karena nyatanya dulu Nehan juga pernah mengucapkan hal yang sama tapi segalanya tetap tak berjalan dengan benar.Meyra terus saja menolak meski hatinya diliputi rasa bersalah juga pada Kenrich yang bahkan pernah hampir mengorbankan nyawanya ketika
Suara yang terdengar tegas dengan nada sarkas yang terunggah itu segera membuyarkan pelukan Meyra dan Nehan.Mereka sontak memandang ke arah Sekar yang sedang mendekat dengan menyajikan gurat sinis di wajahnya.“Kumohon jangan salah paham dulu, Sekar,” gumam Nehan yang seketika gelisah ketika mendapati kedatangan Sekar yang tak terduga.Bahkan wanita yang berstatus sebagai istri keduanya itu tadi belum ada mendampingi saat sidang awal tadi.Sekar masih memberikan tatapan sarkas bahkan menyergap Meyra dengan kesinisan.“Apa kamu masih belum bisa merelakan Mas Nehan? Bukankah sebentar lagi sidang putusan perceraian kalian akan ditetapkan lalu kenapa kamu masih sengaja menggoda Mas Nehan?”Sekar mencecar dengan tuduhan yang picik.Meyra membalasnya dengan tatapan yang sama nyalangnya.Dirinya suda
“Mey kita harus bicara sebentar!”Nehan mengutarakan keinginannya tanpa ragu.“Apa yang mesti dibicarakan?” Meyra menanggapi dengan datar ajakan Nehan.Nehan memandang lurus pada sosok yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu. Tapi lelaki itu sekarang menampakkan kesabarannya yang besar.“Mey, maafkan aku sebelumnya, tolong beri aku kesempatan untuk berbicara.”Nehan mulai memohon.Meyra melirik dengan memendam kebimbangan.Meski kemudian ia mengiyakan dengan memberi isyarat anggukan kepala yang ringan.Pada akhirnya mereka menepi di sebuah tempat yang lebih sepi, di dekat sebuah taman.“Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan Mas,” ungkap Meyra ketika mendapati Nehan masih saja diam dan hanya memandanginya dengan lekat.
“Ayah Hilman!” seru Kenrich spontan sembari segera mempersilakan pria paruh baya itu segera masuk ke dalam apartemennya.Kenrich sempat terlupa jika ia memiliki janji dengan Hilman, ayah tiri Meyra yang memang sudah ia ijinkan untuk membantunya saat ia usai menjalani proses khitan.Bahkan seharusnya pria itu juga ikut mendampinginya saat masih di klinik tadi.“Maaf tadi mendadak aku ada urusan yang tak bisa ditunda jadi aku tak bisa memenuhi janjiku untuk menemani kamu di klinik.”Hilman kemudian mulai memindai seluruh detail diri Kenrich dengan lebih lekat.“Bagaimana keadaan kamu?” tanya Hilman mengunggah rasa khawatirnya.“Aku baik-baik saja.”Kenrich menjawab dengan sedikit canggung, karena ia ragu dengan respon yang akan ditunjukkan Hilman saat lelaki itu tahu jika saat ini ia sedang be
“Menurutmu dokter itu melarang kita melakukan apa?”Mendengar pertanyaan Kenrich yang ambigu segera membuat wajah Meyra bersemu merah.“Aku tak perlu menerjemahkannya untukmu,” sergah Meyra kesal sembari memalingkan mukanya yang sudah seperti kepiting rebus.“Untuk sementara, selama satu hari ini sebaiknya Anda beristirahat di rumah, jangan terlalu banyak bergerak dulu.”Dokter paruh baya yang menangani Kenrich kembali memberikan pengarahan.“Tolong diperhatikan kesehatan suaminya dengan baik, saya akan resepkan obat-obatan untuk mempercepat kesembuhan lukanya.”Setelah menerima resep obat itu, Meyra kemudian segera membantu Kenrich untuk melangkah keluar dari ruang praktek dokter.Langkah Kenrich agak tertatih yang membuat mereka segera menjadi pusat perhatian pada pasien yang sedang menung
Pagi-pagi sekali ketika Meyra sedang asyik berkebun di taman depan, mendadak ia melihat mobil Kenrich memasuki halaman rumah.Meyra meletakkan sejenak pekerjaannya dan mengarahkan tatapannya pada sosok tampan yang kini sudah keluar dari dalam mobil dengan melemparkan pandangan pada dirinya.Ketika akhirnya Kenrich mulai melangkah mendekat, Meyra perlahan mulai berdiri sembari menarik sarung tangannya yang kotor penuh tanah.Kenrich melontarkan senyum terbaiknya ketika melihat tatapan Meyra yang terlihat intens.“Kurasa kamu sudah melupakan janji kamu semalam.”Meyra mengernyit tak paham sembari menautkan kedua alis indahnya.“Janji apa?”Kenrich tersenyum santai sembari ia melepaskan kacamata hitamnya hingga menampakkan dengan lugas gurat ketampanan dari sepasang matanya bercahaya.“Aku d