Deringan telepon itu tak kunjung berhenti. Detak jantung Kevin berjalan dengan cepat. 'Sial kenapa dia menelponku di waktu yang tidak tepat,' kesal Kevin dalam hati. Tangannya terasa tremor merasakan getaran dari ponselnya. Ia melirik papanya dengan cemas. Gito menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Kenapa tidak diangkat?" tanya Gito penasaran. Ia berusaha menillik ponsel putranya. Buru-buru Kevin menolak panggilan itu dan memilih mematikan ponsel."Tidak penting Pa. Ini Nino," jawab Kevin dengan detak jantung yang terpompa cepat. Keringat dingin mulai menjalar di keningnya."Oh. Terus?" Lelaki paruh baya itu masih penasaran dengan cerita putranya mengenai tragedi pernikahan siri dengan Icha."Ya itu. Tiba-tiba Icha datang menemui Icha dan membuat ulah seperti ini. Padahal dalam persyaratan yang Kevin ajukan point paling penting adalah tidak mengganggu rumah tanggaku dengan Dea." Kevin menelan salivanya. Lalu mulai mengungkapkan penyebab ia melakukan pernikahan itu. "Mereka menggunaka
"Ma...""Iya Pa?" sahut Rita yang langsung menoleh ke arah suaminya. Alisnya langsung mengerut begitu melihat ekspresi Gito."Bisa keluar sebentar?"Rita langsung menganggukkan kepala mendengar permintaan suaminya. Sebelum itu ia menaikkan selimut menantunya agar tidak kedinginan.Dengan langkah perlahan Rita keluar dari kamar dan mengikuti Gito."Mau aku buatin kopi Pa?" tawar Rita."Iya."Ketika minuman panas sudah terhidang di meja makan, Gito langsung menuangkan sedikit ke alas cangkir."Ada apa Pa?" tanya Rita."Papa tadi tanya ke Kevin, bagaimana bisa dia menikah dengan anak Seno. Ternyata..." Gito menceritakan dari awal hingga akhir seperti yang diceritakan putranya.Rita mendengarkannya dengan seksama. Tak ada penyelaan selama suaminya mengatakan alasan pernikahan siri Icha dan Kevin. Pada akhirnya wanita itu hanya bisa menghela napasnya kasar."Sekarang kita menunggu Kevin menceraikan perempuan itu Pa. Dia masih dikurung 2 minggu lagi. Setelah itu rumah tangga Kevin dengan De
Gito menatap istri dan menantunya dengan bibir yang dimanyunkan. Ia bahkan menghembuskan napas perlahan sebelum mulai bertanya."Ada apa sih Ma? Pagi-pagi sudah ramai gini.""Ini Dea Pa. Mama suruh istirahat di rumah tapi gak mau. Tuh lihat, dia sudah pakai seragam kerja," tunjuk Rita dengan ekspresi dibuat sengambek mungkin."Hari ini istirahat di rumah saja Dea.""Tidak Pa. Hari ini aku harus kerja.""Tuh kan," adu Rita sedikit frustrasi."Tapi kamu masih sakit Sayang." Gito berusaha membujuk Dea agar tetap di rumah."Dea udah baikan Pa. Nanti bisa istirahat di UKS, Papa sama Mama tenang aja. Ditambah kerja Dea tidak full karena dibantu anak magang kok." Dea menyemprotkan parfum ke seragamnya.Kevin yang baru keluar dari kamar mandi dibuat bingung melihat keluarganya berkumpul di kamarnya."Papa akan izinkan kamu untuk istirahat di rumah," kekeh Gito."Tidak bisa Pa. Sebelumnya Dea sudah cuti beberapa kali, sekarang cutinya udah habis." Dea masih teringat pembicaraan kemarin di rua
"Mas..." Dea merengek kepada suaminya. Dia malu kalau mertuanya ikut ke sekolah, dia bukan anak kecil lagi. Menurutnya ini berlebihan, tetapi Dea sangat bersyukur karena itu menunjukkan jika mertuanya sangat padanya. Mata membukat seperti anjing kecil dan kedua sudut bibir menurun membuat Kevin gemas. tangan kekarnya langsung mencubit salah satu pipi istrinya. "Turuti saja kata Papa sama Mama," sahut Kevin yang tau jika istrinya ingin meminta tolong padanya untuk menahan orangtuanya agar tidak ikut ke tempat ngajar.Alis Dea semakin berkerut. "Tapi Mas."Cup! kecupan kecil di bibir wanita itu membuat waktu seakan berhenti. Mata Dea langsung membulat."Maaf Mas tidak bisa membantumu," jawab Kevin dan kini beralih mengecup kening istrinya."Semangat kerjanya Sayang."Dea membeku karena tiba-tiba mendapat perlakuan manis dari suaminya. Mulut wanita itu masih terbungkam.Karena ruangan menjadi hening, Kevin memilih membuka suara lagi. "Sepertinya Mas akan pulang larut. Ada keperluan yang
