“Apa yang bisa ditemukan oleh anak kecil itu? Dia hanya bisa menggertak.”
Wanita itu meluruskan tangan kanannya, merasakan bagaimana tangan pegawai spa itu memijatnya dengan piawai. “Kau tidak perlu khawatir. Kita sudah membuatnya serapi mungkin. Tidak akan ada celah.” Setelah mengatakan hal tersebut ia mengakhiri panggilan itu. Seorang pegawai kemudian mengambil ponsel itu dari tangannya.“Su Li membuat onar?”Wanita itu mengangguk. “Dia membuat keributan di kantor Direktur Lin. Meminta kekurangan dokumen atau apapun itu.”“Seperti bukan dirinya saja. Bukankah selama ini dia hanya diam?”“Ibu juga tidak mengerti. Mungkin dia hanya mencari cara untuk menghalau bosan,” ucap wanita itu sambil terpejam. Wangi aromaterapi yang berasal dari lilin di pojok ruangan dan juga pijatan pada punggungnya membuat semuanya terasa sempurna. “Kau tidak ada niat untuk masuk ke perusahaan, Wei Fang?”Gadis muda di sebelahnya menggeleng. “Bukankah kita sudah sering membicarakan ini, Bu? Perusahaan teknologi tidak cocok untukku.”Wu Xia terkekeh, “Baiklah, Ibu tidak akan membahasnya lagi.” Ia memilih untuk diam dan tidak memperpanjang pembahasan tersebut. Waktu berdua dengan sang Putri sangatlah berharga. Selain membahas Su Li, topik perusahaan juga adalah hal yang sangat dibenci oleh Wei Fang.***Jam makan siang salah satu alasan kafetaria di lobi Liang Tech terlihat ramai dan penuh. Tanpa terkecuali Su Li dan beberapa anggota divisinya termasuk dalam keramaian tersebut.“Menu utama siang ini adalah ayam Kung Pao dan Siu Yuk. Untung saja rapat kita cepat selesai, jika tidak maka kita tidak akan kebagian tempat duduk.” Xiao Lu bergegas masuk ke dalam antrian.Su Li memperhatikan sekitar, ini adalah kali pertamanya makan di kafetaria kantor. Biasanya ia masih berada di luar pada jam makan siang, atau sedang meeting dengan investor jadi sekalian makan di luar. Sama dengan tampilan lobi yang spektakuler, kafetaria perusahaan juga mengusung tema modern.Dimana terdapat beberapa layar besar yang dijadikan tempat untuk memesan makanan. Tidak hanya makanan berat, berbagai cemilan, pastry, bahkan kopi juga tersedia. Semuanya hanya cukup dibayar menggunakan scan barcode yang terdapat di name tag yang dimiliki oleh masing-masing pegawai.Su Li mengambil seporsi ayam Kung Pao dengan tambahan air mineral dan juga seporsi buah segar. Banyak berpikir membuat energinya terkuras. Su Li pernah membaca di majalah kesehatan, bahwa otak membutuhkan nutrisi dua kali lipat dari otot saat dipergunakan, dan ia membuktikannya saat ini.Ketika mengedarkan pandangan, ia melihat Ziang Wu yang dikelilingi oleh para karyawati di salah satu meja. Manik keduanya tidak sengaja bertemu, Ziang Wu mengangkat tangan kanannya. Su Li yang mengerti dengan kode tersebut tersenyum tipis kemudian menghampiri meja itu bersama timnya.