Ketika sudah membersihkan badannya, Dea segera keluar dan menyuruh Kevin untuk mandi."Mas, kamu tidak mandi?" tanyanya sembari mengeringkan rambut. Hari ini haidnya sudah selesai, jadi ia mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar. "Oh iya." Lelaki itu langsung beringsut dari tempat tidur. Smartphone yang sebelumnya ada di genggaman tangan, kini sudah tergeletak di atas nakas. "Huft..." Dea berkali-kali menghela napas. Entah kenapa, pikirannya selalu tertuju pada Andre. Tawaran yang diberikan lelaki itu membuatnya seakan menyesal.'Ya Allah. Kenapa aku selalu memikirkan Mas Andre? Bukankah ini sama saja aku selingkuh?' batinnya. Perasaan menyesal kian membara di dalam hatinya. Tapi bagaimanapun, ini adalah pilihan terbaik, karena statusnya masih istri orang. Jika ia langsung menyetujui ajakan makan malam Andre, maka tidak ada bedanya dia sama Kevin. Meskipun tidak seekstrem Kevin yang menikah lagi dengan Icha, tapi garis besarnya tetaplah mendua."Sudah De." Ia menepuk-nepuk pipin
Sayangnya lelaki itu tak kunjung menjawab pertanyaannya, entah apa yang dipikirkannya. Dea yang merasa takut langsung berteriak, "Mas!" Teriakan itu menggema keras hingga membuat Kevin langsung tersadar. ia terlihat bingung melihat Dea yang ketakutan. "Eh! Kenapa Dik?" tanya Kevin. Ia tak sadar apa yang sedang terjadi. "Kamu yang kenapa." "Aku nggak papa." "Nggak papa bagaimana? Dari tadi diam kayak patung gitu!" jawab Dea dengan nada meninggi. "Masa sih." Kevin semakin kebingungan. "Astaghfirullahaladzim Mas! Kenapa kamu jadi aneh begini sih," geram Dea. Ia sangat benci melihat gerak-gerik Kevin yang ambigu. "Huft. Maaf, Mas lagi capek aja kerja seharian," ujar Kevin yang langsung mendekat ke arah istrinya. Kedua alis Dea yang sebelumnya berkerut, kini melemas. Lalu dia mengatakan, "ya sudah ayo tidur." Lelaki itu menganggukkan kepala, dan langsung merebahkan tubuhnya di samping Dea dengan nyaman. "Aku matiin lampunya ya." "Iya Dik."Tak ada pembicaraan apa pun setelah rua
Kevin masih saja terdiam. Ia tak rela jika ada lelaki lain yang dekat dengan istrinya, tetapi ia tak punya hak untuk melarang Dea bertemu dengan sahabatnya. Ini juga demi keselamatan Dea. masalah Levi dan Nina, ia tak peduli karena tak ada sabgkut pautnya."Mas..." panggil Dea manis." Iya Sayang, boleh. Mau Mas anterin?" tawar Kevin mengendur leher wanita itu."Tidak. Aku mau bawa motor sendiri.""Oke." Lelaki itu semakin menggerayangi tubuh Dea."Mas, stop! udah jam 6 nih, cepat mandi!" tolak Dea dan langsung menjauhkan tubuhnya dari Kevin. "Dikit saja Sayang." Lelaki itu mencoba meraih tubuh istrinya, tetapi tidak bisa karena Dea semakin menjauh."Mas cepat mandi, adik bikinin sarapan dulu.""Huh pelit!" rajuk Kevin dengan gelagat seperti bocah cilik. Dea tersenyum, "Besok, adik kasih jatah besok. Kita main sepuasnya, okey?" ia mengedipkan matanya beberapa kali."Okey!" jawab Kevin semangat dan bergegas ke kamar mandi. Sedangkan Dea melihat tingkah suaminya dengan gemas. Namun, se
Tekadnya menghancurkan semua musuh tengah membara di hati. Dea sebenarnya ingin mengulur waktu beberapa minggu lagi. Tapi karena orang tua Icha ikut campur dalam balas dendamnya, mau tidak mau mereka juga ikut terseret ke dalam rencananya. Ada beberapa rencanya yang ia rubah untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dea ingin menghancurkan mereka dari berbagai aspek, tak peduli itu secara sosial maupun ekonomi, semuanya harus hancur di tangannya.Seperti Icha dan Kevin yang menghancurkan dirinya hingga berkeping-keping seperti ini. Antek-antek mereka pun tak luput dari perhatiannya, semua harus hancur! Rasa sakit yang ada di hatinya mungkin sulit disembuhkan, tapi keluar dari belenggu kesengsaraan ini wajib dia dapatkan. Seumur hidup terlalu lama jika ia tetap berada di situasi seperti ini. Dea harus keluar dari zona neraka ini, lalu menjalani kehidupan baru sebagai seorang janda."Janda?" ejeknya pelan. Kevin yang mendengar istrinya bergumam langsung bertanya, "ada apa Dik?" Ia ing
