“Aku ingin menjadi pemimpin perusahaan.”
Su Liang menatap Su Li tidak percaya. “Kau tidak sedang mabuk kan?” ia kemudian memastikan bahwa yang diminum oleh Su Li adalah kopi bukanlah minuman beralkohol.“Bukankah Ayah memaksaku untuk menjadi pewaris? Sekarang aku menawarkan diri tetapi malah seperti itu respon Ayah.” Su Li menyeruput es americano-nya dengan kesal. Jika sedang merajuk anak gadisnya itu akan cemberut seperti ikan mas, memuat Su Liang tersenyum gemas.“Ayah, aku sedang berbicara serius.”Ucapan Su Li membuat Su Liang menenggelamkan senyumnya. Benar kata sang Putri, ia harus serius saat ini. Pasti ada sesuatu yang membuat Su Li berubah pikiran.“Kau sudah menemukan pengganti kekasihmu itu?”Su Li memutar bola matanya kesal. Sang Ayah masih saja mengira dirinya memiliki hubungan spesial dengan Miss Moore. Ia sedikit menyesal mengapa tidak pernah mengiyakan tawaran beberapa temannya ketika di bangku sekolah.Saat di Ubex pun banyak yang mencoba mendekati hanya saja Su Li terlalu fokus untuk mengejar karir. Terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri membuatnya tidak terlalu membutuhkan yang orang lain bilang pasangan.“Ayah, aku sudah mengatakan berkali-kali. Miss Moore itu hanya sekretarisku. Kami tidak memiliki hubungan apapun selain hubungan antara atasan dan bawahannya.”Jika tidak sedang membutuhkan bantuan sang Ayah, bisa dipastikan Su Li akan meledak saat ini. Tuan Su yang hafal dengan temperamen sang Putri diam-diam kagum melihat bagaimana Su Li dapat mengatur emosinya. Bisa dipastikan apa yang ia katakan barusan adalah sesuatu yang benar ia inginkan.“Mengapa kau tiba-tiba menyetujui untuk menjadi pemimpin perusahaan?”“Aku butuh kekuasan,” jawab Su Li lugas.“Kekuasaan? Untuk apa?”Su Li menelan ludahnya susah payah. Ia tahu Ayahnya pasti akan menanyakan hal itu dan ia sudah menyiapkan jawaban. Hanya saja, melihat bagaimana sorot tajam itu menatapnya lekat membuat semua baris kalimat yang sudah ia rangkai susah payah hancur seketika.Apakah ini yang terkadang Timnya rasakan ketika ia sedang memeriksa pekerjaan mereka? Maafkan aku, aku tidak akan memandangi kalian dengan pandangan intimidasi seperti itu lagi batinnya.“Su Li, Ayah bertanya padamu. Untuk apa kau membutuhkan kekuasaan? Apa yang kau bisa tawarkan untuk Ayah?”Su Li menegakkan punggungnya, meletakkan kedua tangannya di atas meja. Berpikir cepat jawaban seperti apa yang akan disukai oleh sang Ayah. Hanya saja ia tidak mengira akan mendapatkan pertanyaan kedua. Pak tua ini benar-benar seorang pebisnis sejati gumamnya dalam hati.Su Li menarik napas panjang dan mengembusnya pelan. “Setelah beberapa lama di perusahaan, aku menyadari bahwa perusahaan membutuhkan pemimpin muda sepertiku. Ayah juga sudah tahu bagaimana kemampuanku. Maka akan aku pastikan bahwa perusahaan akan aman bersamaku.”Su Liang tersenyum. Putrinya sudah dewasa. Selain sudah percaya dengan kemampuan yang ia miliki, Su Li juga bisa dengan percaya diri mengatakan bahwa dirinya kompeten. Tetapi rasanya negosiasi seperti ini tidak seru, Su Liang ingin melakukan penawaran juga dengan gadis muda di hadapannya saat ini.“Kau benar. Kemampuanmu sudah tidak Ayah ragukan. Semua pekerjaanmu selama ini tanpa cela. Hanya saja, Ayah juga memiliki sebuah permintaan.”Mendengar hal itu, sontak Su Li berdoa dengan sungguh-sungguh di dalam hati. Meminta Tuhan tidak membuat sang Ayah mengucapkan permintaan seperti yang ia pikirkan saat ini.