“Maaf, tadi divisi kami sedang rapat. Kau sudah lama menunggu?” tanyanya setelah menyamankan diri di depan Ziang Wu.Pemuda itu menggeleng, diam-diam ia merasa lega. Kehadiran Su Li membuat para karyawati yang mendekatinya jadi menjaga jarak. Su Li terkadang terheran-heran, bagaimana Ziang Wu bisa bertahan dengan gempuran perhatian dari wanita sekelilingnya dan tidak ada yang berhasil menjalin hubungan dengannya. “Aku juga baru sampai,” jawabnya. Ziang Wu kemudian memindahkan es krim dari nampannya ke nampan Su Li. “Lain kali datang lebih cepat, supaya tidak kehabisan.”Su Li terkekeh. Sepertinya Ziang Wu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. “Baiklah, besok aku akan lebih cepat turun. Kau juga, makanlah yang banyak.” Su Li memberikan beberapa potong ayamnya ke mangkuk nasi Ziang Wu. Aksi keduanya membuat semua karyawati yang tadi mendekati Ziang Wu kesal dan beranjak pergi.“Ketua Tim, apakah kalian ... ?” Xiao Lu tidak berani melanjutkan pertanyaannya.“Jangan berpikiran macam-macam. Kami hanya teman. Pemuda sopan ini hanya tidak tahu bagaimana caranya menolak,” ucap Su Li kemudian memulai sesi makan siangnya.Ziang Wu hanya terkekeh, apa yang dikatakan gadis itu tidaklah salah. Karena menurutnya semua gadis adalah rekan ataupun sosok adik kecil baginya. Jadi ia segan untuk menolak perhatian lebih yang sering ia terima.“Aku sudah selesai, jadi selesaikan makanmu.” Pemuda itu bermaksud beranjak ketika Su Li menghentikannya.“Es krimmu ketinggalan.”“Anggap saja bayaran untukmu hari ini,” ucapnya ringan kemudian berlalu. Su Li yang memang pencinta dessert menerimanya dengan senang hati.***“Xiao Lu.”Mendengar panggilan Su Li, pemuda itu bergegas beranjak menghampiri meja yang berada di sebelah kanannya itu.“Siapa penanggung jawab atas kerja sama ini?” Su Li memperlihatkan empat laporan yang ia maksud, sejenak Xiao Lu memeriksanya. “Semuanya adalah tanggung jawab Nyonya Liu selaku Ketua Tim sebelumnya. Saat itu saya mengerjakan proyek yang lain bersama Shan Yue.”“Apa ada yang salah?” tanya pemuda itu kala mendapati dahi Su Li mengernyit dalam.“Perusahaan ini berinvestasi sebanyak empat kali, tetapi selalu mengakhirinya dalam periode yang sama. hubungan kerja sama ini berulang dengan pola yang sama selama kurun waktu tiga tahun.”Su Li berhenti pada sebuah halaman. “Kau lihat, bahkan di perjanjian yang ketiga mereka mengajukan pembatalan kerja sama karena perusahaan melakukan kesalahan. Kita harus membayar denda yang cukup besar. Pertanyaanku, mengapa perusahaan tetap menerima investasinya kembali?”Xiao Lu setuju, seharusnya perusahaan tidak akan menerima hubungan kerja sama dalam bentuk apapun lagi dengan perusahaan yang sudah bermasalah. Apalagi ini sampai membayar denda yang tidak bisa dikatakan sedikit.“Kau tahu hal apa yang paling mengejutkan?” Xiao Lu mengantisipasi kalimat apa yang akan Su Li ucapkan selanjutnya.“Shen Juan adalah pegawai perusahaan ini. Awal tahun mereka mengumumkan kebangkrutan. Tepat dua bulan setelah hubungan kerjasama dengan perusahaan kita selesai,” lanjut Su Li. “Mengapa mereka bisa bangkrut? Sedangkan kemarin kau mengatakan bahwa net profit kita mengalami kenaikan. Seharusnya itu juga berdampak untuk perusahaan mana saja yang bekerja sama dengan kita.”Pemuda berkacamata itu menelan ludahnya samar, ia sudah memiliki jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Su Li, hanya saja ia masih ragu. Tatapan menuntut Su Li membuatnya terpaksa menjawab, “Mereka telah menipu kita,” cicitnya.Gadis itu menjentikan jarinya puas. “Ternyata daya analisismu, boleh juga.”