"Ah, lu lagi, lu lagi! Kenapa sih, hidup gue sial tiap ketemu Luh!" pekik Malik saat tubuhnya diguyur air kotak cucian oleh Indah ketika ia melewati sebuah taman."Maaf, aku nggak lihat kamu lewat," jawab Indah."Hm, cewek ini sepertinya lugu. Bisa ku manfaatkan untuk membuat Oma bungkam sementara waktu dan tidak menjodohkanku dengan wanita pilihannya," batin Malik."Sini lu!"Malik pun menarik paksa Indah menjauh dari tempat ia bekerja sebagai pelayan warung Mi Ayam."Oke, gue akan maafkan. Tapi, lu harus ikut ke rumah gue. Gue juga akan bayar lu," ujar Malik membuat Indah berpikiran buruk."Ogah. Kamu pikir saya ini cewek apaan?!" hardik Indah."Hei, Hei! Jangan senang dulu ya. Gue ajak lu ke rumah buat pura-pura jadi pacar gue biar Oma tidak menjodohkan gue sama wanita pilihannya. Gimana? Gue bayar lu 10 juta," ucap Malik. "Ya udah kalau lu nggak mau, gue bisa cari cewek lain," pekik Malik. Ia pun beranjak pergi."Yang 10 juta? Seenggaknya aku bisa mengontrakkan rumah untuk adik-
Beberapa hari kemudianSetelah kondisi Amaliya membaik, Mihran pun mengajak Amaliya menginap di villa keluarga di area puncak. Hanya berdua. Selain menghilangkan traumatis Amaliya Akbar kecelakaan itu, Mihran ingin menghabiskan waktu berdua setelah berbagai ujian dalam rumah tangganya."Selamat datang," sambut penjaga villa."Mang, tolong bawa barang-barangnya ya. Ada di garasi," ujar Mihran."Baik, Pak."Mihran pun membantu Amaliya turun. Dia sengaja mengajak istri pertamanya itu agar proses pemulihannya lebih cepat di udara yang sejuk ini."Makasih ya kamu udah ngajak aku ke sini," ujar Amaliya.Tanpa menjawab, Mihran pun langsung menggendong sang istri masuk ke dalam villa mewah itu. "Aku kan sudah bilang, obat paling mujarab itu rasa bahagia. Nah, mulai saat ini aku akan memberikan kamu banyak kebahagiaan dan cinta. Sama kayak awal kita menikah dulu," goda Mihran.-----"Jadi kamu mengijinkan Mihran liburan di villa sama Amaliya?" tanya Tante Della gemes. Eliza hanya mengangguk.
"Waktu kalian sudah habis. Saya mau menjual rumah ini!" hardik Ibu Mirna mengusir Ibu Sofia, Indah dan seluruh anak panti Kasih Bunda.Malam itu, menggunakan 2 pria bertubuh tinggi besar yang tubuhnya dipenuhi tato, Ibu Mirna memaksa seluruh penghuni panti keluar."Bu, tolong, Bu. Tolong kasih kami waktu lagi, Bu ...." rintih Indah. Ia pun bersujud memohon belas kasihan Ibu Mirna."Mau sampai kapan Indah?" pekik Ibu Mirna menepis tangan Indah dari kakinya."Kamu bilang, kamu mau membeli rumah ini satu milyar. Mana buktinya? Makanya kalau nggak punya uang, jangan mimpi kamu!" hardik Ibu Mirna."Saya akan bayar rumah ini satu Milyar!" ucap Malik lantang saat memasuki teras rumah panti asuhan Kasih Bunda. Indah pun menatap ke arah Malik dengan wajah panik."Saya transfer sekarang. Tapi, saya harus bicara sama Indah," ujar Malik. Malik pun mengajak Indah menjauh dan berbicara berdua."Apa mau maksud kamu mau membeli rumah ini satu Milyar?" bisik Indah."Gue mau bantu loh," jawab Malik den
"Malik, aku akan lakukan apapun untuk membayar semua utang aku sama kamu. Tapi tolong, batalkan pernikahan ini. Aku sama sekali tidak mencintai kamu," pinta Indah memelas saat berbicara dengan Malik di taman belakang rumah, tempat acara pernikahan itu akan berlangsung."Lu pikir, gue cinta sama lu?" pekik Malik."Heh! Gue melakukan ini juga karena terpaksa. Gue nggak mau diomelin sama Oma dan gue nggak mau dijodohin sama Oma gue. Enggak usah ge-er, gue pastikan nggak akan pernah menyentuh lu sama sekali . Tiga bulan setelah kita nikah, kita bisa bercerai. Penghulu udah nunggu, ayo!" ajak Malik. Indah pun mencegah calon suami pura-puranya itu."Malik, tunggu," ucap Indah. Indah pun menggeleng."Gue udah beli panti asuhan itu seharga 1 milyar dan lu juga sudah menandatangani surat perjanjian yang gue kasih. Lu mau kabur? Silakan. Tapi, gue akan laporkan lu ke kantor polisi," ancam Malik."Ayo, cepat!" ajak Malik.Indah akhirnya masuk ke ruang di mana akad nikahnya bersama Malik akan seg
