“Jadi, ini nyata?”Shen Yue memandangi undangan yang berada di genggamannya. Dua nama yang tertulis pada kertas putih dengan desain bunga-bunga emas yang tersebar itu membuatnya terkejut pagi ini.“Xiao Lu, bisakah kau mencubit pipiku?” Mendapatkan permintaan seperti itu membuat Xiao Lu dengan semangat menarik pipi chuby itu dengan semangat.“Akh. Kau berniat membuat pipiku lepas?” ujarnya dengan kesal sambil memukul tangan Xiao Lu. Pemuda itu hanya tertawa.“Jangan sampai hilang, karena kau tidak akan bisa masuk tanpa undangan itu.” Kemudian pemuda itu berlalu. Ia harus menyerahkan beberapa undangan lagi kepada divisi lainnya.Seisi kantor sudah mulai berisik, tetapi sang pemeran utama penyebab kegemparan pagi ini melenggang santai memasuki perusahaan dengan tenang seperti biasa. Menenteng shoulder bag hitam di tangan kanan dan cup kopi di tangan kiri, Su Li melangkah memasuki lift.Berjubel dengan pegawai lain. Mengabaikan tatapan penasaran dari para pegawai. Ini bukan kali pertaman
Ziang Wu kembali melirik jam dinding. Ia sudah menyelesaikan satu ronde tetris di ponsel tetapi Su Li belum juga menampakkan batang hidungnya. Kembali ia membuka room chat terakhirnya bersama sang Istri. Pesan yang dikirimkan oleh Su Li sepuluh menit yang lalu menyatakan bahwa gadis itu sedang berada di lift.Pemuda itu menengok ke arah dalam di mana sang Ayah sudah kembali tertidur pulas. Kemudian mencoba menghubungi ponsel Su Li. Suara nada tunggu yang tidak berhenti membuat Ziang Wu menjadi cemas dan memutuskan untuk keluar kamar.Pada dering ke lima akhirnya panggilannya terjawab. Belum sempat ia bernapas lega, suara lirih Su Li yang memanggilnya membuat jantungnya kembali berpacu.“Su Li, kau bisa mendengarku?” Tak ada jawaban dari seberang membuat Ziang Wu memacu langkahnya menuju lift. Berkali-kali ia mencoba memanggil Su Li tetapi nihil, masih kesunyian yang menyapanya. Ziang Wu hampir mengutuk ketika ada suara yang terdengar di panggilannya.“Halo.”“Halo. Bisa berikan ponsel
Ziang Wu berbaring dalam kegelapan, terbungkus aroma tubuh Su Li dan kelembutannya, memeluk wanita itu di lekuk lengan saat sinar matahari mengintip malu-malu di balik tirai abu-abu. Terlepas dari pelukan penuh air mata di malam ia mengetahui fakta bahwa Ibu mertuanya dibunuh, ini adalah pertama kali bagaimana tubuh ringkih itu kembali tenggelam dalam pelukannya. Su Li adalah wanita terkuat yang pernah ia kenal. Walaupun ia mengerti bahwa kemandirian yang dimiliki oleh wanita itu didorong oleh rasa takut. Takut ditinggalkan. Takut dikecewakan. Takut terluka. Su Li tidak banyak menceritakan masa lalunya, gadis itu hanya mengatakan hal-hal mendasar yang bisa menjadi acuan bagaimana dirinya dapat membantu, tetapi dari hal kecil itulah Ziang Wu dapat membentuk bagaimana sosok Su Li yang selama ini bertahan dan bertarung sendirian. Bagaimana rasa kecewa akibat dikhianati sang Ayah yang melakukan pernikahan kedua setelah kematian sang Ibu sedikit banyak mempengaruhi Su Li dalam memandan
“Jadi bagaimana kesanmu setelah menjadi Tuan muda?” Ziang Wu rasanya ingin menyumbat mulut besar Huo Yan dengan tetikus yang berada di genggamannya. Sejak pagi ia seperti ditempeli lintah yang tidak mau lepas walau sudah dipisahkan dengan berbagai cara. “Apakah kau banyak memiliki waktu luang? Mengapa kau tidak mengecek perhitunganmu?” ucap Ziang Wu yang masih mencoba fokus dengan layar komputer di depannya. Jemari panjangnya dengan gesit menari diatas keyboard hitamnya. Layar komputer menampilkan deret angka yang bergulir dengan cepat seirama dengan kecepatan jari pemuda itu saat menekan tombol. Melihat Ziang Wu yang sedang serius membuat nyali Huo Yan menciut. Program yang baru mereka kembangkan mengalami sedikit masalah perihal bug. Ziang Wu sedang mengatur beberapa kode yang bisa menjalankan debugging atau yang bisa disebut sebagai pembersihan. Sejak pagi ia sudah berkutat dengan beragam kode yang dapat menemukan atau menghapus error pada program yang sedang timnya kembangka