“Tetapi, Ketua Tim. Tadi anda mengatakan bahwa Shen Juan pegawai dari perusahan ini, jadi orang yang merekomendasikannya?”Su Li mengangguk. Walaupun Xiao Lu tidak menyebutkan dengan jelas, tetapi gadis itu tahu apa yang dipikirkan oleh anggota timnya tersebut. “Tikus-tikus tidak tahu diri itu ingin menggerogoti kita dari dalam.”Xiao Lu bergidik melihat tatapan dingin Su Li. Terlihat sekali dari manik monolid itu memancarkan amarah yang nyata. Gadis itu menyadari bahwa ternyata kasus kematian sang Ibu tidak sesederhana yang ia pikirkan. Musuhnya tidak hanya satu dua orang, banyak hal yang harus ia siapkan. “Kau bisa kembali ke mejamu. Tetapi rahasiakan ini dari yang lain,” ucap Su Li kala melihat beberapa anggota timnya yang lain memasuki ruangan.***Su Li mengaduk ice americano-nya dalam diam. Oreo cheesecake yang ia pesan sebagai padanan kopinya pun ia anggurkan begitu saja. Dentingan piano yang memenuhi ruangan tidak bisa mengalahkan berisik yang terjadi di kepalanya. Beragam sisi pikirannya berebut meminta atensi. Suara-suara yang menyuarakan hipotesisnya berjubel memenuhi lobus frontal. Gadis itu sibuk menggigit ibu jari kanannya.“Hentikan kebiasaan burukmu itu, ibu jarimu hampir berdarah.”Su Li otomatis menghentikan gigitannya. “Ayah sudah katakan berkali-kali, hentikan itu. Umurmu sudah berapa masih suka menggigiti kuku?”Bukannya menjawab, Su Li lebih memilih menyeruput es americano-nya. Su Liang bertanya-tanya apa yang membuat putrinya yang begitu cerewet bisa terdiam seribu bahasa seperti saat ini. “Jika tidak ada yang ingin kau katakan, Ayah akan pulang sekarang.”Su Li menegakkan tubuhnya. “Ada hal yang ingin aku katakan pada, Ayah.”Su Liang bersedekap sambil memandang Su Li lurus, sang Putri sangat jarang menyampaikan keinginannya. Jadi pria paruh baya itu mengantisipasi apa yang selanjutnya akan Su Li katakan.Sebelum sang Ayah datang, Su Li sudah bisa merancang beragam skenario cara mengutarakan keinginannya. Bahan gadis itu sudah menyiapkan amunisi lebih takut-takut sang Ayah menolak. Namun, setelah berhadapan langsung, segala hal yang telah ia siapkan meleleh bersama es yang berada di dalam gelasnya.Gadis itu mencoba menghirup napas panjang dan diembuskan perlahan. Mengumpulkan semua tekad dan juga keberanian yang ia punya.“Aku ingin menjadi pemimpin perusahaan.”“Aku ingin menjadi pemimpin perusahaan.” Su Liang menatap Su Li tidak percaya. “Kau tidak sedang mabuk kan?” ia kemudian memastikan bahwa yang diminum oleh Su Li adalah kopi bukanlah minuman beralkohol. “Bukankah Ayah memaksaku untuk menjadi pewaris? Sekarang aku menawarkan diri tetapi malah seperti itu respon Ayah.” Su Li menyeruput es americano-nya dengan kesal. Jika sedang merajuk anak gadisnya itu akan cemberut seperti ikan mas, memuat Su Liang tersenyum gemas. “Ayah, aku sedang berbicara serius.” Ucapan Su Li membuat Su Liang menenggelamkan senyumnya. Benar kata sang Putri, ia harus serius saat ini. Pasti ada sesuatu yang membuat Su Li berubah pikiran. “Kau sudah menemukan pengganti kekasihmu itu?” Su Li memutar bola matanya kesal. Sang Ayah masih saja mengira dirinya memiliki hubungan spesial dengan Miss Moore. Ia sedikit menyesal mengapa tidak pernah mengiyakan tawaran beberapa temannya ketika di bangku sekolah. Saat di Ubex pun banyak yang mencoba mendekati hanya saja S
