Pagi itu Kayla bangun dalam keadaan tubuh yang terasa lemas. Wajahnya pucat, matanya sembab karena semalaman ia menangis. Ia melirik ke ranjang ibunya, sang ibu masih tidak sadarkan diri.
“Bu, Ibu harus sembuh. Operasi Ibu akan dilaksanakan hari ini, jadi Ibu harus kuat. Jangan sia-siakan pengorbananku, ya,” bisik Kayla di telinga ibunya. Sayup Kayla mendengar suara adzan subuh. Biasanya ia akan segera
mengambil wudhu dan menjalankan ibadah lima waktu. Tetapi, pagi ini ia merasa tak layak untuk menghadapNya.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Raditama muncul dari balik pintu.
“Kau pulanglah ke rumah, Kayla. Bukannya kau harus sekolah, jangan sampai terlambat. Pulang sekolah nanti kau baru ke sini lagi. Pagi ini ayah akan mengurus biaya operasi untuk ibumu,” kata pria itu dengan tegas.
“Hari ini ... apa aku boleh di sini saja? Aku ingin menemani ibu, Yah,” ujar Kayla takut-takut. Namun, Raditama menggeleng dengan tegas.
“Tidak! Kau harus berangkat ke sekolah hari ini!”
Kayla hanya bisa menghela napas panjang dan segera meraih tasnya kemudian ia mendekati ranjang ibunya. Perlahan dikecupnya kening sang ibu dengan penuh kasih sayang dan ia pun segera berlalu.
Sepanjang hari itu, Kayla tidak dapat konsentrasi pada pelajaran. Beberapa kali ia melamun saat guru bertanya kepadanya. Haras, guru kimia yang terkenal sangat tegas pun akhirnya mengirim Kayla ke ruang BP
Dan, di ruangan itulah kini Kayla duduk menanti Kirani, wali kelasnya. Sementara menunggu, sepasang mata menatapnya penuh selidik. Saat itu Kayla ditemani Aulia, guru BP yang terkenal cerewet dan judes.
“Makanya kalau sekolah itu jangan banyak melamun! Kalau tidak berniat sekolah ya lebih baik di rumah,” kata Aulia dengan ketus.
“Maafkan saya, Bu. Saya hanya-“
TOK!TOK!TOK!
Ucapan Kayla terhenti saat pintu diketuk dan Kirani Pramesti, wali kelas Kayla muncul dari balik pintu. Kirani Pramesti seorang wanita yang cantik dan lembut. Ia juga guru yang sangat bijaksana.
"Kayla? Tidak salah? Apa yang terjadi?" tanya Kirani.
"Hari ini dia tidak konsen di kelasnya, membuat pak Haras kesal. Beberapa kali dipanggil dia malah melamun." Aulia menjawab pertanyaan Kirani tanpa melepaskan pandangan dari Kayla.
“Benar itu, Kayla?” tanyanya. Kayla hanya mengangguk lesu.
“Maafkan saya, Bu. Ibu saya sedang sakit dan siang ini beliau akan menjalani operasi. Jadi, saya merasa tidak tenang,” jawab Kayla dengan suara bergetar.
Air mata mulai menetes membasahi pipinya yang putih mulus. Melihat Kayla menangis terisak-isak, Aulia dan Kirani pun saling berpandangan. Kirani sedikit banyak mengetahui latar belakang keluarga Kayla. Kebetulan, dulu Kirani tinggal tak jauh dari rumah lama Kayla. Jadi, dia tau betul masalah apa yang dihadapi keluarga gadis itu.
Kirani menghela nafas panjang, dan membawa Kayla dalam pelukannya. Ia mengelus punggung gadis belia itu dengan lembut. Kayla merasa begitu nyaman dalam pelukan Kirani, tangisnya pun malah semakin menjadi.
“Menangislah jika kau merasa lega, jangan dipendam sendiri,” kata Kirani.
“Sa-saya takut, Bu. Saya takut jika sampai terjadi sesuatu pada ibu,” kata Kayla lirih.
Kirani mengelus rambut panjang Kayla dengan lembut. Hati Kayla terasa menghangat. Sudah berapa lama ia tidak merasakan pelukan hangat seperti ini? Sejak ayahnya bangkrut, Kayla merasa kehilangan segalanya. Kemesraan dan keharmonisan, gelak tawa ... semua itu hilang musnah, menyisakan puing- puing kehancuran.