“Kau bisa mendapatkan kekuasaan seperti yang kau inginkan. Jadilah pewaris, maka Ayah akan dengan sukarela menyerahkan semuanya padamu. Hanya saja, Ayah sudah menyatakan di surat wasiat, seorang pewaris Liang Tech haruslah sudah menikah.”Bak terserang petir di siang bolong, Su Li merasakan semuanya harapannya terbakar habis. Dewi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Ia ingin protes mengapa persyaratan konyol itu harus dimasukkan ke dalam persyaratan pewaris.“Ayah, apakah aku boleh bertanya?”Su Liang mengangguk dan mempersilakan Su Li untuk bertanya.“Mengapa Ayah ingin aku segera menikah?”Tuan Su menyeruput kopi miliknya sebelum menjawab, “Karena Ayah akan tenang melepaskan semuanya padamu. Ada seseorang yang bisa menjagamu. Tidak seperti Ayah yang gagal menjaga Ibumu.”“Maksudnya apa, Ayah?”Merasa jika ia sudah kelepasan berbicara, Su Liang mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Apakah Ayah tidak bisa memiliki sebuah harapan? Melihatmu menikah adalah harapan terakhir Ayah sebelum menikmati masa tua yang tenang.”“Apakah bisa aku menggantinya dengan hal lain? Ayah ingin cucu? Aku akan mengadopsi seorang anak. Jadi Ayah akan mendapatkan seorang cucu.”Tuan Su sama sekali tidak menyangka jalan pikiran sang Putri. Ia tahu bahwa Su Li itu sulit ditebak, ada kesan misterius dan tidak tersentuh yang menguar kental setiap kali menatapnya. Hanya saja terkadang jalan pikirannya selalu out of the box. Tidak menyesal ia memutuskan untuk datang.“Ayah juga bisa mengadopsi seorang cucu tanpa repot-repot melalui dirimu. Bukan itu yang Ayah inginkan.”Su Li bisa mencium bau-bau kegagalan dalam negosiasi yang ia lakukan malam ini. Ucapan akhir sang Ayah berhasil membuatnya mencelus.“Kalau ingin menjadi pemimpin perusahaan, kau harus sudah menikah.” Final Tuan Su yang artinya sudah tidak bisa diganggu gugat.***“Selamat pagi, Ketua Tim,” sapa Shan Yue kala bertemu Su Li di depan lift. Su Li hanya menganggukkan kepalanya sekilas. Ini bukan pertama kalinya Su Li menjawab dengan sangat irit jadi tidak mengherankan bagi Shan Yue.“Apa yang sedang terjadi dengan Ketua Tim?” tanya Shan Yue kepada Xiao Lu saat sedang menggandakan dokumen. “seperti ada awan hitam di sekelilingnya. Apakah kita membuat kesalahan lagi?” lanjutnya.Xiao Lu kemudian berbalik dan memperhatikan Su Li. Apa yang dikatakan Shan Yue benar. Walaupun biasanya Ketua Tim mereka itu jarang berbicara tetapi tatapan misterius yang mengerikan itu tidak pernah terlihat. Saat ini Su Li siap menerkam siapapun yang berani mengusiknya.Xaio Lu kemudian teringat dengan fakta yang mereka temukan dua hari yang lalu, wajar bagi Su Li untuk merasa kesal. Jika itu dirina, Xiao Lu tidak akan segan-segan untuk memukul para bandit tersebut.“Kau terlalu khawatir, mungkin saja Nona Su sedang banyak pikiran,” ucapnya menenangkan Shan Yue. Untungnya gadis cantik itu memahami dan memilih untuk diam.“Aku keluar sebentar, jika ada yang mencariku kalian bisa menghubungiku.”Belum sempat rekannya menjawab, Su Li melangkahkan kakinya keluar ruangan. Pintu darurat menjadi pilihannya. Namun ia tidak duduk di undakan tersebut, tetapi menaikinya satu persatu. Setelah sepuluh menit, Su Li akhirnya sampai di rooftop.Embusan angin menyapa wajah putih kemerahan itu kala ia baru keluar. Cuaca hari ini sedikit berawan, walaupun matahari bergelung di balik awan, jangan lupakan tabir surya karena pancaran UV terpantau tinggi. Suara reporter berita yang tadi pagi membacakan ramalan cuaca hari ini kembali berputar dalam ingatannya.Su Li berdiri di depan pembatas, membiarkan sinar matahari menyelimuti dirinya. Button up skirt yang ia kenakan sesekali bergoyang dipermainkan oleh angin. Pembicaraannya dengan sang Ayah malam itu berhasil membuatnya uring-uringan beberapa hari ini. Negosiasi yang harapkan akan lancar berakhir mengenaskan.