Kuncup-kuncup magnolia mulai menampakkan diri. Beberapa ranting yang semula gundul juga mulai menumbuhkan pucuk-pucuk kehijauan. Pegawai minimarket sedang menempelkan kaligrafi dan juga lukisan musim semi kala seorang gadis membuat bel kecil di atas pintu kaca itu bergemerincing. Destinasi pertamanya adalah deretan mie instan yang tersusun rapi, setelah menimbang cukup lama pilihannya jatuh kepada luosifen, semenjak berada di London, ia sangat ingin mencicipi sajian mie beras atau bihun berbahan dasar siput tersebut. Jika dalam penyajian sebenarnya, bihun direndam dalam kaldu pedas, lalu diberi taburan rebung, buncis, lobak, kacang tanah, dan kulit tahu, tetapi ia cukup puas dengan keberadaan luosifen dalam bentuk instan. Su Li berharap rasanya tidak akan beda jauh dari cita rasa yang berada di ingatannya. Walaupun beraroma yang khas, rasanya sangatlah enak. Dulu setiap kali sang Ibunda menjemput dirinya setiap sepulang sekolah, mereka pasti akan mampir di kedai ujung gang. Mengha
Cahaya matahari yang mengenai wajahnya membuat tidur lelap gadis itu terusik. Ditariknya selimut hingga menutupi wajah. Gerakannya berhenti karena ia merasa asing dengan aroma selimut yang menutupi tubuh semampainya. Manik itu perlahan membuka dan mulai memindai sekeliling. “Rasanya aku tidak memiliki lukisan itu,” gumamnya kala melihat lukisan yang tergantung di salah satu dinding. Ia kemudian beralih kepada selimut yang menutupi dirinya. Tersadar dengan keadaan dengan cepat ia memeriksa pakaian yang ia gunakan. Sebuah helaan lega terdengar saat mendapati dirinya masih berpakaian utuh di balik selimut abu-abu tersebut. Sepertinya dia tidak terlibat hal konyol akibat mabuk tadi malam. Gadis itu tidak menyangka bahwa tiga gelas margarita bisa membuatnya hilang kesadaran, toleransi alkoholnya menurun drastis. “Kau sudah bangun?” Badannya berputar cepat ke arah pintu. Bak putaran film lawas, kejadian tadi malam terlintas di kepalanya. Semua tidak ada yang terlewat. Termasuk ciuman
“Kau tidak perlu khawatir, kita hanya akan melakukan pernikahan kontrak.” Ziang Wu mengembuskan napas untuk sekian kali. Ucapan Su Li selalu terputar bak kaset rusak. Berulang-ulang tanpa memandang waktu. “Apakah ada yang salah?” Huo Yan memandangi pemuda berkemeja kotak-kotak di depannya dengan bingung. Pasalnya, selama bekerja di divisi yang sama selama tiga tahun, belum pernah Ziang Wu terlihat tidak fokus saat bekerja. Di balik sikap ramahnya kepada semua orang, jika menyangkut pekerjaan pemuda itu tidak akan pandang bulu. Ziang Wu memutar kursinya dan menghadap Huo Yan. “Aku ingin bertanya, tetapi ini bukanlah menyangkut diriku. Ini adalah cerita dari temannya temanku.” Huo Yan mengangguk mengerti walaupun ia mengerti bahwa Ziang Wu sudah berbohong. “Apa yang akan kau lakukan jika seorang wanita tiba-tiba mengajakmu menikah?” Pemuda berambut cepak itu terlihat berpikir sejenak. “Apakah dia cantik?” Ziang Wu mengangguk. “Apakah dia kaya?” Sekali lagi pemuda berkacamata i
