Pusat perbelanjaan merupakan surga bagi para wanita. Pasalnya bangunan yang berisi puluhan hingga uratusan toko itu memiliki semua yang dibutuhkan oleh seorang wanita. Tak terkecuali dimana Su Li dan Nona Lin berada. Galaxy Soho. Sebuah bangunan dengan rancangan parametrik yang terinspirasi dari pelataran China klasik. Pada awalnya, Su Li tidak menyangka tempat pertemuannya adalah sebuah pusat perbelanjaan. “Bangunan ini memiliki delapan belas lantai. Ritel dan pusat hiburan hanya tersedia di lantai pertama hingga lantai tiga. Lantai sepuluh, yang akan kita kunjungi termasuk daerah yang disiapkan untuk perkantoran. Lantai bisnis dimulai dari lantai empat hingga lima belas. Tiga tingkat teratas khusus didedikasikan untuk bar, restoran, dan kafe. Jika anda mau, saya akan mengantar Nyonya setelah pertemuan ini selesai. Saya dengar pemandangan seluruh kota bisa dilihat dari sana.” Su Li menggeleng sopan. “Aku sudah memiliki janji malam ini,” ucapnya kemudian tersenyum. Ketika melintas
“Ziang Wu. Cepatlah.” Seruan Su Li membuat Ziang Wu tersadar. Pemuda itu kemudian menarik kopernya sambil mengikuti langkah kaki antusias wanita yang sedang mengikuti arahan pelayan di depannya. Semakin mengenal sosok wanita itu, Ziang Wu seperti membuka sebuah kotak pandora. Ia harus selalu menyiapkan diri dengan kejutan-kejutan yang akan ia terima. Karena sikap Su Li sama sekali tidak bisa ditebak. Dalam beberapa waktu ini saja, ia sudah melihat tiga ekspresi yang berbeda dari Istrinya tersebut. “Kau tahu, Nona Lin yang merekomendasikan restoran ini.” Ziang Wu yang baru saja menyamankan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan Su Li mengangguk. “Sepertinya kau menyukai tempatnya,” ucapnya. Su Li mengangguk. “Aku tidak tahu ada hidden gem di tengah kota seperti ini.” Wanita itu melihat sekeliling. Ia tidak menyangka bahwa reservasi pada jam makan malam di restoran itu sangatlah banyak. “Aku terpaksa memesan ruangan VIP untuk kita karena kehabisan tempat yang reguler.” Ziang W
“Bagaimana perasaanmu setelah malam itu?” Su Li menatap Ziang Wu lurus. Ia tahu, cepat atau lambat pembahasan ini harus mereka bicarakan. Wanita itu menelan gigitan terakhir macaroon yag ia makan. Berpikir dengan seksama pilihan kata apa yang akan ia sampaikan. Topik yang diajukan Ziang Wu sangat sulit, Su Li takut akan salah bicara. Suasana ruangan itu mendadak menjadi hening, hanya sesekali suara desisan pengharum ruangan yang terdengar. Detik-detik itu terasa mencekam bagian Ziang Wu, ia hanya mampu melirik Su Li diam-diam. Berdoa dengan sungguh-sungguh agar Su Li tidak menghancurkan sedikit harapannya. Wanita itu tidak membencinya, Ziang Wu tahu itu. Hanya saja ia sedikit ragu jika perasaan asing yang selalu menghantuinya itu juga dirasakan oleh Su Li. “Aku tahu, jika hubungan kita hanyalah berlandaskan kontrak yang telah kita sepakati bersama. Tetapi kau juga tahu bukan? Kita tidak bisa mengontrol perasaan yang kita rasakan.” Su Li hanya diam mendengarkan apa yang ingin Zia
