"Tidurmu pulas sekali."
Kayla sontak terbangun dan duduk bersandar sambil melotot kesal.
"Kau ini bisa tidak sih jangan membuatku kaget? Sejak kapan kau ada di sini?" tanyanya.
"Aku tadi baru saja selesai main basket dan nih ... tanganku terluka. Aku hanya ingin mengambil obat merah tapi, saat aku masuk kau sedang tertidur pulas. Kau sakit?"
"Bukan urusanmu, Galang."
"Kenapa sih, kau ini susah sekali didekati sekarang?"
Kayla menatap pemuda di hadapannya. Ia tidak tau harus menjawab apa. Galang adalah kakak kelasnya, sudah sejak lama ia memang mengejar-ngejar Kayla. Kebetulan, ibu mereka juga berteman dekat.
"Kata mamaku, ibumu hari ini akan menjalani operasi. Kau pasti lelah karena menjaga beliau," ujar pemuda itu sambil bangkit berdiri dan mengambil obat merah dari lemari P3K.
Kayla memanfaatkan keadaan itu untuk bangkit dan turun dari tempat tidurnya dan merapikan seragamnya.
"Kau mau ke mana?" tanya Galang yang melihat Kayla sudah turun dari tempat tidur dan hendak memakai sepatunya.
"Kembali ke kelas," jawab Kayla singkat.
"Yakin bisa sendiri?"
"Aku bukan bayi."
Galang menggelengkan kepalanya, dengan gemas ia menarik lengan Kayla hingga gadis itu berdiri dan berhadapan dengannya.
"Sampai kapan kau akan menghindari aku?" cecar Galang. Kayla mengentakkan lengannya hingga pegangan tangan Galang pun terlepas.
"Aku tidak pernah menghindari siapa pun, Lang. Termasuk juga dirimu," jawab Kayla.
"Tapi, saat ini kau tengah menghindariku," kata Galang.
"Kau sudah tau apa yang terjadi dengan keluargaku, kan?"
"Aku tau, lalu?"
"Jangan dekati aku lagi. Saat ini aku sudah bukan Kayla yang dulu lagi, Lang. Lagi pula, kau akan segera lulus dan meneruskan kuliahmu, bukan? Kejar dan raihlah cita-citamu, jangan kau hiraukan aku dan juga kehidupanku," kata Kayla.
Rasanya sakit sekali harus mengucapkan kalimat itu kepada orang yang sangat ia cintai. Tapi, Kayla sadar jika saat ini dia tidak pantas untuk seorang Galang. Dan lagi, usia mereka masih sangat muda. Cinta yang saat ini mereka rasakan bukan cinta yang sesungguhnya, hanya cinta monyet di masa remaja.
"Tidak, Kay. Sejak kita kecil, kita sering bermain bersama. Dan bagiku kau adalah cinta sejatiku, cinta pertama sekaligus cinta terakhir untukku," kata Galang dengan tegas.
"Ayolah, Galang. Kau harus realistis, kita ini masih muda. Jalan kita masih sangat panjang. Kau harus fokus pada masa depanmu. Bukankah kau ingin meraih mimpi dan cita-cita untuk membersihkan nama baik papamu?"
"Hal itu berbeda, Kay. Aku akan tetap meraih mimpiku juga membersihkan kembali nama baik papa. Tapi, kau adalah tujuanku juga. Aku ingin kita terus bersama sampai menikah nanti," tegas Galang sambil menatap tajam pada Kayla.
Saat ini, Kayla tidak tau apa yang harus ia katakan lagi kepada Galang. Ia tidak sanggup jika Galang masih bersamanya, jika saja ia masih suci tentu dengan senang hati ia menerima cinta Galang. Tapi, saat ini dia bukanlah Kayla yang masih suci. Dia adalah Kayla sang wanita penghibur.
"Kau akan kecewa jika kau tau siapa aku, Lang."
"Aku cukup tau siapa kau, Kayla!"
Ah, Galang mulai merasa kesal, padahal saat orang tuanya bangkrut, bahunya yang dijadikan Kayla tempat bersandar untuk menangis. Tapi, kenapa gadis ini tiba-tiba saja berubah?
"Tidak, kau sama sekali tidak tau siapa aku. Jika kau tau, kau akan menyesal."