“Mari kita menikah,” ulang Ziang Wu.Su Li menghambur memeluk Ziang Wu. Lengan kurus itu melingkar sempurna mendekap tubuh jangkung pemuda yang mematung akibat tindakan tiba-tiba Su Li tersebut.“Terima kasih,” gumamnya penuh dengan kesungguhan. Mendapatkan seseorang yang bersedia membantunya membuat Su Li sedikit merasa sentimental.Tubuh kurus itu bergetar lembut, Ziang Wu memberanikan diri membalas dekapan lembut yang ia terima. Membiarkan kemeja navy yang ia kenakan basah oleh sekresi air mata yang Su Li keluarkan.“Bagaimana perasaanmu?”Su Li menerima hangat yang Ziang Wu sodorkan. Rona merah yang menghiasi pipi putihnya itu seolah tidak mau menghilang. Baru kali ini bisa menangis begitu lepas, bahkan saat pemakaman sang Ibunda ia tidak menangis sekeras ini.Beberapa kejadian yang terjadi selama beberapa tahun belakangan memang menguras seluruh emosinya. Keadaan menuntutnya untuk tetap tegar dan terlihat baik-baik saja.“Menangis itu suatu hal yang manusiawi. Kau tidak perlu m
“Jadi, ini nyata?”Shen Yue memandangi undangan yang berada di genggamannya. Dua nama yang tertulis pada kertas putih dengan desain bunga-bunga emas yang tersebar itu membuatnya terkejut pagi ini.“Xiao Lu, bisakah kau mencubit pipiku?” Mendapatkan permintaan seperti itu membuat Xiao Lu dengan semangat menarik pipi chuby itu dengan semangat.“Akh. Kau berniat membuat pipiku lepas?” ujarnya dengan kesal sambil memukul tangan Xiao Lu. Pemuda itu hanya tertawa.“Jangan sampai hilang, karena kau tidak akan bisa masuk tanpa undangan itu.” Kemudian pemuda itu berlalu. Ia harus menyerahkan beberapa undangan lagi kepada divisi lainnya.Seisi kantor sudah mulai berisik, tetapi sang pemeran utama penyebab kegemparan pagi ini melenggang santai memasuki perusahaan dengan tenang seperti biasa. Menenteng shoulder bag hitam di tangan kanan dan cup kopi di tangan kiri, Su Li melangkah memasuki lift.Berjubel dengan pegawai lain. Mengabaikan tatapan penasaran dari para pegawai. Ini bukan kali pertaman
Ziang Wu kembali melirik jam dinding. Ia sudah menyelesaikan satu ronde tetris di ponsel tetapi Su Li belum juga menampakkan batang hidungnya. Kembali ia membuka room chat terakhirnya bersama sang Istri. Pesan yang dikirimkan oleh Su Li sepuluh menit yang lalu menyatakan bahwa gadis itu sedang berada di lift.Pemuda itu menengok ke arah dalam di mana sang Ayah sudah kembali tertidur pulas. Kemudian mencoba menghubungi ponsel Su Li. Suara nada tunggu yang tidak berhenti membuat Ziang Wu menjadi cemas dan memutuskan untuk keluar kamar.Pada dering ke lima akhirnya panggilannya terjawab. Belum sempat ia bernapas lega, suara lirih Su Li yang memanggilnya membuat jantungnya kembali berpacu.“Su Li, kau bisa mendengarku?” Tak ada jawaban dari seberang membuat Ziang Wu memacu langkahnya menuju lift. Berkali-kali ia mencoba memanggil Su Li tetapi nihil, masih kesunyian yang menyapanya. Ziang Wu hampir mengutuk ketika ada suara yang terdengar di panggilannya.“Halo.”“Halo. Bisa berikan ponsel