"Ma-maafkan saya, Bu Kirani. Saya janji Bu, ini yang pertama dan terakhir. Tolong, jangan skorsing saya, Bu," kata Kayla disela isak tangisnya.
Kirani mengurai pelukan dan menatap gadis belia di hadapannya. Perlahan dengan lembut, Kirani mengusap air mata Kayla.
"Kayla, di sekolah, ibu adalah pengganti orang tuamu. Kamu boleh bercerita apa saja pada Ibu. Ini, simpan nomor telepon ibu, ya. Di luar jam sekolah pun, jika kamu ingin bicara, kamu butuh teman, hubungi Ibu. Ibu akan mendengar ceritamu. Ibu tau, apa yang kamu dan keluargamu alami bukanlah hal yang mudah. Tapi, Ibu kagum melihat semangatmu dalam belajar. Ibu tidak mau, prestasimu jadi menurun nantinya, Kayla. Sayang sekali beasiswamu nantinya."
"Iya, saya mengerti, Bu. Terima kasih banyak," kata Kayla.
"Begini saja, kamu sekarang boleh pulang. Jika kamu mengkhawatirkan ibumu, kamu bisa menemani beliau."
"Tidak bu, jangan. Nanti ayah pasti akan marah jika saya pulang, Bu. Beliau akan mengira saya bolos,” jawab Kayla. Ia tidak mau Raditama sampai tau jika dia dipanggil ke ruang BP. Ia yakin jika Raditama tau ia akan sangat marah.
"Baiklah kalau begitu. Kamu yakin, bisa belajar dengan baik? Setelah jam pak Haras selesai, ibu yang akan mengajar dan ibu tidak mau ada yang melamun. Kamu boleh ke ruang UKS untuk beristirahat sebentar,” kata Kirani.
“Apa saya tidak boleh masuk ke kelas sekarang saja, Bu?” tanya Kayla. Kirani menggeleng, “Pak Haras tidak akan mengizinkan. Ibu akan menyuruh salah seorang temanmu untuk menjemput di UKS nanti.”
"Terima kasih banyak ya, Bu. Saya permisi kalau begitu," kata Kayla.
Kirani dan Aulia mengangguk bersamaan. Kayla pun segera beranjak dan berlari kecil menuju ke UKS.
Sesampainya di ruang UKS, Kayla merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang tersedia di ruangan itu. Ya, Kayla ingin memejamkan matanya sejenak saja. Ia merasa begitu lelah. Tanpa sadar ia pun akhirnya tertidur.
Ia terbangun saat merasa seseorang tengah memperhatikannya. Kayla pun membuka mata dan mendapati seseorang tersenyum padanya.
"Tidurmu pulas sekali."Kayla sontak terbangun dan duduk bersandar sambil melotot kesal."Kau ini bisa tidak sih jangan membuatku kaget? Sejak kapan kau ada di sini?" tanyanya."Aku tadi baru saja selesai main basket dan nih ... tanganku terluka. Aku hanya ingin mengambil obat merah tapi, saat aku masuk kau sedang tertidur pulas. Kau sakit?""Bukan urusanmu, Galang.""Kenapa sih, kau ini susah sekali didekati sekarang?" Kayla menatap pemuda di hadapannya. Ia tidak tau harus menjawab apa. Galang adalah kakak kelasnya, sudah sejak lama ia memang mengejar-ngejar Kayla. Kebetulan, ibu mereka juga berteman dekat."Kata mamaku, ibumu hari ini akan menjalani operasi. Kau pasti lelah karena menjaga beliau," ujar pemuda itu sambil bangkit berdiri dan mengambil obat merah dari lemari P3K. Kayla memanfaatkan keadaan itu untuk bangkit dan turu
Kayla berjalan dengan langkah gontai. Rasanya ia malas sekali kembali ke rumah. Tapi, jika tidak pulang, ke mana lagi ia harus melangkah. Lagi pula ia harus ke rumah sakit untuk menjaga ibunya. Kayla memicingkan mata saat melihat mobil ayahnya terparkir di depan rumahnya. Ia pun bergegas, perasaannya tidak enak. Ia takut jika sesuatu terjadi pada sang ibu.“Ayah, kenapa Ayah pulang? Bagaimana dengan ibu?” tanya Kayla saat ia masuk. Raditama tampak sedang duduk di teras rumah mereka. Alih-alih menjawab, Raditama malah memperlihatkan saldo rekeningnya. Dada Kayla berdesir seketika.“U-uang dari mana itu, Yah?” tanyanya hati-hati."Kita pergi ke rumah mami Sania sekarang. Kau berdandan di sana, lalu kita ke hotel. Orangnya sudah mentransfer. Tidak lama Tatia. Kau hanya perlu seperti ini sampai ayah bisa bangkit kembali dan ibumu sembuh." Ka