Setelah perbincangan panjang malam itu, Ziang Wu mengira bahwa hubungan mereka akan membaik. Namun ternyata ia salah. Tidak ada perubahan yang berarti baginya dan Su Li. Wanita itu masih saja menarik batas di antara mereka.Bahkan batas itu terasa lebih nyata. Ternyata Su Li memang serius untuk tidak menggubris sama sekali pernyataan cintanya malam itu. Mereka masih jarang berbicara dengan benar. Selain karena kesibukan masing-masing, Ziang Wu merasa bahwa Su Li menghindarinya. “Kau bertengkar dengan istrimu?”Ziang Wu mengabaikan Huo Yan. Ia masih mencoba fokus dengan kwetiau goreng yang ia pilih sebagai makan siangnya. Sesekali ia melirik ponsel yang ia letakkan di sebelah piring. Benda elektronik itu tetap bergeming. Pesan yang ia kirimkan sebelum jam makan siang tadi tidak mendapat balasan. Bahkan ikon centang itu tidak berubah menjadi dua. Apakah ia sesibuk itu? pikirnya.Pemuda itu kemudian mengambil ponselnya, menggulir bagian kontak dan menimbang-nimbang sejenak sebelum jari
“Kita harus kembali ke dalam.” Su Li mendongak menatap Ziang Wu yang kembali menghampiri dirinya. Tatapan pemuda itu tidak terartikan. Melihat Su Li yang bergeming, Ziang Wu mendatanginya. “Ayo,” ucapnya lagi sambil mengulurkan tangan. “Kita harus bertemu dengan Direktur Wang, Ayah sudah menunggu.” Mendengar Ziang Wu membawa sang Ayah dalam obrolan mereka, akhirnya membuat Su Li meraih tangan Ziang Wu. Pemuda itu menatap Su Li lekat. Kedua tangannya terangkat, “Tersenyumlah. Kau tidak mau mengumumkan kepada dunia kalau kita sedang bertengkar?” ujarnya sambil mencubit kedua pipi Su Li agar membentuk lengkung senyum. “Siapa yang bilang kita bertengkar?” ujar Su Li kemudian menurunkan tangan Ziang Wu dari pipinya. “Iya, kita tidak bertengkar.” Ziang Wu kemudian menggandeng Su Li untuk kembali ke ballroom. Jika terlalu lama ia tidak tahu kapan bisa bertahan. Pemuda itu tahu, menurutnya Su Li benar. Hubungan mereka sangatlah tidak mungkin. Jadi ia harus bertindak secara profesional.
“Apa yang kau lihat?” Ziang Wu terkejut kala mendengar suara Huo Yan tepat di belakangnya. Huo Yan ikut melihat ke arah pandang Ziang Wu. Namun pemuda itu tidak melihat apapun. Ziang Wu kemudian berbalik dan meninggalkan Huo Yan. Bisa berbahaya jika Huo Yan sampai menyadari apa yang sedang ia lakukan. “Hei, Ziang Wu. Pesta masih berlangsung kau ingin pergi sekarang?” tanya Huo Yan kala melihat Ziang Wu menuju lift bukan kembali memasuki ballroom. Ziang Wu hanya melambaikan tangannya tanpa berniat menggubris Huo Yan. Ia perlu memastikan siapa yang tadi ia lihat. Kebetulan ada CCTV yang mengarah lorong tersebut. Kotak besi yang membawa Ziang Wu berhenti di lantai tiga belas, dimana ruang kontrol keamanan berada. Petugas keamanan yang sedang berjaga di ruang CCTV itu bangkit berdiri kala menyadari kedatangan Ziang Wu. “Ada keperluan apa Tuan Ziang kemari?” “Maaf mengganggu pekerjaan anda, tetapi saya ingin mengecek CCTV di lorong lantai sembilan. Saya kehilangan sesuatu.” Ziang Wu