Ziang Wu berbaring dalam kegelapan, terbungkus aroma tubuh Su Li dan kelembutannya, memeluk wanita itu di lekuk lengan saat sinar matahari mengintip malu-malu di balik tirai abu-abu. Terlepas dari pelukan penuh air mata di malam ia mengetahui fakta bahwa Ibu mertuanya dibunuh, ini adalah pertama kali bagaimana tubuh ringkih itu kembali tenggelam dalam pelukannya. Su Li adalah wanita terkuat yang pernah ia kenal. Walaupun ia mengerti bahwa kemandirian yang dimiliki oleh wanita itu didorong oleh rasa takut. Takut ditinggalkan. Takut dikecewakan. Takut terluka. Su Li tidak banyak menceritakan masa lalunya, gadis itu hanya mengatakan hal-hal mendasar yang bisa menjadi acuan bagaimana dirinya dapat membantu, tetapi dari hal kecil itulah Ziang Wu dapat membentuk bagaimana sosok Su Li yang selama ini bertahan dan bertarung sendirian. Bagaimana rasa kecewa akibat dikhianati sang Ayah yang melakukan pernikahan kedua setelah kematian sang Ibu sedikit banyak mempengaruhi Su Li dalam memandan
“Kau tahu? Pembunuh Shen Juan adalah Wu Xia. Ibunda Wei Fang.”Namjun berbalik dan menatap Luo Han. Dari sekian banyak berita yang ia harap sama sekali ia tidak pernah mengharapkan kabar buruk seperti itu."Shen Juan tidak mungkin melakukan itu." Namjun tetap bersikukuh untuk menampik hal tersebut. Lan Huo meletakkan kembali map berkas yang ia pegang. "Aku pun tidak ingin mempercayainya. Namun begitulah hasil penyelidikan." Pria itu menepuk pundak Namjun. Ia tahu, pasti sulit untuk menerima. "Aku juga seperti itu. Tetapi bukti demi bukti yang ada terlalu jelas. Shen Juan sudah melanggar kode etik dan merugikan kesatuan kita." Lan Huo kemudian melenggang keluar, meninggalkan namjun yang termenung. Pemuda itu tahu, Namjun pasti perlu waktu. Seperti tersadar akan sesuatu Namjun merogoh ponselnya di saku. Perangkat jemala itu bergetar dan menampilkan sebuah pesan. Namjun bergegas setelah selesai membaca pesan tersebut."Kau mau kemana?" Namjun hanya melengos pergi tanpa ingin menang
“Marie, apa yang kau lakukan?” gumamnya setelah melihat cuplikan berita yang ditampilkan oleh salah satu berita fashion di situs daring yang sedang ia baca. Wei Fang kehabisan stok kesabarannya. Dengan langkah lebar ia keluar dari kafe dan menuju pintu keluar. Gadis itu hampir keluar dari bandara, namun ia menghentikan langkah ketika pandangannya tertumbuk pada seorang gadis muda yang terlihat berlari menuju ke arahnya. “Maafkan aku,” ucap gadis itu setelah tepat berada di hadapan Wei Fang. “Ada aksi demonstrasi di alun-alun kota sehingga terjadi kemacetan.” Wei Fang mengabaikan penjelasan panjang lebar dari asistennya tersebut. Ia tidak ingin energinya terbuang percuma, ada hal penting dan lebih berbobot yang harus ia kerjakan ketimbang meladeni ucapan omong kosong yang Marie lontarkan. “Kita langsung menuju butik sekarang.”Marie mengangguk mengerti. Gadis itu kemudian mengambil langkah di depan Wei Fang, membawanya menuju dimana mobil yang tadi ia bawa terparkir. Diam-diam gad
“Kau?” Dua orang berbeda gender itu sama-sama terkejut setelah melihat satu sama lain. “Apa yang membawamu sampai kemari? Rasanya aku tidak pernah memberimu alamat ini.” Wei Fang menutup pintu di belakangnya. Gadis itu keluar alih-alih membawa kedua orang tamunya memasuki rumah. Ia masih perlu menyelidiki apa maksud tujuan kedua rekannya tersebut sampai mengunjunginya di rumah sang kakak. Padahal ia sama sekali tidak pernah memberikan alamat sang Kakak. “Jangan salah paham dulu. Kami kemari karena Namjun sudah menemukan dompet itu.” Lan Huo kemudian menyikut Namjun yang terlihat membatu. Pemuda itu selalu bersikap kikuk jika sudah berhadapan dengan Wei Fang. “Betul. Kami kemari karena ingin mengambilnya,” ucapnya sedikit terbata. “Mengambil? Bukankah kata yang tepat itu adalah memberikannya padaku?” Wei Fang menatap keduanya dengan alis hampir bertaut. “Lagipula ini adalah akhir pekan. Kita bisa membahasnya besok.” Gadis itu berbalik hendak kembali memasuki rumah ketika pegang