Kayla mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang. Ia merasa tak ada gunanya menolak atau melawan segala perintah ayahnya. Di depan ibunya, Kayla berusaha bersikap normal dan biasa saja. Dia berpura-pura tidak tau darimana ayahnya mendapatkan pundi- pundi uang. Wajah Kayla yang memang sangat cantik, memiliki daya jual sendiri. Tarifnya tidak pernah kurang dari 20jt rupiah. Tentu saja, hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Sania dan Raditama. Dalam seminggu, Kayla bisa 3 atau 4 kali melayani para bos besar hidung belang yang mencari gadis- gadis belia seperti dirinya. Kesehatan Ibunya berangsur-angsur membaik setelah operasi dan beberapa kali kemoterapi. Bahkan Ibunya mulai menjalani terapi. Sehingga ia bisa kembali berjalan, dan bicara. Aura kecantikannya pun mulai terlihat kembali. Bahkan, ayah mereka mempekerjakan asisten rumah tangga sehingga mereka tidak perlu lagi bergantian mengerjakan pekerjaan ru
Seperti biasa, Rans selalu memberikan tips kepada Kayla. Kali ini jumlahnya tidak tanggung-tanggung, 10 juta rupiah."Ayahmu menjemput?" tanya Rans.“Tidak, Om. Aku bisa pulang menggunakan taksi online,” jawab Kayla.“Apa mau aku antar, Kay?” tanya Rans sambil merangkul pinggang gadis itu dengan mesra. Kayla menggelengkan kepalanya, “Tidak usah, Om. Aku mungkin akan mampir ke rumah sahabatku sebentar,” jawabnya."Panggil aku mas! Mulai sekarang kau tidak boleh melayani tamu lain lagi. Aku akan bicara dengan ayahmu dan mami Sania," kata Rans."Iya. Aku menurut saja, Mas. Aku permisi dulu, ya," ujar Kayla datar. Ya, Kayla sudah kehilangan keceriaanya. Sudah kehilangan segalanya. Sampai- sampai ia pun merasa tidak ada gunanya untuk melawan atau berontak. Semua sia- sia saja."Tunggu dulu, Kay," ujar Rans. Langkah Kayla terhenti. Ia berbalik dan menunggu apa yang akan
"Kau tidak bahagia, Kay?"Kayla menoleh menatap Cindy sahabatnya kemudian memalingkan kembali pandangannya ke arah lapangan sekolah."Aku tidak tau, Cin. Rasanya aku tidak ingin ke mana-mana. Aku tidak ingin lulus sekolah, bahkan jika memang bisa aku ingin kembali ke masa lalu. Jika perlu aku memilih untuk tidak pernah dilahirkan," jawab Kayla. Cindy menghela napas panjang, sudah lama rasanya ia tidak melihat senyum di wajah sahabatnya itu. Sejak ayahnya bangkrut Kayla menjadi anak yang pemurung. Ia tidak lagi terlihat seperti Kayla. Bahkan, setahun terakhir ini Kayla seperti menjaga jarak dengannya."Kay, apa ada yang bisa aku bantu? Jika ada masalah ... ceritalah kepadaku. Atau, kau bisa ke rumah. Bunda selalu menanyakanmu," kata Cindy.Air mata Kayla menetes perlahan ia pun memeluk Cindy dan menangis dalam pelukan sahabatnya itu."Menang