Kevin sampai di sekolah dengan hati yang gembira. Mengingat janji istrinya besok malam, membuat energi lelaki itu sepadan dengan Gozila yang ingin menyerang bumi. Perumpamaan ini terlalu berlebihan, intinnya dia sangat bersemangat menjalani hari ini.Searah dengan langkah kakinya menju kantor, di depan terlihat Nino tengah mendekatinya dengan tergesa-gesa. 'Dih kenapa orang utan itu nampak gembira?' tanyanya dalam hati. "Vin!" panggil lelaki itu nampak gembira.Melihat ekpresi Nino, langsung mengubah perasaan Kevin menjadi dongkol. Ia teringat jika nanti malam Dea akan dinner dengan sahabatnya itu. Sedangkan iasangat tau kalau Nino berencana untuk merebut istrinya. Tak sedikitpun kata terucap dari mulut Kevin, gejolak cemburunya membungkam bibir lelaki itu."Nanti malam aku mau dinner sama Dea. Tadi dia menghubungiku," ucap Nino dengan senyum lebar. Lelaki itu pun sangat exited menceritakan kabar baik ini kepada temannya. Padahal Kevin adalah suami dari Dea, entah kenapa dalam diri
Salah satu sudut bibir Nino terangkat tinggi, jika Icha berada di depan lelaki itu ia pasti merasa direndahkan, serendah-rendahnya. Ancaman yang diucapkan istri kedua Kevin terasa seperti bualan. Meskipun dalam hatinya ada perasaan was-was, tapi ia tak takut. Ini karena dia memiliki perkembangan hubungannya dengan Dea. "No!?" teriak Icha yang tak sabar mendengar jawaban dari Nino. Seperkian detik kemudia, akhirnya Nino pun menjawab pertanyaan Icha. "Ya. Ada sedikit progress dari tugas yang kamu berikan," jawabnya datar. Sebenarnya perasaannya sangat exited, tapi ia harus melakukan gimick agar tidak terkesan cupu dan gampang dikendalikan oleh Icha, wanita ular tak tau malu tersebut. Di seberang telepon, mata Icha nampak berbinar saat mendengar anak buahnya mendapat kemajuan dari tugas yang diberikannya. "Apa?!" tanyanya penasaran. Ia tak sabar mencapai tujuannya untuk menghancurkan Dea dan memiliki Kevin seutuhnya. "Sebelum aku menjawab, ada sy
Setelah Dea mengajar kelas terakhir. Ia tanpa sengaja bertemu dengan Andre yang tengah berdiri di depan pintu ruangannya."Bu Dea," sapa lelaki itu.Suara Andre terasa menggetarkan hatinya. Dea langsung gelagapan dan tak menggubris kepala sekolahnya. Jika berlama-lama dengan Andre, dia bisa hilang ingatan dengan rencananya saat ini.Tatapan penuh cinta yang diberikan lelaki itu membuat dia tak berdaya dan sering mengutuk dirinya sendiri karena menyia-nyiakannya.Setelah menganggukkan kepala sebagai balasan sapaan Andre, Dea langsung menuju rumah kakak kandungnya. Andre ingin menghadangnya, tapi dia memilih untuk menahan niatan itu. Ia teringat perkataan Dea yang memintanya untuk bersabar, jadi dia akan memberikan waktu pujaan hatinya.Dalam perjalanan, berkali-kali Dea merutuki nasibnya sendiri. "Seandainya aku sabar menunggu Mas Andre. Mungkin hidupku tak akan setragis ini," gumamnya dengan mata yang fokus ke jalanan kota Surabaya.Beberapa menit kemudian dia sampai di rumah kakaknya
"Tapi apa Mas?" tanya Dea yang mulai gemas pada Levi. Sudah seperkian detik Levi tak melanjutkan ucapannya. Dea berpikir pasti ada hal yang tidak beres pada kakaknya."Setengah dari warisanmu tanpa sadar kakak habiskan," ceblos Levi dengan kepala yang menunduk. Soal warisan, sebenarnya Dea tak mengharapkan mendapatkan harta turun temurun keluarganya ini. Mau dapat atau tidak ia tak peduli. Tapi di penasaran kenapa kakaknya tega menghabiskan harta miliknya."Untuk apa?"Glek! Levi menelan salivanya.'Apakah aku harus mengatakan sejujurnya pada Dea? Aku takut dia kecewa,' batinnya penuh pertimbangan. 'Tapi... aku mengatakan warisannya sudah ku habiskan pun membuat hatinya kecewa.'Lelaki itu memilin tangannya hingga berkeringat. Dea masih sabar menunggu jawaban dari lelaki itu. Tapi ini lebih dari satu menit, bukankah sudah berlebihan tak kunjung menjawab pertanyaannya?"Untuk apa Mas?" tanya Dea kembali. Dia sudah tak sabar menunggu bibir kakaknya bergerak. Dengan keberanian penuh, ak