“Ada apa dengannya?” Lan Huo kaget saat membuka pintu dan menemukan Namjun yang dipapah masuk oleh Wei Fang. “Hanya sedikit pusing,” ujar Wei Fang sekenanya. Gadis itu kemudian menyerahkan Namjun pada Lan Huo. Ia kemudian meregangkan lengan kanannya. Memapah seseorang yang memiliki postur yang lebih besar, membuat lengannya sedikit kram. “Kau terluka?” tanya Shen Juan yang baru keluar dari kamar mandi. Aroma mint segar menguar memenuhi ruangan mengikuti langkah pemuda itu. Wei Fang menggeleng, kemudian menunjuk arah dua pemuda yang sedang memasuki kamar tersebut dengan dagunya. “Sepertinya ini masih terlalu cepat untuk ikut after party.” Kening Shen Juan berkerut dalam. “Kami tidak ikut. Namjun hanya mabuk kendaraan,” ucap Wei Fang lagi kemudian beranjak. “Aku akan membersihkan diriku dan bergabung dalam dua puluh menit.” Gadis itu kemudian melenggang keluar setelah meletakkan clutch dan juga anting yang tadi ia gunakan di atas meja. “Setelah ini aku tidak mau berada di kel
“Bukankah itu Tuan Liu?” Namjun mengikuti arah pandang Wei Fang. Secara samar ia dapat mendengar decakan halus dari gadis di sebelahnya itu. Sorot kebencian dan kemarahan terpatri jelas di manik segelap malam itu. Awal bertemu, ia mengira gadis itu menggunakan lensa kontak, karena memang iris mata berwarna hitam bukanlah warna yang umum. Bahkan setahunya, hanya ada sekitar 1 persen penduduk di muka bumi ini yang memiliki iris warna hitam. “Perhatikan tatapanmu. Dia akan menyadarinya jika kau menatapnya seintens itu,” bisik Namjun yang menyadarkan Wei Fang untuk mengalihkan pandangan. Apalagi acara fashion show itu sudah dimulai. Setelah pengantar singkat dari sang designer Liu Yan, terlihat deretan model yang berjalan memasuki runway. Tak heran dengan lokasi yang dipilih, ternyata Liu Yan mengusung tema yang menccerminkan Macau sepenuhnya. “Apakah baju-baju itu bisa digunakan dalam kegiatan sehari-hari?” Senyum tipis tersungging kala ia mendengar pertanyaan pemuda yang masih m
Seberkas sinar dari sang surya menyelinap masuk melalui celah gorden yang tak tertutup rapat. Bias cahaya menyilaukan itu tepat terjatuh pada wajah wajah seorang gadis yang masih setia bergelung di balik selimutnya. Dering ponselnya total ia abaikan. Ia tidak tergugah sama sekali untuk sekedar berbalik memunggungi jendela apalagi beranjak menutup gorden agar sinar matahari tidak mengganggunya. Ia akan menghabiskan day off nya untuk bermesraan seharian dengan selimut juga guling empuknya. Namun, niat itu terdistraksi dengan gedoran tak sabaran dari pintu kamar. Sebenarnya ia bisa saja mengabaikan itu seperti ia mengabaikan dering perangkat jemala dari atas nakas, hanya saja ia tidakmau diusir dari hotelitu karena sudah mengganggu ketertiban umum. Tidak lucu bukan jika penegak hokum sepertinya malah melanggar hukum.Dengan langkah yang diseret Wei Fang menuju pintu cokelat yang memisahkan kamarnya dengan lorong hotel. Tanpa perlu mengintip dari lubang pintu, ia sudah bisa tahu siapa pe