Kayla duduk diam, ia memandangi makanan yang tersedia tanpa menyentuhnya sama sekali. Tatapan matanya kosong, sejak ia tiba tidak banyak kata yang ia ucapkan pada Larasti atau kepada Cindy.“Kay, yang tadi itu siapa?” tanya Cindy sambil mengambil sepotong tempe bacem.“Namanya Ethan. Dia ... ah, sudahlah Cin jangan ceritakan tentang dia.”“Loh, aku hanya bingung saja Kay. Selama ini kau kan dekat dengan Galang. Tapi mendadak ada yang menjemputmu dan-““Dia anak buah calon suami pilihan ayah,” kata Kayla memotong ucapan Cindy. Mendengar jawaban Kayla, Larasati dan Cindy langsung tersedak.“Calon suami apa? Ya ampun ... Kayla. Usiamu baru dua puluh, kan? Kau dan Cindy baru saja lulus dan kalian akan melanjutkan kuliah, masa iya sudah bicara soal pernikahan,” kata Larasati. Wanita itu berharap apa yang diucapkan oleh Kayla hanyalah cand
“Apakah aku bisa menolak dengan apa yang sudah Rans berikan kepada ayahku, Bunda?” tanya Kayla alih-alih menjawab pertanyaan Larasati.Cindy dan Larasati saling pandang, mereka bingung harus berkata apa kepada Kayla. Pagi itu Kayla merasa tidak bersemangat sama sekali. Hari ini adalah hari pertamanya untuk mengikuti OSPEK di kampus. Seharusnya sebagai mahasiswi baru ia bersemangat, tapi semakin dekat hari pernikahan ia merasa sangat takut"Kenapa lesu begitu,Kay?" tanya Paramitha."Mungkin karena kurang tidur, Bu.""Benar? Tidak ada yang kau sembunyikan dari Ibu kan?""Maksud ibu menyembunyikan itu apa Bu?" Sahut Raditama yang baru saja bergabung di meja makan. Kayla langsung menundukkan kepalanya. Ia memang selalu merasa tidak nyaman jika berada dekat ayahnya."Apa Ayah tidak liat, Kayla akhir- akhir ini sering melamun. Pasti karena pernikaha
Pernikahan Kayla tinggal menghitung hari dan gadis itu semakin merasa tidak nyaman. Ia tidak pernah membayangkan menjadi istri kedua. Dan calon suami yang berusia hampir sama dengan kedua orang tuanya. Mengetahui putri sulung nya tidak enak badan, Paramitha turun ke dapur dan membuatkan bubur untuk Kayla. Ia merasa tidak tega melihat Kayla yang semakin hari semakin kurus. Paramitha tau, jika Kayla sebenarnya memikirkan pernikahan yang segera tiba. Bahkan seminggu lalu, Rans sudah datang bersama istrinya untuk melamar dan menyerahkan beberapa seserahan. Namun, Paramitha sama sekali tidak bahagia. Ia tau,Rans memang banyak membantu. Tapi, haruskah membayar budi baik dengan mengorbankan kebahagiaan Kayla? Paramitha merasa tidak adil. Ia merasa sedih karena tidak mampu berbuat apa pun. Kejatuhan mereka kemarin sudah mengubah segalanya. Tapi, Paramitha menjadi tau siapa kawan ya
_15 tahun kemudian_ Bima membaca surat terakhir yang ditulis oleh Rans. Di surat terakhir ini, lebih tebal dari biasanya. Juga di surat terakhir ini Rans bercerita banyak hal kepadanya. Usia Bima hari ini genap 20 tahun. Ia menatap Karina yang duduk di hadapannya. Hari ini, untuk pertama kali Bima mengerti bahwa wanita yang selama 20 tahun ini merawat dan membesarkannya ternyata bukan ibu yang melahirkannya ke dunia ini. Bima juga harus berlapang dada mengetahui semua kebenarannya. Tentang almarhum Guan dan Rans. Selama ini, Karina memang tidak pernah mengatakan apa pun. Itu semua karena Karina ingin menjaga kebanggaan Bima tentang Papinya. Karina membawa Bima tinggal di Thailand karena ia tidak ingin Bima mengetahui soal Rans dari orang lain. Karina ingin menunggu sampai Bima dewasa dan siap menghadapi semua kenyataan dan kebenaran yang ada. Ba