“Jadi mantan kekasihmu yang dulu selingkuh itu mengundangmu ke pernikahannya?”Mendengar suara orang yang berbincang Su Li refleks berjongkok, bersembunyi di balik tanaman perdu. Walaupun kemudian ia sadar untuk apa dirinya bersembunyi? Tetapi mendengar langkah kaki yang semakin mendekat membuatnya kehilangan kesempatan untuk berdiri. Akan canggung jika ia keluar saat ini.“Apa yang kau pikirkan? Buktikan padanya bahwa kau sekarang sudah baik-baik saja tanpanya.”Sepertinya karyawan itu sedang menelepon karena Su Li tidak mendengar jawaban dari percakapan tersebut.“Bagaimana jika kau menyewa seseorang untuk menemanimu ke pernikahan itu? Perkenalkan saja dia sebagai pacarmu. Mantanmu itu tidak mungkin akan mencari tahu.”Seperti mendapatkan sebuah pertolongan Dewa disaat yang krusial, sebuah ide tercetus di pikiran Su Li. Senyumnya terkembang sempurna. Ia akan berterima kasih nanti kepada karyawan yang telah memberikannya ide yang spektakuler tersebut.“Aku harus mencari suami sewaan.”Kuncup-kuncup magnolia mulai menampakkan diri. Beberapa ranting yang semula gundul juga mulai menumbuhkan pucuk-pucuk kehijauan. Pegawai minimarket sedang menempelkan kaligrafi dan juga lukisan musim semi kala seorang gadis membuat bel kecil di atas pintu kaca itu bergemerincing. Destinasi pertamanya adalah deretan mie instan yang tersusun rapi, setelah menimbang cukup lama pilihannya jatuh kepada luosifen, semenjak berada di London, ia sangat ingin mencicipi sajian mie beras atau bihun berbahan dasar siput tersebut. Jika dalam penyajian sebenarnya, bihun direndam dalam kaldu pedas, lalu diberi taburan rebung, buncis, lobak, kacang tanah, dan kulit tahu, tetapi ia cukup puas dengan keberadaan luosifen dalam bentuk instan. Su Li berharap rasanya tidak akan beda jauh dari cita rasa yang berada di ingatannya. Walaupun beraroma yang khas, rasanya sangatlah enak. Dulu setiap kali sang Ibunda menjemput dirinya setiap sepulang sekolah, mereka pasti akan mampir di kedai ujung gang. Mengha
Cahaya matahari yang mengenai wajahnya membuat tidur lelap gadis itu terusik. Ditariknya selimut hingga menutupi wajah. Gerakannya berhenti karena ia merasa asing dengan aroma selimut yang menutupi tubuh semampainya. Manik itu perlahan membuka dan mulai memindai sekeliling. “Rasanya aku tidak memiliki lukisan itu,” gumamnya kala melihat lukisan yang tergantung di salah satu dinding. Ia kemudian beralih kepada selimut yang menutupi dirinya. Tersadar dengan keadaan dengan cepat ia memeriksa pakaian yang ia gunakan. Sebuah helaan lega terdengar saat mendapati dirinya masih berpakaian utuh di balik selimut abu-abu tersebut. Sepertinya dia tidak terlibat hal konyol akibat mabuk tadi malam. Gadis itu tidak menyangka bahwa tiga gelas margarita bisa membuatnya hilang kesadaran, toleransi alkoholnya menurun drastis. “Kau sudah bangun?” Badannya berputar cepat ke arah pintu. Bak putaran film lawas, kejadian tadi malam terlintas di kepalanya. Semua tidak ada yang terlewat. Termasuk ciuman