Amaliya duduk termenung di kamarnya. Tatapannya pada ranjang kosong itu. Tempat di mana biasa ia dan Mihran bercerita banyak hal sebelum beristirahat."Aku ingin kamu ada di sini, Mihran ...." lirih Amaliya.Ponsel Amaliya berdering. Sebuah notice pesan masuk melalui aplikasi berwarna hijau. Ternyata Mihran mengirimkan pesan.[Istriku lagi ngapain?]Dengan wajah kesal sekaligus penasaran, Amaliya akhirnya membalas pesan suaminya itu.[Kok kamu bisa chat aku. Memangnya kamu lagi nggak sibuk sama Eliza?]Mihran tersenyum membaca balasan Amaliya itu. Di dalam kamar mandi kamar Eliza, ia kembali menulis balasan sambil tersenyum.[Aku lagi sibuk mikirin kamu. Kamu mikirin aku nggak?]Dengan wajah cemberut sekaligus bahagia, Amaliya kembali membalas pesan sang suami."Aku lagi mikirin kamu sih. Tapi, nggak usah kasih tahu deh. Nanti kamu ge-er lagi," ucap Amaliya.[Ih, ngapain mikirin suami orang.]Mihran pun tertawa kecil saat membaca balasan Mihran itu. Ia pun kembali mengetik balasan c
Taher dan Arumi menunggu di depan kamar Amaliya. Saat sang Ibu keluar, Arumi pun langsung menanyakan keadaan Amaliya."Gimana Amaliya, Bu?" tanya Arumi."Amaliya diam. Dia tidak mau bicara sama sekali. Enggak tahu sampai kapan," jawab Oma Siska."Biar saya bicara, Bu. Saya nggak mau Amaliya hancur," sahut Arumi."Enggak perlu, Arumi. Dia tidak akan bicara. Biarkan dia tenang dulu. Jangan paksa dia bicara," cegah Oma saat menantunya itu hendak masuk ke kamar Amaliya."Ini semua gara-gara Mihran. Biar aku hajar dia," pekik Taher yang beranjak pergi tetapi Arumi pun mencegahnya."Percuma, Pa. Percuma Papa pakai kekerasan. Dar dulu Papa keras sama Mihran. Enggak ada hasilnya kan?" tegur Arumi."Tapi, Papa tidak bisa berdiam diri begitu saja melihat anakku sakit seperti ini!" tekan Taher yang kesal dengan tingkah menantunya."Daripada menggunakan kekerasan, lebih baik kita support Amaliya. Kita kuatkan dia," pekik Arumi."Sudah, sudah. Kalian jangan bicara di sini. Nanti kalau Amaliya deng
"Oma, Tante Della, ada apa sih?" tanya Amaliya ketik mendengar keributan yang terjadi."Aduh! Kenapa Amaliya ke sini sih? Mana cardigannya nggak dipakai lagi," gerutu Oma dalam hatinya."Aku tidak akan membiarkan Della mengetahui anaknya," batin Oma Siska."Aku tidak tahu di mana anak kamu. Jangan asal tuduh kamu!" gertak Oma Della yang langsung menarik Amaliya masuk ke dalam rumah."Pakai cardigan-nya cepat, Mel! Nanti kamu difitnah menggoda laki-laki sama Della. Ayo, cepat!" bentak Oma. Amaliya pun bergegas memakai cardigan-nya itu."Ibu Siska!""Cepat katakan. di mana anakku," pekik Della."Jangan mengalihkan pembicaraan. Kamu kenapa mengganti surat Mihran di dalam kaleng? Kamu mau menghancurkan rumah tangga cucuku?!" hardik Oma Siska. Della pun terdiam. Wajahnya terlihat panik.Saat Oma Siska hendak menampar Della, Amaliya langsung mencegahnya."Oma, sabar, Oma," ucap Amaliya menenangkan Omanya itu."Kamu kenapa bela dia?" ketus Oma."Oma, kita nggak bisa tuduh orang tanpa bukti,"
"Bu, aku mau bicara sebentar," ucap Taher yang langsung menarik tangan Oma Siska ke ruang kerjanya."Bu, apa maksud Ibu menyuruh orang untuk mengatakan kalau anakku dengan Della sudah meninggal," tanya Taher."Pasti Della yang ngomong kan. Dia fitnah Ibu. Kamu kayak nggak tahu aja gimana perempuan itu. Sekarang kamu percaya Ibu atau Della?!" pekik Ibu Siska pada anak lelaki satu-satunya itu. Taher pun terdiam. Tanpa disadari keduanya, jika Arumi sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Anaknya hilang itu karena keteledoran dia sebagai seorang Ibu. Jangan salahkan Ibu. Salahkan Della!" bentak Oma Siska."Anak kalian?" ucap Arumi.Taher dan Oma Siska pun seketika menatap ke arah Arumi berdiri. Ia tidak menyangka jika Arumi sudah mendengarkan semuanya."Maksudnya apa, Bu? Mas Taher sama Della punya anak?" gertak Arumi. Wajah Ibu Siska dan Taher pun seketika panik."Ma, Mama ...." panggil Taher ketika Arumi memilih pergi. Ibu Siska pun turut mengejarnya.------Arumi syok. Bukan saja ber