-2 Tahun kemudian Kayla pagi ini kelihatan cantik dengan kebaya dan riasan pengantin adat Jawa Barat. Kayla mengenakan siger di kepalanya, siger Sunda itu sendiri memiliki makna yang cukup.Dengan meletakkan siger pada kepala, pengantin wanita pada dasarnya telah meletakkan kearifan, rasa hormat, dan kebijaksanaannya sebagai prioritas dalam pernikahan. Sebagai istri, siger merupakan simbolisasi harapan kearifan, hormat dan kebijaksanaan. Selain sigernya itu sendiri, riasan adat siger yang Kayla pakai juga disertai dengan hiasan-hiasan pada sanggul seperti kembang tanjung. Kembang tanjung adalah 6 pasang bunga yang disematkan pada belakang sanggul, bentuknya seperti kupu-kupu kecil di belakang konde. Kembang tanjung sendiri bermakna sebagai kesetiaan pengantin wanita pada pria. Sebagai seorang gadis Sunda Kayla terlihat sangat cantik dengan u
Tepat di hari ke delapan, Galang membuka matanya pelahan. Kayla dan Kadita yang sedang berada di ruang perawatan tentu senang bukan main. Kadita pun langsung memanggil dokter yang menangani Galang."Ma, Bang Theo dan Ethan sudah kembali?" tanya Galang."Sudah, mereka sudah mama beri kabar. Mereka akan datang, Om- mu sedang menjemput mereka.""Kayla ....""Aku di sini. Kau jangan banyak bicara dulu. Kau sudah delapan hari koma dan kau belum boleh banyak bicara."Galang menggelengkan kepalanya dan tersenyum manis."Aku mencintaimu, Kay dan kau sangat tau hal itu. Aku ingin melihatmu bahagia," kata Galang dengan lirih.Kayla menggenggam tangan Galang dan membelai rambut pemuda itu."Aku juga sayang kepadamu."Kadita yang duduk di dekat mereka hanya bisa menangis dan menggenggam tangan Galang yang satunya. Tak berapa lama pintu kamar terbuka. Tampak Agung masuk bersama Theodore dan Ethan. Mereka
Siang itu, Kayla dan Agung sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput Kadita, Ethan dan Theodore. Kayla nampak sedikit gelisah, ia penasaran seperti apa penampilan Ethan dan Theodore sekarang. Terakhir mereka melakukan panggilan telepon, Ethan tidak bersedia untuk melakukan video call. Sehingga Kayla hanya bisa mengira- ngira bagaimana wajah Ethan sekarang. Setelah beberapa lama menunggu pesawat Kadita pun landing. Dari kejauhan, Kadita langsung melambaikan tangan saat melihat Kayla. Kayla membalas lambaian tangan Kadita. Untuk sejenak, Kayla terpaku pada kedua lelaki yang berjalan di belakang Kadita. Ia yakin mereka adalah Ethan dan Theodore. Tapi, Kayla belum bisa memastikan yang mana Ethan dan yang mana Theodore.Mereka tidak sempat bicara panjang lebar. Agung langsung membawa Kadita ke rumah sakit tempat Galang dirawat.“Bagaimana bisa dia tertembak, Bang?” tanya Kadita.&ldq
Karina berjalan dengan mantap menuju kantor polisi. Dia baru saja tiba di Jakarta tanpa membawa Bima. Kepada Rengganis, ia mengatakan bahwa ia harus ke Jakarta untuk mengurus perceraian. Tetapi, bukan hanya itu. Ia ingin menemui Rans Surat terakhir dari papinya ia simpan dengan rapi di dalam tasnya. Galang yang kebetulan baru saja menjenguk Hans merasa sedikit terkejut. Kabar terakhir yang Galang dengar, Karina sedang mengurus proses perceraian. Bahkan menurut orang kedutaan Karina tidak mau ikut campur dengan apa yang menimpa suaminya Jelas, kedatangan Karina menjadi sebuah kejutan bagi Galang. Ia langsung menyuruh anak buahnya untuk membawa Hans bertemu dengan istrinya di ruangan khusus. Melihat Karina, mata Hans yang tadinya kosong tanpa gairah mendadak berbinar ceria. Namun, ia menahan diri untuk tidak memeluk istri tercintanya itu."Kau datang? Mana Bima?" tanya Rans Karina merasa gamang. Perasaannya saat ini campur adu