“Kau tidak perlu khawatir, kita hanya akan melakukan pernikahan kontrak.” Ziang Wu mengembuskan napas untuk sekian kali. Ucapan Su Li selalu terputar bak kaset rusak. Berulang-ulang tanpa memandang waktu. “Apakah ada yang salah?” Huo Yan memandangi pemuda berkemeja kotak-kotak di depannya dengan bingung. Pasalnya, selama bekerja di divisi yang sama selama tiga tahun, belum pernah Ziang Wu terlihat tidak fokus saat bekerja. Di balik sikap ramahnya kepada semua orang, jika menyangkut pekerjaan pemuda itu tidak akan pandang bulu. Ziang Wu memutar kursinya dan menghadap Huo Yan. “Aku ingin bertanya, tetapi ini bukanlah menyangkut diriku. Ini adalah cerita dari temannya temanku.” Huo Yan mengangguk mengerti walaupun ia mengerti bahwa Ziang Wu sudah berbohong. “Apa yang akan kau lakukan jika seorang wanita tiba-tiba mengajakmu menikah?” Pemuda berambut cepak itu terlihat berpikir sejenak. “Apakah dia cantik?” Ziang Wu mengangguk. “Apakah dia kaya?” Sekali lagi pemuda berkacamata i
“Mari kita menikah,” ulang Ziang Wu.Su Li menghambur memeluk Ziang Wu. Lengan kurus itu melingkar sempurna mendekap tubuh jangkung pemuda yang mematung akibat tindakan tiba-tiba Su Li tersebut.“Terima kasih,” gumamnya penuh dengan kesungguhan. Mendapatkan seseorang yang bersedia membantunya membuat Su Li sedikit merasa sentimental.Tubuh kurus itu bergetar lembut, Ziang Wu memberanikan diri membalas dekapan lembut yang ia terima. Membiarkan kemeja navy yang ia kenakan basah oleh sekresi air mata yang Su Li keluarkan.“Bagaimana perasaanmu?”Su Li menerima hangat yang Ziang Wu sodorkan. Rona merah yang menghiasi pipi putihnya itu seolah tidak mau menghilang. Baru kali ini bisa menangis begitu lepas, bahkan saat pemakaman sang Ibunda ia tidak menangis sekeras ini.Beberapa kejadian yang terjadi selama beberapa tahun belakangan memang menguras seluruh emosinya. Keadaan menuntutnya untuk tetap tegar dan terlihat baik-baik saja.“Menangis itu suatu hal yang manusiawi. Kau tidak perlu m
“Jadi, ini nyata?”Shen Yue memandangi undangan yang berada di genggamannya. Dua nama yang tertulis pada kertas putih dengan desain bunga-bunga emas yang tersebar itu membuatnya terkejut pagi ini.“Xiao Lu, bisakah kau mencubit pipiku?” Mendapatkan permintaan seperti itu membuat Xiao Lu dengan semangat menarik pipi chuby itu dengan semangat.“Akh. Kau berniat membuat pipiku lepas?” ujarnya dengan kesal sambil memukul tangan Xiao Lu. Pemuda itu hanya tertawa.“Jangan sampai hilang, karena kau tidak akan bisa masuk tanpa undangan itu.” Kemudian pemuda itu berlalu. Ia harus menyerahkan beberapa undangan lagi kepada divisi lainnya.Seisi kantor sudah mulai berisik, tetapi sang pemeran utama penyebab kegemparan pagi ini melenggang santai memasuki perusahaan dengan tenang seperti biasa. Menenteng shoulder bag hitam di tangan kanan dan cup kopi di tangan kiri, Su Li melangkah memasuki lift.Berjubel dengan pegawai lain. Mengabaikan tatapan penasaran dari para pegawai. Ini bukan kali pertaman
Ziang Wu kembali melirik jam dinding. Ia sudah menyelesaikan satu ronde tetris di ponsel tetapi Su Li belum juga menampakkan batang hidungnya. Kembali ia membuka room chat terakhirnya bersama sang Istri. Pesan yang dikirimkan oleh Su Li sepuluh menit yang lalu menyatakan bahwa gadis itu sedang berada di lift.Pemuda itu menengok ke arah dalam di mana sang Ayah sudah kembali tertidur pulas. Kemudian mencoba menghubungi ponsel Su Li. Suara nada tunggu yang tidak berhenti membuat Ziang Wu menjadi cemas dan memutuskan untuk keluar kamar.Pada dering ke lima akhirnya panggilannya terjawab. Belum sempat ia bernapas lega, suara lirih Su Li yang memanggilnya membuat jantungnya kembali berpacu.“Su Li, kau bisa mendengarku?” Tak ada jawaban dari seberang membuat Ziang Wu memacu langkahnya menuju lift. Berkali-kali ia mencoba memanggil Su Li tetapi nihil, masih kesunyian yang menyapanya. Ziang Wu hampir mengutuk ketika ada suara yang terdengar di panggilannya.“Halo.”“Halo. Bisa berikan ponsel