“Jelaskan alasannya pada Ayah sekarang juga.” Su Li mengembuskan napasnya berat. Jika Ayahnya sudah berbicara serius seperti itu, akan sangat sulit untuk mengelak. Wanita itu kemudian beranjak dan mendatangi sang Ayah. “Sejak malam penobatan itu, aku tinggal di apartemen lamaku.” Su Liang bergeming, memberikan waktu untuk Su Li menjelaskan. Melihat respon sang Ayah, Su Li berani untuk melanjutkan. “Karena banyak yang aku kerjakan, bolak-balik ke rumah itu memakan waktu, Ayah. Jadi aku meminta ijin dengan Ziang Wu untuk tidak pulang sementara waktu.” “Ayah, aku harus menyusun agenda untuk mengadakan rapat umum pemegang saham.” Su Li mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Mengenai hubungannya dan Ziang Wu itu bisa dipikirkan belakangan. Masalah pergantian jajaran direksi menjadi fokus utamanya saat ini. “Bisakah Ayah memberikanku nasihat? Siapa yang harus aku pertahankan dan siapa yang harus aku singkirkan.” Tatapan Su Liang perlahan melembut. “Kau sudah melihat laporan kinerja me
Deru pembersih udara di pojok ruangan membuat Ziang Wu terbangun dari tidurnya. Entah pukul berapa ia terlelap. Lehernya terasa kaku karena tertidur dalam posisi yang tidak pas. Langit yang masih terlihat gelap di balik tirai yang sedikit tersibak membuat Ziang Wu melihat jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi. Kemudian ia menyadari bahwa posisi tidur Su Li telah berubah. Istrinya ternyata tidur menghadap dirinya. Sebuah lengkung senyum terbit di bibir pemuda itu. Ziang Wu kemudian bangkit untuk memperbaiki posisi tidur Su Li dan juga selimut yang melorot. “Ziang Wu.” Seruan lirih dari Su Li membuat Ziang Wu menepuk-nepuk pelan pundak Su Li. “Tidak apa-apa, aku di sini. Tidurlah lagi,” bisiknya yang membuat Su Li kembali terlelap. Setelah memastikan Su Li kembali terlelap, Ziang Wu kemudian beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Tak lupa ia mengecek ponselnya, ternyata Huo Yan tidak ada menghubungi. Rekan satu timnya itu memegang teguh janjinya untuk tidak
“Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang
“Marie, apa yang kau lakukan?” gumamnya setelah melihat cuplikan berita yang ditampilkan oleh salah satu berita fashion di situs daring yang sedang ia baca. Wei Fang kehabisan stok kesabarannya. Dengan langkah lebar ia keluar dari kafe dan menuju pintu keluar. Gadis itu hampir keluar dari bandara, namun ia menghentikan langkah ketika pandangannya tertumbuk pada seorang gadis muda yang terlihat berlari menuju ke arahnya. “Maafkan aku,” ucap gadis itu setelah tepat berada di hadapan Wei Fang. “Ada aksi demonstrasi di alun-alun kota sehingga terjadi kemacetan.” Wei Fang mengabaikan penjelasan panjang lebar dari asistennya tersebut. Ia tidak ingin energinya terbuang percuma, ada hal penting dan lebih berbobot yang harus ia kerjakan ketimbang meladeni ucapan omong kosong yang Marie lontarkan. “Kita langsung menuju butik sekarang.”Marie mengangguk mengerti. Gadis itu kemudian mengambil langkah di depan Wei Fang, membawanya menuju dimana mobil yang tadi ia bawa terparkir. Diam-diam gad
“Kau?” Dua orang berbeda gender itu sama-sama terkejut setelah melihat satu sama lain. “Apa yang membawamu sampai kemari? Rasanya aku tidak pernah memberimu alamat ini.” Wei Fang menutup pintu di belakangnya. Gadis itu keluar alih-alih membawa kedua orang tamunya memasuki rumah. Ia masih perlu menyelidiki apa maksud tujuan kedua rekannya tersebut sampai mengunjunginya di rumah sang kakak. Padahal ia sama sekali tidak pernah memberikan alamat sang Kakak. “Jangan salah paham dulu. Kami kemari karena Namjun sudah menemukan dompet itu.” Lan Huo kemudian menyikut Namjun yang terlihat membatu. Pemuda itu selalu bersikap kikuk jika sudah berhadapan dengan Wei Fang. “Betul. Kami kemari karena ingin mengambilnya,” ucapnya sedikit terbata. “Mengambil? Bukankah kata yang tepat itu adalah memberikannya padaku?” Wei Fang menatap keduanya dengan alis hampir bertaut. “Lagipula ini adalah akhir pekan. Kita bisa membahasnya besok.” Gadis itu berbalik hendak kembali memasuki rumah ketika pegang