DOR!DOR!DOR!“GALAANG!” Agung berteriak. Ia tidak menyangka jika keponakannya itu akan menghalangi peluru yang ditujukan kepadanya. Sementara Rans sendiri terkena tembakan di bagian bahu.Tanpa menunggu lama Agung langsung menelepon ambulance dan membawa Agung ke rumah sakit.++"Saudara Rans, saya ingin menyampaikan berita duka. Ayah mertua Anda, meninggal dunia karena bunuh diri. Kami mendapatkan informasi dari kedutaan besar di Thailand. Kami juga sudah menghubungi istri Anda. Tapi, sepertinya istri Anda menolak untuk menemui Anda. Apakah ada yang lain yang ingin Anda sampaikan?" Rans terdiam, Guan meninggal? Bunuh diri? Ah, sebenarnya apa yang telah terjadi?"Jika kepolisian ingin mengusut asset penghasilan saya di perusahaan tidak akan bisa menemukan. Segala penghasilan saya dari usaha narkotika tidak pernah saya campur adukkan dengan bisnis saya yang bersih. Silak
Karina tak kuasa saat melihat jenazah Guan di kremasi. Menurut kepercayaan yang masih di anutnya, jauh hari sebelumnya Guan memang pernah berpesan, kelak jika ia meninggal ia ingin dikremasikan. Dan abunya di buang ke laut saja. Rengganis yang masih syok dengan kepergian suaminya tercinta tak sanggup menghadiri upacara kremasi. Sampai setelah beberapa hari berlalu, Rengganis masih mengurung diri dalam kamar. Ia tidak menduga sama sekali kepergian Guan yang begitu mendadak. Dan, dengan cara yang sangat mengenaskan."Mami, maafkan aku. Ini semua karena kesalahanku. Seharusnya aku tidak perlu menceritakan semuanya kepada Papi. Apa Papi benar- benar merasa terpukul karena diriku, Mami?"ujar Karina. Rengganis menatap putri semata wayangnya itu. "Sekarang, hanya tinggal kita berdua dan Bima. Papi sudah tidak ada. Lebih baik, kau mengurus hotel Papi yang ada di Phuket, Rina. Kita tinggal di
KEHANCURANErza duduk diam, ia menatap wajah KABARESKRIM Drs. Yusuf Ridwan. SH yang sedang duduk di hadapannya dengan cemas."Anda tau apa kesalahan yang telah anda lakukan, pak Erza?" tanya Yusuf dengan tenang."Sa-saya tau, Pak. Saya sudah menyalahgunakan jabatan saya dan menerima suap dalam jumlah yang tidak sedikit.""Tau resikonya apa?""Tau, Pak."Yusuf menghela napas, ia sangat menyayangkan keterlibatan Erza dalam jaringan narkoba ini. Dan, ini bukan jaringan kecil. Bahkan sudah melibatkan banyak pihak termasuk bea dan cukai. Bahkan sudah di kirimkan ke luar negeri."Anda adalah aparat hukum, Pak Erza. Seharusnya, anda melindungi hukum. Bukan malah anda melindungi orang-orang yang seharusnya anda tangkap dan anda masukkan ke dalam jeruji besi. Terlebih lagi, orang ini sudah berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Memfitnah dan membuat orang lain yang tidak bersalah justru menjalani h
Rengganis dan Guan tentu kaget dengan kedatangan Karina dan Bima yang tiba-tiba tanpa kabar terlebih dahulu. Apalagi sejak datang, Karina tidak mau menceritakan apa yang sudah terjadi. Ia hanya menjawab seperlunya saja. Jika di tanya mengapa hanya menggelengkan kepalanya."Sebenarnya ada apa Karina? Sudah seminggu lebih kau di sini dan masih juga tidak mau bercerita pada Papi dan Mami?" tanya Rengganis dengan lembut. Guan yang melihat Karina hanya diam, merasa sedikit kesal dan penasaran. Ia pun melangkah menghampiri istri dan anaknya."Kau ini bukan anak kecil lagi. Mami dan Papi ini sudah tua. Jadi, tolong jangan membebani Papi dan Mami dengan sikap kekanak- kanakanmu," sahut Guan dengan tegas. Karina menatap Guan dan Rengganis bergantian."Ini semua tentang Rans," jawab Karina lirih."Kenapa Rans? Apa dia menikah lagi? Atau usahanya bangkrut? Ata