Ziang Wu berbaring dalam kegelapan, terbungkus aroma tubuh Su Li dan kelembutannya, memeluk wanita itu di lekuk lengan saat sinar matahari mengintip malu-malu di balik tirai abu-abu. Terlepas dari pelukan penuh air mata di malam ia mengetahui fakta bahwa Ibu mertuanya dibunuh, ini adalah pertama kali bagaimana tubuh ringkih itu kembali tenggelam dalam pelukannya. Su Li adalah wanita terkuat yang pernah ia kenal. Walaupun ia mengerti bahwa kemandirian yang dimiliki oleh wanita itu didorong oleh rasa takut. Takut ditinggalkan. Takut dikecewakan. Takut terluka. Su Li tidak banyak menceritakan masa lalunya, gadis itu hanya mengatakan hal-hal mendasar yang bisa menjadi acuan bagaimana dirinya dapat membantu, tetapi dari hal kecil itulah Ziang Wu dapat membentuk bagaimana sosok Su Li yang selama ini bertahan dan bertarung sendirian. Bagaimana rasa kecewa akibat dikhianati sang Ayah yang melakukan pernikahan kedua setelah kematian sang Ibu sedikit banyak mempengaruhi Su Li dalam memandan
“Jadi bagaimana kesanmu setelah menjadi Tuan muda?” Ziang Wu rasanya ingin menyumbat mulut besar Huo Yan dengan tetikus yang berada di genggamannya. Sejak pagi ia seperti ditempeli lintah yang tidak mau lepas walau sudah dipisahkan dengan berbagai cara. “Apakah kau banyak memiliki waktu luang? Mengapa kau tidak mengecek perhitunganmu?” ucap Ziang Wu yang masih mencoba fokus dengan layar komputer di depannya. Jemari panjangnya dengan gesit menari diatas keyboard hitamnya. Layar komputer menampilkan deret angka yang bergulir dengan cepat seirama dengan kecepatan jari pemuda itu saat menekan tombol. Melihat Ziang Wu yang sedang serius membuat nyali Huo Yan menciut. Program yang baru mereka kembangkan mengalami sedikit masalah perihal bug. Ziang Wu sedang mengatur beberapa kode yang bisa menjalankan debugging atau yang bisa disebut sebagai pembersihan. Sejak pagi ia sudah berkutat dengan beragam kode yang dapat menemukan atau menghapus error pada program yang sedang timnya kembangka
“Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang
“Marie, apa yang kau lakukan?” gumamnya setelah melihat cuplikan berita yang ditampilkan oleh salah satu berita fashion di situs daring yang sedang ia baca. Wei Fang kehabisan stok kesabarannya. Dengan langkah lebar ia keluar dari kafe dan menuju pintu keluar. Gadis itu hampir keluar dari bandara, namun ia menghentikan langkah ketika pandangannya tertumbuk pada seorang gadis muda yang terlihat berlari menuju ke arahnya. “Maafkan aku,” ucap gadis itu setelah tepat berada di hadapan Wei Fang. “Ada aksi demonstrasi di alun-alun kota sehingga terjadi kemacetan.” Wei Fang mengabaikan penjelasan panjang lebar dari asistennya tersebut. Ia tidak ingin energinya terbuang percuma, ada hal penting dan lebih berbobot yang harus ia kerjakan ketimbang meladeni ucapan omong kosong yang Marie lontarkan. “Kita langsung menuju butik sekarang.”Marie mengangguk mengerti. Gadis itu kemudian mengambil langkah di depan Wei Fang, membawanya menuju dimana mobil yang tadi ia bawa terparkir. Diam-diam gad
