Malam ini Oma Siska menginap di rumah Amaliya. Mencoba membujuk cicit kesayangannya itu agar mau membuka kadonya dan bisa kembali ceria seperti dulu."Alia nggak butuh semua kado ini, Oma. Alia cuma butuh Ayah bisa sayang sama Alia dan Bunda seperti dulu. Selalu ada buat Alia," ucap Alia terisak.Oma Siska tidak bisa berkata apapun. Ia hanya mendengarkan semua keluh kesah cicitnya itu.Di rumah Eliza, Mihran pun menjalankan salat. Memohon agar Allah mau melembutkan hati anak dan istrinya. Ia pun selalu meminta ampunan Rabb-Nya."Ya Allah, aku tahu, aku sudah terlalu menyakiti hati istri dan anak hamba. Mungkin mereka sudah terlalu sakit atas perbuatan hamba. Tapi sungguh, hamba tidak pernah berniat menyakiti mereka."Alia terus menangis. Meluapkan semua keluh kesahnya."Alia mau Ayah nggak sering keluar," rintihnya. Tangis Alia pun pecah. Oma Siska hanya bisa memeluknya erat. Amaliya yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar, hanya bisa menahan tangisnya."Ya Allah, tolong kembalik
Alia terus berjalan. Di tengah kepadatan jalanan ibukota. Alia tersesat. Ia lupa arah menuju kantor Ayahnya. Hingga akhirnya, Alia menyebrang sebuah jalan dan melihat 2 anak seusianya sedang dimarahi oleh pria berpenampilan preman."Heh! Kerja yang benar dong. Cuma segini?" hardik preman yang memperkerjakan 2 anak kecil itu."Hari ini sepi bang. Banyak yang nggak kasih uang," celetuk seorang bocah perempuan berusia sekitar 6 tahun."Ah, gue nggak mau tahu. Pokoknya lu harus dapat lebih banyak lagi. Pasang muka sedih dong, jangan lemah banget!" pekiknya.Alia yang ketakutan pun hendak lari. Saat bersamaan, preman itu melihat keberadaan Alia dan berusaha mengejarnya. Alia pun berlari sekuat mungkin agar terbebas dari kejaran preman bertampang menakutkan itu."Hei, tunggu!" -------Amaliya akhirnya mendatangi rumah Eliza untuk mempertanyakan mengapa pigura foto pernikahannya bersama Mihran sampai ke rumahnya."Alia kabur?" tanya Eliza panik."Ini tuh gara-gara Alia melihat paket yang b
Suara sirine mobil ambulance memasuki pelataran rumah sakit Mayapada. Dengan sigap para perawat membawa dua wanita muda memasuki ruang UGD.Tubuh Amaliya dan Eliza yang sama-sama sedang mengandung buah cinta Mihran itu dibawa ke ruangan tertutup. "Sebaiknya kalian tunggu di sini," pinta dokter Pram.Mihran bersama orang tua serta adik Amaliya pun dengan wajah cemas dan ketakutan menunggu Amaliya. Oma Siska pun turut menemani, bersama Tante Della."Mel, Eliza ...." ucap lirih Mihran.Suasana nampak tegang di saat Taher dan Della harus berada di tempat yang bersama. Taher menunggu Amaliya dan Della menemani Eliza, keponakan kesayangannya.Pak Taher menarik Mihran menjauh. Nyaris saja memukuli menantunya itu dan menganggap jika Mihran-lah penyebab kecelakaan yang terjadi."Ini semua gara-gara kamu. Anakku sedang sekarat, kamu justru memperhatikan istri muda kamu," hardik Taher."Sudah, Pa, cukup. Kendalikan emosi kamu," cegah Ibu Arumi.Di depan ruang UGD Oma Siska pun memaki Della yang
"Bunda, Bunda ....""Bunda di mana?""Bunda ...."Alia terbangun dari mimpi buruknya dengan menangis histeris. Oma Siska yang sejak tadi menemani Alia di samping ranjang pun langsung terkejut dan mencoba menenangkan Alia."Alia, Alia, kamu kenapa?" tanya Oma Siska panik. Alia terus saja menangis sesegukan."Alia mimpi Bunda mau pergi. Bunda bilang mau pergi ke langit," jawab Alia menangis. Oma Siska pun langsung memeluk Alia lebih erat."Ya Allah, apakah ini firasat? Walau Alia bukan anak kandung Amaliya, tapi mereka begitu dekat," batin Oma. Tangisnya pun tidak bisa terelakkan. Airmata membasahi wajah Oma yang mulai keriput."Itu sebabnya Alia bisa merasakan Alia yang sedang sekarat," ucap Oma dalam hati.Alia pun berbalik dan memeluk Oma buyutnya itu begitu erat. Tangisnya pun belum juga berhenti."Oma, ayo kita susulin Bunda. Alia nggak mau Bunda pergi,," rintih Alia."Alia, mimpi itu hanya bunga tidur. Alia tidur lagi ya. Oma temani Alia di sini," bujuk Oma Siska. Alia pun kembali