Kayla berjalan dengan langkah gontai. Rasanya ia malas sekali kembali ke rumah. Tapi, jika tidak pulang, ke mana lagi ia harus melangkah. Lagi pula ia harus ke rumah sakit untuk menjaga ibunya. Kayla memicingkan mata saat melihat mobil ayahnya terparkir di depan rumahnya. Ia pun bergegas, perasaannya tidak enak. Ia takut jika sesuatu terjadi pada sang ibu.“Ayah, kenapa Ayah pulang? Bagaimana dengan ibu?” tanya Kayla saat ia masuk. Raditama tampak sedang duduk di teras rumah mereka. Alih-alih menjawab, Raditama malah memperlihatkan saldo rekeningnya. Dada Kayla berdesir seketika.“U-uang dari mana itu, Yah?” tanyanya hati-hati."Kita pergi ke rumah mami Sania sekarang. Kau berdandan di sana, lalu kita ke hotel. Orangnya sudah mentransfer. Tidak lama Tatia. Kau hanya perlu seperti ini sampai ayah bisa bangkit kembali dan ibumu sembuh." Ka
Kayla mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang. Ia merasa tak ada gunanya menolak atau melawan segala perintah ayahnya. Di depan ibunya, Kayla berusaha bersikap normal dan biasa saja. Dia berpura-pura tidak tau darimana ayahnya mendapatkan pundi- pundi uang. Wajah Kayla yang memang sangat cantik, memiliki daya jual sendiri. Tarifnya tidak pernah kurang dari 20jt rupiah. Tentu saja, hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Sania dan Raditama. Dalam seminggu, Kayla bisa 3 atau 4 kali melayani para bos besar hidung belang yang mencari gadis- gadis belia seperti dirinya. Kesehatan Ibunya berangsur-angsur membaik setelah operasi dan beberapa kali kemoterapi. Bahkan Ibunya mulai menjalani terapi. Sehingga ia bisa kembali berjalan, dan bicara. Aura kecantikannya pun mulai terlihat kembali. Bahkan, ayah mereka mempekerjakan asisten rumah tangga sehingga mereka tidak perlu lagi bergantian mengerjakan pekerjaan ru
Seperti biasa, Rans selalu memberikan tips kepada Kayla. Kali ini jumlahnya tidak tanggung-tanggung, 10 juta rupiah."Ayahmu menjemput?" tanya Rans.“Tidak, Om. Aku bisa pulang menggunakan taksi online,” jawab Kayla.“Apa mau aku antar, Kay?” tanya Rans sambil merangkul pinggang gadis itu dengan mesra. Kayla menggelengkan kepalanya, “Tidak usah, Om. Aku mungkin akan mampir ke rumah sahabatku sebentar,” jawabnya."Panggil aku mas! Mulai sekarang kau tidak boleh melayani tamu lain lagi. Aku akan bicara dengan ayahmu dan mami Sania," kata Rans."Iya. Aku menurut saja, Mas. Aku permisi dulu, ya," ujar Kayla datar. Ya, Kayla sudah kehilangan keceriaanya. Sudah kehilangan segalanya. Sampai- sampai ia pun merasa tidak ada gunanya untuk melawan atau berontak. Semua sia- sia saja."Tunggu dulu, Kay," ujar Rans. Langkah Kayla terhenti. Ia berbalik dan menunggu apa yang akan
"Kau tidak bahagia, Kay?"Kayla menoleh menatap Cindy sahabatnya kemudian memalingkan kembali pandangannya ke arah lapangan sekolah."Aku tidak tau, Cin. Rasanya aku tidak ingin ke mana-mana. Aku tidak ingin lulus sekolah, bahkan jika memang bisa aku ingin kembali ke masa lalu. Jika perlu aku memilih untuk tidak pernah dilahirkan," jawab Kayla. Cindy menghela napas panjang, sudah lama rasanya ia tidak melihat senyum di wajah sahabatnya itu. Sejak ayahnya bangkrut Kayla menjadi anak yang pemurung. Ia tidak lagi terlihat seperti Kayla. Bahkan, setahun terakhir ini Kayla seperti menjaga jarak dengannya."Kay, apa ada yang bisa aku bantu? Jika ada masalah ... ceritalah kepadaku. Atau, kau bisa ke rumah. Bunda selalu menanyakanmu," kata Cindy.Air mata Kayla menetes perlahan ia pun memeluk Cindy dan menangis dalam pelukan sahabatnya itu."Menang