“Kau?” Dua orang berbeda gender itu sama-sama terkejut setelah melihat satu sama lain. “Apa yang membawamu sampai kemari? Rasanya aku tidak pernah memberimu alamat ini.” Wei Fang menutup pintu di belakangnya. Gadis itu keluar alih-alih membawa kedua orang tamunya memasuki rumah. Ia masih perlu menyelidiki apa maksud tujuan kedua rekannya tersebut sampai mengunjunginya di rumah sang kakak. Padahal ia sama sekali tidak pernah memberikan alamat sang Kakak. “Jangan salah paham dulu. Kami kemari karena Namjun sudah menemukan dompet itu.” Lan Huo kemudian menyikut Namjun yang terlihat membatu. Pemuda itu selalu bersikap kikuk jika sudah berhadapan dengan Wei Fang. “Betul. Kami kemari karena ingin mengambilnya,” ucapnya sedikit terbata. “Mengambil? Bukankah kata yang tepat itu adalah memberikannya padaku?” Wei Fang menatap keduanya dengan alis hampir bertaut. “Lagipula ini adalah akhir pekan. Kita bisa membahasnya besok.” Gadis itu berbalik hendak kembali memasuki rumah ketika pegang
“Ada apa dengannya?” Lan Huo kaget saat membuka pintu dan menemukan Namjun yang dipapah masuk oleh Wei Fang. “Hanya sedikit pusing,” ujar Wei Fang sekenanya. Gadis itu kemudian menyerahkan Namjun pada Lan Huo. Ia kemudian meregangkan lengan kanannya. Memapah seseorang yang memiliki postur yang lebih besar, membuat lengannya sedikit kram. “Kau terluka?” tanya Shen Juan yang baru keluar dari kamar mandi. Aroma mint segar menguar memenuhi ruangan mengikuti langkah pemuda itu. Wei Fang menggeleng, kemudian menunjuk arah dua pemuda yang sedang memasuki kamar tersebut dengan dagunya. “Sepertinya ini masih terlalu cepat untuk ikut after party.” Kening Shen Juan berkerut dalam. “Kami tidak ikut. Namjun hanya mabuk kendaraan,” ucap Wei Fang lagi kemudian beranjak. “Aku akan membersihkan diriku dan bergabung dalam dua puluh menit.” Gadis itu kemudian melenggang keluar setelah meletakkan clutch dan juga anting yang tadi ia gunakan di atas meja. “Setelah ini aku tidak mau berada di kel
“Bukankah itu Tuan Liu?” Namjun mengikuti arah pandang Wei Fang. Secara samar ia dapat mendengar decakan halus dari gadis di sebelahnya itu. Sorot kebencian dan kemarahan terpatri jelas di manik segelap malam itu. Awal bertemu, ia mengira gadis itu menggunakan lensa kontak, karena memang iris mata berwarna hitam bukanlah warna yang umum. Bahkan setahunya, hanya ada sekitar 1 persen penduduk di muka bumi ini yang memiliki iris warna hitam. “Perhatikan tatapanmu. Dia akan menyadarinya jika kau menatapnya seintens itu,” bisik Namjun yang menyadarkan Wei Fang untuk mengalihkan pandangan. Apalagi acara fashion show itu sudah dimulai. Setelah pengantar singkat dari sang designer Liu Yan, terlihat deretan model yang berjalan memasuki runway. Tak heran dengan lokasi yang dipilih, ternyata Liu Yan mengusung tema yang menccerminkan Macau sepenuhnya. “Apakah baju-baju itu bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari?” Senyum tipis tersungging kala ia mendengar pertanyaan pemuda yang masih m
Seberkas sinar dari sang surya menyelinap masuk melalui celah gorden yang tak tertutup rapat. Bias cahaya menyilaukan itu tepat terjatuh pada wajah wajah seorang gadis yang masih setia bergelung di balik selimutnya. Dering ponselnya total ia abaikan. Ia tidak tergugah sama sekali untuk sekedar berbalik memunggungi jendela apalagi beranjak menutup gorden agar sinar matahari tidak mengganggunya. Ia akan menghabiskan day off nya untuk bermesraan seharian dengan selimut juga guling empuknya. Namun, niat itu terdistraksi dengan gedoran tak sabaran dari pintu kamar. Sebenarnya ia bisa saja mengabaikan itu seperti ia mengabaikan dering perangkat jemala dari atas nakas, hanya saja ia tidakmau diusir dari hotelitu karena sudah mengganggu ketertiban umum. Tidak lucu bukan jika penegak hokum sepertinya malah melanggar hukum.Dengan langkah yang diseret Wei Fang menuju pintu cokelat yang memisahkan kamarnya dengan lorong hotel. Tanpa perlu mengintip dari lubang pintu, ia sudah bisa tahu siapa pe