Dea sangat kikuk ketika sampai di sekolahan. Ditambah ketika memasuki lobi ia bertemu dengan Andre."Selamat pagi Pak Andre," sapanya dengan senyum kaku. Rita yang menggandeng tangannya dengan erat langsung terlepas begitu saja karena ia ingin bersamaan dengan atasan menantunya."Selamat pagi Pak Andre. Perkenalkan saya Rita, mama mertua Dea," sapa Rita penuh antusias. Raut wajah Andre nampak kaku. Matanya melirik Dea sejenak tapi segera ia alihkan menjadi tatapan lembut kepada Rita. "Selamat pagi Bu Rita..." jawab lelaki itu menggantung, ia bingung harus mempertanyakan apa.Namun Rita yang peka langsung mengetahui apa yang diinginkan lelaki itu. "Jadi begini Pak. Semalam menantu saya sakit parah, kami membawanya ke rumah sakit dan dokter berkata Dea harus istirahat penuh. Tapi hari ini dia memaksa untuk tetap masuk, karena cutinya sudah habis. Jadi apa hari ini saya boleh menjaga menantu saya?" jelas Rita panjang lebar sekaligus meminta izin kepada pengampu sekolahan. Andre sedikit
"Argh! Dibahas nanti saja di cafe, sekalian biar ada bukti. Percuma kalau diobrolin sekarang, jatuhnya kek omong kosong," jawab Nino yang langsung meninggalkan Kevin dalam kebingungan."Iya deh," sahut Kevin. "Masih pagi udah marah aja lu. Sabar napa," celetuk Kevin yang langsung dibalas jitakan panas oleh Nino."Sial!" keluh lelaki itu sembari meringis.Hubungan keduanya masih terkesan biasa saja, tapi sejujurnya dalam hati Kevin ada hal yang mengganjal tentang Nino. Apalagi dia mendapat pengakuan jika Nino menyukai Dea dan memintanya untuk menceraikan istri pertamanya itu.'Huft, sekarang aku yang harus sabar menghadapi Nino. Nih anak kek gak punya dosa sedikitpun sama aku. Padahal kemarin-kemarin udah kurang ajar kek bajingan. Sekarang malah kesal begitu,' batin Kevin. Dia hanya bisa pasrah menghadapi semua situasi yang menimpanya. Bagaimana pun ini sudah risiko karena bermain nakal. Permasalahan terasa sangat kompleks karena menimpa berbagai aspek kehidupannya. Hubungan dengan ist
Kevin menatap tumpukan dokumen dengan penuh tanda tanya. Nino yang gemas langsung membuka satu persatu laporan keuangan cafe kepada Kevin."Lu tau semua ini bagian gua kan?" tanya Nino berusaha menggiring temannya. "Ya." Kevin pun paham apa yang dimaksud oleh Nino, karena mereka berkolaborasi untuk mendirikan Cafe ini sehingga Nino mendapatkan beberapa persen dari laba bersih sebagai investor."Lalu ini buku rekening gua. Sejak tiga bulan lalu, gua gak dapet apa-apa."Kevin membaca buku kecil itu dengan seksama. Dahi lelaki itu mengerut menelisit barisan historis transaksi di sana. Nino menunjukkan bagian-bagian yang lebih jelas."Bulan ke empat tanggal 2, uang ditransfer dari rekening cafe. Bulan ini juga. Tapi cafe berhenti transfer di bulan selanjutnya. Kemana bagian gua?" tanya Nino.Kevin terdiam. Dia sendiri bingung karena selama ini tidak mengurusi cafe dan menyerahkan semua kepada Nino."Lah, kenapa tanya gua. Kan lu ngurus cafe ini.""Sialan, sejak kapan gua pegang cafe ini?
"Ayo jelasin," perintah Nino semakin keras. Wanita itu menundukkan kepala dengan tubuh yang gemetar. Nino memelototinya dan hidungnya bernapas seperti banteng karena tak kunjung mendapatkan respon dari pegawai tersebut."Duduk dulu Mbak. setelah itu jelasin baik-baik, " sela Kevin berusaha mencairkan suasana.Mulut pegawai itu mulai bergerak dengan suara yang lirih, "b-begini... S-saya...""Cepet," sahut Nino yang tidak sabar mendengar pengakuannya."Saya hanya membuat laporan dan semua uang di ambil Mbak Icha," ucapnya dengan cepat. Kevin terdiam dan masih menatap karyawannya dengan dingin. Itu semakin membuat lawannya lemas."Saya tidak bisa mencegah Mbak Icha Mas. Bahkan beberapa karyawan harus potong gaji karena tidak cukup."Kali ini mata Kevin melebar, begitu pula Nino."Sampai potong gaji!?" suara Kevin meninggi."Iya Mas. Uang ditinggal Mbak Icha hanya cukup buat bahan baku. Terpaksa saya memotong gaji beberapa karyawan. Mbak Icha sendiri yang bilang seperti itu, ditambah kata