Kayla duduk diam, ia memandangi makanan yang tersedia tanpa menyentuhnya sama sekali. Tatapan matanya kosong, sejak ia tiba tidak banyak kata yang ia ucapkan pada Larasti atau kepada Cindy.“Kay, yang tadi itu siapa?” tanya Cindy sambil mengambil sepotong tempe bacem.“Namanya Ethan. Dia ... ah, sudahlah Cin jangan ceritakan tentang dia.”“Loh, aku hanya bingung saja Kay. Selama ini kau kan dekat dengan Galang. Tapi mendadak ada yang menjemputmu dan-““Dia anak buah calon suami pilihan ayah,” kata Kayla memotong ucapan Cindy. Mendengar jawaban Kayla, Larasati dan Cindy langsung tersedak.“Calon suami apa? Ya ampun ... Kayla. Usiamu baru dua puluh, kan? Kau dan Cindy baru saja lulus dan kalian akan melanjutkan kuliah, masa iya sudah bicara soal pernikahan,” kata Larasati. Wanita itu berharap apa yang diucapkan oleh Kayla hanyalah cand
“Apakah aku bisa menolak dengan apa yang sudah Rans berikan kepada ayahku, Bunda?” tanya Kayla alih-alih menjawab pertanyaan Larasati.Cindy dan Larasati saling pandang, mereka bingung harus berkata apa kepada Kayla. Pagi itu Kayla merasa tidak bersemangat sama sekali. Hari ini adalah hari pertamanya untuk mengikuti OSPEK di kampus. Seharusnya sebagai mahasiswi baru ia bersemangat, tapi semakin dekat hari pernikahan ia merasa sangat takut"Kenapa lesu begitu,Kay?" tanya Paramitha."Mungkin karena kurang tidur, Bu.""Benar? Tidak ada yang kau sembunyikan dari Ibu kan?""Maksud ibu menyembunyikan itu apa Bu?" Sahut Raditama yang baru saja bergabung di meja makan. Kayla langsung menundukkan kepalanya. Ia memang selalu merasa tidak nyaman jika berada dekat ayahnya."Apa Ayah tidak liat, Kayla akhir- akhir ini sering melamun. Pasti karena pernikaha
Pernikahan Kayla tinggal menghitung hari dan gadis itu semakin merasa tidak nyaman. Ia tidak pernah membayangkan menjadi istri kedua. Dan calon suami yang berusia hampir sama dengan kedua orang tuanya. Mengetahui putri sulung nya tidak enak badan, Paramitha turun ke dapur dan membuatkan bubur untuk Kayla. Ia merasa tidak tega melihat Kayla yang semakin hari semakin kurus. Paramitha tau, jika Kayla sebenarnya memikirkan pernikahan yang segera tiba. Bahkan seminggu lalu, Rans sudah datang bersama istrinya untuk melamar dan menyerahkan beberapa seserahan. Namun, Paramitha sama sekali tidak bahagia. Ia tau,Rans memang banyak membantu. Tapi, haruskah membayar budi baik dengan mengorbankan kebahagiaan Kayla? Paramitha merasa tidak adil. Ia merasa sedih karena tidak mampu berbuat apa pun. Kejatuhan mereka kemarin sudah mengubah segalanya. Tapi, Paramitha menjadi tau siapa kawan ya
Dan, akhirnya hari itu tiba juga. Rumah Kayla sudah di hias secantik mungkin. Acara akad akan di adakan di rumah. Tapi, resepsi pernikahan akan di adakan di sebuah hotel berbintang. Acara resepsi mereka akan mengundang orang-orang penting. Pebisnis , artis bahkan beberapa pejabat penting.Ya, Rans memang bukan orang sembarangan bukan? Cindy sudah menemani Kayla sejak semalam. Ia sengaja diminta oleh Paramitha untuk menemani Kayla. Sementara Bunda Cindy yang juga turut membantu hanya bisa menahan kesal melihat tingkah Haditama. Jika saja Kayla tidak melarangnya, mungkin ia sudah membongkar semua kelakuan bejad Haditama. Pagi itu Kayla sudah di rias oleh make up artis ternama yang sengaja didatangkan oleh Rans. Kebaya berwarna putih dengan model yang begitu elegan sudah membalut tubuh ramping Kayla. Kayla terlihat begitu cantik pagi itu. Namun, beberapa kali ia tidak kuat menahan air mata, untun