Setelah menjalankan aksinya, Della pun keluar dari kamar Amaliya dengan wajah penuh kemenangan. Eliza yang penasaran pun mendatangi kamar Amaliya dan melihat Amaliya sudah kesulitan bernapas akibat alat fentilator yang terlepas. Tidak berselang lama, Oma Siska pun kembali ke kamar cucu kesayangannya itu."Eliza, apa yang kamu lakukan?!" bentak Oma Siska yang terkejut melihat keadaan Amaliya."A-aku ... tadi aku masuk sudah terlepas, Oma," seru Eliza. Namun, Oma Siska tentu saja tidak mempercayainya.Oma Siska pun panik. Setelah memencet bel berulangkali,akhirnya dokter pun datang ke kamar Amaliya."Kenapa bisa lepas?" tanya sang dokter."Saya tidak tahu, Dok. Pas saya masuk sudah terlepas, hanya ada Eliza di sini," terang Oma Siska."Mel, bertahan kamu, Mel ...." ucap Oma terisak."Sialan! Nenek tua itu kenapa harus datang sih?! Semoga saja dokter terlambat menyelamatkannya," gerutu Della.Dokter akhirnya berhasil memasang kembali alat bantu pernapasan untuk Amaliya dan kondisinya pu
"Ah, lu lagi, lu lagi! Kenapa sih, hidup gue sial tiap ketemu Luh!" pekik Malik saat tubuhnya diguyur air kotak cucian oleh Indah ketika ia melewati sebuah taman."Maaf, aku nggak lihat kamu lewat," jawab Indah."Hm, cewek ini sepertinya lugu. Bisa ku manfaatkan untuk membuat Oma bungkam sementara waktu dan tidak menjodohkanku dengan wanita pilihannya," batin Malik."Sini lu!"Malik pun menarik paksa Indah menjauh dari tempat ia bekerja sebagai pelayan warung Mi Ayam."Oke, gue akan maafkan. Tapi, lu harus ikut ke rumah gue. Gue juga akan bayar lu," ujar Malik membuat Indah berpikiran buruk."Ogah. Kamu pikir saya ini cewek apaan?!" hardik Indah."Hei, Hei! Jangan senang dulu ya. Gue ajak lu ke rumah buat pura-pura jadi pacar gue biar Oma tidak menjodohkan gue sama wanita pilihannya. Gimana? Gue bayar lu 10 juta," ucap Malik. "Ya udah kalau lu nggak mau, gue bisa cari cewek lain," pekik Malik. Ia pun beranjak pergi."Yang 10 juta? Seenggaknya aku bisa mengontrakkan rumah untuk adik-
Beberapa hari kemudianSetelah kondisi Amaliya membaik, Mihran pun mengajak Amaliya menginap di villa keluarga di area puncak. Hanya berdua. Selain menghilangkan traumatis Amaliya Akbar kecelakaan itu, Mihran ingin menghabiskan waktu berdua setelah berbagai ujian dalam rumah tangganya."Selamat datang," sambut penjaga villa."Mang, tolong bawa barang-barangnya ya. Ada di garasi," ujar Mihran."Baik, Pak."Mihran pun membantu Amaliya turun. Dia sengaja mengajak istri pertamanya itu agar proses pemulihannya lebih cepat di udara yang sejuk ini."Makasih ya kamu udah ngajak aku ke sini," ujar Amaliya.Tanpa menjawab, Mihran pun langsung menggendong sang istri masuk ke dalam villa mewah itu. "Aku kan sudah bilang, obat paling mujarab itu rasa bahagia. Nah, mulai saat ini aku akan memberikan kamu banyak kebahagiaan dan cinta. Sama kayak awal kita menikah dulu," goda Mihran.-----"Jadi kamu mengijinkan Mihran liburan di villa sama Amaliya?" tanya Tante Della gemes. Eliza hanya mengangguk.
"Waktu kalian sudah habis. Saya mau menjual rumah ini!" hardik Ibu Mirna mengusir Ibu Sofia, Indah dan seluruh anak panti Kasih Bunda.Malam itu, menggunakan 2 pria bertubuh tinggi besar yang tubuhnya dipenuhi tato, Ibu Mirna memaksa seluruh penghuni panti keluar."Bu, tolong, Bu. Tolong kasih kami waktu lagi, Bu ...." rintih Indah. Ia pun bersujud memohon belas kasihan Ibu Mirna."Mau sampai kapan Indah?" pekik Ibu Mirna menepis tangan Indah dari kakinya."Kamu bilang, kamu mau membeli rumah ini satu milyar. Mana buktinya? Makanya kalau nggak punya uang, jangan mimpi kamu!" hardik Ibu Mirna."Saya akan bayar rumah ini satu Milyar!" ucap Malik lantang saat memasuki teras rumah panti asuhan Kasih Bunda. Indah pun menatap ke arah Malik dengan wajah panik."Saya transfer sekarang. Tapi, saya harus bicara sama Indah," ujar Malik. Malik pun mengajak Indah menjauh dan berbicara berdua."Apa mau maksud kamu mau membeli rumah ini satu Milyar?" bisik Indah."Gue mau bantu loh," jawab Malik den