“Ada apa dengannya?” Lan Huo kaget saat membuka pintu dan menemukan Namjun yang dipapah masuk oleh Wei Fang. “Hanya sedikit pusing,” ujar Wei Fang sekenanya. Gadis itu kemudian menyerahkan Namjun pada Lan Huo. Ia kemudian meregangkan lengan kanannya. Memapah seseorang yang memiliki postur yang lebih besar, membuat lengannya sedikit kram. “Kau terluka?” tanya Shen Juan yang baru keluar dari kamar mandi. Aroma mint segar menguar memenuhi ruangan mengikuti langkah pemuda itu. Wei Fang menggeleng, kemudian menunjuk arah dua pemuda yang sedang memasuki kamar tersebut dengan dagunya. “Sepertinya ini masih terlalu cepat untuk ikut after party.” Kening Shen Juan berkerut dalam. “Kami tidak ikut. Namjun hanya mabuk kendaraan,” ucap Wei Fang lagi kemudian beranjak. “Aku akan membersihkan diriku dan bergabung dalam dua puluh menit.” Gadis itu kemudian melenggang keluar setelah meletakkan clutch dan juga anting yang tadi ia gunakan di atas meja. “Setelah ini aku tidak mau berada di kel
“Bukankah itu Tuan Liu?” Namjun mengikuti arah pandang Wei Fang. Secara samar ia dapat mendengar decakan halus dari gadis di sebelahnya itu. Sorot kebencian dan kemarahan terpatri jelas di manik segelap malam itu. Awal bertemu, ia mengira gadis itu menggunakan lensa kontak, karena memang iris mata berwarna hitam bukanlah warna yang umum. Bahkan setahunya, hanya ada sekitar 1 persen penduduk di muka bumi ini yang memiliki iris warna hitam. “Perhatikan tatapanmu. Dia akan menyadarinya jika kau menatapnya seintens itu,” bisik Namjun yang menyadarkan Wei Fang untuk mengalihkan pandangan. Apalagi acara fashion show itu sudah dimulai. Setelah pengantar singkat dari sang designer Liu Yan, terlihat deretan model yang berjalan memasuki runway. Tak heran dengan lokasi yang dipilih, ternyata Liu Yan mengusung tema yang menccerminkan Macau sepenuhnya. “Apakah baju-baju itu bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari?” Senyum tipis tersungging kala ia mendengar pertanyaan pemuda yang masih m
Seberkas sinar dari sang surya menyelinap masuk melalui celah gorden yang tak tertutup rapat. Bias cahaya menyilaukan itu tepat terjatuh pada wajah wajah seorang gadis yang masih setia bergelung di balik selimutnya. Dering ponselnya total ia abaikan. Ia tidak tergugah sama sekali untuk sekedar berbalik memunggungi jendela apalagi beranjak menutup gorden agar sinar matahari tidak mengganggunya. Ia akan menghabiskan day off nya untuk bermesraan seharian dengan selimut juga guling empuknya. Namun, niat itu terdistraksi dengan gedoran tak sabaran dari pintu kamar. Sebenarnya ia bisa saja mengabaikan itu seperti ia mengabaikan dering perangkat jemala dari atas nakas, hanya saja ia tidakmau diusir dari hotelitu karena sudah mengganggu ketertiban umum. Tidak lucu bukan jika penegak hokum sepertinya malah melanggar hukum.Dengan langkah yang diseret Wei Fang menuju pintu cokelat yang memisahkan kamarnya dengan lorong hotel. Tanpa perlu mengintip dari lubang pintu, ia sudah bisa tahu siapa pe
