Keesokan paginya, Dea berangkat ke sekolah dengan lemas. Badannya terasa sangat lelah lantaran semalam banyak yang dia lakukan. Otaknya tak berhenti memikirkan kemungkinan yang akan terjadi di masa mendatang. Keluarga Icha benar-benar gila, ia sangat yakin jika darah yang ada di kamarnya adalah ulahnya. Entah itu Icha sendiri atau bapaknya. Mendapat teguran langsung saat di acara mertuanya, membuat Dea jika musuhnya bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan tujuannya.Sayangnya ia juga memiliki tujuan tersendiri. Dan intinya sama dengan keluarga Icha, yakni cerai dengan Kevin. Ia tak ingin hidup dalam rumah tangga yang toxic. Cerai adalah pilihan yang tepat untuknya. Namun, sebelum itu, ia harus mengambil semua hartanya dan suaminya.“Mbak Dea,” sapa Sri yang berjalan di belakangnya.“Pagi...” Wanita itu tersenyum lebar menyapa Dea.Dea memamerkan senyum manis pada rekan kerjanya.“Pagi-pagi kok sudah lem
"Semakin hari dia semakin murung. Apa masalahnya begitu besar?" gumam Andre melihat punggu Dea yang menghilang dari balik pintu. Setelah mengetahui fakta jika wanita yang dicintainya telah dimadu soleh Kevin. Membuat Andre menyesal kenapa dulu tak memaksa kehendaknya untuk menikahi Dea. Ia berpikir jika Kevin adalah lelaki tepat yang bisa membahagiakan wanita itu. Pada kenyataannya tidak. Hatinya ikut sakit melihat Dea yang nampak sedih. Meskipun sudah ditutupi sebaik mungkin, tapi Andre tau jika dia tengah terpuruk. "Pak Andre," sapa Jono. "Iya?" "Lagi lihat apa Pak?" penasaran lelaki paruh baya itu. Ketika keluar dari kantor ia melihat Andre mematung di koridor, ini membuatnya bertanya-tanya apa yang dilakukan kepala sekolahnya. "Lihat kelas-kelas saja Pak. Ternyata anak-anak menjaga kebersihan dengan baik." "Oh..." Jono menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Mau saya temani keliling?" tawarnya. "Boleh." ########## Di sisi lain, Kevin tengah membasuh wajahnya di washtafel.
Glek! Kevin menelan salivanya ketika Icha menurunkan bajunya. "Cha. Berhenti!" tolaknya. Namun kedua mata lelaki itu tak henti henti ya melihat buah dada di depannya. Icha mengacuhkan penolakan suaminya. Justru tangannya semakin nakal meraba tubuh lelaki itu."Cha...""Enakkan?" rayu Icha dengan bisikan manja di telinga lelaki itu."Jangan di sini, nanti keliatan orang di jalan." Kevin memejamkan matanya. Hasrat dalam dirinya tak bisa tertahankan."Tenang Sayang. Orang luar tidak bisa melihat kita. Nikmati saja."" Kita main oral saja kalau gitu.""Iya."Kedua insan tersebut melanjutkan aksinya dengan ganas. Terlalu lama tak dikeluarkan membuat lelaki itu beringas memainkan tubuh Icha, bahkan wanita itu bisa melawan sedikitpun.*** Ketika Kevin sedang bercumbu mesra dengan istri keduanya. Di sisi lain, Dea tengah termenung. Entah kenapa ia tak memiliki semangat untuk menikmati hari ini. Tubuhnya dipenuhi elemen stress hingga membuat wanita itu banyak berdiam diri. 'Kenapa hidupku j
"Maaf Pak Andre, hari ini badan saya tidak fit. Jadi butuh istirahat," jawab Dea. Dia tak ingin memaksakan badannya yang sangat lelah. "Oh iya Bu. Tidak apa-apa. Apa perlu saya antar pulang? Sepeda motornya bisa ditinggal di sekolahan," tawar Andre. "Tidak Pak. Nanti jadi makin repot." Dea sekali lagi menolak tawaran Andre. Ini memang pure dari dirinya bukan sekedar alasan. Andre pun menganggukkan kepalanya pasrah. Dia sebenarnya ingin memaksa wanita itu bersamanya, tapi melihat Dea yang lemah, letih, dan lesu membuatnya tak tega dan membiarkannya pergi begitu saja. "Huffttt..." ia menghela napasnya panjang. "Sabar Pak." Tiba-tiba suara Jono mampir di telingan Andre. itu sangat mengejutkan baginya. "Haha iya Pak Jono." Kepala Sekolah itu mengubah ekspresi sedihnya menjadi cengengesan. Jono pun menepuk pundak atasannya, "Kalau jodoh tidak akan kemana-mana kok Pak." Tal lupa pria paruh baya itu memberikan senyum simpul pada Andre. "Amiinn..." dia sangat mengharapkan adanya kesem