“Nona Lin, apa yang kau lakukan?”Su Li yang baru keluar dari kamar mandi kaget kala melihat keberadaan sekretarisnya tersebut di dalam kamar. Padahal ia tidak pernah memberikan kunci kamarnya. Karena sudah ketahuan akan melakukan sesuatu akhirnya Nona Lin berbalik menghadap Su Li. Maniknya tidak berani menatap Su Li yang sedang menatapnya garang saat ini.“Nona Lin, sekali lagi saya bertanya. Apa yang kau lakukan di sini?” Ia dapat melihat dengan jelas bagaimana bulir keringat yang terpampang nyata dengan manik yang tidak fokus itu. Namun Su Li tidak peduli, ia sama sekali tidak menyukai orang yang menyentuh ranah privasinya.“Maaf, Nyonya. Saya hanya ingin meletakkan ini.” Wanita itu mengeluarkan sebuah kotak dari belakang tubuhnya dengan takut-takut. “Tuan Ziang menitipkannya untuk anda.”Alis Su Li terangkat naik kemudian menerima kotak yang ternyata berisi cokelat itu dengan bingung. “Maksudmu Ziang Wu?” tanyanya tidak percaya tetapi membuat Nona Lin mengangguk mantap. Ada masala
Pusat perbelanjaan merupakan surga bagi para wanita. Pasalnya bangunan yang berisi puluhan hingga uratusan toko itu memiliki semua yang dibutuhkan oleh seorang wanita. Tak terkecuali dimana Su Li dan Nona Lin berada. Galaxy Soho. Sebuah bangunan dengan rancangan parametrik yang terinspirasi dari pelataran China klasik. Pada awalnya, Su Li tidak menyangka tempat pertemuannya adalah sebuah pusat perbelanjaan. “Bangunan ini memiliki delapan belas lantai. Ritel dan pusat hiburan hanya tersedia di lantai pertama hingga lantai tiga. Lantai sepuluh, yang akan kita kunjungi termasuk daerah yang disiapkan untuk perkantoran. Lantai bisnis dimulai dari lantai empat hingga lima belas. Tiga tingkat teratas khusus didedikasikan untuk bar, restoran, dan kafe. Jika anda mau, saya akan mengantar Nyonya setelah pertemuan ini selesai. Saya dengar pemandangan seluruh kota bisa dilihat dari sana.” Su Li menggeleng sopan. “Aku sudah memiliki janji malam ini,” ucapnya kemudian tersenyum. Ketika melintas
“Ziang Wu. Cepatlah.” Seruan Su Li membuat Ziang Wu tersadar. Pemuda itu kemudian menarik kopernya sambil mengikuti langkah kaki antusias wanita yang sedang mengikuti arahan pelayan di depannya. Semakin mengenal sosok wanita itu, Ziang Wu seperti membuka sebuah kotak pandora. Ia harus selalu menyiapkan diri dengan kejutan-kejutan yang akan ia terima. Karena sikap Su Li sama sekali tidak bisa ditebak. Dalam beberapa waktu ini saja, ia sudah melihat tiga ekspresi yang berbeda dari Istrinya tersebut. “Kau tahu, Nona Lin yang merekomendasikan restoran ini.” Ziang Wu yang baru saja menyamankan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan Su Li mengangguk. “Sepertinya kau menyukai tempatnya,” ucapnya. Su Li mengangguk. “Aku tidak tahu ada hidden gem di tengah kota seperti ini.” Wanita itu melihat sekeliling. Ia tidak menyangka bahwa reservasi pada jam makan malam di restoran itu sangatlah banyak. “Aku terpaksa memesan ruangan VIP untuk kita karena kehabisan tempat yang reguler.” Ziang W
“Bagaimana perasaanmu setelah malam itu?” Su Li menatap Ziang Wu lurus. Ia tahu, cepat atau lambat pembahasan ini harus mereka bicarakan. Wanita itu menelan gigitan terakhir macaroon yag ia makan. Berpikir dengan seksama pilihan kata apa yang akan ia sampaikan. Topik yang diajukan Ziang Wu sangat sulit, Su Li takut akan salah bicara. Suasana ruangan itu mendadak menjadi hening, hanya sesekali suara desisan pengharum ruangan yang terdengar. Detik-detik itu terasa mencekam bagian Ziang Wu, ia hanya mampu melirik Su Li diam-diam. Berdoa dengan sungguh-sungguh agar Su Li tidak menghancurkan sedikit harapannya. Wanita itu tidak membencinya, Ziang Wu tahu itu. Hanya saja ia sedikit ragu jika perasaan asing yang selalu menghantuinya itu juga dirasakan oleh Su Li. “Aku tahu, jika hubungan kita hanyalah berlandaskan kontrak yang telah kita sepakati bersama. Tetapi kau juga tahu bukan? Kita tidak bisa mengontrol perasaan yang kita rasakan.” Su Li hanya diam mendengarkan apa yang ingin Zia