Macau, Musim Gugur 2001Gemerlap cahaya lampu menerangi sepanjang ruas jalan Avenida de Lisboa. Sebuah bangunan bergaya futuristik yang unik berdiri megah dan terlihat mencolok. Wei Fang tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun sambil mengigit toast isi telur dan bacon yang ia pilih sebagai menu makan malamnya saat ini.Mobil van yang mereka sewa terparkir tepat di seberang Kasino Lisboa, tempat operasi mereka malam ini. Kendaraan roda dua maupun roda empat yang ramai serta para pejalan kaki yang memenuhi area pedestrian membantu melancarkan pengintaian mereka tanpa terlihat mencolok.“Aku harap kau tidak masuk angin dengan baju kurang bahan seperti itu,” ucap Namjum kemudian melempar jaket paddingnya hingga menutupi paha mulus Wei Fang yang terekspos akibat strapless dress berpotongan pendek yang ia kenakan. Sejak di hotel, pemuda itu protes dengan pemilihan gaun yang Wei Fang kenakan. “Tuan muda, kita akan mengunjungi kasino. Gaun ini masih sangat sopan dibandingkan para wanita
“Aku belum bisa meninggalkan Tiongkok saat ini.” Gadis itu mengerang frustasi. Ponsel yang menempel pada telinga kirinya ia apit dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya sibuk membolak-balik berkas.“Dua minggu lagi. Undur saja dua minggu lagi.”Ponsel itu kemudian ia letakkan di atas meja setelah sebelumnya ia mengaktifkan pelantang suara.[Kau akan rugi sekitar dua puluh juta Franc Swiss. Apakah kau yakin ingin mengundur acara ini?]Gadis itu meletakkan berkas yang tadi sedang ia baca. “Aku tidak masalah. Kau urus saja. Tugasku disini masih belum selesai. Terserah kau ingin menggunakan alasan apa.”Terdengar desahan putus asa di seberang telepon. Namun itu tidak mengusik gadis itu sama sekali, ia masih sibuk membongkar beberapa berkas yang berada di depannya saat ini.[“Wei Fang. Aku tahu uang bukanlah masalah besar untukmu. Namun, tingkat kepercayaan para vendor di sini serta kepercayaan para pelangganmu itu hal yang akan kamu tebus dengan mahal. Apakah kau lupa bagaimana kau mem
Bangunan restoran yang terlihat tradisional itu membuat sebaris senyum Wei Fang terulas. Sudah lama sejak kali terakhir ia mengunjungi restoran yang menjual makanan Tiongkok. Di Paris ia tidak bisa menemukannya dengan mudah. Selain itu, mrasanya tidak seotentik ketika ia menyantap hidangan-hidangan itu di Tiongkok.Gadis itu masih mengekori langkah pemuda di depannya dalam diam. Selama perjalanan, ia gunakan untuk membaca berkas mengenai seluruh anggota timnya. Shen Juan juga termasuk pemuda yang pendiam. Wei Fang bersyukur jika semua anggota timnya memiliki sifat yang sama dengan pemuda itu.Embusan angin musim semi membuat Wei Fang merapatkan jaket kulit yang ia kenakan sebelum keluar dari mobil. Ia sedikit takjub ketika melangkahkan kaki memasuki restoran. Tidak ada meja yang kosong, ruangan itu dipenuhi oleh senda tawa. Sebuah spanduk acara reuni memenuhi salah satu dinding, ternyata ada yang sedang melakukan acara reuni juga.Manik sehitam malam itu mengitari seluruh ruangan. Sua