Macau, Musim Gugur 2001Gemerlap cahaya lampu menerangi sepanjang ruas jalan Avenida de Lisboa. Sebuah bangunan bergaya futuristik yang unik berdiri megah dan terlihat mencolok. Wei Fang tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun sambil mengigit toast isi telur dan bacon yang ia pilih sebagai menu makan malamnya saat ini.Mobil van yang mereka sewa terparkir tepat di seberang Kasino Lisboa, tempat operasi mereka malam ini. Kendaraan roda dua maupun roda empat yang ramai serta para pejalan kaki yang memenuhi area pedestrian membantu melancarkan pengintaian mereka tanpa terlihat mencolok.“Aku harap kau tidak masuk angin dengan baju kurang bahan seperti itu,” ucap Namjum kemudian melempar jaket paddingnya hingga menutupi paha mulus Wei Fang yang terekspos akibat strapless dress berpotongan pendek yang ia kenakan. Sejak di hotel, pemuda itu protes dengan pemilihan gaun yang Wei Fang kenakan. “Tuan muda, kita akan mengunjungi kasino. Gaun ini masih sangat sopan dibandingkan para wanita
“Aku belum bisa meninggalkan Tiongkok saat ini.” Gadis itu mengerang frustasi. Ponsel yang menempel pada telinga kirinya ia apit dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya sibuk membolak-balik berkas.“Dua minggu lagi. Undur saja dua minggu lagi.”Ponsel itu kemudian ia letakkan di atas meja setelah sebelumnya ia mengaktifkan pelantang suara.[Kau akan rugi sekitar dua puluh juta Franc Swiss. Apakah kau yakin ingin mengundur acara ini?]Gadis itu meletakkan berkas yang tadi sedang ia baca. “Aku tidak masalah. Kau urus saja. Tugasku disini masih belum selesai. Terserah kau ingin menggunakan alasan apa.”Terdengar desahan putus asa di seberang telepon. Namun itu tidak mengusik gadis itu sama sekali, ia masih sibuk membongkar beberapa berkas yang berada di depannya saat ini.[“Wei Fang. Aku tahu uang bukanlah masalah besar untukmu. Namun, tingkat kepercayaan para vendor di sini serta kepercayaan para pelangganmu itu hal yang akan kamu tebus dengan mahal. Apakah kau lupa bagaimana kau mem
Bangunan restoran yang terlihat tradisional itu membuat sebaris senyum Wei Fang terulas. Sudah lama sejak kali terakhir ia mengunjungi restoran yang menjual makanan Tiongkok. Di Paris ia tidak bisa menemukannya dengan mudah. Selain itu, mrasanya tidak seotentik ketika ia menyantap hidangan-hidangan itu di Tiongkok.Gadis itu masih mengekori langkah pemuda di depannya dalam diam. Selama perjalanan, ia gunakan untuk membaca berkas mengenai seluruh anggota timnya. Shen Juan juga termasuk pemuda yang pendiam. Wei Fang bersyukur jika semua anggota timnya memiliki sifat yang sama dengan pemuda itu.Embusan angin musim semi membuat Wei Fang merapatkan jaket kulit yang ia kenakan sebelum keluar dari mobil. Ia sedikit takjub ketika melangkahkan kaki memasuki restoran. Tidak ada meja yang kosong, ruangan itu dipenuhi oleh senda tawa. Sebuah spanduk acara reuni memenuhi salah satu dinding, ternyata ada yang sedang melakukan acara reuni juga.Manik sehitam malam itu mengitari seluruh ruangan. Sua