Ketika sudah membersihkan badannya, Dea segera keluar dan menyuruh Kevin untuk mandi."Mas, kamu tidak mandi?" tanyanya sembari mengeringkan rambut. Hari ini haidnya sudah selesai, jadi ia mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar. "Oh iya." Lelaki itu langsung beringsut dari tempat tidur. Smartphone yang sebelumnya ada di genggaman tangan, kini sudah tergeletak di atas nakas. "Huft..." Dea berkali-kali menghela napas. Entah kenapa, pikirannya selalu tertuju pada Andre. Tawaran yang diberikan lelaki itu membuatnya seakan menyesal.'Ya Allah. Kenapa aku selalu memikirkan Mas Andre? Bukankah ini sama saja aku selingkuh?' batinnya. Perasaan menyesal kian membara di dalam hatinya. Tapi bagaimanapun, ini adalah pilihan terbaik, karena statusnya masih istri orang. Jika ia langsung menyetujui ajakan makan malam Andre, maka tidak ada bedanya dia sama Kevin. Meskipun tidak seekstrem Kevin yang menikah lagi dengan Icha, tapi garis besarnya tetaplah mendua."Sudah De." Ia menepuk-nepuk pipin
Sayangnya lelaki itu tak kunjung menjawab pertanyaannya, entah apa yang dipikirkannya. Dea yang merasa takut langsung berteriak, "Mas!" Teriakan itu menggema keras hingga membuat Kevin langsung tersadar. ia terlihat bingung melihat Dea yang ketakutan. "Eh! Kenapa Dik?" tanya Kevin. Ia tak sadar apa yang sedang terjadi. "Kamu yang kenapa." "Aku nggak papa." "Nggak papa bagaimana? Dari tadi diam kayak patung gitu!" jawab Dea dengan nada meninggi. "Masa sih." Kevin semakin kebingungan. "Astaghfirullahaladzim Mas! Kenapa kamu jadi aneh begini sih," geram Dea. Ia sangat benci melihat gerak-gerik Kevin yang ambigu. "Huft. Maaf, Mas lagi capek aja kerja seharian," ujar Kevin yang langsung mendekat ke arah istrinya. Kedua alis Dea yang sebelumnya berkerut, kini melemas. Lalu dia mengatakan, "ya sudah ayo tidur." Lelaki itu menganggukkan kepala, dan langsung merebahkan tubuhnya di samping Dea dengan nyaman. "Aku matiin lampunya ya." "Iya Dik."Tak ada pembicaraan apa pun setelah rua
Kevin masih saja terdiam. Ia tak rela jika ada lelaki lain yang dekat dengan istrinya, tetapi ia tak punya hak untuk melarang Dea bertemu dengan sahabatnya. Ini juga demi keselamatan Dea. masalah Levi dan Nina, ia tak peduli karena tak ada sabgkut pautnya."Mas..." panggil Dea manis." Iya Sayang, boleh. Mau Mas anterin?" tawar Kevin mengendur leher wanita itu."Tidak. Aku mau bawa motor sendiri.""Oke." Lelaki itu semakin menggerayangi tubuh Dea."Mas, stop! udah jam 6 nih, cepat mandi!" tolak Dea dan langsung menjauhkan tubuhnya dari Kevin. "Dikit saja Sayang." Lelaki itu mencoba meraih tubuh istrinya, tetapi tidak bisa karena Dea semakin menjauh."Mas cepat mandi, adik bikinin sarapan dulu.""Huh pelit!" rajuk Kevin dengan gelagat seperti bocah cilik. Dea tersenyum, "Besok, adik kasih jatah besok. Kita main sepuasnya, okey?" ia mengedipkan matanya beberapa kali."Okey!" jawab Kevin semangat dan bergegas ke kamar mandi. Sedangkan Dea melihat tingkah suaminya dengan gemas. Namun, se
Tekadnya menghancurkan semua musuh tengah membara di hati. Dea sebenarnya ingin mengulur waktu beberapa minggu lagi. Tapi karena orang tua Icha ikut campur dalam balas dendamnya, mau tidak mau mereka juga ikut terseret ke dalam rencananya. Ada beberapa rencanya yang ia rubah untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dea ingin menghancurkan mereka dari berbagai aspek, tak peduli itu secara sosial maupun ekonomi, semuanya harus hancur di tangannya.Seperti Icha dan Kevin yang menghancurkan dirinya hingga berkeping-keping seperti ini. Antek-antek mereka pun tak luput dari perhatiannya, semua harus hancur! Rasa sakit yang ada di hatinya mungkin sulit disembuhkan, tapi keluar dari belenggu kesengsaraan ini wajib dia dapatkan. Seumur hidup terlalu lama jika ia tetap berada di situasi seperti ini. Dea harus keluar dari zona neraka ini, lalu menjalani kehidupan baru sebagai seorang janda."Janda?" ejeknya pelan. Kevin yang mendengar istrinya bergumam langsung bertanya, "ada apa Dik?" Ia ing