Macau, Musim Gugur 2001Gemerlap cahaya lampu menerangi sepanjang ruas jalan Avenida de Lisboa. Sebuah bangunan bergaya futuristik yang unik berdiri megah dan terlihat mencolok. Wei Fang tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun sambil mengigit toast isi telur dan bacon yang ia pilih sebagai menu makan malamnya saat ini.Mobil van yang mereka sewa terparkir tepat di seberang Kasino Lisboa, tempat operasi mereka malam ini. Kendaraan roda dua maupun roda empat yang ramai serta para pejalan kaki yang memenuhi area pedestrian membantu melancarkan pengintaian mereka tanpa terlihat mencolok.“Aku harap kau tidak masuk angin dengan baju kurang bahan seperti itu,” ucap Namjum kemudian melempar jaket paddingnya hingga menutupi paha mulus Wei Fang yang terekspos akibat strapless dress berpotongan pendek yang ia kenakan. Sejak di hotel, pemuda itu protes dengan pemilihan gaun yang Wei Fang kenakan. “Tuan muda, kita akan mengunjungi kasino. Gaun ini masih sangat sopan dibandingkan para wanita
“Aku belum bisa meninggalkan Tiongkok saat ini.” Gadis itu mengerang frustasi. Ponsel yang menempel pada telinga kirinya ia apit dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya sibuk membolak-balik berkas.“Dua minggu lagi. Undur saja dua minggu lagi.”Ponsel itu kemudian ia letakkan di atas meja setelah sebelumnya ia mengaktifkan pelantang suara.[Kau akan rugi sekitar dua puluh juta Franc Swiss. Apakah kau yakin ingin mengundur acara ini?]Gadis itu meletakkan berkas yang tadi sedang ia baca. “Aku tidak masalah. Kau urus saja. Tugasku disini masih belum selesai. Terserah kau ingin menggunakan alasan apa.”Terdengar desahan putus asa di seberang telepon. Namun itu tidak mengusik gadis itu sama sekali, ia masih sibuk membongkar beberapa berkas yang berada di depannya saat ini.[“Wei Fang. Aku tahu uang bukanlah masalah besar untukmu. Namun, tingkat kepercayaan para vendor di sini serta kepercayaan para pelangganmu itu hal yang akan kamu tebus dengan mahal. Apakah kau lupa bagaimana kau mem
Bangunan restoran yang terlihat tradisional itu membuat sebaris senyum Wei Fang terulas. Sudah lama sejak kali terakhir ia mengunjungi restoran yang menjual makanan Tiongkok. Di Paris ia tidak bisa menemukannya dengan mudah. Selain itu, mrasanya tidak seotentik ketika ia menyantap hidangan-hidangan itu di Tiongkok.Gadis itu masih mengekori langkah pemuda di depannya dalam diam. Selama perjalanan, ia gunakan untuk membaca berkas mengenai seluruh anggota timnya. Shen Juan juga termasuk pemuda yang pendiam. Wei Fang bersyukur jika semua anggota timnya memiliki sifat yang sama dengan pemuda itu.Embusan angin musim semi membuat Wei Fang merapatkan jaket kulit yang ia kenakan sebelum keluar dari mobil. Ia sedikit takjub ketika melangkahkan kaki memasuki restoran. Tidak ada meja yang kosong, ruangan itu dipenuhi oleh senda tawa. Sebuah spanduk acara reuni memenuhi salah satu dinding, ternyata ada yang sedang melakukan acara reuni juga.Manik sehitam malam itu mengitari seluruh ruangan. Sua